🍒 Senja di Atas Kereta

a strories by @MarentinNiagara

✏✏

Bukan tanpa sengaja memilih duduk di samping jendela. Tiket yang ada di tangan Balqis menunjukkan eksekutif 2 nomor 4A. Memandang keluar jendela bersama sejuknya udara di gerbong kereta.

Meninggalkan semua kenangan yang membuat hati Balqis terpelintir nyeri.

Tidak ada cerita yang luput tertulis dari mega server lahul mahfudzNya. Sabar dan ikhlaslah sebagai penyeimbang untuk tetap bisa berjalan memperbaiki diri.

Tentang Tuhan, Balqis telah menyerahkan segalanya kepada sang pemilik hidup dan matinya. Setelah mimpinya pupus dia hanya ingin menutup hari kelamnya dengan lembaran baru yang mungkin akan dia dapatkan di kota yang akan di tujunya.

Terkisahlah seorang Alvaronizam yang telah melambungkan angan untuk bisa mendulang mimpi bersama. Menyemai ijuk dan menjadikannya belukar agar bisa menjadi bank oksigen yang bisa menyejukkan dunia.

Alva adalah kakak tingkat Balqis. Menjadi pedamping kelas saat ospek mahasiswa baru yang diadakan oleh fakultas.

Bukan laki laki yang sempurna namun bisa membuat seluruh mahasiswa yang berada di kelas itu menjadi kompak padahal mereka baru saja berkenalan. Bahkan kelas Balqis dianugerahi kelas paling kompak oleh panitia.

"Dek, ntar malam boleh main ke kostmu?" kata Alva

"Mau ada apa ya Mas?"

"Cuma ingin silaturahim saja."

Dan entahlah, mengapa senyum itu seolah menjerat hati Balqis. Senyum milik Alva yang terlihat begitu manis kepada Balqis

Tak terasa 4 hari berlalu, Balqis yang baru saja belajar untuk berbusana sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah sebagai seorang muslimah merasa terpanggil untuk mendatangi tempat ibadah sebelum Allah memanggilnya.

Di sebuah musholla yang ada di Fisipol Balqis menyambut panggilan tuhannya. Bermaksud untuk melaksanakan sholat sunnah dua rokaat namun telinganya dengan tanpa sengaja menangkap suara merdu seseorang yang sedang melantunkan khalam Allah.

Surrah yang memiliki keutamaan untuk dibaca setiap pagi dan sore hari. Pria dengan lantunan Al Mulk, ini untuk siang ke empat Balqis mendengarkan merdu suaranya. Suara yang sama mengalun membawa kesejukan untuk menyirami hatinya yang telah lama gersang.

Dengan sangat cepat Balqis segera meraih HP yang ada di dalam tasnya. Membuka aplikasi untuk segera merekam suara merdu ikhwan yang sedang melantunkan Al Mulk.

"Mashaallah, merdunya suara mas ini. Siapapun yang memiliki suara ini pasti dia adalah laki laki yang penuh dengan kelembutan." lirih suara Balqis mirip orang bergumam.

"Eh, kowe wes sholat sunnah hurung? Mesam mesem koyo wong edan." Suara Kadek yang tiba tiba mendapat pelototan dari Balqis. -- Kamu sudah sholat sunnah belum? Malah senyum senyum

"Kadek, aku lagi ngerekam suarane mas iku loh. Haduww, suaramu njelei banget mesti iki." jawab Balqis -- Kadek, aku sedang merekam suara mas itu. Suaramu pasti bikin jelek nanti --

"Memang kamu nggak tahu siapa pemilik suara itu?" Kadek bertanya namun tidak menunggu jawaban dari Balqis. Dia langsung melakukan takbiratul ikram.

Balqis hanya tersenyum sember, Kadek selalu bersikap seperti itu. Teman yang di kenalnya sejak hari pertama ospek Fakultas membuat mereka dekat. Apalagi keduanya satu jurusan di Hubungan Internasional.

"Emang siapa sih pemilik suara itu Kadek?" tanya Balqis saat mereka telah selesai menunaikan sholat dhuhur berjamaah.

Selama ini Balqis memang memilih untuk melakukan sholat dhuhur dan asar saja di musholla kampus. Karena setiap sore dia memilih untuk cepat cepat kembali ke kostnya. Sehingga tidak pernah tahu bagaimana merdunya suara imam saat membaca surah AlFatiha dan surrah pendek lainnya.

