Bumsso's Day Out
Selamat membaca
Maaf typo,
*
*
*
Lalu lalang kendaraan keluar masuk di sebuah taman kanak-kanak. Pagi ini terlihat ramai pasalnya setelah libur panjang selama satu bulan mereka bisa kembali bersekolah.
Sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang. Seorang pria berjaket hitam membukakan pintu untuk seseorang. Kaki mungil yang dibalut sepatu pink itu menjulur ke luar. Seorang gadis cantik berkepang dua turun dari mobil lengkap dengan ranselnya. Tapi sayang wajah cantiknya ditekuk.
"Nona So Eun sudah datang, ayo kita ke kelas," sapa seorang wanita muda yang menjadi salah satu guru di taman kanak-kanak.
"Tolong jaga Nona So Eun selama di sekolah," ujar pria berjas hitam itu.
"Tentu. Ayo Nona So Eun kita ke dalam."
Anak-anak yang lain sudah duduk di tempatnya masing-masing saat So Eun masuk ke dalam kelasnya. Wanita yang mengantar So Eun pun pergi setelah memastikan So Eun duduk di tempatnya.
Kim Bum salah satu teman So Eun yang terkenal jahil pun menghampirinya. Tapi sayang gadis kecil itu hanya menatapnya sekilas tanpa niat untuk menyapa.
"Hei Kim Cocun, bagaimana kabarmu?" sapa Kim Bum.
"Namaku Kim So Eun, bukan Kim Cocun," ujar So Eun galak.
Kim Bum menyeringai menatap So Eun yang kesal, sudah lama ia tidak menjahili teman cengengnya ini. Dengan gerakan cepat bocah laki-laki itu melepas ikat rambut So Eun membuat sebelah rambut gadis itu terurai.
"Kim Bum kembalikan ikat rambutku," rengek So Eun sambil menggapai-gapai tangan Kim Bum. Sengaja Kim Bum mengangkat tangannya tinggi-tinggi agar So Eun tidak bisa mengambilnya.
"Cocun cengeng. Cocun cengeng," ledek Kim Bum.
Mata So Eun mulai berkaca-kaca, tangisnya pecah saat diledek Kim Bum. Walau sudah berkali-kali dijahili Kim Bum tetap saja So Eun meraung karena ulahnya.
"Kim Sang Bum apa yang kau lakukan pada So Eun?"
"Hiks.... dia mengambil ikat rambutku," adu So Eun sambil menangis tersedu-sedu.
Kim Bum menyembunyikan ikat rambut So Eun di belakang tubuhnya. Namun So Min tidak bisa dibohongi.
"Tanganmu," ujar So Min pada Kim Bum. Terpaksa Kim Bum mengulurkan tangannya sehingga ikat rambut itu pun dilihat oleh So Min.
"Sudah berapa kali songsaengnim peringati jangan mengganggu So Eun. Kenapa kau nakal sekali?" ujar So Min mengambil kembali ikat rambut di tangan Kim Bum.
So Min mengikat rambut So Eun kembali. Meski ikat rambutnya sudah di kembalikan bukan berarti Kim Bum berhenti mengejek So Eun.
"Cocun cengeng. Cocun cengeng," ujar Kim Bum dengan suara kecil. So Eun mulai menangis lagi, dia benar-benar membenci Kim Bum.
"So Eun jangan menangis lagi, ya." So Min menatap Kim Bum. "Cepat minta maaf pada So Eun."
Kim Bum mengulurkan tangannya kemudian So Eun menjabatnya dengan lembut.
"Aku minta maaf, Cocun."
"So Eun," koreksi So Eun atas namanya.
"Cocun," ujar Kim Bum, masih enggan menyebut nama So Eun.
"So Eun."
"Cocun."
Air mata So Eun siap tumpah lagi, namun So Min cepat menegur Kim Bum.
"Kim Bum ucapkan nama So Eun dengan benar, atau kau akan dihukum!" tegas So Min.
Dengan kesal Kim Bun pun mengangguk.
"Aku minta maaf Kim So... So Eun," ujarnya terbata.
So Eun mengangguk seraya mengusap air matanya yang menggenang di pelupuk mata. Ini pertama kalinya Kim Bum menyebut nama asli So Eun membuat gadis itu senang.
"Baiklah, hari ini kita akan belajar mewarnai. Keluarkan buku bergambar kalian dan pensil warna."
