Terima Kasih Istriku! III

"Jika Mas selalu membuatku stres terus seperti ini, maka jangan salahkan aku kalau sampai anak Mas ini tidak sempat melihat dunia!"

Ini adalah kesekian kalinya wanita cantik itu melontarkan kalimat mautnya saat terpojok dalam adu mulut dengan Dion. Sebab memang sudah tidak ada alasan lagi yang bisa membenarkan tingkah kegenitan wanita itu pada atasannya.

Tapi tentu saja ancaman yang terlontar dari mulut Erlina itu selalu sukses membungkam mulut Dion yang sangat menantikan kehadiran buah hatinya. Dion lagi-lagi mengalah.

Cekcok dalam rumah tangga mereka memang makin kerap terjadi dan semakin sengit dibanding sebelum-sebelumnya. Terlebih setelah atasan wanita itu rutin mengantar jemput Erlina pulang-pergi kantor. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan Dion untuk melakukan hal itu pada istrinya sendiri.

Dion sadar tidak ada gunanya bertengkar terus dengan Erlina karena wanita itu seperti sudah terhipnotis oleh pesona Bagas. Baik secara fisik maupun materi, Dion memang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mantan kekasihnya itu.

Dion tidak mau terus-terusan masuk dalam skenario yang dirancang Bagas agar bertengkar dengan istrinya itu terus menerus.

Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan rumah tangganya yang diambang kehancuran. Ternyata kehamilan istrinya sama sekali tidak membantu pemulihan kondisi rumah tangganya. Malah wanita itu semakin menggila dengan ancaman yang membuat Dion tidak berkutik, bahkan dia sudah tidak sungkan bermesra-mesraan dengan atasannya itu lewat perbincangan telfon di depan Dion.

Sungguh, Dion merasa kehidupannya semakin tertekan dan melelahkan. Dia harus menyudahi penderitaan yang diakibatkan oleh pria bernama Bagas itu. Pria mana yang kuat melihat istrinya beradu rayu dengan pria lain di depan matanya. Terlebih Dion sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk istrinya itu. Dia bahkan sampai tidak punya waktu untuk merawat dirinya sendiri karena bekerja keras membanting tulang supaya keluarga kecilnya mendapat kehidupan yang layak. Egonya terluka.

Dion mematut diri di depan cermin setelah istrinya berangkat ke kantor dijemput atasannya yang tampan itu seperti hari-hari sebelumnya. Dion bukan sedang bersiap-siap untuk pergi kerja tapi dia akan datang menemui Bagas di kantor istrinya. Dia tidak ingin lari lagi dari kesalahan yang pernah dia perbuat dulu karena buahnya sungguh membuat hidupnya mulai kacau dan berantakan. Dia bertekad akan segera menyelesaikan masalahnya dengan Bagas, mantan kekasihnya itu.

**********

"Permisi, Pak Bagas. Ada seorang pria bernama Pak Dion ingin menemui Bapak. Saya suruh menunggu atau boleh langsung naik ke ruang Pak Bagas karena beliau bilang sudah membuat janji dengan Bapak."

Seorang wanita yang berprofesi sebagai receptionist kantor tampak sedang menelfon Bagas, pimpinan utama di perusahaan itu.

"Suruh Pak Dion itu langsung naik saja ke kantor saya. Terima kasih."

Bagas tersenyum licik sambil meletakkan gagang telfon itu ke tempatnya. Dia tidak merasa pernah membuat appointment dengan mantan kekasihnya itu. Tapi tidak mengapa, ini justru yang pria tampan itu kehendaki. Pas sesuai dengan skenarionya. Dia langsung meraih gagang telfon itu kembali hendak menelfon seseorang.

"Lin, tolong kamu segera ke kantor saya. Urgent!"

Sementara itu, Dion melangkahkan kaki menuju ke arah kantor Bagas sesuai arahan dari receptionist wanita tadi. Dia melewati sebuah meja kerja kosong dengan nama istrinya tercetak dalam sebuah acrylic bertengger di sisi kanan atas meja itu.

"Pergi kemanakah Erlina saat ini?" pikir Dion dalam hati.

Dion langsung melempar pandangan kedua matanya ke arah sebuah pintu kayu yang berada tepat di sebelah meja kerja istrinya yang kosong itu. Pintu itu juga dihiasi label bertuliskan CEO Office Room di badan pintunya. Tidak salah lagi itu pasti ruang kerja Bagas.