"Makanya kalau maghrib jamaah di sini. Selepas itu ada kajian singkat. Kakak tingkat dari LDK yang selalu ngisi kajiannya. Lumayan bagi yang miskin ilmu agama seperti kita ini. Nanti kamu akan tahu siapa dia." cerita Kadek yang segera meraih tangan Balqis untuk segera ke kantin. Cacing di perutnya sudah berontak minta untuk diisi dengan segera.

Banyak mahasiswa yang sedang mengantri di kantin. Semua minta di dahulukan.

Laki laki dan wanita memang berbaur namun rata rata kumpulan wanita sedang berghibah ria. Apalagi temanya jika bukan tentang kakak tingkat atau anggota ekskul yang bening bening.

"Tau nggak sih, Kak Alvaronizam?"

"Yang mana sih?"

"Pendamping kelas HI genap." Dan bergulirlah cerita mereka. Ikhwan yang ternyata asli Tegal ini tidak ngekos melainkan tinggal di ponpes Al Jauhar.

"Tampangnya si biasa saja, perawakan juga tidak bagus bagus amat. Kalau ukuran cowok dia bisa dibilang pendek. Tapi kalau soal murrotal Qur'an, mashaallah suaranya bisa bikin kita melting."

Seperti jawaban dari pertanyaan yang Balqis kemukakan kepada Kadek. Mungkinkah pemilik suara merdu yang melantunkan Al Mulk tadi adalah suara seorang Alvaronizam?

Rasanya sore ini Balqis ingin ikut kajian, bukan dengan niat yang lain. Hanya ingin memastikan bahwa pemilik suara merdu tadi adalah Alva. Semoga Balqis beruntung dan dia tidak salah mengartikan sesuatu yang telah disiratkan oleh Alva kepadanya.

Rasa lelah dan juga penat yang menghampiri Balqis membuatnya enggan untuk ikut serta kajian ba'da maghrib. Lengket badannya membuatnya tidak nyaman. Namun ketika suara merdu itu kembali terdengar di gendang telinganya membuatnya kembali terdiam.

Hanya lima ayat, surrah Al Kahfi. Kemudian diberikan kupasan yang sangat singkat tetapi sangat mengena dari surat tersebut.

Balqis mendengarkan dengan seksama hingga tanpa terasa 15 menit telah berlalu dan semua jamaah kajian bersiap untuk kembali ke rumah masing masing.

Dengan cepat Balqis melihat jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Ingatannya kembali pada janji yang telah dia buat bersama Alva. Rencananya malam ini Alva ingin bersilaturahim ke kostnya.

Setengah jam lagi, dan itu membuat Balqis cepat cepat ingin sampai di kostnya.

Tanpa melihat dan karena terburu buru, tanpa sengaja Balqis bertabrakan dengan seorang ikhwan.

Bruuggghhh,

"Maaf saya tidak melihat dan sedang terburu buru." kata Balqis tanpa melihat siapa ikhwan yang telah dia tabrak.

"Nggak apa apa, kamu Balqis kan? Anak HI genap?" setelah mendengar kalimat itu baru Balqis mendongakkan mukanya. Wawan, kakak tingkat yang siang tadi masuk ke kelasnya untuk mempromosikan ekskul yang dia ikuti sekarang.

"Maaf Mas Wawan, saya sedang terburu buru." tanpa menjawab apapun Balqis memilih untuk segera menjauhi Wawan.

Tanpa Balqis sadari buku catatan ospek yang seharusnya selalu dia pegang jatuh dan kini tengah berada di tangan Wawan. Bukan catatan yang krusial. Tapi Balqis mencatat semua kegiatan dan juga tugas serta apa saja yang harus dibawa di buku catatan itu. Jadi jika buku itu sampai hilang, pastinya dia akan lupa apa saja tugas yang harus dia kerjakan malam ini.

Alva telah sampai di kostan Balqis saat Balqis sedang membersihkan badannya. Hingga Balqis keluar, Alva masih dengan senyum lebarnya sambil memainkan jas almamater yang kini telah tersampir di lengan kirinya.

"Mas Alva belum pulang dari tadi? Kok masih bawa almamater?" tanya Balqis

"Belum, tadi habis dari musholla langsung ke sini. Gimana kamu sudah siapin belum yang harus dibawa besok?" tanya Alva

Balqis mengingat sesuatu, apa saja yang di bawa besok. Namun otaknya yang sedang lelah malas untuk mengingat kembali, dia memilih untuk mengambil buku catatan yang selalu dia bawa saat ospek. Namun ketika hampir 5 menit dia mencari di dalam tas kemudian tidak menemukannya maka dia memilih untuk kembali kepada Alva dan mengatakan bahwa buku catatannya hilang sedangkan dia lupa besok harus membawa apa saja.