Anak-anak pun menurut. Mereka mengeluarkan buku dan pensil warna dari dalam tas masing-masing. So Eun menoleh ke belakang tepatnya di pojok tempat Kim Bum duduk. Dulu mereka duduk berdampingan tapi semenjak Kim Bum suka menjahili So Eun mereka pun di pisah.
So Eun duduk di depan dekat pintu masuk sedangkan Kim Bum duduk di pojok belakang. So Eun memalingkan wajahnya saat Kim Bum tanpa sengaja menatapnya.
Sudah bukan rahasia lagi kalau Kim Bum suka menjahili So Eun sampai menangis. Tidak jarang So Eun akan menghindarinya selama jam sekolah berlangsung.
Tapi tidak dengan saat ini. Ketika teman-temannya satu per satu di jemput saat pulang sekolah So Eun malah mengekori Kim Bum ke mana pun dia pergi dari jarak jauh. Setiap kali Kim Bum menoleh ke belakang maka So Eun akan bersembunyi. Tahu kalau ada mata-mata membuat Kim Bum berlari kencang kemudian bersembunyi di balik tembok.
"Ke mana Kim Bum?" gumam So Eun saat keluar dari persembunyiannya. Jalan itu kosong membuat So Eun takut tersesat.
So Eun mulai menangis walau tidak kencang namun air matanya terus mengalir. Ia takut sendiri di tempat asing.
"Bisakah kau tidak menangis? Aku bosan mendengarnya," ujar Kim Bum yang kini berdiri di belakang So Eun.
"Kim Bum," gumam So Eun memanggil namanya. Ada rasa lega mengetahui pria itu tidak menghilang.
"Ayo aku antar kembali ke sekolah. Aku tidak mau dikira membawamu pergi."
Kim Bum ingin meraih tangan So Eun namun gadis itu menolak. Ia menggeleng.
"Aku tidak mau pulang."
"Kenapa?"
So Eun hanya diam menatap sepatunya. Wajahnya terlihat sedih dan murung membuat Kim Bum tidak tega.
"Mau ikut denganku?" tanya Kim Bum. Seketika So Eun mendongkak kemudian mengangguk antusias.
Kim Bum menggenggam tangan So Eun untuk pergi ke suatu tempat. Kedua anak kecil itu bergandengan tangan menyusuri jalan raya. Kim Bum merogoh sakunya saat tiba di sebuah stand es krim. Setelah uang yang ia punya cukup untuk membeli dua cone ice cream ia pun berbaris menunggu giliran.
"Cocun suka rasa apa?" tanya Kim Bum saat ia tengah mengantri. So Eun tetap setia berdiri di sampingnya. Tangan mereka pun saling berpegangan.
"Vanila. Aku juga suka strawberry, tapi sekarang aku mau rasa coklat."
Kim Bum menghembuskan napas panjang. Selain cengeng So Eun juga banyak maunya. Kini tiba giliran Kim Bum. Bocah laki-laki itu memesan dua es krim coklat.
Dengan mata berbinar So Eun menerima es krim yang Kim Bum berikan.
"Aku belum tahu kenapa kau tidak mau pulang," kata Kim Bum.
"Ayah sedang marah padaku, karena aku menumpahkan minuman pada kertasnya. Aku takut pulang."
Kim Bum mengusap bibir atas So Eun yang belepotan karena es krim.
"Bum-ah juga kenapa tidak menunggu jemputan?" tanya So Eun.
Sejujurnya Kim Bum pun sama seperti So Eun yang enggan pulang. Mengingat malam kemarin semua alat gambarnya dibuang oleh ayahnya. Beruntung pensil warna yang tersimpan di laci meja belajarnya selamat dari amukan ayahnya.
"Bum-ah kenapa?"
"Cocun tidak mau pulang, kan? Bagimana kalau kita jalan-jalan?" usul Kim Bum.
"Ke mana?"
"Aku juga tidak tahu."
"Aku takut tersesat," jawab So Eun.
"Cocun tenang saja. Aku hafal nomor ponsel ayahku jadi kita tinggal hubungi ayahku kalau tersesat," ujar Kim Bum.
"Hmm.... ayo kita jalan-jalan."
Kedua tangan mungil itu kembali bergandengan. Mereka terlihat bahagia menatap toko-toko di pinggir jalan. So Eun menghentikan langkahnya ketika melintasi food truck.