Dion lantas segera mendekati pintu tersebut sambil mengambil nafas dalam-dalam. Rasa gugup mendadak menyelimutinya erat hingga terasa sesak di dada. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Ayo Dion, kamu pasti bisa! Ini semua demi kelangsungan keluarga kecilmu. Dion mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Tangan kanan Dion baru saja terayun ke atas akan mengetuk badan pintu itu, namun mendadak terhenti saat dia mendengar desahan seorang wanita bersahutan dengan rayuan dan tawa kecil seorang pria dari dalam ruangan di depannya itu.

Dion terhenyak saat dia menyadari jika itu suara istrinya dan Bagas. Apa yang sedang mereka berdua lakukan di dalam sana? Hati Dion tiba-tiba memanas hingga membuat emosi perlahan mengambil alih pikirannya.

Dion langsung memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci itu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Lalu dia mendorong badan pintu itu kencang-kencang hingga menimbulkan suara yang cukup keras saat badan pintu itu membentur dinding dalam ruangan.

Kedua mata Dion membulat. Dia terperanjat kaget saat menyaksikan pemandangan di depannya. Sungguh meluluh lantakan hatinya seketika.

"ERLINA!!!" teriak Dion kalap dan penuh emosi menggema di ruangan itu.

Erlina langsung segera melompat dari atas pangkuan Bagas dengan wajah yang memucat. Dia tidak kalah shock dengan Dion. Wanita itu sungguh tidak menyangka jika suaminya akan muncul tiba-tiba disaat dia sedang asyik bercumbu dengan atasannya. Erlina pun segera membetulkan posisi bra-nya yang sudah tidak karuan akibat remasan nakal jemari Bagas. Lalu dia segera mengancingkan kembali bagian atas blouse ketatnya itu dengan tangan sedikit gemetaran.

"Tenang, Lin. Kamu keluar dulu yah sekarang. Sepertinya suamimu itu ada perlu denganku. Kamu tidak perlu sekhawatir itu, sayang. Semua pasti baik-baik saja."

Dengan tenang dan tanpa rasa bersalah sedikit pun, Bagas meminta sekretarisnya itu meninggalkan ruangan kerjanya. Dia sengaja menekankan kata sayang di depan Dion. Dia seperti ingin memancing kemarahan mantan kekasihnya itu.

Erlina langsung berlari kecil tergesa meninggalkan ruangan Bagas sambil segera menutup pintu ruangan itu. Dia sama sekali tidak berani menoleh pada suaminya yang sedang berdiri di tengah ruangan. Baru kali ini wanita cantik itu melihat sisi lain suaminya yang penuh amarah dan murka. Bahkan itu juga pertama kalinya dia dibentak dengan keras oleh Dion sepanjang usia pernikahan mereka.

"Bagus, Dy! Kamu sudah melihat semuanya sendiri jadi aku tidak perlu repot-repot memberitahumu. Aku menginginkan istrimu yang cantik itu. Selain cantik dia juga sangat hot di ranjang!"

Dengan santai Bagas berjalan menghampiri Dion sambil mengoloknya, setelah menyalakan kembali CCTV ruangannya yang tadi sempat dia matikan.

"BANGSAT!!!"

Dion langsung meraih dan mencengkeram erat kerah kemeja Bagas sambil bersiap melayangkan pukulan. Tapi dia urung melakukannya dan segera menurunkan tangan kanannya yang terkepal mengarah ke wajah mantan kekasihnya itu. Dion tersadar jika dia tidak boleh gegabah melawan Bagas yang selain tampan juga berotak cerdas. Dia tidak boleh terpancing emosinya.

"Kenapa berhenti, Dy? Takut? Haha... tenang, aku tidak akan membalas. Kamu boleh menghajarku sesuka hatimu!" tantang pria tampan itu penuh ejekkan.

"Aku tidak akan termakan omonganmu, Gas. Aku tidak akan masuk dalam perangkapmu!"

Dion sadar jika dia menghajar pria di depannya itu, maka segala tindakan penganiayaannya itu akan bisa digunakan Bagas untuk menuntutnya. Terlebih Dion juga yakin di dalam ruangan kerja semewah itu pasti terdapat CCTV yang akan merekam aksi brutalnya tanpa alasan.

"Baiklah, Dy. Aku sudah memberimu kesempatan untuk melampiaskan amarahmu. Tapi sungguh sayang, kamu tidak mempergunakannya dengan baik. Kini giliranku untuk menuntut balas atas perbuatanmu padaku, Dy!!!"

Bagas langsung menepis kasar tangan kanan Dion yang masih mencengkeram kerah kemejanya hingga terlepas. Kedua matanya berkilat penuh amarah dan dendam yang membuat Dion seketika merasa ngeri pada mantan kekasihnya itu.

