🍒 UTANG

olehku

Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga”. HR. Ibnu Majah

Sebenarnya bagi orang yang beriman hadits itu cukup menjadikan pagar diri untuk lebih berhati-hati dalam hidup. Bermain-main dengan akad suatu peristiwa kemudian seolah melupakan atau mengulur waktu pengembalian karena nominal yang tidak seberapa. Memaksakan hati, sesungguhnya lebih bisa dikatakan seperti itu. Padahal jika kita mengkaji Alqur'an jelas sudah tertulis dalam firmanNya dalam surah Al Hadiid ayat 20, wamal hayattu dunya illa mataul ghurur. Sesungguhnya kehidupan di dunia ini adalah kesenangan yang memperdayakan.

Malam ini seperti biasa kakiku melangkah, hatiku membutuhkan asupan nutrisi, telingaku butuh nasihat yang bisa membuat hidupku lebih berarti dan kali ini tujuan langkahku masih sama seperti jadwal rutin mingguan seperti biasa, Masjid jami' Syafiatul Jannah. Pengajian dan nasihat rutin setelah melaksanakan sholat isya' berjamaah.

Knalpot sepeda maticku kembali mengeluarkan suara, 18 km masih harus aku lalui untuk menghilangkan dahaga hatiku yang haus akan siraman nasihat dan juga kewajibanku sebagai orang iman. Tholabul ilmu faridhatun ala kulli muslimin (wal muslimatin), menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap orang mukmin. Selepas membatalkan puasa sunnah daudku, aku bergegas ke mushola berdiri di belakang ayah lalu bertakbiratul ikhram mengikutinya.

"Assalamu'alaikum warrahmatullah," akhir salam menyelesaikan laporan maghrib kami sekeluarga.

"Mbak, amal sholih izinkan malam ini nggak hadir ngaji ya. Pinggangnya ayah sakit lagi, sepertinya harus ke tempat pak Widarsono untuk terapi."

"Ayah sakit, kok mboten ngendika? Apa perlu aku antar?"

"Nggak usah, kamu ngaji bawa motor saja, biar mobilnya dipake ayah."

"Saget to Yah setiran piyambak?" -- ayah bisa setir mobil sendiri? --

"Iso, wes ageh ndang budal. Kowe mengko telat malah ra sido oleh unta." -- bisa, sudah segera berangkat (ke masjid) kamu nanti terlambat datang tidak dapat unta -- dari aku kecil ayahku selalu berbicara seperti itu. Kalau datang tepat waktu ke masjid, nanti di akhirat akan dihadiahi unta oleh Allah. Meski sekarang aku telah tahu apa makna dari ucapan ayah itu, namun tetap saja beliau mengatakan dan aku selalu nurut, sendika dhawuh dengan berucap 'inggih'.

Dan sesuai jadwal setelah 30 menit berlalu, sampai juga akhirnya di pelataran masjid Syafiatul Jannah. Beberapa jamaah juga telah bersiap untuk melaksanakan sholat isya', sambil menunggu suara adzan berkumandang mataku menyapa beberapa orang yang sedang khusyu' dengan murrotal Alqur'an atau pun sedang berbisik-bisik kepada bumi dengan mesra untuk melangitkan doa-doa kehadapanNya.

Hingga tangan kananku tergerak untuk bermain setelah berdiri dua rakaat setelah masuk ke masjid. Menandai setiap ruas jari dan menjadikannya sebagai saksi jika aku berusaha untuk selalu memujiNya.

"Jamune wong iman iku sejatine amung 'susu madu'." Suara ustad Didik Setiawan yang sudah berada di mimbar mengawali nasihat rutin malam ini. -- obatnya orang iman itu hanyalah susu madu --

"Apa ta kuwi?" -- apa sajakah itu? -- "SU yang pertama adalah Syukur tanpa batasan kepada Allah atas apa saja yang telah diterimakan untuk kita. Tidak memaksakan diri untuk memiliki yang belum pantas kita miliki contohnya, rumah mewah dengan melakukan praktek riba, subhanallah. Padahal jelas ada larangan dalam islam, riba itu ada 73 pintu dan yang paling ringan diantaranya adalah seperti anak yang menzinai ibu kandungnya sendiri, naudzubillah. Apakah artinya kita tidak boleh memiliki cita-cita punta rumah bagus, mobil mewah dan semua fasilitas yang ada di dunia? Jawabnya tentu saja boleh, asal semua itu disesuaikan dengan kemampuan kita. Apakah diperbolehkan berhutang? Boleh, asalkan tidak menggunakan riba. Jamaah muslimin wal muslimatin, berbicara tentang utang ini memang banyak sekali yang harus dipelajari termasuk dengan akad dan cara pembayarannya.