"Tas kresek merah, kalung bawang merah dan bawah putih, serta telor mata sapi tapi putihnya yang ada di tengah." Kata Alva mengingatkan kembali.

"Iya sama besok harus bawa bekal makan siang untuk dimakan bersama sama." jawab Balqis dengan lesu.

"Ya sudah ayo aku antar ke pasar untuk beli perlengkapannya, supaya besok tidak keburu buru."

"Mas Alva nggak capek?"

"Ya capek si, tapi nggak tega kalau besok harus menghukum kamu karena nggak bawa peralatan itu."

"Lagian si Mas Alva juga kenapa harus pake acara begituan. Kan jadi rempong ini kita kita." Sungut Balqis.

Meskipun dengan sedikit kesal Balqis menuruti perintah Alva. Dengan sebuah sepeda motor Alva dan juga Balqis berangkat ke Pasar Tanjung untuk membeli peralatannya.

Ternyata sampai di sana bukan cuma Balqis yang sedang berbelanja. Beberapa temannya juga melakukan hal yang sama. Bahkan mereka sempat berbisik bisik saat mengetahui Balqis sedang berjalan bersama Alva.

"Nahloh, ternyata dan ternyiti ya. Cintaku kepentok dengan pendamping kelas." Pekik sang ketua kelas dengan lantangnya menggoda Balqis dan juga Alva.

"Apaan si Kik, ini tadi kebetulan saja aku bisa anterin." jawab Alva.

"Kok cuma si Balqis saja, kita juga butuh bantuan loh."

Senyum malu malu Alva langsung terbit saat Pekik mengatakan semuanya itu. Dengan tanpa bermaksud untuk membedakan akhirnya Alva mengajak semuanya ke kost Balqis untuk merangkai kalung dan membuat yang lainnya.

Sejak saat itu memang kedekatan Alva dan Balqis menjadi rahasia umum. Tidak ada status tapi memang keduanya saling dekat. Hingga suatu siang Wawan yang mengetahui Balqis sedang berjalan bersama teman temannya satu jurusan berusaha untuk menyapa.

Mengembalikan buku catatan sekaligus meminta nomor HP Balqis.

Dan setelah itu dunia seolah terbalik. Balqis yang biasanya selalu bersama Alva menjadi dekat dengan Wawan. Bahkan sampe santer terdengar kabar jika mereka berdua kini telah meresmikan hubungan bukan hanya sekedar teman tetapi juga sepasang kekasih.

"Balqis kamu pacaran sama kak Wawan ya?" tanya Kadek di suatu ketika.

Balqis hanya tersenyum namun ditanggapi senyum miring oleh Kadek. Melihat binar mata dan juga gestur tubuh Balqis memang mengisyaratkan kalau dia sedang bahagia kini. Seperti orang yang sedang jatuh cinta.

"Kalau bukan karena aku menganggap kamu seorang sahabat, aku tidak akan bercerita ini kepadamu. Wawan itu hanya menjadikanmu taruhan, dia loh pacaran sama Anis. Dia dan teman temannya sepertinya memang tidak menyukai sepak terjang kak Alva di jurusan. Berhubung Kak Alva lagi dekat denganmu, mereka menjadikanmu bahan taruhan untuk membalaskan sakit hati mereka kepada Kak Alva."

"Jangan memfitnah orang Kadek. Dosanya lebih kejam dari pembunuhan." kata Balqis

Tanpa di komando lagi Kadek segera memutas sebuah video yang jelas sangat amatir, karena diambil dari jarak jauh. Namun Balqis cukup jelas melihat dan juga mendengar apa saja yang dikatakan oleh Wawan CS dan tentu saja seorang wanita yang mungkin itu adalah Anis.

Balqis seperti meluruh, rasa bersalahnya kepada Alva membuatnya kini dengan segera untuk meminta maaf dan berjanji untuk memperbaiki semuanya.

"Mas__"

"Iya Dek"

"Aku minta maaf ya, atas semua kecerobohanku dan yang mungkin tanpa sengaja membuatmu sakit hati." kata Balqis saat dia sudah berhadapan dengan Alva kini.

