🍒 The Apple Of My Eyes

a stories by Stroopsbaby

✏✏

Deru suara mobil baru saja terparkir di carport rumah besar keluarga Prayuda, sore ini Jasmine pulang duluan dengan putranya Idzar sementara Suaminya, Bhima masih harus praktik di poli anak sampai malam nanti.

Idzar berlarian masuk rumah sesaat setelah meronta minta turun dari gendongan Bundanya. Rumah nampak sepi sekali, tapi mobil sang Mama mertua sudah ada di carport juga, itu tandanya beliau juga sudah pulang dari klinik.

Tapi, ke mana Chika? Anak gadis Jasmine yang harusnya sudah pulang dari sekolahnya.

"Bik, Mama udah pulang?" tanya Jasmine sambil duduk di sofa.

"Udah mbak, ada di kamar daritadi." jawab Bik Sum dari pantry dapur sembari membuatkan es teh untuk Jasmine.

Jasmine mengangguk lalu mengedarkan pandangannya pada rak sepatu dekat kamar anak gadisnya itu. Sepatunya ada, ke mana anaknya?

"Non Chika masih tidur, mbak. Bibik lihat tadi agak pucat begitu, lemas kayaknya nggak enak badan." jelas Bik Sum setelah meletakkan gelas tinggi berisi es teh manis.

"Makasi ya bik, saya mandi dulu sama Idzar. Nanti saya ke kamarnya Chika." katanya lalu membawa gelas tadi ke kamarnya.

"Ndaa, Dzar mauuu..." rengeknya saat melihat sang Bunda membawa es teh manis, cepat-cepat Idzar menyeruputnya.

"Kita mandi yuk!" ajak Jasmine, dengan ceria Idzar masuk ke dalam kamar bundanya.

Setelah selesai mandi yang agak kelamaan itu akhirnya Jasmine memutuskan untuk mengecek Chika ke kamarnya karena sudah hampir maghrib dan si sulung belum juga bangun.

Chika masih tidur meringkuk memeluk gulingnya, wajahnya yang putih jadi semakin pucat seperti menahan sesuatu. Dahinya juga berkerut membuat Jasmine semakin aneh dengan putrinya ini.

Badannya tidak panas, lalu kenapa Chika tidur dengan menahan sakit seperti itu?

"Kakak..." panggil Jasmine lalu mengusap kepala Chika.

Chika mengeliat saat merasa ada sentuhan di kepala juga suara yang begitu lembut terdengar di telinganya barusan. Ia mengerjapkan matanya, mengumpulkan fokus apa yang dilihatnya tidaklah salah.

"Bunda... Shhg..." rintihnya pelan dan meremas perutnya seperti orang kesakitan.

"Kenapa sayang?" tanya Jasmine berusaha tenang saat itu juga.

"Enghh, bunda, perut Kakak sakit." keluh Chika akhirnya. "Padahal Kakak nggak makan aneh-aneh, bun." tambahnya sebelum muncul repetan pertanyaan dari sang bunda.

Kini Jasmine yang mengerutkan dahi setelah mendengar penjelasan Chika. Perut sakit, tapi tidak memakan sesuatu yang aneh. Atau jangan-jangan...

"Sebelah mana sakitnya?" Jasmine menyibak kaos babydoll yang Chika pakai lalu meraba perut Chika mengikuti arah tangan anaknya itu.

"Ini?" Jasmine menekan bagian yang di rasa membuat Chika tersiksa.

"Aduuhh, iya bunda di situ." katanya melirih, sebulir air mata akhirnya jatuh juga tak kuasa menahan sakitnya.

Jasmine sudah dapat menebak ada apa dengan si sulung kali ini karena Chika sudah kelas 7 SMP, itu artinya sudah memasuki usia akil baligh. Atau kah jangan-jangan Chika sedang haid tapi dia tidak tahu?

"Kak, udah dari kapan terasa sakit begini?" tanya Jasmine lagi.

"Daritadi setelah olahraga bunda. Chika pikir mulas karena sakit perut mau ke belakang tapi kayaknya bukan..." jawab Chika, sejak kecil ia sudah diberi tahu tentang anatomi tubuhnya seperti apa dan apa saja perubahan yang ada setelah dirinya haid nanti tapi sepertinya semua yang Chika ketahui hilang begitu saja bersamaan dengan rasa sakit di perut bagian bawahnya ini.