Jika kita berhutang uang maka kembalikanlah utang tersebut dalam bentuk uang. Jika kita berhutang emas maka kembalikanlah utang tersebut dalam bentuk emas sesuai dengan timbangannya. Jika kita berutang padi maka kembalikanlah dalam bentuk padi sesuai dengan berat padi ketika kita berutang. Demikian juga yang lainnya. Maka jangan sekali-sekali menyepelekan masalah utang hanya karena kita tidak memiliki ilmu untuk mengulitinya. Tidak ada alasan bagi para ahli utang untuk melupakannya, terlebih membayarnya dengan sebuah janji bayar yang terus menerus mengulur untuk melunasinya. Maka kewajiban bagi pemberi piutang adalah mengingatkannya. Namun di zaman mendekati akhir ini terlalu banyak para ahli utang yang lebih galak daripada pemberi piutangnya. Oleh karena itu, tingkatkan kembali rasa syukur kita atas nikmat yang telah Allah beri. Dengan selalu memujinya dalam setiap helaan nafas, syukur, Allah masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk bisa berbuat baik dan memberikan manfaat untuk orang-orang di sekitar kita."

Hatiku berdesir, air mataku merebak, ya Rabb sepertinya aku pernah bergrlung dengan perbuatan dosa itu bahkan dengan bangganya menyombongkan diri padahal jika aku menguliti satu persatu yang salah tetap saja menjadi salah tanpa harus membuat pledoi sebagai alibi pembelaan diri.

"SU yang kedua adalah, mempersungguh, menetapi keimanan sebagai seorang muslim dengan mengkaji Qur'an Hadits secara hak, tanpa pengurangan dan juga penambahan atas alasan apa pun. Artinya, jadwalnya ngaji ya ngaji, jadwalnya hafalan ya hafalan jadwalnya melaksanakan PR ya dilaksanakan. Apa itu PR? Pengamalan rutin sebagai seorang mukmin selain yang diwajibkan oleh Allah kepada hambanya. Pengalaman rutin yang bisa dipergunakan untuk menambal amalan-amalan wajib yang belum sempurna kita lakukan di dunia nanti ketika Allah menghisab amalan kita di akhirat. Bagi yang ahli puasa sunnah, dilanjutkan. Membersihkan amalan bulanan, Allah memberikan jalan dengan ayyamul bidh yaitu puasa sunnah 3 hari yang dilakukan tengah bulan setiap tanggal 13, 14, 15 bulan qomariah. Ojo mung ngendika, helah bulan e wes bunder njur entek ngunu wae, ning ngendika a, alhamdulillah bulan e wes bunder, ayyamul bidhku rampung 3 dina sasi iki. -- jangan hanya berkata, ah bulannya sudah bulat tapi berkatalah, bulan bulat dan puasa ayyamul bidhku sudah tuntas bulan ini --

Lalu bagaimana dengan bulan Dzulhijah ya Ustad, yang mana pada tanggal 13 termasuk hari tasyrek yang melarang kita untuk berpuasa. Apakah kita hanya berpuasa 2 hari saja atau bagaimana? Ya tetap 3 hari, khusus untuk bulan Dzulhijah maka yang satu hari bisa diganti hari selain hari tasyrek.

Lalu puasa sunnah apa yang sering dilakukan oleh nabi ﷺ? Jawabannya adala puasa sunnah senin dan kamis, lalu jika diantara kita yang mengetahui ada orang sedang berpuasa namun bukan hari senin atau kamis, bukan pula waktunya ayyamul bidh, bukan bulan syawal, bukan tanggal 9 Dzulhijah bukan pula tanggal 10 Muharram lalu mereka puasa sunnah apa? Dalam hadits riwayat Ahmad dijelaskan nabi ﷺ pernah mendatangi seorang rojulun yang melakukan sholat terus menerus dan juga puasa setiap harinya tanpa jeda. Lalu seseorang bertanya kepada nabi dan nabi ﷺ menjawabnya, hai rojul janganlah engkau berpuasa setiap hari dan sholat tanpa ada istirahat, karena sesungguhnya tubuh dan keluargamu juga butuh diperhatikan juga. Lalu rojul itu menjawabnya, aku sanggup ya Rasulullah. Puasalah 3 hari setiap bulannya. Lebih dari itu aku mampu ya Rasulullah, puasalah 2 hari setiap minggunya. Lebih dari itu pun aku masih mampu ya Rasulullah. Maka nabi ﷺ pun menjawabnya, puasalah sebagaimana puasanya Nabi Daud, jangan lebih dari itu. Lalu bagaimana caranya? Tanya si rojul kepada nabi ﷺ. Satu hari puasa lalu satu hari berikutnya berbuka, demikian seterusnya hingga kamu mampu untuk melakukannya."