"Cocun mau?" tanya Kim Bum.
"Mau. Aku mau sosis bakar," ujarnya antusias.
Kim Bum membawa So Eun mendekat ke food truck itu dan memesan satu sosis bakar untuk So Eun.
"Bum-ah tidak mau?" tanya So Eun.
"Cocun makan saja, aku tidak lapar," jawab Kim Bum.
So Eun memakannya dengan lahap sementara Kim Bum hanya menelan ludahnya. Merasa tidak enak hati So Eun pun menyodorkan sisa sosisnya pada Kim Bum. Dengan senang hati bocah laki-laki itu melahap habis sosis yang So Eun berikan.
"Ternyata ini enak," ujar Kim Bum dengan bibir belepotan saos sama seperti So Eun.
Kim Bum dan So Eun menghentikan langkahnya saat mendengar suara aneh. Mereka kompak menoleh ke belakang. Seekor anjing berlari mengejar mereka dari kejauhan. Dengan sigap Kim Bum menarik tangan So Eun untuk lari menyelamatkan diri.
Kim Bum membawa So Eun ke sebuah taman bermain. Mereka bersembunyi di bawah perosotan. Suara anjing itu terdengar mendekat membuat So Eun ketakutan.
"Bum-ah."
"Ssttt, jangan menangis nanti anjing itu tahu kita di sini," ujar Kim Bum dengan suara kecil. So Eun berusaha meredam tangisannya.
Kim Bum mengintip ke melongokkan kepalanya untuk melihat situasi di luar. Beruntung anjing itu sudah hilang. Kim Bum menatap So Eun yang sedang memeluk kedua lututnya.
"Kita sudah aman," ujar Kim Bum.
So Eun mendongkak, "Benarkah?"
Kim Bum mengangguk kemudian merogoh saku celananya mengambil sebuah sapu tangan untuk membersihkan bibir So Eun dari sisa saos. So Eun pun melakukan hal yang sama pada Kim Bum membuat keduanya saling melempar senyum.
"Ayo kita bermain di sini."
Kim Bum dan So Eun bermain dengan riang di taman itu. Tidak jarang mereka tertawa lepas melupakan ketakutan yang sempat mereka rasakan. Ini menyenangkan, belum pernah mereka merasa lepas seperti sekarang.
Saat So Eun berlari dari kejaran Kim Bum tanpa sengaja ia menabrak seorang anak berbadan besar. So Eun terjatuh membuat tangannya sakit.
"Hei! Kau tidak punya mata? Berani sekali kau menabrakku," ujar anak laki-laki itu membuat So Eun takut.
"Kalian berdua sudah berani menginjakkan kaki di tempat kami. Kalian harus dihukum."
Tiba-tiba dua anak lelaki muncul di belakang pria itu. Kim Bum membantu So Eun berdiri dan menyembunyikan gadis itu di belakang tubuhnya.
So Eun manangis ketakutan. Sampai-sampai ia meremas pakaian Kim Bum.
Ketiga anak itu menarik Kim Bum menjauh dari So Eun. Mereka tersenyum puas melihat wajah ketakutan Kim Bum. So Eun yang melihat Kim Bum dalam bahaya hanya mampu menangis kencang.
Tubuh kecil Kim Bum didorong hingga ia terjungkal ke belakang. Kim Bum meringis kesakitan dan tiba-tiba memegangi perutnya sambil berguling-guling.
"Akh... sakit!" teriak Kim Bum membuat ketiga anak itu ketakutan.
"Yak! Apa yang kalian lakukan?"
Ketiga anak itu kabur saat melihat ada seorang wanita menghampiri mereka. So Eun berlari ke arah Kim Bum dan berjongkok di sampingnya. Bukannya menolong tangisan So Eun malah semakin kencang.
"Cocun bisakah kau jangan menangis? Telingaku sakit," keluh Kim Bum yang kini sudah bisa duduk.
So Eun berhenti menangis, ia terlihat bingung dengan kondisi Kim Bum.
"Bum-ah baik-baik saja?" tanya So Eun.
"Aku hanya pura-pura sakit supaya mereka tidak memukulku," jelas Kim Bum membuat So Eun mengangguk mengerti.
"Kalian baik-baik saja?" tanya seorang wanita berambut pendek yang terlihat cemas.
