🍒 Selamat Datang Cinta

a story by @MarentinNiagara

✏️✏️

Terlahir sebagai anak kembar, mungkin menurut orang lain sesuatu yang begitu menggemaskan. Dulu ketika Adonia dan Adora kecil banyak sekali orang yang suka mentoel pipi mereka, menciumi bergantian atau justru bergantian menggendong keduanya.

Menginjak anak-anak keduanya mulai menampakkan bakat dan kesukaannya masing-masing. Adonia yang begitu aktif dan sangat ekspresif sementara Adora yang lebih pendiam namun justru menampakkan prestasi akademik lebih mumpuni dibandingkan saudara kembarnya. Allah selalu menciptakan manusia dengan takaran yang sesuai.

Jika ada yang bertanya, sebanyak apakah kemiripan mereka? Maka setiap pasang mata akan selalu berkata bahwa keduanya seperti dua hal yang sulit dibedakan jika mereka sedang diam dan tak bersuara.

"Ma, mengapa orang selalu memanggilku dengan sebutan Dora, padahal namaku Donia. Mengapa mereka tidak mengenaliku terlebih dulu?" Protes yang seringkali didengar dari bibir Adonia saat pulang dari sekolah.

"Karena kalian berdua kembar identik, Sayang. Lihatlah adikmu dipanggil Donia juga tidak masalah. Itu hal yang wajar karena kalian berdua nyaris sama, anak-anak Mama memang cantik dan menggemaskan." Shafira mengatakan untuk membuat putri kembarnya tidak saling menyalahkan untuk menunjukkan jati dirinya masing-masing.

Saat masa remaja pun masalah kembali datang karena keduanya merasa tidak ingin tersaingi satu dengan lainnya. Hingga ayah mereka turun tangan untuk memberikan nasihat. Keluarga itu bukan untuk saling membenci, harusnya mereka bisa saling menguatkan dan saling melengkapi.

"Kakak tahu? Apa yang membuat keluarga itu selalu utuh?" Adonia mengerutkan keningnya mencoba untuk mengerti apa yang dimaksudkan ayahnya.

"Keluarga itu akan utuh jika anggota keluarga saling menyayangi satu dengan lainnya." Dan semenjak itu Adonia dan juga Adora tak lagi pernah mempermasalahkan perkara kembar dan orang lain salah menyebut mereka.

Memainkan peran terkadang Adonia menjadi Adora begitu juga sebaliknya namun karena sifat dasar mereka saling berkebalikan maka seringkali orang lain menebak dengan benar siapa mereka yang sebenarnya.

"Wah ini Adonia bukan Adora, dia lebih lincah dan ekspresif." Adonia tersenyum lalu mengangguk. Dengan demikian orang tidak lagi memanggilnya dengan nama saudara kembarnya. Ternyata menjadi diri sendiri itu lebih menyenangkan dibandingkan dengan menjadi orang lain meskipun mereka lebih baik daripada diri kita sendiri.

Time flies so fast, tidak terasa Adonia dan Adora telah duduk di bangku kuliah. Bahkan kurang satu semester mereka akan menyandang gelar baru sebagai seorang sarjana. Lulus dan bekerja, banyak mahasiswa yang memiliki prinsip hidup seperti itu. Termasuk dengan Adonia salah satunya. Lulus sebagai sarjana akuntansi membuat dirinya ingin meniti karir di perusahaan yang membutuhkan tenaganya sebagai juru auditing atau staf accounting. Sedangkan Adora memilih untuk membantu mamanya mengembangkan warung makan milik keluarga.

"Kakak diterima sebagai pegawai di perusaahaan design dan konstruksi yang memberikan gaji lumayan loh Dik, kamu tidak ingin seperti kakakmu?" tanya Shafira kepada Adora. Dia hanya tidak ingin nantinya Adora menyesal karena keputusannya yang memilih membantunya. Padahal Shafira dan Amran, suaminya tidak pernah membedakan dalam segala hal untuk kedua putri mereka.

"Tidak Ma, kalau Dora sama seperti Kak Donia maka tidak ada yang nanti meneruskan usaha yang telah Mama bangun."

"Tapi warung makan kita hanya warung makan kecil, Dora."