Ya aku pernah mengkaji tentang keshohihan hadits ini dalam kumpulan hadist besar Bukhari, shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Daud dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa beliau. Dia tidur separuh malam, kemudian terbangun untuk shalat di sepertiganya lalu tidur kembali di seperenamnya. Dia puasa sehari serta berbuka sehari.

"Ada yang pernah mencicipi pengamalan rutin ini ya ayyuhaladzina aamanu? Insyaallah ada, atau diaminkan untuk niat baiknya. Membaca shalawat nabi atau beristigfar secara rutin juga sangat dianjurkan bapak ibu sebagai PR. Karena kekuatan istighfar itu bisa menjadi gerbang untuk menghapus segala dosa yang telah kita perbuat di dunia. Untuk contoh-contoh lain cara mempersungguh kita menetapi Qur'an dan Hadits tentu masih banyak lagi. Merutinkan membaca Alqur'an, meski hanya satu ayat setiap harinya. Sekarang malah ada istilah one day one juz, masyaallah jika ini istiqomah itu artinya dalam satu bulan bisa khatam." Ustad Didik selalu memiliki cara untuk memberikan ice breaking dari nasihat-nasihat beliau untuk para jamaah supaya tidak terkesan menggurui, membosankan dan terlebih membuat jamaah enggan untuk mendengarkan.

"Lalu MA dari kata madu, apa itu? MA itu berarti Mengagungkan Allah dan meMAkmurkan masjid. Bagi laki-laki wajib hukumnya ketika mendengar adzan meletakkan pekerjaan dan bergegas menuju ke masjid. Sedangkan untuk wanita, selama tidak memberatkan dan tidak membahayakan maka diperbolehkan melakukan ibadah di masjid. Maksudnya bagaimana pak Ustad? Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang pertama, dan sejelek-jeleknya adalah yang terakhir. Sedangkan sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang terakhir dan yang paling jeleknya adalah yang pertama. Jadi untuk ibu-ibu dan remaja putri yang utama adalah izin dari mahram. Selama memperoleh izin tentu saja diperbolehkan untuk memakmurkan masjid namun demikian memulai shaf untuk shalat sebaiknya didahulukan dari belakang lalu ke depan. Untuk laki-laki mulai di belakang imam hingga ke belakang. Dan yang terakhir adalah DU, DUnga alias do'a. Selalu berdo'a memohon segala sesuatunya kepada Allah. Dilarang sombong dengan tidak pernah berdoa kepadaNya, terlebih tidak pernah shalat. Padahal shalat itu adalah amalan pertama yang nanti akan dihisab oleh Allah. Tidak akan ada artinya, sedekah, zakat dan amalan-amalan yang lain jika kita tidak shalat. Allah tidak akan menghisabnya melainkan langsung menjebloskan ke dalam neraka, naudzubillah. Jadi bagaimana bapak ibu, shalat nomor berapa?"

"Nomor satu," jawab jamaah secara serempak.

"Shalat nomor berapa?" ulang Ustad Didik.

"Satu," jawab kami secara serempak.

"Shalat itu tetap nomer dua bapak, ibu, yang nomor satu masih tetap sama yaitu membaca dua kalimah syahadat, lalu sholat, puasa, zakat, dan haji bagi yang mampu dan dimampukan oleh Allah." Seluruh jamaah pun akhirnya tertawa bersama. Benar, sesuai urutan rukun islam shalat memang berada di nomor dua namun sekali lagi amalan yang pertama dihisab oleh Allah adalah shalat. "Jadi kesimpulannya bisa saya ulangi lagi ya bapak dan ibu jamaah yang dirahmati Allah, jamunya orang iman itu apa?"