"Iya, kami tidak apa-apa," sahut Kim Bum.
"Kenapa sore-sore kalian masih berada di luar? Ayo bibi antar kalian pulang."
Kim Bum menggeleng, ia menolak untuk diantar pulang.
"Kami akan pulang sendiri. Bibi bisa pergi sekarang."
"Bum-ah," gumam So Eun. Ia ingin protes dengan keputusan Kim Bum.
"Kata eomma jangan cepat percaya pada orang asing," bisik Kim Bum.
"Tapi aku takut."
"Cocun tenang saja ada aku di sini. Cocun benar mau pulang?" tanya Kim Bum.
Setelah berpikir cukup lama So Eun akhirnya menggeleng.
"Aku ikut Bum-ah."
Kim Bum dan So Eun berdiri dan menundukkan kepalanya pada wanita yang telah menolongnya.
"Terima kasih, Bi atas pertolongannya. Kami pergi dulu."
Kim Bum menggandeng tangan So Eun untuk segera pergi dari temoat itu. So Eun menoleh ke belakang menatap wanita berambut pendek itu.
Kim Bum kembali membawa So Eun jalan-jalan. Entah sudah berapa jauh jarak mereka sekarang yang jelas Kim Bum tidak tahu arah jalan kembali. Hari semakin gelap dan So Eun mulai takut.
"Bum-ah kita pergi ke mana lagi?" tanya So Eun.
"Kita telepon Appa-ku saja."
"Apa kita tersesat?" tanya So Eun polos.
"Tidak, ini bukan tersesat hanya saja uangku sudah habis jadi harus minta pada Appa biar kita bisa jalan-jalan."
Tepat di depan sana telepon umum yang bisa mereka gunakan untuk menghubungi Appa Kim Bum. Mereka pun berlari masuk ke dalam kotak telepon itu. Kim Bum menjinjitkan kakinya agar bisa meraih ganggang telepon. Setelah berhasil ia pun menekan beberapa nomor yang ia ingat. Lama menunggu namun panggilan itu tak kunjung di angkat. Beberapa kali Kim Bum coba tetap saja hasilnya nihil.
"Cocun bagaimana kalau kita bermalam di sini. Sepertinya menyenangkan," ujar Kim Bum.
So Eun menunduk, ia pun duduk dengan kaki ditekuk, begitu juga dengan Kim Bum. Mereka terdiam sesaat sampai akhirnya So Eun mendongkak.
"Tidak masalah kita bermalam di sini yang penting aku bersama Bum-ah," ujar So Eun membuat Kim Bum lega. Untuk menghilangkan rasa bosan mereka pun bermain tebak-tebakan. Saat mereka asik bercanda tiba-tiba pintu telepon box itu diketuk. Wanita berambut pendek yang tadi sore mereka jumpai membuka pintu.
"Kenapa kalian berada di sini?" tanya wanita itu khawatir.
"Kami tidak mau pulang," ujar So Eun membuat Kim Bum cepat-cepat menutup mulut So Eun.
"Sudah aku duga kalian kabur dari rumah. Ikutlah denganku malam ini. Kalian bisa kedinginan jika berada terlalu lama di luar."
"Tidak kami baik-baik saja," ujar Kim Bum.
Kriiuuugg....
So Eun memegangi perutnya yang berbunyi. Ia lapar tapi tidak berani mengatakannya pada Kim Bum.
"Namaku Goo Hye Sun. Kalian tidak perlu takut dneganku, aku ini orang yang baik. Besok pagi kalian bisa pergi jalan-jalan lagi," ujar Hye Sun.
"Baiklah, kami ikut," jawab Kim Bum, membuat So Eun senang. Hye Sun menggandeng tangan So Eun sedangkan So Eun menggandengan tangan Kim Bum. Mereka berjalan bersisian.
"Kalian belum mandi, kan?" tanya Hye Sun saat mereka sampai di rumahnya. Kompak So Eun dan Kim Bum menggeleng.
"Kalian mandi dulu, akan aku siapkan air hangat." Hye Sun memberikan handuk untuk mereka berdua. So Eun dan Kim Bum menurut, mereka mandi secara bergantian.
Setelah berganti baju So Eun dan Kim Bum menunggu Hye Sun di ruang televisi. Hampir semua stasiun televisi menayangkan berita tentang hilangnya dua anak kecil dan itu adalah mereka.