"Kak, coba yuk kakak bangun dan mandi dulu pakai air hangat ya biar sakit perutnya agak sedikit hilang, bunda siapin airnya ya." Jasmine segera beranjak sebelum mendapat jawaban dari Chika.

Ia nyalakan kran air hangat dan menuangkan sabun ke dalam bath tub mandinya lalu keluar setelah beres. Chika sudah duduk di tepi tempat tidur berusaha mengumpulkan tenaganya karena ia masih lemas akibat sakit perut ini.

"Chika sendiri aja bunda." Chika beranjak dan berjalan pelan-pelan sampai ke kamar mandi.

Sepertinya firasat Jasmine benar, saat menoleh ia sudah mendapati bercak darah di sprei anaknya itu. Ada rasa haru di hati Jasmine saat akhirnya Chika mendapat haid pertamanya hari ini dan sepertinya Chika akan sadar dalam...

"Bundaaaaaa..." teriak Chika dari dalam kamar mandi membuat Jasmine bergegas ikut masuk juga.

.
.
.
.
.

Sudah hampir setahun belakangan ini Jasmine memperhatikan perubahan-perubahan pada tubuh putri sulungnya dan hari itu tiba juga. Jasmine mulai menjelaskan lagi tentang haid agar Chika mengerti lagi tentang apa yang terjadi dengan tubuhnya kali ini.

"Pantes sakit banget bunda." gumam Chika sambil memeluk Bundanya yang rebahan di sebelahnya.

"Iya, tapi biasanya di hari pertama sampai ketiga, tergantung individunya. Setiap haid juga kakak harus catat di kalender ya, supaya tahu siklusnya bagaimana. Biasanya cuma 7 hari. Jeda di bulan berikutnya biasanya di tanggal yang hampir bersamaan dengan bulan ini." jelas Jasmine membuat anaknya mengangguk-angguk paham.

"Siklus haid biasanya berbeda-beda, dari 21 hari sampai 28 hari. Tapi biasanya kalau masih baru pertama begini kadang satu bulan dua kali karena tubuh kita masih menyesuaikan."

"Ooh gitu, iya bunda nanti kakak catat di kalender itu." jawab Chika sekenanya sambil menunjuk kalender meja di atas nakasnya.

"Ya udah, kakak istirahat sekarang ya nanti makan malam bunda bangunin. Kalau ada apa-apa segera tanya bunda ya,"

Chika mengangguk lalu kembali meringkuk setelah Jasmine mengecup keningnya dan keluar dari kamar Chika.

"Jasmine, Chika kenapa?" tanya Mama Mai saat melihat menantunya menuruni tangga.

Senyum semringah Jasmine perlihatkan saat ia mendekat ke arah Mama mertuanya itu lalu ikut membantu menyiapkan makan malam di meja makan.

"Chika udah haid, Mam." bisik Jasmine.

"Eh. Masya Allah akhirnya..." sahut Mama Mai lalu tersenyum. "Sekarang tugas kamu nambah Jasmine, kasih tahu point-point penting tentang mahrom ya."

Deg.

Ah ya, kenapa Jasmine sampai melewatkan hal sebesar itu?

"Astagfirullah.. Iya mam Jasmine lupa. Nanti deh tunggu Mas Bhima pulang, nanti kami jelaskan. Lagian, udah lama juga lho mam si kakak ini kayak jaga jarak sama ayahnya." cerita Jasmine.

"Ya, itu berarti kakak sudah tumbuh rasa malu. Nggak apa-apa, tinggal kita kasih pengertian lagi supaya tidak merasa diabaikan."

"Nggeh mam, nanti Jasmine dan Mas Bhima akan jelaskan."

Sampai tibalah waktunya makan malam dan Bhima baru mengabarkan bahwa akan pulang larut malam nanti. Jasmine memakluminya karena memang seperti itu pekerjaan seorang dokter spesialis yang justru saat ingin pulang malah batal karena ada pasien emergency. Lain dengan Jasmine yang general practicioner atau dokter umum yang waktunya lebih fleksibel.

Akhirnya, makan malam hanya ada Mama, Papa, Jasmine, Chika dan Idzar minus Bhima. Jasmine tentu mengurungkan niatnya untuk mengobrol sampai Bhima tiba di rumah nanti.

