🍒 Cucu untuk Ibu

a stories by Stroopsbaby

✏✏

"Di, pokoknya ibu cuma mau cucu laki-laki. Titik!"

"Iya, ibu berdoa aja supaya Mai memang mengandung anak laki-laki, cucu yang ibu mau." sahut Hardi seiyanya menanggapi celotehan sang ibu.

Mai yang sore itu baru saja pulang dari rumah sakit tempatnya bekerja masih di dalam kamar usai berganti baju, Mai hanya bisa mendengarkan saja suara Hamidah, ibu mertuanya sedang berbicara dengan anak lelakinya yang tak lain ada suami Mai. Dengan hati bergetar ingin melawan, namun Mai hanya bisa diam di balik pintu kamarnya.

"Astagfirullah..." gumam Mai sambil mengusap perut besarnya, Mai tengah hamil tujuh bulan saat ini. Sejak menjelang pernikahannya dengan Hardi beberapa bulan yang lalu, ia sudah tahu bahwa ibu mertuanya hanya menginginkan cucu laki-laki saja sebagai penerus keluarga Prayuda, syukur kalau bisa dapat sepasang kembar laki-laki.

Mai masih berusaha menerima dengan logikanya dan enggan menggali lebih jauh lagi tentang mengapa ibu mertuanya itu hanya menginginkan cucu laki-laki saja.

Masih dengan wajah sendu, Mai terus mengusap perutnya karena si bayi mengajaknya bermain. Satu yang ada di kepala Mai saat ini yaitu takut, takut jika yang lahir nanti bukanlah sesuai keinginan ibu mertuanya. Tapi terlepas dari apapun, Mai tetap menerimanya.

"Apapun kamu nanti sayang, Mama akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga kamu. Mama akan tetap sayang kamu." gumam Mai pelan sambil merasakan pergerakan demi pergerakan di dalam sana seperti sudah tak tahan ingin keluar.

"Sabar ya nak, sebentar lagi." Mai terus bermonolog sampai suaminya itu datang dan duduk di sampingnya ikut mengusap perut besar itu.

"Eh." Mai lalu tersenyum, ia tak sadar jika suaminya datang. Ternyata daritadi ia melamun.

"Kamu kenapa?" tanya Hardi lembut.

Mai menggeleng.

"Jangan pendem sendiri, ada apa?" tanyanya sekali lagi membuat Mai menarik napasnya.

"Maaf mas, aku cuma takut. Takut kalau aku nggak bisa memenuhi semua keinginan Ibumu, karena biarpun seorang dokter sekalipun, aku nggak bisa memilih jabang bayi yang mau aku lahirkan perempuan atau laki-laki." ujar Mai pelan namun berhasil membuat Hardi terhenyak.

Hardi hanya membungkam tak bisa menanggapi, ia meraih Mai dan memeluknya dan berharap apa yang ditakutkan Mai tidak akan terjadi.

🌿
.
☘️
.
🍀
.
🌱

Dua bulan berlalu, Mai yang sudah merasakan mulas sejak dini hari langsung di bawa ke rumah sakit tepat setelah shubuh pagi itu juga. Mai terus menggumamkan istighfar dan rapalan semua doa yang ia bisa saat rasa sakit terus menderanya sampai pembukaan sempurna.

Mai mengeluarkan semua tenaganya dengan Hardi di sampingnya terus menggenggam tangan Mai. Jerit sampai teriak hingga gumaman Hamdallah terdengar di ruang bersalin bersamaan dengan suara tangis melengking si bayi mungil.

Tangis haru tak terbendung lagi, Hardi memeluk Mai yang masih terbaring lemah terengah akibat semua tenaganya terkuras habis namun semua itu sebanding dengan apa yang di dapatkannya kini.

"Selamat ya ibu, bapak. Si cantik sudah lahir." kata dokter yang menangani Mai lalu menyerahakn bayi itu agar bisa dipeluk ibunya.

Mai lantas memeluk si bayi yang langsung tenang begitu bersentuhan dengan kulitnya. Usapan di punggung dan tangan bayi mungil itu membuatnya tenang, kedipan mata mungil serta sesekali menguap membuat Mai melupakan kenyataan yang akan di hadapkan padanya setelah ini.

Hardi tak peduli dengan konsekwensi yang akan diterimanya setelah ini, yang terpenting anak dan istrinya selamat setelah bertaruh nyawa.