"Itu Appa-ku," ujar So Eun menunjuk seorang pria yang sedang diwawancarai media.
Kim Bum segera mematikan televisi saat Hye Sun datang membawa makanan.
"Nah, sekarang kalian bisa makan sepuasnya. Semoga kalian suka dengan masakanaku," kata Hye Sun. So Eun yang lapar pun segera melahap makananya. Begitu juga dengan Kim Bum melahap makanannya dengan rakus.
Hye Sun membereskan piring bekas makanan mereka dan membawanya ke dapur. Mereka bertiga duduk di atas kasur lipat yang digunakan sebagai alas tidur mereka nanti.
"Kalian sudah tahu namaku sekarang perkenalkan diri kalian."
"Namaku Kim Bum dan dia Cocun."
"So Eun," koreksi So Eun.
"Cocun," ujar Kim Bum.
"So Eun."
"Cocun."
Hye Sun menghembuskan napas panjang melihat pertengkaran dua bocah kecil di depannya.
"Lupakan saja itu, sekarang ceritakan padaku kenapa kalian tidak mau pulang?" tanya Hye Sun lagi.
"Appa dan Eomma bertengkar karena aku. Pagi tadi Appa juga marah karena berkas pentingnya tersiram susu. Appa membenciku," ujar So Eun sedih. Hye Sun memeluknya menenagkan So Eun yang mulai menangis.
"So Eun, terkadang ada hal yang tidak anak kecil seusia kalian mengerti tentang orang dewasa. Appa So Eun marah bukan berarti membenci So Eun. Dia hanya bingung bagaimana meluapkan masalahnya. Kalau So Eun sudah dewasa nanti akan tahu sendiri alasan kenapa Appa dan Eomma So Eun bertengkar," jelas Hye Sun.
"Jadi Appa dan Eomma bertengkar bukan karena aku?"
"Lebih tepatnya belum tentu karena So Eun. Bisa jadi Appa So Eun lelah kerja seharian jadi cepat marah." So Eun tersenyum senang mendengar penjelasab Hye Sun.
"Aku senang Appa tidak marah padaku," ujarnya riang.
Kini Hye Sun menatap Kim Bum yang sejak tadi diam dengan kepala menunduk.
"Kim Bum...."
"Aku tidak yakin Appa sayang padaku. Ia selalu bersikap tidak peduli dan bahkan sering memarahiku. Berbeda dengan Song Jin yang sangat di sayang oleh Appa."
Hye Sun merangkul pundak Kim Bum. Kedua anak ini ternyata memiliki masalah yang cukup berat. Hye Sun mulai memahami kenapa mereka memilih untuk pergi dari rumah yang membuat mereka tidak nyaman.
"Bum-ah pernah mengatakan sayang pada Appa?" tanya Hye Sun.
Kim Bum menggeleng, ia terlalu takut dengan appa-nya. Ia tidak berani membantah apa pun yang dikatakan appa-nya. Ia selalu menurut tapi tidak pernah diakui. Dia selalu menjadi pembanding Song Jin anak kesayangan appa-nya.
"Coba Bum-ah katakan pada appa kalau Bum-ah sayang pada appa."
"Bagaimana jika dia tidak peduli?"
"Itu berarti Appa Bum-ah sedang ada masalah. Jangan khawatir suatu saat nanti appa akan sayang dengan Bum-ah."
"Aku harus katakan sayang pada Appa?" tanya Kim Bum.
"Nde. Bum-ah pasti bisa melakukannya."
Mereka bertiga saling melempar senyum. Malam kian larut membuat kedua anak itu mengantuk. Hye Sun mendampungi keduanya sampai benar-benar terlelap. Diciumnya kening mereka secara bergantian.
Pintu rumah Hye Sun diketuk dengan kasar. Dengan cepat ia beranjak untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya ia melihat banyak polisi, pengawal dan beberapa awak media di depan rumahnya.
"Tunggu. Ada apa ini? Siapa kau?" tanya Hye Sun pada pria di depannya.
"Kau mengenal mereka?" Pria di depannya menyodorkan dua gambar anak kecil. Satu peremouan dan satu lagi laki-laki.
"Oh? Itu Kim Bum dan So Eun. Mereka ada di dalam," ujar Hye Sun. Pria itu ingin masuk namun Hye Sun melarangnya.