"Susu Madu,"

"Benar, jamunya orang iman itu susu madu, memperbanyak bersyukur, mempersungguh mengkaji AlQur'an dan Hadits secara hak karena Allah, selalu mengagungkan Allah dan memakmurkan masjid, dan yang terakhir sebagai penutup adalah selalu berdo'a meminta pentujuk, pertolongan dan perlindungan kepada Allah. Ud'uni astajib lakum, mintalah maka Aku akan memberikan. Tapi perlu diingat ya Allah mengabulkan do'a kita dengan tiga cara yaitu langsung mengabulkannya, menunda hingga waktu yang tepat menurut Allah atau menggantinya dengan hal yang lebih barokah. Jadi bapak ibu sesuai yang telah saya sampaikan di atas saya titip untuk para jamaah, amal sholihnya untuk selalu mencengkeram tali keimanan kita, selalu berdoa Allah tetap menetapkan kita sebagai orang mukmin yang baik, memberikan manfaat untuk lingkungan dan sekitar. Dan lebih daripada itu saya titip juga, bagi yang masih memiliki janji utang piutang untuk bisa segera diselesaikan dengan cara yang thoyib. Kita tidak pernah tahu kapan Allah akan memanggil kita, satu rupiah, satu dollar, satu dirham atau satu real pun ketika Allah akan meletakkan kita di syurganya Allah namun ternyata selama hidup di dunia kita masih memiliki utang maka semua akan terganjal. Baik yang memiliki utang untuk segera membayarnya dan yang memiliki piutang berkewajiban untuk mengingatkannya. Akhir kata semua saya kembalikan kepada Allah, sempurna milikNya dan kekurangan sepenuhnya milik saya kita tutup dengan doa. Allahumma sholli 'alaa muhammad__" ustad Didik menutupnya dengan doa.

Mengenai utang, aku baru ingat. Beberapa bulan yang lalu saat aku berkunjung ke Bali ada seorang teman menitipkan sesuatu.

"Titip ingke ya Ren, pake uangmu dulu nanti sampai di rumah aku ganti."

"Ingke?"

"Iya di pasar seni Sukawati ituloh, nitip ya."

"Tapi aku nggak ada jadwal ke sana eh. Lagian aku naik travel loh San, nggak bawa mobil sendiri."

"Kalau kamu keberatan nggak usah wes, tapi aku butuh banget Ren."

"Berapa biji?"

"500 biji."

Berbicara tentang teman atau bahkan mungkin sahabat, rasanya tidak ada yang merasa diberatkan meski ingke 500 biji itu tidak berat namun jelas membutuhkan tempat yang luas.

"Harganya 3.100- 3.500 an paling."

"Iya, manut ukuran 23 aja ya."

Berangkatlah aku bersama temanku. Meski memang kami tidak ada rute ke Sukawati awalnya, pada akhirnya menyempatkan diri ke sana sebelum tujuan utama di Desa Wisata Panglipuran dari Denpasar.

Bagasi Hondi Rio yang kami tumpangi sudah penuh sesak dengan 500 biji ingke titipan Susan. Sudahlah semua berakar dari rasa tidak enak karena kami berteman semenjak SD. Ikhlas membantu? Tentu saja, aku belanjakan dengan menawar harga paling rasional dan kami deal di harga 1.575.000 rupiah. Bukan uang yang banyak jika dibandingkan dengan gaya hidup selebritis jaman sekarang atau mungkin ketika aku masih bekerja kantoran seperti dulu. Namun saat pandemi melanda seperti ini dan roda perekonomian sedikit seret berputar, dimana untuk bisa mendapatkan sesuatu aku harus mulai membiasakan diri menabung terlebih dulu. Tentu saja aku harus mulai disiplin lagi menulis uang masuk dan uang keluar, jangan sampai kejadian besar pasak daripada tiang hinggap dalam kehidupanku walau sesungguhnya kebutuhan untuk hidup jelas ada di depan mata.

"San, barangnya aku taruh di teras ya tadi aku ke rumahmu untuk antar kamunya nggak ada."

"Oh iya terima kasih." Cukup kata terima kasih, tidak ada pembicaraan uang untuk membeli semua itu bagaimana hingga purnama berganti, musim telah berlalu dan tahun berlari mengganti angka.

Tidak ada pembicaraan tentang uang sebesar 1.575.000 ribu itu meski jika kini dibelanjakan untuk membeli ingke lagi tidaklah dapat 500 biji. Aku masih diam, rasanya malu untuk sekedar mengingatkan. Padahal aku tahu ingke itu dijual lagi olehnya. Tentu saja Susan sudah mendapatkan untung, bebas ongkir dan uang pokoknya belum juga dibayarkan ke aku padahal nota pembelian sudah aku sertakan ketika mengantarkan barang-barang itu. Mungkin dia lupa, batinku, sudahlah kalau ingat pasti akan dibayarnya.