"Karena itu, siapa tahu nanti dengan adanya Dora warung makan kita bisa berkembang menjadi besar." Shafira memandang lekat putrinya. Meski Adora bukan seorang chef namun untuk memberikan masukan demi memajukan warung makan mereka sangat penting. Dari ide-ide yang ditelorkan oleh Adoralah warung makan mereka sedikit demi sedikit mulai bertambah peminatnya.

Roda kembali berputar, kehidupan berjalan sebagaimana pelaku dalam kehidupan memilih jalannya masing-masing untuk bisa menikmati kehidupannya. Demikian pula Adonia dan Adora. Sama-sama berangkat pagi, namun bedanya jika Adonia begitu memperhatikan penampilannya sesuai dengan standar yang diberlakukan oleh kantor dimana dia bekerja. Sedangkan Adora cukup dengan pakaian simpel yang menunjukkan siapa dirinya serta sopan untuk melayani konsumennya atau jika dia sedang berada di kasir.

"Ma, sepertinya warung kita ini harus mulai di renovasi."

"Maksud kamu?"

"Sayang jika letak strategis warung kita tidak kita pergunakan dengan sebaiknya. Dekat dengan perkantoran juga kampus yang mahasiswanya sering sekali mencari tempat untuk bisa ngobrol sambil mengerjakan tugas dengan nyaman. Mengapa tidak kita coba untuk membuatnya di lantai atas. Belakang juga bisa kita manfaatkan untuk smooking area sehingga mereka tidak terganggu dengan adanya asap. Free wifi dan juga pendingin ruangan sepertinya sangat perlu untuk menambah konsep nyaman warung makan kita." Adora membicarakan idenya kepada mama dan ayahnya ketika suasana warung makan sedikit lengang.

Pangsa pasar mereka memang kebanyakan para pekerja juga mahasiswa. Sebenarnya suasana yang sekarang sudah cukup nyaman hanya saja tidak ada pembedaan ruangan privat ataupun bebas. Demikian juga dengan bebas asap rokok karena masih belum ada pendingin ruangan yang terpasang.

"Bukankah yang terpenting rasa, Dik?"

"Benar Ma, hanya saja mengingat jaman sekarang sudah banyak orang yang makan di luar bukan hanya tentang rasa melainkan juga yang menawarkan tempat serta kenyamanan fasilitas, terlebih dengan konsep kekinian yang instagramable tentu membuat mereka akan dengan senang hati mengepost saat-saat dimana menikmati makan di warung kita. Dengan kata lain bahwa mereka dengan senang hati melakukan promosi cuma-cuma tanpa kita minta." Adora mencoba menjelaskan kepada orang tuanya. Wajar jika konsep pemikiran mereka berbeda, karena tempaan zaman yang membuat mereka berbeda pandangan.

"Bagaimana Yah?" tanya Shafira mencoba meminta pendapat suaminya. Ayah Adora memang pegawai negeri sipil yang bekerja hingga hari jumat, selebihnya Amran sering membantu di warung jika weekend tiba.

"Tidak ada salahnya, namun yang perlu kita hitung kan tetap biaya renovasi semua yang Adora katakan tadi."

"Nah kalau itu mungkin Ayah bisa sharing dengan Kak Donia seperti apa, bagaimana dan berapa biayanya. Dia pasti memiliki teman di kantor yang bisa menghitung kasar seperti yang kita inginkan."

"Benar juga itu usulan Dora, Yah."

Singkat cerita akhirnya keluarga Adonia berhubungan baik dengan Aiden. Salah satu insinyur sipil yang juga merupakan tim arsitektur, teman Adonia di kantor. Dan ternyata kedekatan itu bukan hanya membawa kebaikan untuk keluarga namun juga kisah asmara antara Aiden dan Adonia. Mereka akhirnya jatuh cinta seiring dengan kebersamaan mereka di kantor dan di luar kantor.

Hingga dua tahun berlalu dan seluruh pembangunan renovasi warung makan miliki keluarga Adonia selesai, hubungan keduanya semakin menampakkan titik keseriusan dengan perkenalan kedua belah keluarga.

Adonia tampak begitu bahagia kala seluruh keluarga memberikan restu untuk hubungan mereka. Demikian halnya dengan Aiden, hanya dengan melihatnya bagaimana caranya laki-laki itu menatap Adonia semua orang tahu bahwa dunia Aiden memang berpusat kepada Adonia.

