🍒 Perempuan disarang Penyamun
a stories by kiresha29
✏✏
Mereka biasa memanggilku nenk, entah siapa yang memulai. Mungkin karena beberapa dari mereka adalah orang sunda. Tapi siapa mereka? Ok kenalan dulu, mereka yang aku maksud adalah para senior di kantor tempatku bekerja, tepatnya di divisi explorasi. Tapi jangan panjang panjang ya kenalannya karena terlalu panjang untuk di panjang panjangkan. Yang pertama pak Aries, beliau adalah pimpinan di divisi ini, beliau orang padang yang lama mengendap dan akhirnya tinggal di Magelang dan beristrikan orang Manado. Kemudian ada Bang Andri, pria batak yang nyaris kehilangan jati diri kebatakannya karena lebih fasih bahasa sunda daripada ngomong batak. Aa Firman, supervisorku yang tinggi menjulang pria sunda asli dengan wajah kolaborasi antara Surya Saputra & Ridho Rhoma. Ada juga mas Wawan bapak 2 anak asal Jogja yang gak pernah melepaskan senyumnya dari wajah yang tetap kelihatan masih ABG walau usia tak menunjukan demikian. Pak Teddy dan Aa Gilang, dua pria sunda yang pernah tergabung dengan salah satu band terkenal dengan lagunya KKSK yang entah mengapa memilih terdampar kerja di kantoran daripada menikmati dunia musiknya. Dan yang terakhir mas Fajar, pria berkacamata yang berdarah Jogja tapi cinta mati dengan sejarah daerah tempatnya tinggal sekarang. Semuanya pria? Iya, karena itulah aku selalu dibilang terjebak di dalam sarang penyamun.
FYI, kantorku dan kantor utama terpisah dan untuk mengaksesnya dengan waktu tercepat harus lewat jalan setapak. Jadi jangan bayangkan aku kerja dengan pakaian modis ala wanita karir di kantor yang terletak di gedung bertingkat, karena yang ada adalah aku memakai seragam berwarna biru langit dengan bagian lengan yang sering ku gulung hingga siku lengkap dengan bolpoin yang selalu nempel di salah satu sakunya, celana jeans dan sepatu safety berwarna cokelat serta tas ransel yang selalu menemaniku tiap pergi dan pulang kantor. Itulah kostum paling nyaman dan sesuai dengan pribadiku yang tomboynya gak ketulungan.
Beberapa hari ini aku harus bolak balik ke kantor utama mengurus mine permit & dokumen penempatan beberapa orang lapangan ke divisi safety dan GA. Harus di ketahui juga baru di kantor situlah aku menemukan makhluk ciptaan Tuhan selain pria bernama wanita, jadi bisa di bilang reuni dengan sejenisku.
"Pak Aries, kenapa sih ga nambah kru cewek di explorasi?" sekali waktu aku pernah menodongnya meminta teman saat sedang break makan siang.
"Jangan, nanti kasihan dia gak ada teman disini" jawabnya sambil nyeruput kopinya.
"Lah kan sama saya pak"
"Emang kamu cewek? Masa sih?"
Ya Tuhan, nampol kepala orang yang lebih tua dosa nggak sih? Sejak itu aku malas lagi bertanya padanya soal wanita lain dalam kantor ini. Bahkan saat dia coba meminta di buatkan kopi dengan mengeluarkan rayuannya pun aku masa bodoh.
"Eh disini ada cewek ngga sih yang bisa buatin saya kopi?"
"Gak ada pak, disini laki semua, kalau mau di bikinkan kopi sama cewek saya pesenkan aja deh ke pantry kantor atas". Sudah tak ada lagi segan ngobrol sama atasanku satu ini.
"Emang yang jawab barusan bukan cewek ya?"
"Bukan pak, ini makhluk jadi jadian." Aku sengaja menjawab sambil merendahkan kursiku dan mengetik angka angka di keyboard komputer dengan hentakan yang keras.
