🍒 Semburat Bianglala di Puncak Rembangan

a stories by @MarentinNiagara

✏✏

Memandang jauh ke depan. Melihat bianglala selepas rintik hujan membasahi bumi itu juga termasuk salah satu hal yang romantis.

Siang ini Kirana dan Rezvan memang berniat untuk menghabiskan hari mereka berdua di suatu puncak di kota Jember.

Kirana tercatat sebagai mahasiswa PSPD universitas negeri dimana musisi Anang dilahirkan. Pertemuan tanpa sengaja dengan Rezvan yang menjadi mahasiswa tehnik perminyakan itu bermula dari si Reyzan, sahabat Rezvan yang kini menjadi teman Kirana mengajaknya serta di acara reuni SMAnya.

"Ran, ikut ya? Aku nggak punya pasangan nih. Daripada di bully ntar ogah banget." Mereka yang baru saja menyelesaikan tugas di laborat. Mata kuliah anatomi ini benar benar membuat mereka harus bersiap diri untuk melakukan pembedahan.

"Memangnya harus ya Zan? Kan aku musti ke perpus tuh untuk ngerjain tugas dari Pak Awang. Mana lusa ada kuisnya dia", jawab Kiran datar. Reyzan dan Kiran memang dua sahabat yang seringkali berkolaborasi. Seperti simbiosis mutualisme, Reyzan yang suka malas belajar jadi banyak termotivasi bersahabat dengan Kirana.

Kirana sendiri tipe wanita kutu buku yang suka kencan dengan buku buku tebal. Entah itu tentang filosof kedokteran, anatomi dan pembedahan, bahkan sampai dengan anastaesi dan farmasi.

Kirana memang tumbuh dan besar di keluarga yang tidak semapan keluarga Reyzan. Jadi dia sangat mengerti bahwa biaya untuk pendidikannya tidak sedikit. Itu karenanya yang membuat dia berjuang dengan sepenuh tenaga untuk bisa menjadi dokter dengan predikat lulusan terbaik dan membuat bangga seluruh keluarganya.

"Sekali sekalilah, jangan kencan sama buku melulu. Yang ada ntar minus kacamatamu tambah dan makin sipit itu jendela hatimu", kata Reyzan yang tetap merayu Kirana untuk bisa ikut bersamanya.

"Makanya cari pacar sana. Jangan gangguin aku terus"

Persahabatan mereka memang seperti kucing dan tikus. Kadang berantem kadang saling mencari. Meski banyak gosip diantara mereka namun keduanya sepakat hanya bersahabat.

Adakah sebutan sahabat bagi dua insan berlawanan jenis? Reyzan dan Kiranalah jawabannya. Reyzan baik, tetapi bukan tipe Kirana begitu juga sebaliknya.

Akhirnya pada hari yang ditentukan Kirana ikut juga dengan Reyzan. Tentu saja dengan suapan sebuah novel yang selama ini diimpikan untuk dibeli Kirana.

"Jieehh, calon dokter kita bawa pasangan ney. Sapaan tuh Zan?"

"Sohib guweh ituh, available dia mah, sok atuh kalu mo kenal. Daripada kencan ma buku terus saban hari yang disatroni cuman perpus, kampus, lab". Kata Reyzan yang akhirnya mengarah ke Rezvan. Sahabatnya sejak SMA ini juga nggak jauh beda sama Kirana. Kencannya sama buku terus.

Banyak percakapan disana yang membuat Kiran dan Rezvan akhirnya bertaut dan saling bertukar nomor HP.

Jarak 950 km yang membentang diantara mereka memang harus bisa ditiadakan dengan keberadaan barang pipih ajaib. Hingga suatu ketika Rezvan sedang berada di Sorong untuk melaksanakan program magang kerja dari kampusnya, Kirana hanya bisa membatu saat telinganya mendengar dengan pasti saat Rezvan mengungkapkan perasaannya.

"Aku pengen kita punya suatu hubungan yang lebih Ran"

"Kamu yakin?"

"Apa yang membuatku tidak yakin dengan calon dokter bermata sipit ini?"

Sejak saat itulah mereka berdua sepakat untuk membawa kisah mereka menjadi layaknya romeo dan juliet versi Rezvan Kirana.

Tidak hanya tentang pujian namun juga ledakan amarah yang menghiasi kisah mereka. Jika cinta itu terasa manis tapi buat Kiran dan Rezvan cinta itu adalah perjuangan. Sebesar apapun masalah yang menjadi pemicu pertengkaran mereka pasti akan berusaha untuk diselesaikan dengan baik. Rugi jarak jika bertemu hanya untuk bertengkar dan saling memenangkan egonya.