"Oh ini saudara kembarnya Donia?"

"Iya Tante, saya Adora saudara kembarnya Adonia."

"Sama cantiknya."

"Alhamdulillah, Tante. Terima kasih tapi saya tidak punya uang receh untuk pujian itu." Adora mencoba untuk mengakrabkan diri dengan calon mertua kembarannya hingga membuat sang calon ibu mertua untuk Donia tertawa hingga nyaris mengeluarkan air mata.

"Kamu lucu sekali Dora, suatu saat suamimu pasti tidak pernah merasa kesepian karena istrinya suka sekali bercanda." Sebenarnya bukan karena Adora suka bercanda namun dia tidak tahu harus berbincang apa dengan seseorang yang tiba-tiba akan menjadi saudaranya.

Takdir tidak pernah ada yang tahu, bagaimana caranya Allah membolak-balikkan hati manusia. Tidak ada yang menduga jika pada akhirnya Aiden dan Adonia memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka dengan alasan Adonia tidak bersedia mundur dari pekerjaannya, sementara Aiden harus melanjutkan kuliahnya karena perusahaan membutuhkan ilmu yang akan ditempuh olehnya di Aussie selama kurang lebih 3 tahun.

"Aku tidak bisa long distance relationship, Den."

"Makanya kota nikah dan kamu ikut aku ke Aussie."

"Tidak bisa, kamu yang dapat tugas belajar, kalau aku ikut itu artinya aku harus resign dari pekerjaan."

"Kamu adalah tanggung jawabku setelah kita menikah nanti."

"Aku tidak bisa, Den." Adonia tetap kukuh untuk tidak ingin melepaskan jabatannya. Sebenarnya tidak ada aturan yang melarang pegawai satu kantor menikah, hanya saja karena tugas belajar Aiden akan membuat mereka terpisah jika Adonia tidak bersedia untuk ikut. Sedangkan jika ikut Adonia harus resign dan dia tidak menyukai hubungan jarak jauh.

"Lalu__?" keputusannya memang berat namun harus dijalani. Adonia memutuskan untuk membebaskan Aiden memilih. Membatalkan kuliahnya atau meninggalkan Adonia.

Jika mengikuti kata hati Aiden pasti akan memilih meninggalkan kuliahnya untuk tetap bersama Adonia. Sayangnya logikanya bermain dengan baik. Jika sebagai laki-laki, dia tidak mengambil kesempatan maka tidak akan ada kesempatan yang kedua kali. Entahlah, menurut Aiden mencari nafkah itu adalah tugas seorang suami dan dia sanggup berjuang hingga titik darah penghabisan untuk mencarikan nafkah keluarganya. wanita juga bisa bekerja di rumah tanpa harus dengan status pekerja kantor. Namun Adonia memiliki prinsip yang berbeda dengan pendapat Aiden hingga keduanya sepakat membatalkan pernikahan mereka.

"Mungkin kita tidak jodoh, Den. Maafkan aku. Semoga nanti kamu akan mendapatkan jodoh yang benar-benar menyayangi kamu dan bersedia menuruti semuanya seperti keinginanmu." Adonia akhirnya mengatakan hal paling berat dalam hidupnya. Meninggalkan Aiden yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Apa mau dikata, garis tangannya seperti tidak berjodoh dengan Aiden.

Waktu telah berlalu, Adonia tentu tidak ingin membuang waktunya dengan sia-sia. Hatinya boleh kehilangan sosok Aiden yang kini telah berada di Aussie namun cita-cita dan masa depannya harus bisa Donia raih dengan baik. Pekerjaannya sangat baik, bahkan beberapa kali dia berhasil menyelamatkan perusahaan dari tangan-tangan pegawai yang ingin mengambil keuntungan pribadi. Kelihaian Adonia membuatnya diangkat sebagai manager keuangan saat manager keuangan yang sebelumnya mengajukan resign dari perusahaan karena ketahuan telah memanipulasi laporan keuangan perusahaan hingga sebagian laba usaha masuk ke kantong pribadinya.

"Terima kasih Donia, tanpamu mungkin selamanya kami tidak akan tahu bahwa orang kepercayaan kami sendirilah yang selama ini menjadi duri di dalam daging di perusahaan ini."