"Jangan gitu, nanti berubah beneran piye? Belum kawin loh__" ok, yang berkomentar itu adalah Mas Fajar yang usilnya nggak pandang bulu.
"Mas Fajar mau input sendiri reconcillednya atau gimana?" Dia hanya terkekeh gak jelas sambil menumpuk beberapa amplop coklat berisi reconcilled yang sudah dia periksa dan sambil tersenyum sumringah memindahkan tumpukannya ke mejaku. Kenapa aku bisa terjebak dengan mereka ya Allah.
Akhir bulan adalah waktu yang sangat sibuk. Selain laporan mingguan dan akhir bulan, absensi serta gaji karyawan explorasi di lapangan adalah hal yang membuatku harus mondar mandir naik turun ke kantor utama. Saat itu aku lagi nimbrung sambil ngobrol sama mba Dewi, sang resepsionis dan pak Joko salah seorang driver bus jemputan karyawan dan beberapa pria yang kebetulan lagi pada di lobi sambil merokok. Entah darimana dan kapan datangnya tiba-tiba sudah muncul orang lain yang dari tampilannya juga agak beda dari karyawan disini. Di lihat dari penampilannya sih dia orang lapangan, baju seragam lengan panjang yang tak dimasukan, celana jeans dengan noda bekas lumpur, kalung rantai lengkap dengan platina segiempat kecil menggantung sebagai bandul di lehernya plus rambut gondrong yang tak akan di temui pada karyawan manapun di area tambang ini.
"Tumben keliatan mas, bosan toh sama lapangan?" Pak Joko memulai obrolan dengan orang yang baru muncul itu yang entah siapa namanya.
"Sesekali ngadem di kantor pak, masa berjemur terus, nanti susah bedain mana aku mana batu bara." Sepertinya dia baru menyadari keberadaanku setelah mengambil satu kursi di balik meja resepsionis.
"Biasa aja liatnya mas, makanya sering turun ke kantor jadi tau ada penghuni baru disini".
"Ngapain sering kesini pak, kerjaan saya kan di lapangan lagian kan nggak punya ruangan juga". Dia menjawab sambil sesekali melirik ke arahku, dia kira aku nggak tau apa ya. "Tapi kayanya nanti bakal sering bolak balik ke kantor". Ternyata masih lanjut kalimatnya.
"Sudah ketemu toh yang di cari?"
"Belum sih pak, tapi kayanya bentar lagi." Jawabnya lagi sambil buka koran yg baru di letakkan oleh mas Komang yang sudah kembali ke ruangannya lagi. Aku yang udah merasa cukup lama berada di lobi kembali pamit masuk ke ruangan GA untuk membantu menghitung gaji karyawan explorasi.
"Aku masuk lagi mba, mau lanjut ngitung" pamitku pada mba Dewi
"Loh belum selesai kah?"
"Tinggal sedikit lagi, tadi mba Heni lagi ngurus punya orang survey dulu." Aku melangkah masuk ke lorong sebelah kanan lobi menuju ke ruang GA yang berhadapan dengan ruang kabag HRD. Tapi langkahku seperti ada yang mengikuti karena setahuku aku tadi jalan sendiri dan ternyata si gondrong tadi mengekor masuk ke dalam.
"Mau kemana mas, mau ikut ngitung juga?" Tanyaku karena dia berusaha memposisikan diri sejajar dengan langkahku.
"Mau ke Mining".
"ko' kesini bukannya ruangannya sebelah sana ya?" Aku menunjuk lorong yang berlawanan dengan tempatku berdiri.
"Kan mau ngantar yang ke sini dulu, abis itu baru ke sana". Tukasnya sambil senyum senyum gak jelas.
Aku mempercepat langkahku dan segera masuk ke dalam dan menutup pintunya, sedang dia masih mengikuti di belakang. Sebelum dia sampai di pintu, aku kembali membuka pintunya dan menyembulkan kepala keluar.
"Mau ikut masuk mas? Sorry ya yang tidak berkepentingan di larang masuk." Aku menutup agak keras pintu kaca itu gak peduli sama orang di luar yang sedang cengengesan.