"Mas, dia perempuan." gumam Mai menatap suaminya setelah ia di pindahkan ke ruang perawatan.

Hardi menghela napasnya. "Aku tahu, bagaimanapun juga dia anakku. Darah dagingku, tak peduli lelaki atau perempuan, apapun permintaan ibu nanti, Mas akan terus disampingmu."

Mai hanya bisa menangis sambil terus menggendong bayi mungil berambut tebal yang belum memiliki nama itu. Mai bahkan lupa memikirkannya.

"Aliya." gumam Mai. "Mas, aku akan kasih nama dia Aliya, artinya kebahagiaan. Mas punya tambahan untuk nama tengahnya?"

Hardi mengangguk lalu mengusap pipi gembil putrinya itu. "Aliya Ariana Nindita." tambahnya kemudian menggendong Aliya yang seketika terbangun saat tangan Papanya terasa.

"Papa akan mencoba untuk mempertahankanmu sayang." gumamnya, tangan mungil Aliya menggenggam jemari Papanya erat.

Namun kebahagiaan itu sirna ketika Hamidah datang dengan amarah yang begitu kentara di matanya saat tahu cucu yang ia idamkan selama ini lahir dan berjenis kelamin perempuan.

Mai pasrah mendengar semua repetan dan umpatan sang ibu mertua dan terang-terang mengatakan di depan mukanya akan mencarikan Hardi istri baru. Aliya yang kaget jadi ikut menangis di pelukan Mai, belum hilang rasa sakitnya melahirkan kini ditambah sakitnya di caci maki.

"Astagfirullah..." ucap Mai ketika debam suara pintu memggema di ruang rawatnya.

Belum kering luka kehilangan orang tua Mai rasa saat dirinya hamil empat bulan, kini kehilangan akan mengancam dirinya kembali dengan putrinya sebagai taruhan.

"Maafin ibu ya sayang." ucap Hardi di tengah-tengah tangis Mai yang terasa begitu menyesakkan hati saat Aliya sudah kembali tertidur di basinetnya.

Mai menggeleng. "Ibu benar mas, silakan mas cari yang lain jika itu bisa membuat Ibu senang, aku dan Aliya yang akan pergi." jawab Mai sambil terisak.

Kini Hardi yang balik menggeleng. "Aku akan tetap sama kamu, apapun yang terjadi dan tidak akan menceraikan kamu sampai kapanpun." jawaban Hardi semakin membuat Mai terisak, putrinya takkan di akui sebagai cucu, rumah tangga Mai dan Hardi terancam berantakan akibat ulah ibu mertuanya jika terus seperti ini.

"Aku mau pulang ke Bandung saja." kata Mai.

"Jangan. Stay here, I'm with you." balas Hardi, Mai menggelengkan kepalanya keras.

"Terus aku harus apa? Aku nggak bisa begini terus, Mas!"

Hardi menarik tubuh Mai ke pelukannya, mendengar tangisnya lagi tepat di telinganya membuat Hardi semakin teriris. Kini ia sadar betapa jahatnya sang ibu jika membuat menantunya kesusahan seperti ini.

🍀
.
🌱
.
🌿
.
☘️

Hari-hari berjalan seperti biasa namun suasana di rumah semakin mencekam. Mai mengurus Aliya sendirian, pagi hari di bantu Hardi sebelum berangkat kerja dan sorenya semua Mai yang mengurus. Para pembantu yang bekerja di rumah itu pun tak ada yang boleh membantu Mai jika Hamidah ada di rumah.

Keributan demi keributan terjadi setiap malam, Mai hanya bisa menebalkan telinganya dan berusaha tidak menganggap apa yang terjadi di hadapannya demi kelancaran ASI untuk Aliya.

Aliya kini sudah memasuki usia dua bulan, masa nifas Mai juga sudah selesai namun pertengkaran tidak berhenti sampai...

"Ibuk nggak sudi!! Gimana pun caranya, anak itu harus pergi dari keluarga ini!!"

Kalimat menyakitkan kembali terdengar dan membuat Mai hampir pingsan di kamarnya sendiri jika bukan tangis Aliya yang menyadarkannya. Mai peluk tubuh mungil tak berdosa itu erat-erat.