"Itu sudah menjadi tugas kami Pak, sesuai dengan code of conduct yang telah kami tandatangani pada waktu offering letter dulu."

"Alvin, ini Adonia yang pernah Papa ceritakan kepadamu. Staf akunting yang karena kejujurannya pantas untuk bisa menduduki sebagai seorang manager keuangan di perusahaan ini."

Perkenalan yang sebenarnya biasa saja. Seorang pegawai yang berprestasi kemudian dikenalkan dengan anak chief executive officer di kantor tempatnya bekerja. Hal yang lumrah namun sangat langka.

Perkenalan yang akhirnya membuat Adonia ikut dalam sebuah jamuan makan siang atas ajakan Alvino bersama papanya. Makan siang yang menjadi sumber dari sebuah cerita baru bermula. Naif jika di usia yang cukup untuk berpikir membina rumah tangga Adonia tidak memikirkannya hanya karena trauma dengan kisah cintanya yang karam di tengah laut menjelang hari pernikahan mereka. Nyatanya pesona Alvin membuatnya begitu cepat move on untuk meletakkan kembali rasa cinta setelah tiba-tiba Alvin mengajaknya untuk menjalani proses menuju pernikahan tanpa adanya pacaran. Mereka cukup saling mengenal dan memantapkan hati untuk merasa cocok atau tidak lalu memutuskan bersedia atau menolak penawaran yang diberikan.

Tidak ada alasan lagi yang membuat Adonia menolak Alvin untuk menjadi suaminya. Alvin sangat baik, dilihat dari latar belakang keluarganya pun dia adalah lelaki lulusan pesantren meskipun anak seorang CEO hingga karena dia sangat tahu bagaimana hukum agama yang dianutnya sangat tidak menyarankan pacaran sebelum halal, maka Alvind segera mengkhitbah Adonia setelah mendengar Adonia tidak merasa keberatan dengan proses ta'aruf mereka.

Dua minggu lagi, Adonia resmi dipersunting oleh Alvino Dyandra Hananjaya. Bagi saudara kembarnya ini bukanlah ajang untuk balapan menikah, meski mereka dilahirkan bersama namun Adora cukup menerima jika Allah memberikan jodoh terlebih dulu kepada saudara kembarnya.

Di saat yang sama dengan pernikahan Adonia dan juga Alvino, Aiden mendapatkan libur dan dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia karena sepertinya hatinya masih juga menjadi milik Adonia. Aiden berusaha untuk memberi kejutan kepada teman-teman di kantornya dengan datang tiba-tiba tanpa memberitahukan. Namun setelah sampai di kantor Aiden justru yang mendapat kejutan dengan mendapati undangan pernikahan Adonia dan Alvino di papan pengumuman bagian yang disupervisi olehnya.

Lebih membuatnya mengkerut adalah yang menikahi Adonia bukanlah orang yang sebanding dengannya namun anak dari pemilik perusahaan yang memberikan fasilitas kepadanya untuk bisa mengecap pendidikan lanjutan gratis dengan beasiswa full dari perusahaan. Meski dengan perasaan kecewa Aiden harus bisa menerimanya.

Dalam perasaan yang tidak menentu justru membuat kaki Aiden melangkah menuju warung makan yang di kelola oleh kembaran Adonia. Adora, mungkin bisa sedikit membantu memberinya semangat. Aiden ingin menyampaikan selamat kepada Adonia namun dia tidak yakin bisa datang di pernikahan mantan calon istrinya. Mungkin dia bisa menitipkan pesan sekaligus buah tangan kepada Adonia.

"Maafkan Kak Donia jika bersalah dalam hal ini, Den."

"Tidak Adora, saudaramu tidak bersalah. Kami memang telah sepakat untuk berpisah baik-baik dulu. Aku memang pulang karena sedang libur kuliah. Mungkin bisa memperbaiki hubunganku dengan Adonia namun nyatanya Allah telah menuliskan jalan takdir yang berbeda untuk kami. Kamu sendiri bagaimana?"

"Aku__?" Aiden mengangguk kemudian mencoba tersenyum saat melihat Adora tidak memahami apa yang Aiden tanyakan. "Iya kamu, kapan kamu menyusul Donia?"