"Masalah apa ini? Kok aku jadi nggak ngerti ya."

"Masalah tentang kita. Masalah aku, Mas dan juga Wawan."

"Loh bukannya kalian sudah jadian ya? Aku tidak pernah mengusik hubungan kalian, bahkan aku memilih untuk m___"

"Mas Alva memilih untuk menghindar dan mundur bukan? Katakan jujur mas, Mas Alva sebenarnya suka sama aku kan?" Biarlah Balqis dikatakan sebagai seorang pecundang kini. Tapi sungguh dia ingin meluruskan semuanya.

"Bohong kalau alu mengatakan tidak. Ya aku memilih untuk mundur dan menghindar, tapi kenapa?"

"Mereka hanya memperalatku untuk membalas dendamnya ke kamu. Itu aku tahu dari video yang diambil Kadek saat dia tanpa sengaja lewat pos HMJ dimana Wawan CS sedang ngomongin kemenangannya yang telah berhasil membuatku dekat dan menyukainya. Aku nyesel mas, aku minta maaf."

"Astaghfirullah, jadi bener itu gosip dari anak anak. Kurang ajar banget dia. Terus kamu bagaimana sekarang Dek?"

"Aku ya begini ini. Lebih baik memang kembali ke niat awalku. Aku nggak ingin ngecewain ayah dan ibu Mas. Aku ingin kuliah dengan benar dulu baru setelahnya berpikir tentang itu."

Dan itulah percakapan terakhir Balqis dan Alva sebelum akhirnya mereka berpisah. Alva yang memilih untuk sibuk dengan kegiatannya, Balqispun sedemikian juga. Mengenai Wawan, mereka berdua hanya bisa menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

Empat tahun berselang, kuasa Allah mereka di pertemukan kembali dalam keadaan yang berbeda. Alva yang telah bekerja di sebuah perusahaan telkomunikasi sedangkan Balqis kini sudah bekerja di kantor kedutaan besar.

Pertemuan merekapun akhirnya berlanjut dan membawa mereka kepada memori lama. Membuka kembali cerita yang telah tertutup lama dan membangkitkan kembali nuansa yang dulu pernah mengharu biru.

Namun rencana manusia tidak selamanya sesuai dengan pilihan Tuhan.

"Aku tidak bisa selamanya stay di Solo Dek. Meski rumah ada di Karanganyar, tapi ya gimana kalau ada tugas harus keluar ya memang harus berangkat." Alva memang telah membeli sebuah rumah minimalis di Karanganyar karena memang kantor dia bekerja di Slamet Riyadi Solo. Sedangkannkedua orang tuanya tetap tinggal di Tegal.

"Aku juga sama mas, justru terlebih aku tidak bisa mangkir. Sebagai PNS di kedubes pasti akan siap jika suatu saat nanti harus dipekerjakan di luar negeri. Lantas kita harus bagaimana?" Balqis juga masih berusaha untuk mempertahankan apa yang kini telah dia raih dengan susah payah.

"Kita menikah tapi jauh jauhan, apakah akan seperti itu terus nantinya?"

Dan sampai akhirnya tidak ditemukan titik terang dari masalah yang kini sedang mereka hadapi. Keduanya masih tetap mempertahankan apa yang ingin di raih, karier.

Sebagai seorang laki laki adalah suatu kewajaran dari bentuk sebuah pertanggungjawaban. Namun beda pemikiran untuk Balqis, dengan bekerja berarti dia bisa membahagiakan kedua orang tuanya yang dengan susah payah menyekolahkan dan mendoakan sampai Balqis berada di titik ini.

Kini, setelah 6 tahun berlalu dari peristiwa itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan di hatinya selain membayangkan jika dulu dia bersedia melepas semuanya dan memilih untuk hidup bersama Alva. Status available yang kini masih disandangnya membuat angannya kembali mengembara.

Jika Tuhan telah menulis jodohnya dengan siapa Balqis hanya bisa berpasrah atas semua ketentuanNya.

Di atas kereta senja ini, jemari Balqis menari dengan indah diatas kertas. Menuliskan sebuah kata yang mungkin selamanya akan selalu dia kenang.

'Love is a magical, and it makes people look at each others, in an unspoilt way without judgement.'

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 09 Agustus 2019

Mana yang nulis, yang nulissss inihhhh mana???? 😂😂😂😂

Silakan kirim ke email author ke
[email protected]

Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.

Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top