Sejak pertemuan itu kami berdua jadi sering bertemu jika kebetulan aku sedang sowan ke kantor atas dan dia yang bernama Awan, sedang mudik ke kantor Mining. Dan intensitas pertemuan jadi lebih sering setelah kantor explorasi pindah ke kantor baru bersama divisi mining & engineering.
Seringnya bertemu serta ngobrol berdua membuat kami makin dekat. Bukan cuma di tempat kerja tapi juga di luar itu. Dan karena kedekatan itu pula yang memunculkan kasak kusuk dan perghibahan di kantor menyeruak ke permukaan. Padahal faktanya diantara kami hanya sebatas teman kerja & teman main saja. Tapi namanya juga gosip, di ruang lingkup yang tak seberapa besar ini makin lama makin panas membara aja seperti terik di tengah area tambang. Hingga karena jengah dengan itu semua akhirnya aku menerima saja ajakan mas Awan untuk menjadikan hubungan kami lebih dari sekedar rekan kerja.
Punya teman dekat yang kebetulan teman sekantor itu tidak menjamin segalanya menjadi mudah dan menyenangkan. Setelah resmi dekat betulan itulah justru masalah di antara kami muncul satu per satu. Aku bukannya tidak tahu apa dan siapa yang menjadi duri di antara kami tapi aku masih mencoba menutup mata dan telinga agar tidak menjadi bahan gosip panas di kantor. Puncaknya saat itu jam pulang kantor, aku dan mas Awan udah sama-sama emosi karena masalah diantara kami beberapa hari terakhir.
Dia mengajakku pulang dengan paksa dan setelah adu mulut yang jadi tontonan teman-teman kantor, akhirnya aku terpaksa ikut mobil sarana dia setelah adu keras membanting pintu mobil. Beberapa hari kami tidak bicara hingga akhirnya tiba di titik jenuh dan malam itu dia menjemputku dan kami bicara di teras belakang kontrakannya dari hati ke hati apa yang salah selama kami bersama. Dan jujur saja saat itu adalah untuk pertama kalinya aku menangis di depan pria selain bapakku.
Di kantor teman- teman yang melihat tontonan gratis pertengkaran kami sore itu, ada yang terang-terangan membujuk kami baikan. Baik yang sendiri maupun pas kumpul rame-rame.
"Mbak, masih marahan toh sama pak Awan? Jangan lama-lama mbak nanti jamuran". Justru teman-teman dari tim survey yang semuanya pria yang gemas dengan itu semua, karena tanpa aku jelaskan pun mereka tahu apa yang sedang terjadi.
"Siapa yang marahan, kita itu lagi main drama".
"Drama dari Hongkong, tak kasih tau ya mbak pas kalian berantem itu ada yang terhibur sekali karena berhasil bikin sampeyan dan pak Awan ribut".
"Gapapa sesekali kasih tontonan gratis yang menghibur buat kalian". Aku beranjak dari pantry dengan segelas teh panas yang masih mengebul asapnya. Dan sialnya sampai ruangan pun masih di interview lagi soal drama yang sudah beberapa hari berlalu itu.
"Nenk masih berantem sama mas gondrong?" Ok, sejak kapan Aa Firman jadi ikutan kepo masalah pribadiku.
"Jangan lama-lama berantemnya, nanti ketularan jadi jomblo loh kaya Firman". Kali ini saya beneran ngakak dengar ucapan bang Andry yang memang mutlak benar bahwa si Ridho Rhoma KW ini masih jomblo tulen. Malu sama umur Aa.
Biarlah mereka berasumsi sendiri tentang hubungan aku dan mas Awan, karena faktanya kami sudah berdamai dan genjatan senjata karena selama di mobil berdua, mas Awan sudah memutar lagi lagu yang nyindir habis diriku yaitu C I N T A dari Bagindas. Lebay? Dia mah bodo amat selama sedang mendengar dan menyanyikan lagu itu cuma ada aku dan dia.