Sekali lagi ini bukan balapan untuk mendapatkan jodoh, Allah bahkan telah mengatur dengan sangat sempurna bagaimana seseorang bisa menemukan jodohnya. Adora hanya bisa menggeleng, cukup untuk mewakili bahwa dia tidak punya dan tidak tahu kapan akan menyusul kembarannya menjemput imam hidup kekasih hati.

"Percaya Allah telah mempersiapkan yang terbaik untuk kita." Aiden berkata sedikit untuk bisa membuat hatinya kuat.

"Kamu benar, Den." Adora tak kalah manisnya dengan Adonia saat dia tersenyum untuk menghibur Aiden.

Saat pernikahan Adonia dan Alvino tiba, seluruh bridesmaid dan groomsmen bersiap memasuki ruang acara sebelum mempelai tiba. Sebagai keluarga dan saudara, Adora menjadi orang paling sibuk diantara semuanya. Meskipun telah diserahkan kepada wedding organizer namun bukan berarti dia bisa ongkang kaki melihat beberapa kekurangan yang butuh koordinasi dengan tim yang lain. Adora berkolaborasi dengan WO untuk melakukan semuanya.

Mengingat keluarga Alvino merupakan orang yang begitu berpengaruh, maka tamu undangan yang datang pun luar biasa banyaknya. Teman-teman ayahnya yang juga termasuk orang-orang penting pemangku jabatan di institusi negara menambah panjang daftar antrian tamu yang hendak memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.

Diantara sekian banyak tamu undangan, datanglah Aiden seorang diri lalu bergabung bersama teman-teman satu timnya di kantor untuk memberikan ucapan selamat.

"Selamat Alvin dan Adonia, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah warrahmah." Doa tulus diucapkan Aiden sesaat ketika sampai di pelaminan dan Alvin meminta tim Aiden untuk foto bersama.

Bohong jika Aiden tidak sakit. Dia merasakan kesakitan itu tapi tidak bisa berbuat apapun untuk bisa menolak takdirnya. Seerat apapun kita menggenggam sesuatu yang memang bukan ditakdirkan untuk kita maka Allah akan membuatnya semakin jauh dari kita. Sebagaimana segenggam pasir, semakin erat untuk digenggam semakin sedikit yang tersisa di dalam genggaman tangan kita. Jika memang harus dilepaskan maka sebaiknya dilepaskan, berbicara ikhlas itu sangatlah mudah namun tentu saja berat untuk dijalaninya.

Entah karena kelelahan atau karena apa Adora terlihat memijat pelipisnya dan tak berapa lama kemudian tubuh Adora terhuyung ke depan dan jika Aiden tidak melihatnya maka bisa dipastikan bahwa tubuhnya akan merosot ke lantai gedung di tengah riuhnya para tamu undangan.

"Adora, kamu kenapa?" tanya Aiden yang kini telah menopang tubuh Adora yang lunglai.

Tidak bisa menunggu Adora siuman, Aiden membawanya ke sebuah ruangan yang ada di gedung itu. "Adora buka matamu, kamu kenapa?" tidak ada bau menyengat hidung seperti minyak kayu putih yang bisa merangsang Adora untuk kembali membuka matanya. Hingga membuat Aiden menggosok telapak tangan Adora dan membuat wanita yang menjadi saudara mempelai wanita itu siuman dengan segera.

Tak lupa Aiden mengambilkan Adora air minum dan mengusapkan air dingin di punggung telapak tangannya. Lima belas menit kemudian, mata Adora kembali terbuka dan melihat senyum tipis Aiden diantara sorot mata penuh kekhawatiran.

"Syukurlah akhirnya kamu siuman."

"Aku kenapa?"

"Kamu tiba-tiba pingsan lalu aku membawamu kemari. Sebenarnya apa yang terjadi hingga membuatmu tidak berdaya sampai pingsan?" Adora mengingat sesuatu. Karena sibuknya dia melupakan bahwa sejak kemarin sore belum sesuap nasi pun masuk ke dalam perutnya.

"Terima kasih Den, maaf telah banyak merepotkanmu. Sepertinya karena aku belum makan sejak kemarin sore." Adora menjawab dengan jujur yang membuat kepala Aiden menggeleng kemudian meminta Adora untuk tetap stay di tempat dan menunggunya mengambilkan makan.

