🍒 Cinta dan Setir Bundar

a stories by @MarentinNiagara

✏✏

Mutasi dan rotasi besar besaran dan serempak membuat kelabakan seluruh pegawai. Apalagi yang mendapat jatah paling jauh. Bisa cemut cemut tuh kepala.

Pegawai Officer, sebuah perusahaan berplat merah milik pemerintah ini memang tersebar di seluruh nusantara. Bukan hanya pegawai pria, pegawai wanitapun berperan serta juga untuk di mutasikan. Mengingat untuk menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan fraud, melencengnya code of conduct sebuah perusahan terlebih juga karena supaya tetap terciptanya good corporate governance. Apakah itu? Semua pegawai level pemerintahan pusat, provinsi, dan daerah tingkat II pasti sangat mengerti apa arti dari semuanya. Apalagi untuk pegawai di bawah naungan perusahaan milik negara yang mencari penghidupan selayaknya perusahaan swasta.

"Pah, memangnya kita harus ikut Papa pindah juga ya?" Tanya Attar pada suatu ketika sang ayah meminta semua keluarganya untuk mempacking barang barang yang harus dibawa untuk kepindahan Buya Abdulah Zain

"Terus kamu di Jakarta sama siapa? Mama dan semua adikmu ikut papa pindah ke daerah"

"Lantas sekolah Attar? Attar bisa kost Pah di sini ayolah, di daerah itu pasti nggak seasyik seperti di Jakarta yang apa apa kita inginkan sambil merem juga ada"

"Ya ikut pindah, tidak mungkin kami meninggalkanmu disini sendirian Attar. Tidak!! Papa tidak suka kamu jadi pembangkang. Di daerah itu justru lebih nyaman, tidak macet, tidak bising seperti di Jakarta"

"Ayolah Pah, apa kata dunia kalau nanti Attar jadi kudet."

"No Bargaining Attar, rapikan barang barangmu !!! Atau kamu tidak akan punya apa apa di sana nanti"

Mungkin itulah adu mulut saat Attar menolak ikut papanya yang kini dipindahtugaskan dari Jakarta ke Blitar. Kota kecil yang kata orang jauh dari peradaban dan hanya terkenal karena jasad sang proklamator bangsa bersemayam di kota yang disebut warganya sebagai kota patria ini.

Berubah menjelma sebagai orang desa yang jauh dari hingar bingar perkotaan yang begitu dasyatnya. Attar yang semula sangat menentang keputusan ayahnya kini justru paling bersemangat ketika hendak memasuki sekolah barunya.

"Pagi sekali kamu Tar? Belum juga jam 6.30 kamu sudah siap dengan seragam putih abu abu"

"Iya Ma, keburu macet nanti"

"Mana ada Blitar macet? Yang ada itu di Blitar justru adem ayem." Kata Riana, ibunda Attar.

"Mama tau aja, Attar mau naik sepeda Ma. Itung itung olahraga"

"Loh ya, HR-V kamu kan sudah sampe kemarin dibawain kurir sama Papa. Terus mau naik sepeda, sepedanya siapa?"

"Nggak papa Ma, biar di garasi aja. Itu sepedanya pak Diman nganggur"

"Eh jangan sembarangan loh, nanti kalau Pak Diman butuh repot dia, sekolahmu kan pulangnya sore."

"Attar sudah bilang pak Diman Mah. Pokoknya mama tenang aja, Attar sewa ini bukan pinjam biasa." Kata Attar sambil berlalu meninggalkan mamanya yang masih duduk di ruang makan.

Ayahanda Attar memang sekarang bertugas di sebuah perusahaan dagang yang ada di kota Blitar. Sebagai kepala cabang tentunya mendapatkan fasilitas yang lumayan dari kantornya.

Dulunya sebagai anak, mungkin Attar termasuk golongan penuntut. Melihat teman temannya yang memiliki dan mendapatkan berbagai macam fasilitas dari orang tuanya diapun menginginkan hal yang serupa. Bahkan dahulu Attar lebih senang menggunakan mobil ke sekolah karena dipandang lebih macho dan lebih gaya.

Namun ketika kemarin dia mulai memasuki sekolah baru dengan teman teman yang baru, sepertinya pendapat itu mulai dia singkirkan. Attar justru tidak ingin teman temannya mengetahui siapa dia yang sesungguhnya. Dia hanya tidak ingin punya teman teman modus seperti di sekolah terdahulunya.

Mata Attar memang mata laki laki, hidup di ibukota dengan beraneka gaya dan rupa membuatnya dengan cepat bisa memilih mana cewek yang bisa di dekati ataupun tidak.