Dengan cepat kedua tangan Bagas sudah ganti mencengkeram kerah baju Dion. Lalu pria tampan itu mendorong kuat-kuat tubuh Dion ke arah yang dia inginkan. Tentu saja Dion tak kuasa menahan tenaga Bagas yang perawakannya lebih tinggi dan kekar darinya. Tubuh Dion pun terdorong mundur hingga kepalanya membentur dinding ruangan. Dion terpojok.

Dion tampak meringis menahan nyeri di kepalanya, sementara Bagas segera memindah salah satu tangannya, tegak lurus ke arah tembok di sisi leher Dion. Bagas pun menatap wajah Dion yang berjarak sangat dekat dengannya. Mata mereka saling bertemu. Emosi Dion pun perlahan surut.

"Ba-Bay..."

Sebuah ucapan pelan secara tidak sadar lolos dari mulut Dion, karena dia menangkap sorot mata pria di depannya itu mendadak berubah seperti Bagas yang dia kenal dulu. Sorot mata yang sanggup meneduhkan hatinya.

Jantung Dion mendadak berdegub dengan kencang saat Bagas memajukan lebih dekat wajahnya. Bahkan nafas pria itu kini sudah terasa menyapu hangat wajahnya. Dion tidak berkutik. Dia seakan terhipnotis oleh pesona mantan kekasihnya itu. Sungguh momen yang Dion tidak pernah duga akan datang lagi dalam hidupnya, berada dalam dekapan pria yang pernah dicintainya meski dalam waktu yang salah. Dion memejamkan mata pasrah saat bibir Bagas semakin dekat dengan bibirnya.

"Buka matamu, banci!!! Jangan harap aku akan menciummu!" desis Bagas sambil menepuk-nepuk kasar pipi Dion. Bagas lantas segera menarik tangannya dari tembok sambil tangan yang lain melepas cengkeraman kerah baju Dion. Pria itu pun berjalan menjauh hingga ke tengah ruangan, membelakangi Dion.

"Astaga, apa yang baru saja aku lakukan. Mengapa aku malah berharap dia menciumku," rutuk Dion dalam hati masih dalam posisinya bersandar pada tembok. Lalu dia segera mengusap-ngusap kepalanya yang masih terasa nyeri akibat benturan barusan.

"Kamu jangan kepedean, Dy! Aku sudah tidak menyukaimu lagi. Lihat saja dirimu sekarang, tidak terawat dan semakin jelek. Kamu sudah tidak menarik lagi bagiku!" ucap Bagas ketus sambil tetap membelakangi Dion tanpa menoleh sedikit pun. "Jadi apa keperluanmu datang kemari, hah?" lanjut Bagas kemudian.

"Aku... aku ingin meminta maaf padamu, Gas. Aku sungguh menyesal atas apa yang telah aku lakukan padamu tiga tahun yang lalu. Aku mohon maafkan aku dan lepaskan istriku. Biarkan kami hidup tenang, please."

Dion memohon. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia memang kalah segala-segalanya dari pria di hadapannya saat ini. Mungkin, permintaan maaf yang belum pernah dia ucapkan sebelumnya secara tulus dapat melunakkan hati Bagas.

"Hahaha... kamu minta maaf, Dy? Tidak segampang itu!"

Bagas langsung membalikkan badannya, kedua matanya memicing menatap tajam ke arah Dion. Dia lantas membuka kancing di ujung lengan kiri kemeja panjangnya dan menggulungnya sedikit ke atas.

"Lihat ini, Dy! Apa cukup hanya sebuah kata maaf untuk bekas goresan seumur hidup ini, hah?"

Dion terhenyak. Kedua matanya membulat saat melihat bekas sayatan di pergelangan tangan kiri Bagas yang terangkat. Hatinya seketika terasa perih. Dia tidak menyangka Bagas akan bertindak senekat itu.

"Kurang sedikit saja nyawaku melayang jika hari itu mama tidak berkunjung ke apartmentku. Mungkin kamu lebih senang jika aku mati kan, Dy."

"Ma-maafkan aku, Bay... aku-aku..." Butir demi butir air mulai jatuh dari pelupuk mata Dion. Dia sungguh tidak menyangka jika perbuatannya itu nyaris merenggut pria yang pernah mengisi hatinya itu. Dion sungguh-sungguh menyesal.