"Jangan, aku bisa sendiri." Melihat Adora yang masih belum memungkinkan untuk berdiri membuat Aiden mengabaikan permintaannya lalu dengan langkah tergesa meninggalkan Adora di ruangan seorang diri dan bergegas untuk mengambilkan makanan.

Sesampai di meja makanan Aiden benar-benar tidak tahu harus mengambilkan makanan apa untuk Adora. Sifatnya yang selalu tertutup membuat Aiden tidak terlalu mengenal Adora dengan baik demikian juga tentang makanan yang Adora sukai. Namun kemudian Aiden mengingat jika Adora belum makan sedari kemarin sore itu yang akhirnya membuat Aiden memutuskan untuk mencari makanan lunak yang bisa diberikan kepada Adora.

Pilihannya jatuh pada bubur kacang hijau yang disediakan di saung-saung makanan ringan.

"Maaf aku tidak tahu makanan yang kamu suka apa."

"Terima kasih Aiden, kamu sudah banyak membantu. Kamu sendiri sudah makan atau belum?" percakapan antara mereka berdua akhirnya membuat keduanya menjadi akrab. Meski Adora ataupun Aiden masih memberikan batasan. Bukan untuk urusan hati namun keduanya saling bertukar kabar untuk menanyakan perihal bisnis dan konsep pengembangan usaha. Adora sendiri juga semakin mengerti bagaimana merawat gedung warung makannya dengan baik dengan informasi yang Aiden berikan.

Satu tahun berselang, persahabatan mereka semakin membaik. Beberapa kali Adora mencoba untuk mengenalkan Aiden dengan teman-temannya namun sepertinya ada banyak hal yang membuat mereka sulit untuk bertemu pada satu titik. Jika bukan dari pihak Aiden yang kurang pas, pihak perempuannya yang begitu sehingga tidak pernah bertemu pada satu titik. Sementara Adonia telah berbahagia dengan keluarga barunya meskipun mereka belum juga diberikan amanah untuk bisa menghangatkan keluarga.

Suatu ketika, karena kecintaan Adora pada bidang memasak dan juga untuk pengembangan warung makannya. Dia mencoba peruntungan untuk mengikuti suatu acara di televisi Chef masterpiece. Dengan segala perjuangan dan kemampuan yang dimilikinya, Adora berhasil menjadi pemenang dalam acara tersebut. Uh, padahal kalau diingat-ingat mentornya seringkali memberikan komentar yang sangat tajam dan menusuk hati. Namun Adora berhasil untuk bersabar hati dan menunjukkan semua yang dia miliki. Walaupun bukan lulusan sarjana tentang bagaimana menjadi chef yang baik, nyatanya Adora bisa belajar secara otodidak dan memperoleh ilmu yang sangat bermanfaat dari para mentor.

Hadiah yang dia terima bisa dengan memilih, jalan-jalan ke Singapura atau belajar tentang manajemen rumah makan serta pengelolaan dan penyajian menu makanan internasional di Aussie.

Menganggap Aiden sebagai sahabatnya, Adora dengan tanpa memiliki niat apapun kepadanya segera meminta pertimbangan Aiden.

"Menurutku jika kamu ingin memperbaiki kualitas dan ingin melihat bagaimana resto bertaraf internasional ya ambil kesempatan untuk belajar ke Aussie. Ke Singapura hanya jalan-jalan saja bukan? Paling juga akan belanja dan menghabiskan uang."

Dan karena pertimbangan dari Aiden itulah akhirnya Adora memutuskan untuk berangkat ke Aussie. Menetap di sana selama 10 hari dan Aidenlah yang bersedia untuk menjemput Adora di bandara.

"Ini Melbourne Den, sedangkan kamu harus stay di Sydney."

"Tidak masalah Dora, kehormatan bagiku kamu akhirnya memutuskan untuk memilih Aussie sebagai hadiah pemenang acara televisi itu. Lagian kuliahku juga sudah selesai. Aku tinggal menyelesaikan tesis saja sehingga waktu 10 hari bukan menjadi masalah untuk menemanimu di Melbourne."

"Tapi nanti aku akan sibuk di restoran."

"Tidak masalah, aku bisa menunggumu sambil mengerjakan tugasku di sana." Keduanya menjelma menjadi dua orang yang saling membantu satu dengan lainnya. Tidak ada rasa yang tumbuh di dalam hati karena mereka berdua menganggap tidak ada yang salah dengan membantu sesamanya.