Sonya, cewek berpenampilan modis dengan rambut di bawah bahu itu memang sangat luar biasa. Adrenalin Attar tertantang untuk bisa mendekatinya setelah teman sebangkunya memberikan riwayat berapa kali Sonya menolak cinta mereka.

"Jangan panggil gue Attar brow kalau nggak bisa ngedapetin itu cewek"

"Belagu deh kamu. Tampang boleh mantan orang kota. Emangnya kamu punya modal apa untuk ngedeketin dia? Ke sekolah naik sepeda aja mau ngedeketin. Mana sepedanya butut lagi." Seperti tamparan di muka Attar. Memang selama ini kalau ke sekolah Attar menggunakan sepeda pak Diman. Tapi bukankah cinta itu tidak memandang stang sepeda dan juga setir bundar?

"Sembarangan, biar butut itu dulu juga belinya pake duit bukan pake daun." Kesal Attar akhirnya meninggalkan Tomi teman sebangkunya.

Attar yang berbeda kelas dengan Sonya berusaha untuk bisa berkenalan dengannya. Mulai menanyakan tentang kegemarannya kepada teman teman dekatnya. Kemudian apa yang tidak disukai Sonya terlebih dulu Attar survey untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan.

Hingga tiba suatu hari saat semua teman teman Attar sekelas menyaksikan dan memasang taruhan untuknya bisa diterima oleh Sonya atau justru di tolak Attar dengan begitu santainya membawa sekuntum mawar merah untuk mengungkapkan perasaannya kepada Sonya.

"Hai, pagi Sonya."

"Hai Attar. Tumben sendirian aja biasanya rame rame"

"Iya sengaja emang sendiri. Mau ada perlu sama kamu. Kira kira kamu ada waktu nggak?" Tanya Attar saat Sonya membalas sapaannya dengan sangat lembut.

Seiring berjalannya waktu memang Attar dan Sonya sudah berteman akrab, sangat akrab mungkin bisa dikatakan seperti itu. Setiap hari rasa rasanya mereka selalu berjalan bersama bahkan sudah banyak yang berkata bahwa mereka bak pasangan yang sulit untuk dipisahkan.

"Boleh, memangnya apa yang bisa aku bantu?" Tanya Sonya.

"Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Namun yang jelas aku nggak bisa bohongin hati aku terlalu lama. Aku suka sama kamu Sonya. Maukah kau menerimaku menjadi pacarmu?" Attar benar benar mengungkapkan perasaannya kepada Sonya. Dari awal memang mata lelakinya telah tertuju kepada wanita modis yang menjadi primadona di sekolah SMA paling pavorit di kota patria ini.

Hening sesaat hingga akhirnya suara tepuk tangan dan riuh rendah terdengar dari balik tembok yang dikira Attar tidak ada orang disana.

Dengan banyak senyuman bahkan ada juga yang merubah raut mukanya dengan kecewa, sahabat sahabat Sonya menghampiri Attar dan Sonya.

"Benarkan Sonya, kita menang taruhan ini. Attar benar benar mengungkapkan perasaanya kepadamu. Hei kalian yang kalah ayo sini traktirannya untuk kami" Jadi selama ini Sonya hanya berpura pura mau berteman dekat dengan Attar hanya karena dia bertaruh dengan teman temannya. Sonya juga justru bergabung dengan mereka dengan sebelumnya mengucapkan sesuatu kepada Attar.

"Maaf Attar, kamu orang baik tapi bukan seleraku. Aku nggak bisa ke sekolah di bonceng dengan sepeda bututmu. Maaf yah. Lagian kemarin si Rendi juga ngungkapin perasaannya kok kepadaku. Kalau harus milih si, aku milih Rendi yang kemana mana bawa mobil dibanding kamu yang cuma___maaf, sepeda butut." Ucap Sonya dengan penuh kepuasan. Tanpa dia sadari di ujung koridor tempat dia berbicara dengan Attar ada sepasang telinga yang sedari tadi mendengarkan dan juga melihat mereka berdua.

Muka Attar tentu merah padam. Dia sudah dengan pedenya bahwa dia bisa membuktikan bahwa apa yang selama ini dia dengar adalah kesalahan. Sonya bisa menerima keadaannya meski dia bukanlah seorang yang kaya. Tapi dengan ketulusan dan keramahannya dia bisa menaklukkan hati sang primadona. Ternyata Attar salah. Sonya tetaplah seorang wanita yang memandang segala sesuatunya berdasarkan materi.