"Apa salahku, Dy? Aku sudah melakukan semuanya untukmu. Bahkan aku rela diusir dari rumah demi kamu karena membatalkan pertunangan dengan anak relasi bisnis papa. Semua sudah kukorbankan untukmu, Dy. Tapi apa yang kudapat darimu? Kamu malah meninggalkanku tanpa sebab dan memutus kontak secara sepihak. Kamu pikir aku ini binatang yang tidak punya perasaan, hah? Yang bisa kamu buang seenaknya. Fuck you, Dy! Kamu yang mengenalkanku pada apa yang namanya itu cinta tapi kamu juga yang membuatku tidak percaya lagi dengan cinta. Good job, Dy! Kamu benar-benar sudah menghancurkan hidupku!"

"Ma-maafkan aku Bay... sungguh aku minta maaf."

"Cukup, Dy! Simpan saja air matamu itu untuk penderitaanmu sendiri. Kamu tidak perlu mengasihaniku. Aku akan memaafkanmu asal kamu segera menceraikan istrimu itu. Aku ingin menikahinya."

"Apa maksudmu, Gas?" tanya Dion terkejut. Seketika hilang sudah rasa simpati Dion pada pria itu.

"Kenapa? Apa ada yang salah, Dy? Kamu saja yang seorang bottom bisa menikahinya, kenapa aku tidak? Awalnya aku memang berniat membalas dendam padamu. Aku ingin bermain-main dengan istrimu yang cantik itu. Tapi ternyata makin lama aku makin menyukainya dan benar-benar jatuh cinta padanya. Pantas saja kamu sampai menikahi wanita itu. Istrimu itu memang wanita yang sungguh memabukkan!"

"Tutup mulutmu, Gas! Brengsek!"

"Oh ya... aku lupa memberitahumu suatu rahasia. Bayi yang sedang dikandung istrimu itu belum tentu milikmu, Dy. Aku selalu menyetubuhi istrimu itu tanpa pengaman. Hitung saja berapa banyak barang branded koleksi wanita itu. Itu adalah hadiah dariku setiap kali dia melakukan sex denganku."

Dion terperangah. Dia sungguh tidak menyangka jika istrinya itu memperbolehkan dirinya melepas pengaman saat berhubungan badan bukan karena kemauan wanita itu sendiri yang ingin memiliki anak. Tapi semua adalah skenario dari mantan kekasihnya itu. Dion sungguh menyesal mengapa istrinya itu silau dengan kemewahan yang ditawarkan Bagas. Dan kini anak yang dikandung istrinya itu pun belum tentu keturunannya. Dion benar-benar hancur sekarang.

"Kamu jangan kaget jika aku semakin perhatian pada wanita itu hingga mengantar jemputnya setiap hari. Itu kulakukan demi janin yang dia kandung bukan untuk sekadar memanas-manasimu. Aku sudah tidak tertarik padamu, Dy. Aku lebih tertarik pada istri dan bayi yang dia kandung. Aku harus memastikan bayi itu lahir dengan selamat. Jangan khawatir, aku akan merawat dan menyayangi bayi itu seperti anakku sendiri jika akhirnya terbukti dia bukan darah dagingku. Asal kamu tahu Dy, bayi dan istrimu itu adalah kunci aku diterima kembali oleh keluarga besarku terutama papaku. Jadi jika kamu serius ingin meminta maaf padaku, maka lepaskanlah istrimu itu. Aku akan dengan senang hati memaafkanmu dan menghilang dari kehidupanmu!"

"Jangan harap! Aku tidak akan melepaskan istri dan calon anakku meski dia bukan darah dagingku sekalipun," sergah Dion dingin tidak mau kalah. "Sepertinya tidak ada gunanya aku terlalu lama berada di sini. Kamu sungguh membuatku muak. Sepertinya aku telah mengambil keputusan yang tepat dengan meninggalkanmu saat itu," lanjut Dion lagi sambil berjalan menuju pintu keluar.

"Selamat datang di kehancuranmu, my little Dy! Hahaha..."

Tawa puas Bagas memenuhi ruang kerjanya menghantar Dion keluar dari tempat yang baru saja menjadi neraka baginya.

Bagas langsung terduduk lemas di atas kursi kerjanya tepat setelah terdengar dentuman keras sebuah pintu yang dibanting saat Dion meninggalkan ruang itu. Dia meremas-remas kasar rambutnya sambil menghela nafas panjang.

"Kenapa semua harus berakhir seperti ini, Dy?" sesal Bagas dalam hati.

TBC

NB: yang di multimedia adalah Song Hye Kyo sebagai Erlina. Lengkap sudah, semua pemerannya seleb Korea hehe... Berasa sedang menulis cerita K-drama versi Indonesia haha...

Sudah mau habis nih ceritanya. Tolong vomentnya yah kalau mau tahu ending cerita ini hehe... kalau nggak mau ya nggak papah biar menggantung seperti ceritaku yang lain haha...

Thank You semuanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top