Hingga sepuluh hari berlalu dan Adora harus meninggalkan Aussie untuk kembali ke Indonesia. Meninggalkan Aiden dan kembali bergelut dengan rutinitas mereka masing-masing.

Mau tahu apa yang disebut sebagai critical eleven dalam sebuah penerbangan, sebelas menit pada saat pesawat hendak take off dan menjelang landing. Jadi mengingat Mas Reza Rahadian bagaimana bertemu dengan Adinia Wirasti hingga akhirnya mereka terlibat drama percintaan yang begitu menguras emosi dan air mata. Kali inipun Adora merasakan hal yang sama, ada sesuatu yang hilang namun dia tidak bisa mendefinisikan sebagai apa. Begitu juga dengan Aiden, mereka sama-sama berada dalam penerbangan yang berbeda namun berpikir tentang hal yang sama.

Adora yang telah sampai di Indonesia pun untuk pertama kali mengecek gawainya, berharap nama Aiden ada di rentetan pesan yang baru saja masuk saat sinyal mulai menyapa setelah Adora menghidupkannya.

Aiden
Tunggu aku kembali Dora

Tidak ada pesan yang lain setelah itu. Adora juga tidak berniat untuk membalasnya karena jantungnya kini semakin berdetak lebih cepat ketika mendengar nama Aiden.

'Apa yang terjadi dengan hatiku?' Tidak ada yang berubah dari sikap Adora, dia masih tetap energik dalam bekerja dan seringkali berinovasi untuk memajukan warung makannya. Dulu yang bermula hanya warung makan biasa, kini bisa dipakai untuk meeting terbatas, kongko-kongko untuk kawula muda. Bahkan bisa juga dipakai untuk pesta ulang tahun ataupun pesta pertunangan dengan kapasitas 300 undangan.

Sampai pada akhirnya waktu berlalu dengan begitu cepat dan tubuh kekar itu telah berdiri di hadapan Adora yang masih sibuk di depan kasir untuk melayani beberapa konsumen yang akan menyelesaikan pembayaran.

"Meja nomor berapa, Pak?" tanya Adora tanpa memperhatikan orang yang ada di hadapannya karena matanya masih sibuk mencari nota pesanan.

"Meja yang tidak ada nomornya." Baru setelah mendengar suara yang tidak asing di telinganya Adora segera mengalihkan pandangannya kepada laki-laki yang berdiri di hadapannya.

"Aiden__?"

"Ya, aku telah kembali ke Indonesia dan tidak akan kembali ke Aussie lagi."

"Kamu sudah lulus?" tanya Adora.

"Kamu terlalu sombong untuk tidak menanyakan kabarku Adora." Adora tersenyum kikuk. Bukan karena sombong namun lebih karena Adora tidak ingin menodai persahabatan mereka dengan rasa yang kini telah bergeser dari tempatnya, itu yang Adora rasakan saat dia meninggalkan Aiden.

"Kamu sibuk hari ini, aku ingin bicara dan mengajakmu makan."

"Makan di sini saja. Ini juga warung makan milikku." Adora menyilakan tamunya untuk mengikutinya ke ruangan yang lebih privat. Mungkin saat ini Adora akan lebih berusaha untuk menekan perasaannya.

"Tidak, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Adora mengernyitkan keningnya, namun Aiden berusaha untuk mengabaikan ajakan Adora yang lebih memilih menggelandang tangannya keluar dan Adora hanya bisa menurut serta memberikan pesan kepada pegawainya untuk menggantikannya di kasir.

Bukan sebuah restoran mahal, namun warung sederhana yang berada di puncak bukit pinus yang kini tengah ramai dijadikan wana wisata. Suasanya yang sejuk ditambah semilirnya angin membuat mata seolah menjadi enggan untuk membuka lebar. Alunan musik mendayu yang begitu romantis membuat hati Adora semakin berkecamuk tak menentu. Apa maksud dari Aiden mengajaknya ke tempat yang begitu indah ini menurut pandangan matanya.