"Bunda, ayah masih lama ya?" tanya Chika sambil menikmati buah dingin di mangkuknya.

"Kayaknya masih kak, nanti kalau kelamaan kakak tidur duluan aja ya." jawab Jasmine sambil memberikan susu di botol untuk putranya.

Dan benar saja, Bhima sampai saat anak-anaknya sudah pulas di kamar. Tersisa Jasmine yang masih terjaga duduk di meja makan menunggu Bhima pulang.

"Maaf ya kemalaman pulangnya, ada apa sayang? Hm?" tanya Bhima begitu tubuhnya ia dudukkan di kursi makan.

"Mas, bantu aku lagi bicara sama Chika ya, ada beberapa hal yang harus dia tahu." ujar Jasmine membuat dahi Bhima berkerut. "Hari ini Chika haid pertama." lanjut Jasmine pelan, perlahan pula kerutan di dahi Bhima menghilang dan terbit sebuah senyum di bibirnya serta gumaman Hamdallah.

"Udah besar ya." gumam Bhima, Jasmine masih mendengarnya. "Kayaknya baru kemarin dia nangis kita tinggal ke Belanda enam bulan sampai sakit karena kangen." Bhima tertawa lirih, ia sangat sayang pada putrinya itu meskipun Chika bukan anak kandungnya.

"Sampai di mana pun, kita tetap orang tuanya, Mas." ucap Jasmine berusaha menahan gejolak di hati karena mengingat semua masa lalu beberapa tahun ke belakang.

Jasmine ingat betul betapa vonis dokter saat itu membuat dunianya jadi kelam dan kelabu. Pernikahan sudah di depan mata namun vonis yang di dengarnya saat itu hampir saja membuat Jasmine membatalkan semuanya jika bukan karena semua orang mendukungnya.

Kista yang dulu bersarang di organ reproduksinya membuat Jasmine tervonis sulit memiliki anak nantinya. Tapi Bhima tak keberatan jika memang Allah tidak memberikan keturunan di dunia, ia percaya keturunannya sudah menunggu di SurgaNya.

Pernikahan pun terlaksana, Bhima membawa Jasmine untuk bertamu ke Rumah Allah dan bermunajat di sana, memohon dengan segala gemuruh hati yang menggebu-gebu.

Bertepatan setelah pulang dari Tanah Suci, sang kakak ipar memintanya untuk mampir ke panti asuhan yang di kelola keluarga Prayuda untuk membawa beberapa titipan dari para dermawan saat itu.

Hingga akhirnya Jasmine jatuh cinta pertama kalinya pada Chika setelah melihat dan bertemu langsung dengan si kecil yang kala itu usianya 7 tahun.

Segala cara Jasmine dan Bhima lakukan untuk mengadopsi Chika setelah mereka kembali dari Belanda usai menyelesaikan studi Kedokteran mereka di Leiden University. Jalan tak selalu mulus, ada saja hambatan meski tak begitu berat hingga akhirnya tepat di hari Jumat satu jam sebelum sholat Jumat terlaksana, hakim mengetuk palunya tiga kali dan mengesahkan Chika sebagai anak mereka secara hukum dan agama meskipun mereka tahu bahwa Chika takkan mendapatkan nama Prayuda di belakang namanya.

Tapi Jasmine dan Bhima tak mempermasalahkan hal itu yang terpenting adalah Chika mendapat semua apa yang seharusnya ia dapat sebagai seorang anak.

Sampai titik di mana Jasmine kehilangan hal yang sangat ia tunggu-tunggu untuk hadir ke dunia membuat dunianya kembali runtuh seketika, Chika tak pernah meninggalkannya hanya saja ia yang menjauhi diri dari Chika tanpa sadar. Selama beberapa waktu Jasmine melewati hari kelabu sampai Chika kembali hadir di depan matanya menandakan bahwa dunianya belum berakhir, justru baru saja akan dimulai lagi.

Dan lahirlah Abidzar Khairil dari rahimnya dan Chika adalah orang yang paling bahagia begitu tahu Bundanya sudah melahirkan sang adik ke dunia.

"Perjalanan masih panjang sayang, mereka butuh kita. Chika dan Idzar akan tetap menjadi kakak dan adik, anak-anak kita." ujar Bhima sambil menggenggam jemari istrinya dengan erat lalu mengecupnya mesra.