Rasanya semakin hari semakin cinta, Kiran yang memang selalu perfeksionis membuat Rezvan menjadi kalang kabut. Tahu sendiri mahasiswa teknik seperti apa kebiasaannya. Jika dibandingkan Kiran yang calon dokter pasti jauh berbeda. Kesamaan mereka hanya satu. Sama sama saling mencintai buku.

Satu tahun berselang dari ungkapan cinta yang pernah Rezvan nyatakan. Kiran yang telah bersiap untuk berangkat koas di sebuah rumah sakit yang ada di Jember menantikan kedatangan Rezvan yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di sebuah Institut kebanggaan Indonesia di Bandung.

"Kita jadi kan yang ke Rembangan? Tugas koas kamu bagaimana?", tanya Rezvan saat kini mereka telah merada di atas sepeda motor. Rezvan memang asli orang Jember rumahnya 45 km di sebelah barat kota Jember. Tepatnya di daerah Semboro yang terkenal dengan produksi buah jeruk yang sangat luar biasa menyegarkan lidah.

"Koas kan baru mulai hari Senin besok, jadi hari Sabtu dan Minggu aku masih free"

Dengan satu kepastian Rezvan ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini telah dia rancang untuk dikatakan kepada Kiran. Satu bulan lagi dia harus berangkat ke Duri Riau. Perusahaan pengeboran minyak disana memanggil Rezvan untuk bisa bergabung dengan perusahaannya. Sejalan dengan jurusan yang dia ambil. Drilling lepas pantai memang subbab yang pernah menjadi penelitian untuk tugas akhir Rezvan guna memperoleh Sarjana Teknik.

"Bulan depan aku sudah harus berada di pulau yang berbeda denganmu." Ucap Rezvan mengawali percakapannya dengan Kirana. "dan sampai dengan saat itu tiba aku ingin mengajak kedua orang tua kita untuk saling bertemu"

"Bagaimana caranya? Aku sedang koas tidak mungkin harus pulang ke Malang dalam jangka waktu yang panjang." Kiran memang sudah siap dengan konsekwensi pekerjaan Rezvan. Memilih seorang insiyur peminyakan itu harus siap sedia berada di luar Jawa. Karena memang pekerjaan dalam bidang itu banyak ditawarkan di sana.

"Kamu pulang bersama kami ke Malang dan balik lagi ke Jember bersama kami juga. Bagaimana?"

Pertemuan keluarga, tentu saja kedua orang tua Kirana menyambut baik niat Rezvan untuk mengenalkan kedua orang tuanya. Dengan kata lain memang Rezvan tidak berniat untuk bermain hati dengan Kirana.

Bersama Kirana berangkat menuju ke Malang dengan keluarga Rezvan.

"Bunda sangat senang jika memang niatan nak Rezvan seperti itu. Kirana mungkin hanya butuh waktu satu setengah tahun lagi untuk menyelesaikan koasnya. Setelah itu pasti dia akan sangat senang mendampingimu serta dimanapun kamu berada nantinya." Lish Umiyati ibunda Kirana angkat bicara saat pertemuan keluarga itu berlangsung.

"Mama juga sangat senang, ternyata jagoan papa ini memang tidak main main dengan niat yang dulu pernah disampaikan kepada kami." Sri Widayanti, ibunda Rezvan juga sangat antusias dengan niat buah hati mereka menyegerakan untuk membawa hubungan yang telah mereka bina hampir kurang lebih 1 tahun itu ke jenjang yang lebih serius.

"Rezvan, inginnya seperti apa?" kini giliran Awan Setiawan, ayahanda Kirana yang angkat bicara. Sebagai seorang ayah dia sangat berharap Rezvan segera mengambil keputusan dengan bijak. Nantinya sebagai kepala keluargapun Rezvan harus bisa mengambil keputusan dengan bijak untuk keluarganya.

"Jika memang untuk kebaikan Rezvan siap kapanpun Om. Intinya tidak menganggu Kirana kedepan, Rezvan sangat mengerti bagaimana sibuknya seorang koas selain itu juga tugasnya sangat banyak pasti"

"Menikah itu syaratnya, ada wali, mempelai laki laki, ijab qabul, mahar dan dua saksi, selesai. Tidak harus pesta jika waktunya tidak memungkinkan"

"Kirana ingin menikah setelah selesai koas saja ayah. Dosa bagi Kiran nantinya jika tidak membuat suami Kiran bahagia karena jarak yang tentu saja menjadi penghalang bagi kita untuk bisa bersama", jawaban Kirana memutuskan segalanya.