"Kamu menyukainya?" tanya Aiden. Adora mengangguk pasti. Belum pernah sekalipun dia melihat tempat seperti ini. Mungkin karena Adora sibuk berkutat dengan dapur dan juga warung makannya dan statusnya yang tidak memiliki kekasih sehingga jarang datang ke tempat romantis seperti ini.

"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Satu yang pasti aku menyadarinya setelah kepulanganmu dari Aussie kala itu. Hingga aku memberanikan diri untuk mengirimkan pesan kepadamu untuk menungguku." Aiden menghela nafasnya ketika makanan yang mereka pesan datang. "Aku juga tidak tahu apakah sekarang kamu masih sendiri atau telah memiliki seseorang yang telah mengisi hatimu. Aku hanya ingin mengungkapkan bahwa sepertinya aku mulai menyukaimu. Jika kamu belum__"

"Apakah karena bayang-bayang Adonia yang tidak pernah lepas dari pikiranmu?"

"Bukan masalah Adonia, Adora. Adonia adalah masa lalu yang telah lama ku kubur sejak dia memutuskan untuk menikah dengan orang lain. Sakit, aku akui itu namun bukan berarti aku harus stuck dan menunggu sesuatu yang pasti memang tidak bisa aku tunggu untuk kumiliki. Jika karena pelarian mungkin aku tidak membutuhkan waktu selama ini untuk bisa menyadari dan mengatakannya kepadamu."

"Apa kesempatan itu masih ada untukku?" Adora diam lalu memilih untuk meninggalkan Aiden dalam kebisuan. Menerima kehadiran Aiden, ya dia bahagia bahwa perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Aiden mengungkapkannya sehari setelah dia kembali dari Aussie. Apakah itu bisa diartikan bahwa dia sangat diistimewakan. Lalu bagaimana dengan keluarganya? Apakah orang tuanya bisa menerima kembali Aiden sebagai calon menantu untuknya. Lalu perasaan Adonia?

Aiden menyusul langkah Adora yang kini berdiri di tepi pembatas jurang sambil menikmati pemandangan ngarai yang ada di depan mereka.

"Mungkin kamu masih belum bisa percaya namun aku bisa menjamin bahwa ini adalah perasaan yang tumbuh seiring dengan kebersamaan kita. Aku tidak pernah mengadakan atau berusaha untuk mengingkari. Cinta itu hadir saat hatiku terasa kosong, dan kamu berhasil mengetuk pintu hatiku dengan cara yang kamu miliki. Bukan bayang-bayang saudara kembarmu."

"Den, aku belum yakin orang tuaku dan juga Adonia akan bisa menerimamu."

"Kita bisa mengusahakannya bersama."

"Kamu seyakin itu?" Aiden menatap Adora dengan penuh kasih sayang.

"Menikahlah denganku dan kita akan memperjuangkan bersama. Hanya saja, aku bukan orang kaya yang bisa menghujanimu dengan materi seperti suami Adonia."

"Mengenai materi kita bisa usahakan bersama, rumah tangga yang aku harapkan adalah keluarga yang penuh kasih sayang dengan saling menghargai dan saling membantu di dalamnya. Bukan rumah materi yang mungkin saja menjadi tujuan orang lain untuk memutuskan menikahi seseorang."

"Will you marry me, Adora?"

Matahari masih memberikan sinar dengan sangat terangnya namun sepertinya hari ini akan kalah dengan sinar yang terpancar dari kedua mata Adora yang diberikan kepada Aiden sebagai jawaban dari lamarannya. Hidup akan lebih indah dengan orang-orang yang saling mengasihi di setiap waktunya. Karena untuk bisa merasakan bahagia tidak selalu dengan memiliki uang yang banyak ataupun materi yang berlimpah. Cukup menjadi orang yang tidak kekurangan atas segala hal yang dibutuhkan di dunia ini.

Lalu mereka berdua bisa mengatakan, selamat datang cinta di tempatmu yang terindah.

✏️ -- the end -- ✏️

Blitar, 20 Juli 2020

Cerita ini ditulis karena kemarin melihat salah satu orang yang ditinggal menikah oleh mantan pacarnya sampai dinyinyirin oleh anak artis penyanyi dangdut yang katanya terkenal. Sabar ya Dek, Allah masih mempersiapkan jodoh yang terbaik untukmu.

Apakah ini merupakan clue kisahku yang lain...tunggu saja, setelah ini akan di update dengan cepat 😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top