Setelah masalah aku dan mas Awan kelar, masih ada masalah lain di kantor yang sepertinya sengaja di buat buat entah untuk apa, dan akhirnya aku tahu ternyata ini "hanya" masalah hati yang tak tersampaikan kepada mas Awan. Hingga suatu hari entah ngajak perang terbuka atau bagaimana, oknum yang selama ini sembunyi dan menjadi api tiba-tiba menabuhkan genderang perang dengan mengacak acak absensi ku di GA. Bukan lagi berupa dugaan tapi barang bukti sudah di tangan. Hari itu juga tanpa bicara basa basi aku tempelkan tulisan di meja kerjanya dengan kertas A3 : KALAU ADA MASALAH SAMA SAYA SILAHKAN BICARA DAN HADAPI SAYA LANGSUNG, MAU BERDUA ATAU MAU JADI TONTONAN ORANG BANYAK?. Tak ada respon dan jawaban tapi dari sikap sang oknum aku tahu dia menanggung malu karena tulisan itu semua orang bisa melihat & membacanya, dan orang-orang juga tahu aku yang menempelkannya. Sebenarnya aku malas berbuat demikian tapi jengah juga di musuhi tanpa tahu salahku dimana.
Sejak saat itu, mas Awan malah seperti sengaja jika sedang jalan berdua, menggandeng tanganku gak peduli itu di dalam kantor sekalipun. Duh, takut aku hilang ya mas.
Dan hari ini seperti biasa mas Awan datang ke kantorku mengajak makan siang bareng. Biasanya kami bertiga atau berempat bersama driver dan temannya tapi siang ini tidak ada yang ikut alias kami hanya berdua. Hingga di pertengahan jalan menuju tempat makan, mas Awan memutar lagu band favorit dia Sheila On 7. Bukan JAP atau Kita yang jadi favorit dia tapi sebuah lagu yang entah kenapa membuat suasana di mobil jadi awkward. Mobilnya dia tepikan dan selama lagu "Hingga ujung waktu" mengalun dia tidak melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Dan begitu lagu itu berakhir tanpa melihatku dia mulai bicara.
"Yang, kamu mau nggak menemani aku hingga ujung waktu? ".
Sedetik
Dua detik
Tiga detik
Hingga entah sudah berapa menit otakku masih mencoba mencerna apa maksud ucapan dia. Kenapa otakku mendadak jadi tumpul tak bisa mikir.
"Sudah jangan terlalu di pikir terlalu keras, besok bapakku datang dari Jogja, dan akan ke rumah ketemu orang tuamu". Dia menjalankan mobilnya lagi seolah olah tak terjadi apa-apa, sedang diriku masih saja blank. Hingga akhirnya hanya bibirku tertarik keatas setelah kesadaran otakku kembali normal.
Siang ini terasa terik karena sang surya sama sekali tak memberi belas kasih pada buminya, tapi entah kenapa aku justru merasa kesejukan yang menjalar ke hati.
Perjalananku dan mas Awan yang sebenarnya baru akan di mulai, tak perlu memikirkan atau mengkhawatirkan apa yang akan terjadi di masa depan. Biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya hingga ujung waktu.
-- the end --
Biografi penulis
Bunda Kiran atau lebih ngehits kami memanggilnya Mama Lintang, Lisheva Umiati. Ibu dua gadis mungil yang saling bertolak belakang ini adalah menteri rusuh di lapak Pecinta Ibnu Squadd. Kenal melalui sosmed dunia orange hingga akhirnya bisa meet up di dunia nyata.
Hobbi banget ngartiin lagu anak anak yang membuat kami ngakak setiap malam dan tentunya, manager abadi dari Lintang yang selalu konser setiap tengah malam ini selalu menemaniku menulis.
Laf--laf--laf
Still wanna be a member of men in Red again? 😂😂
Thanks udah bergabung dilapak ini 👏👏👏
Yang lain mana ini tulisannya...tetep yaaa aku tunggu di email
Caaaooooo 💋💋
Blitar, 21 Juli 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top