"Kau tidak boleh masuk sembarangan. Ini rumahku. Jadi sebelum masuk bisakah kau mengusir mereka?"
Pria itu menatap beberapa polisi dan pengawalnya yang berdiri berjejer di belakangnya.
"Kalian tunggulah di mobil. Semua sudah selesai. Ini perintah!"
Mereka pun membubarkan diri sesuai dengan perintah pria itu.
"Namaku Kim Soo Hyun, kakak So Eun. Bisakah aku melihatnya?"
Hye Sun membuka pintu rumahnya mempersilakan Soo Hyun masuk. Pria itu menangis melihat seorang gadis kecil terlelap di samping bocah lelaki di bawah selimut yang sama.
"Aku menemukan mereka di telepon umum. Awalnya mereka tidak mau pergi dari tempat itu tapi karena lapar akhirnya mereka mau ikut denganku."
Soo Hyun menundukkan tubuhnya dalam-dalam di hadapan Hye Sun. Pria itu menangis mengucapkan terima kasihnya pada Hye Sun.
"Kau tidak perlu berlebihan seperti ini. Hmm... lebih baik kita bicara di depan saja." Soo Hyun mengangguk sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mencium kening So Eun.
"Dia adik kesayanganku, aku tidak tahu bagaimana jadinya kalau So Eun tidak ditemukan. Sekali lagi aku berterima kasih padamu."
"Jangan seperti itu. Itu sudah kewajiban kita untuk menolong sesama. Sepertinya adikmu mengalami tekanan. Dia bercerita tentang Appa-nya."
"Dia cerita padamu?"
Hyen Sun mengangguk. "Dia bilang jika Appa dan Eomma-nya bertengkar karena dirinya. Mungkin lebih baik jika anak seusia So Eun tidak mendengar pertengkaran orang tuanya. Itu membuatnya tertekan."
"Hmm... aku akan menjaganya mulai sekarang. Aku tidak akan membuatnya kesepian lagi."
"Baiklah kau bisa menjemput mereka besok pagi. Jadi——"
"Aku akan menginap di sini," potong Soo Hyun.
"Apa? Menginap?"
Soo Hyun mengangguk pasti, ia tidak mau kehilangan So Eun lagi. Ia harus memastikan adiknya dalam pengawasannya.
***
So Eun menggeliat saat merasakan pipinya dielus-elus. Perlahan matanya terbuka menyesuaikan cahaya yang masuk. Alangkah senangnya So Eun melihat Soo Hyun berada di sampingnya.
"Oppa!" pekik So Eun riang. Gadis itu bangun dan langsung menerjang tubuh tegap Soo Hyun.
"Kau baik-baik saja?" So Eun mengangguk membuat Soo Hyun lega.
Kim Bum yang terusik dengan suara cempreng So Eun pun perlahan membuka matanya. Ia tersenyum melihat So Eun memeluk seorang pria. Tentu saja Kim Bum sudah mengenal Soo Hyun.
"Baiklah, karena kalian berdua sudah bangun ayo kita makan sepuasnya di kedai seberang. Kalian pasti lapar."
"Ayo!" pekik Kim Bum dan So Eun bersemangat.
Hye Sun yang sejak tadi berdiri di ambang pintu pun senang melihat mereka semangat lagi.
"Kau juga ikut," kata Soo Hyun saat melewatinya.
Pagi itu untuk pertama kalinya Hye Sun merasa merasra sarapan dengan suasana yang rame. Celotehan dan ejekan So Eun dan Kim Bum membuat pagi mereka terasa hangat.
"Kami harus pergi. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih," kata Soo Hyun sebelum masuk ke dalam mobil.
"Kalian hati-hatilah. Jangan lupa belajar yang rajin." Hye Sun melambaikan tangannya pada Kim Bum dan So Eun.
Mobil itu pergi membawa kehangatan di hati Hye Sun.
"Semoga kita bisa bertemu lagi," gumam Hye Sun.
***
"Bum-ah," ucap So Eun saat Kim Bum hanya diam tanpa berniat untuk turun dari mobilnya.
"Aku akan turun sekarang."
Pintu di samping Kim Bum dibuka oleh supir. Kim Bum menatap So Eun sebentar sebelum masuk ke halaman rumahnya.