Seolah paham sang Mama tengah sakit hati, Aliya terus menangis tak henti. "Mama di sini sama Aliya ya sayang jangan nangis nak..." Mai bermonolog, air matanya deras tak berhenti sampai Hardi kembali ke kamar dan memeluk Mai.

"Biar aku aja yang pergi Mas." kata Mai lagi namun Hardi tetap melarang. "Nggak mungkin aku titipkan Aliya ke adikku, dia masih sekolah." lanjut Mai masih terisak.

"Apa kamu nggak ada kenalan lagi yang mau membantu kita mengurus Aliya?"

Mai berpikir sejenak, ia ingat bahwa sahabat dekatnya ada di sini tapi apakah hanya dengan cara itu?

"Kita masih bisa tengok Aliya sesekali."

Keputusan besar harus Mai ambil jika tak ingin sesuatu yang buruk menimpa anaknya, dengan amat sangat berat hati Mai harus menitipkan Aliya pada sahabat dekatnya, Anneke yang seorang pengacara.

"Maaf kami harus merepotkanmu, An." kata Mai berusaha tegar sambil menyerahkan Aliya yang tengah pulas tertidur.

"Tapi ada apa, Mai, Di? Aliya baru saja lahir."

"Ada sesuatu hal yang belum bisa kami jelaskan." ujar Hardi. "Sesering mungkin kami akan kesini menengok Aliya."

Anneke terpaku dan langsung jatuh cinta begitu menatap wajah mungil nan cantik yang kini berada di dekapannya. Anneke berusaha berbaik sangka pada Mai dan Hardi dan berjanji akan mengurus Aliya sebaik yang ia bisa.

"Ini ada dokumen juga sedikit uang untuk keperluan Aliya, popok dan susu juga sudah aku siapkan." Hardi menyerahkan amplop panjang berwarna coklat pada Anneke.

Tak ingin berlama-lama meratap, Mai dan Hardi segera meninggalkan si kecil bersama ibu barunya.

Sakit hati Mai, luka tak berdarah terasa mencabik hatinya. Mengapa semua kebahagiaan terenggut darinya seolah Tuhan sedang menguji sejauh mana Mai mampu bertahan.
.
.
.

Sepulang kerja Mai dan Hardi sebisa mungkin menengok Aliya meskipun tak bisa lama-lama. Desakan dari ibu mertuanya untuk segera hamil kembali membuat Mai semakin tertekan namun tanpa di sangka, Hardi mendapatkan tawaran pekerjaan di luar negeri.

Bayang-bayang Aliya akan segera kembali padanya sudah di depan mata namun semua itu kembali sirna saat ibu mertuanya malah akan berkunjung ke New York setiap beberapa bulan sekali dan hal itu kemudian terjadi.

Mai dan Hardi pergi tanpa sempat pamit pada Aliya dan Anneke karena sibuk mengurus dokumen tinggal di sana serta mencarikan pekerjaan baru untuk Mai di salah satu rumah sakit.

Berbulan-bulan berjalan, Hamidah mengunjungi anak dan menantunya di sana dan berharap agar Mai segera hamil kembali. Semua metode untuk dapat hamil sudah Mai coba hingga ia kelelahan sendiri dengan semuanya.

Keluhan Mai justru memantik api amarah Hamidah dan pertengkaran kembali terjadi. Mai menebalkan kembali telinganya berharap semua ini akan segera berakhir dengan sendirinya.

"Allah... Tak ada yang lebih sakit dari sakitnya kehilangan anak. Ya Rabb, kuatkan imanku. Akhir semua ini dengan indah. Ya Allah, lindungi anakku, jadikan ia sholeha dan jauhkan semua marabahaya saat aku jauh darinya..."

✏ -- the end -- ✏

Biografi Penulis
Asyifa Ramonovara, biasa dipanggil Ifa, usia 21 tahun. Penyuka Stroopswaffle khas Negeri Kincir Angin.

Aktif menulis sejak tahun 2012 dan tengah mencoba mempublikasikan karya fiksi keluarga di platform novel online Wattpad sejak 2016 lalu.

See the real Ifa, find her on instagram @AsyifaElramonav and her wattpad's account @stroopsbaby

Masih gantung???? Silakan yang penisirin berkunjung ke lapak penulis Unspoken Truth 😂😂

Thanks for joint us neng Ifa

Yang lain tetep ya ditunggu di email
marentin_niagara@yahoo.com

Caaaoooo 💋💋
Blitar, 24 Juli 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top