Pertemuan dua keluarga itu berakhir dengan acara pertunangan yang sebenarnya juga tidak disyaratkan secara syar'i oleh agama.

Pagi ini saat Kirana libur dari tugas koasnya, Rezvan mengajak kembali Kirana ke puncak Rembangan. Sebuah puncak yang berjarak kurang lebih 16 km dari pusat kota penghasil edamame ini memang sangat indah dinikmati di waktu malam. Kerlipan lampu kota bak bintang yang menghiasi angkasa di tengah malam. Jika di Batu Malang ataupun di Gunung Kidul orang lebih senang menyebutnya dengan bukit bintang. Di Jember tetaplah disebut sebagai Puncak Rembangan.

Kembali rintik hujan di sore itu membawakan sapuan hawa dingin. Kirana merapatkan kembali jaket yang membalut tubuhnya. Menggosok gosokkan kedua telapak tangannya guna memperoleh suatu kehangatan. Rezvan tersenyum bahagia, membersamai waktunya bersama kekasih tercinta seperti dunia ini hanya milik berdua.

Kembali telunjuk jarinya menunjuk ke langit yang menaunginya. Sisa sisa panas dari raja siang setelah rintik hujan mereda membuat lengkungan maharaksasa diangkasa dengan begitu indah bak degradasi warna yang sangat menajubkan.

"Kamu mengapa begitu suka dengan bianglala?" Kirana bertanya saat Rezvan tak hentinya memandang fenomena alam yang tentu saja tidak akan berlangsung lama. Proses pembiasan cahaya matahari menjadi spektrum warna tidak selalu muncul setelah hujan reda.

"Dipandang dari sisi manapun juga, bianglala itu selalu indah, menawan dan cantik. Seperti kamu yang selalu menawan hatiku untuk mengarah selamanya kepadamu." Rona merah di pipi Kirana tentu saja menjawab ungkapan Rezvan. Mewakili bahwa hati Kirana juga membuncah bahagia atas pujian yang dilontarkan kekasih hatinya.

Rezvan dan bianglala itulah kenangan yang menjadi pengobat rindu saat kini mereka sedang berjauhan. Rezvan yang kini telah bekerja di sebuah perusahaan milik Amerika yang menjadi kontraktor minyak terbesar di Indonesia, dengan produksi minyak telah mencapai 2 milyar barrel. Perusahaan pengeksplor minyak yang menempatkan pegawainya di 4 kota di Riau yaitu Dumai, Duri, Minas dan Rumbai ini dipilih untuk Rezvan menggantungkan masa depan keluarganya.

Komunikasi menjadi kebutuhan primer untuk Rezvan dan juga Kirana. Meskipun mereka tengah berjauhan dan memperjuangkan masa depan mereka masing masing namun bagi Kirana, Rezvan adalah yang paling utama. Apalagi yang harus dia pejuangkan nantinya ketika telah menjadi istri? Suksesnya di dunia usaha tidak akan bermakna tanpa suami yang meridhoi usahanya.

Bulan berganti, tahun berlari. Kinilah saatnya kurang tiga bulan lagi mereka menikah. Hari terbaik telah dipilihkan ayahanda Rezvan dan juga ayahanda Kirana untuk menjadikan peristiwa penting, tonggak sejarah mereka dipersatukan dengan janji dan sumpah di depan Allah langsung. Kirana telah mengambil sumpah dokternya. Dia kini sedang melengkapkan segala administrasi untuk bisa mengurus kepindahannya nanti ke Duri bersama calon suami.

Semua persiapan begitu matangnya. Hingga satu bulan menjelang pernikahan mereka. Namun lagi lagi Kirana harus meremas hatinya kembali. Mengubur mimpinya dalam dalam, malam itu ya tepat satu bulan menjelang hari pernikahan mereka Kirana memperoleh telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Rezvan pingsan dan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama.

Mungkinkah karena Rezvan terlalu lelah bekerja? Bukankah standar jam kerja telah dituliskan secara gamblang pada undang undang ketenagakerjaan?

Seminggu setelahnya, betapa tekejutnya keluarga Kirana yang menerima kedatangan keluarga Rezvan untuk membatalkan pernikahan mereka. Bukan, bukan karena Rezvan tidak mencintai Kirana lagi namun karena penyakit Rezvan bak bom waktu yang bisa meledak kapanpun juga.