"Tuan muda Kim Bum sudah pulang," teriak seorang satpam saat membukakan puntu gerbang. Satpam itu langsung menggendong Kim Bum masuk ke dalam rumah. Beberapa pelayan pun menangis haru melihat kepulangan Kim Bum.
"Kim Bum." Seorang wanita cantik berlari ke arahnya kemudian memeluk Kim Bum erat.
"Eomma sangat khawatir, sayang. Kau baik-baik saja?"
Kim Bum mengangguk dengan senyum tipisnya. Kim Bum mengalihkan pandanganya pada pria yang berdiri tidak jauh darinya.
"Kau pulang juga," ujarnya dingin.
"Appa," panggil Kim Bum saat pria itu ingin pergi.
"Maafkan Bum-ah karena sering menyusahkan Appa. Bum-ah tidak pandai seperti Song Jin, tapi Bum-ah juga sayang Appa sama seperti Song Jin. Bum-ah senang karena Appa adalah Appa Bum-ah. Terima kasih sudah mau menjadi Appa Bum-ah."
Tangis Ye Ji ——eomma Kim Bum—— pecah saat mendengar ucapan anaknya. Tidak ada yang lebih indah dari kata-kata Kim Bum.
Kim Haneul ——appa Kim Bum—— kini berbalik menatap anaknya. Haneul memeluk Kim Bum erat. Ia menangis mengakui kesalahannya selama ini. Kim Bum tidak bersalah tapi harus menerima semua kekesalannya selama ini.
"Jangan bicara seperti itu lagi, kau membuat aku terdengar seperti appa yang buruk. Appa juga menyayangimu Bum-ah."
Kim Bum memeluk erat Appanya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Kim Bum menangis lagi. Ia bahagia appa-nya juga sayang padanya.
***
So Eun menunduk saat Soo Hyun menggandeng tangannya masukbke dalam rumah.
Young Nam ——eomma So Eun—— menghambur memeluk putri semata wayangnya dengan erat. Wanita itu menangis.
"Sayang... kenapa kau pergi? Eomma sangat khawatir."
So Eun ikut menangis, ia senang akhirnya bisa pulang dan melihat appa dan eomma-nya lagi.
"So Eun, maafkan appa karena sudah memarahi So Eun. Appa tidak mau kehilangan So Eun," ujar Kim Ju Hoon.
So Eun menangis dalam pelukan appa-nya. Ia senang appa-nya tidak membenci So Eun seperti yang ia duga. Ternyata appa-nya menyayanginya.
***
Pagi ini tidak seperti pagi-pagi biasanya. Setelah kabar kehilangan Kim Bum dan So Eun yang menghebohkan sekolah kini ada yang aneh dengan tingkah kedua anak itu. Semua teman-temannya hanya bisa mendengar tawa So Eun ketika Kim Bum melepas ikat rambut So Eun lagi.
"Songsaengnim, bisakah kau membantuku untuk mengikat rambut?" ujar So Eun tanpa tangisan.
So Min tersenyum kaku, ia penasaran apa yang telah terjadi pada kedua anak ini sehingga akrab seperti sekarang ini. Rasanya sedikit aneh kalau mereka baikkan.
Saat pulang sekolah So Eun dan Kim Bum duduk di undagan. Dari jarak jauh beberapa guru mengawasi keduanya, takut jika mereka kabur lagi dan sekolah taman kanak-kanak ini akan menjadi sorotan lagi.
"So Eun," panggil Kim Bum, kali ini ia memangil So Eun dengan namanya.
"Iya."
"Kalau sudah dewasa nanti tetaplah bersamaku."
"Kenapa?"
"Karena anak cengeng sepertimu hanya cocok untuk anak tangguh sepertiku. Jadi kita akan sangat serasi."
"Benarkah? Kau tidak membohongiku?"
"Tentu saja tidak. Aku janji." Kim Bum menautkan kelingking mereka sebagai bukti bahwa Kim Bum tidak pernah berbohong.
"Jangan ingkar janji, ya!"
"Hmm.... aku tidak akan mengingkarinya."
Dua buah mobil denga warna berbeda datang di saat yang bersamaan. So Eun berlari ke arah Soo Hyun yang baru saja keluar dari mobil. Begitu juga dengan Kim Bum berlari ke arah Appa-nya dan Song Jin yang sudah menunggunya.
So Eun melambaikan tangannya pada Kim Bum sebelum mereka berpisah menuju rumah masing-masing.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top