Dan benar saja, setahun berlalu dan kami masih cukup baik berhubungan. Hingga akhirnya dia menawarkan sebuah kerjasama.

"Ren, aku punya tempat bagus untuk buka usaha. Yuk kita joint venture." Aku tertawa dalam hati. Ingin rasanya berkata, kembalikan dulu uangku, karena kerjasama itu butuh kepercayaan dan rasa percaya itu dibangun dengan rasa amanah kita sebagai pelaku usaha.

Mungkin aku salah tidak mengingatkan, namun bibirku masih saja bungkam hingga aku melupakan peristiwa itu sampai akhirnya ustad Didik memberikan nasihat perihal utang piutang. Ahli utang wajib menyelesaikan pemberi piutang berkewajiban untuk mengingatkan, pas, simbiosis mutualisme bukan?

Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan, "eh San sorry ya aku mau nanya, uangnya ingke dulu masih di kamu ya, di catetanku soalnya masih belum aku coret. Satu juta lima ratus tujuh puluh lima ribu ya?"

"Oh iya, aku belum sempat bayar ke kamu Ren. Kemarin masih harus ke dokter kulit dan ternyata aku harus pakai skincare karena masalah dengan kulitku."

"Terus bisa bayar kapan ya, aku pakai modal jualan itu soalnya," ucapku.

"Tunggu bulan depan ya, semoga ada rezeki."

Bulan Maret yang dia janjikan telah berlalu 7 bulan yang lalu dan sampai sekarang masih juga belum terbayar dan aku hanya bisa diam, malu untuk mengambil hakku.

Hingga gawaiku bergetar dan satu pesan yang aku tahu dari dia. Aku pikir dia akan menyelesaikan utangnya kepadaku ternyata dia follow up berkaitan dengan rencana joint venturenya.

"Beb, menurutmu gimana nih?" aku bertanya kepada salah seorang sahabatku.

"Utangnya ingke dulu sudah dibayar belum yang sejuta setengah lebih dikit itu?"

"Ya belumlah."

"Gile bener, itu kalau kamu pake modal sudah untuk berapa kali? Kok ada ya orang pura-pura lupa gitu, aku pikir itu hanya judul lagu saja. Nyatanya banyak ahli utang yang mendadak terserang amnesia retrograde. Nggak usah deh, jauhi orang-orang yang kayak gitu."

"Aku bingung nolaknya gimana."

"Nolak ya tinggal nolak aja, ngapain kamu yang repot."

"Masalahnya kan kamu tahu sendiri, Beb. Aku orangnya nggak bisaan."

"Ya harus bisa, lagian selama ini kalau kalian keluar siapa yang bayar transportnya?"

"Aku."

"Terus kalau keluar makan siapa yang selalu bayar?"

"Aku."

"Dia pernah kelaur uang nggak?" Aku menggelengkan kepala lemah. Meski aku tahu si Bebi tidak akan melihat karena kami sedang bertelepon.

"Utang segitu aja presiden mau ganti nggak kebayar apa kabar kerja sama, bisa jadi lebih nggak amanah. Nggak usah diambil. Kerja sendiri aja sedapatnya nggak usah banyak acara. Toh selama ini temenan sama kamu juga seperti memanfaatkan gitu. Mana ada teman begitu, kita berdua aja yang keluar makan bareng rebutan bayar duluan nah ini malah diem aja nggak mau ngeluarin dompet. Mending nggak punya teman deh daripada punya teman kayak gitu, retjo nganggo suwal bumbung."

Aku terbahak mendengar kalimat terakhir si Bebi, ditambah dengan aksen jawa medoknya menambah aura intimidasi mengakar kuat.

"Ngomongo, yen ra iso ngomong kene nomer telpon e endi ben aku sing tandang." -- bicara, kalau kamu tidak bisa bilang mana nomer telpinnya biar aku yang bicara --

Ternyata perkara utang bisa jadi menjauhkan sesuatu yang telah baik. Merusakkan hubungan yang harusnya tetap baik-baik saja. Entahlah, sampai purnama yang keberapa uang tidak seberapa itu akan kembali ke tanganku. Aku sudah berusaha mengingatkan dan tentu saja semua kembali pada orang-perorang.

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 08 Oktober 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top