Air mata yang mengalir di kedua pipi Kirana bukan karena pernikahannya dibatalkan namun lebih kepada sebuah penyesalan bahwa dia yang notabene seorang dokter namun bahkan tidak sama sekali mengetahui jika calon suaminya menderita penyakit berat yang mematikan.

Hingga saat Rezvan meregang nyawa Kirana hanya bisa berpasrah kepada Allah Rabbnya. Kepastian yang sudah kita ketahui bersama bahwa tidak satupun makhluk hidup di dunia ini yang bisa kekal abadi.

Hingga saat ini kedua mata Kirana masih berair. Tempat dan situasi yang sama, Puncak Rembangan dan juga bianglala yang dulu begitu dikagumi Rezvan menjadi titik balik pilu Kirana. Dua tahun tahun sudah Rezvan meninggalkan Kirana selamanya. Hanya senyumnya yang selalu menjadi penyemangat Kirana untuk tetap bertahan. Kenangan yang tidak akan pernah hilang sampai kapanpun juga.

Penyakit Rezvan pula yang akhirnya menjadi alasan mengapa Kirana memilih untuk mengambil spesialis bedah. Baginya dengan bisa membantu orang orang yang senasib seperti Rezvan itulah bisa membuat Rezvan bahagiakan.

Air mata yang tak akan berhenti mengalir kala bianglala itu hadir dan menyapa bumi. Membawanya kembali untuk menitipkan rindunya. "Bianglala bawa rinduku kepada pujaan hati yang kini telah dipilihNya untuk menetap di surgaNya. Rezvan Hasballah, aku merindukanmu bahkan sangat bukan untuk kita saling berbagi suka tapi juga mungkin hanya untuk berbagi duka. Mengapa sejauh itu engkau menyembunyikannya dariku. Padahal kamu tahu aku seorang dokter yang mungkin bisa kamu ajak untuk berdiskusi dengan semua penyakit yang menyerang organ vitalmu."

"Hiduplah untuk bisa membuatnya bahagia. Dia pasti akan bersedih jika melihatmu terus terusan seperti ini Kiran", Reyzan mengulurkan sapu tangan untuk Kirana menghapus air matanya.

"Zan___, darimana kamu tahu bahwa aku disini sekarang?", Reyzan memperlihatkan sebuah buku catatan yang mirip sekali seperti diary harian.

Tulisan tangan nan rapi tertoreh diatasnya. Tanggal, hari, kota, cerita keceriaan bersama Kirana yang sesekali membuat bibir Kirana tertarik keatas ketika membaca dan mengingat peristiwa itu. Hingga akhirnya dia membuka lembar yang membuat matanya membulat seketika. 

Duri, 23 Januari 2019

Apa kabar Cinta?

Senyummu yang selalu membuatku mabuk untuk selalu menjadi candu asmaramu. Mungkinkah Allah merestui kita bersatu?

Bukan mengkufuri atau justru bersuudzon atas ketetapanNya dengan menyakitimu lebih. Andai aku tahu sebelumnya, pasti aku tidak akan mendekati dan menorehkan luka dihatimu terlalu dalam. Aku tahu sekarang aku sudah berbeda dengan yang lainnya. Penyakit kanker otakku seolah menjadi mimpi buruk untuk jalinan cinta kita. Aku tidak tahu bisa bersamamu sampai kapan. Namun aku yakin ada seseorang yang bisa menggantikanku untuk menjagamu sampai nanti kalian menua.

Reyzan Massoud

Aku akan selalu menjagamu dari sana nanti, hingga saatku tiba.

Bukannya terdiam, tangis Kirana ini semakin terdengar kencang. Disaat terakhirnya bahkan Rezvan masih menginginkan kebahagiaan dan menjamin keselamatannya dengan meminta sahabatnya untuk menjaga dirinya.

"Jika itu bisa dikatakan suatu wasiat dari almarhum sahabatku, bolehkah kiranya aku berkata. Bisakah kita mewujudkan apa yang menjadi mimpi di saat terakhirnya?", kata Reyzan dengan penuh kehati hatian.

"Maksud kamu?"

"Menikahlah denganku Kiran, dan kita belajar dari awal untuk saling mencintai satu sama lain. Supaya aku bisa memenuhi janjiku kepada Rezvan untuk selalu menjagamu"

Dan sekali lagi, bianglala yang menjadi saksi perjanjian dua insan manusia yang ingin mencoba untuk menjaga dan membahagiakan satu dengan lainnya.

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 26 Juli 2019

Mana yang pengen nulis inihhhh

Silakan kirim ke email author ke
[email protected]

Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.

Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top