🍀
🌿
🌱
☘️

"Kak Chika duduk sini, Bunda mau bicara penting." panggil Jasmine saat melihat Chika di ruang tengah.

"Iya Bunda. Ada apa?" tanya Chika begitu ia sampai di kursi teras belakang dan sudah ada Ayah serta Bundanya di sana.

Jasmine menatap Chika dengan teduh lalu memeluknya dengan kesungguhan hati. Keputusan besar Jasmine ambil saat ingin mengadopsi Chika saat itu.

"Chika kan sekarang sudah mulai akil baligh. Semua perbuatan yang Chika lakukan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban nantinya di akhirat." Jasmine menghela nafas kemudian melanjutkan ucapannya.

"Bunda dan Ayah selamanya akan tetap menjadi orang tua Chika, hanya saja mulai Chika akil baligh ini ada batasan tertentu antara perempuan dan laki laki yang bukan menjadi mahram. Chika tahu kan apa yang disebut dengan mahram?" tanya Jasmine menekankan penjelasan sebelumnya.

"Iya bunda, mahram itu adalah orang yang halal untuk bersentuhan dengan kita bukan?" Chika balik bertanya.

"Pinter anak bunda. Itu artinya Chika dan ayah..." Jasmine sengaja menggantung kalimatnya supaya Chika belajar untuk mengeja pikirannya.

"Ayah bukan ayah kandung Chika kan Bun? Itu berarti Chika udah nggak boleh menunjukkan aurat di depan Ayah dan juga bersentuhan dengan ayah?"

Tak tahan, air mata Jasmine langsung menyeruak keluar, kedua tangannya terentang untuk kembali memeluk Chika kedalam pelukannya. Ia rasakan betul betapa bahagianya saat Chika hadir di hidupnya, banyak hal yang Jasmine pelajari setelah memiliki Chika. Belajar sabar serta mendidik anak dengan baik semua berawal dari Chika.

"Biar seperti itu kami akan selalu menyayangimu layaknya seperti anak kandung kami. Maafin bunda ya. Bunda harus mengatakan ini supaya kedepan kita nggak salah melangkah di jalannya Allah." ujar Jasmine sambil mengusap kepala Chika yang tertutup kerudung dengan perlahan.

"Chika sayang sama bunda dan ayah. Chika juga nggak mau nantinya hanya karena Chika bunda dan ayah jadi berat masuk surgaNya. Chika akan nurut sama bunda dan ayah. Inshaallah mulai sekarang Chika akan memberikan hijab itu, bun."

Jasmine semakin menangis mendengar penuturan Chika. Kata-kata yang tak pernah Jasmine dengar sebelumnya, anaknya sudah besar, ia sudah menuju dewasa.

"Hati-hati ya kak dalam memilih teman dan pergaulan, ayah cuma pesan jangan pernah melanggar perintah ayah dan bunda ya?" pesan Bhima, Chika mengangguk paham. Mana berani ia melawan ayah dan bundanya.

"Terima kasih ya sayang. Terima kasih, karena kamu bunda belajar untuk jadi orang tua yang baik, karena kamu adalah alasan untuk bunda dan ayah tetap mengusahakan apapun untukmu dan adikmu. Sampai kapanpun, kakak tetap anak bunda dan ayah, kakaknya Idzar. Jaga diri baik-baik ya sayang." Jasmine menempelkan keningnya pada kening Chika lalu mengecup puncak kepalanya lama dan dalam.

Because no matter what, you're still be the apple of my eyes. 🍎❤️

✏ -- the end -- ✏

Masih ingat bukan siapa itu Stroopsbaby?

Yes, you are right.....👏👏 Pemilik lapak Unspoken Truth yang juga rajin mengirimkan cepennya kemari kala kejenuhan melanda atau lagi buntu imaginasi untuk melanjutkan tulisannya.

Menulis cerpen memang sedikit beda dengan novel. Tema ringan yang langsung selesai ini memang tidak membutuhkan alur yang meliuk dan njlimet 😂😂

Tertantang untuk bergabung??????
Yuuukkk ramaikan melalui karyamu di sini...

email [email protected]

Caaaaoooooo 💋💋
Blitar, 01 Agustus 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top