"Terimakasih ya Attar. Kamu sudah cukup membuktikan kepadaku bahwa memang kamu pantas untuk aku perjuangkan. Sudah, tidak perlu dilanjutkan lagi sandiwara bahwa kamu mencintai Sonya. Kita semua percaya kepadamu." Tiba tiba tanpa Attar sangka suara perempuan yang selama ini selalu dia abaikan keberadaannya membantunya untuk berdiri dari rasa malu.

Hifza Nafriski, teman sekelas Attar yang terkenal sebagai seorang kutu buku dan sangat membatasi diri dalam bergaul dengan laki laki. Ramah namun sangat memberikan batas.

Tiba tiba teman teman Attar ada di balik Hifza. Semua memberikan ucapan selamat kepada Attar dan bersalaman seperti selayaknya laki laki yang tengah memenangkan suatu perlombaan.

Sonya yang semula sangat bahagia menjadi tercengang. Harusnya dia yang bisa memberikan surprise untuk Attar mengapa justru dia yang merasa menjadi sebuah boneka yang bisa dipermainkan.

Sonya berlalu diiringi tawa oleh teman teman Attar. "Huh dasar cewek matre, pergi sana ke laut aja"

Sedih dan kecewa tentu saja dirasakan oleh Attar. Bagaimana tidak, perasaannya tidak bisa tersampai bahkan dikata bertepuk sebelah tangan. Bagaimana mungkin?

"Sudahlah brow, S ajalah. Cewek macam Sonya itu tidak patut untuk dicintai. Untung tadi ada Hifza, dia yang manggil kita kita dan secepatnya nyusun rencana kalau kamu dipermalukan oleh Sonya." Kata Tomi

"Hifza__?" Attar seperti tersentak teringat akan sesuatu. Dia bahkan belum mengucapkan terima kasih kepada temannya yang satu itu.

Sepulang sekolah sengaja Attar menunggu Hifza yang selalu pulang paling akhir diantara teman temannya yang lain.

"Hifza__"

"Attar__?" Hifza yang terlihat lain tanpa kacamata yang selalu dia kenakan membuat Attar sedikit cengo.

"Attar, kenapa kamu belum pulang?" Hifza kini menggerakkan tangannya di depan muka Attar. Dia telah mengenakan kaca matanya kembali. Sepertinya Attar sedang melamun.

"Eh, itu__aku mau ngucapin terima kasih soal tadi" Attar menjadi salah tingkah saat dia tahu kalau Hifza mengetahui dia sedang melamunkan sesuatu.

"Sudah lupakan saja, sebagai teman bukankah kita wajib tolong menolong? Lagian aku juga tidak terlalu suka dengan sikap Sonya. Gayanya bak seleb kelas dunia saja"

"Iya juga sih, bytheway acting kamu tadi ok loh. Berbakat juga jadi artis. Itu kenapa kacamata nggak dilepas saja sih, cantikan nggak pake kaca mata malah." Kata Attar dengan entengnya.

"Yah kalau nggak pake kacamana mana bisa aku lihat dengan jelas"

"Lalu kenapa tadi dilepas? Eh kamu pulang naik apa?" Tanya Attar

"Aku? Emmm___", Hifza mulai bingung menjawab pertanyaan Attar. Karena biasanya dia dijemput oleh sopir papanya sepulang sekolah. Hanya saja tidak di depan gerbang sekolah tapi agak jauh sedikit. "Aku biasanya jalan kaki, ya jalan kaki."

"Rumah kamu dimana? Jauh nggak, aku bawa sepeda, kalau kamu mau bisa aku antar. Itupun kalau kamu nggak malu sih." Kata Attar yang semula semangat menjadi menciut di akhir kalimatnya.

Seketika tawa Hifza langsung membahana. Dia tidak ingin mengecewakan teman sekelasnya itulah yang menjadi alasan mengapa Hifza akhirnya menerima tumpangan boncengan sepeda dari Attar.

"Rumah kamu dimana?" Tanya Attar sambil mengayuh sepedanya.

"Itu perempatan depan belok kiri, ada gang ke kanan rumahku masuk gang situ." Ucap Hifza yang entah menunjuk rumah siapa disana nantinya.

"Sudah sampe depan gang saja. Makasi ya Tar sudah anterin." Kata Hifza saat Attar menurunkannya di depan gang.

"Woles, ya sudah aku balik dulu ya. Besok pagi mau aku jemput? Jauh loh kalau harus jalan kaki"

"Nggak usah, itung itung olah raga di pagi hari biar sehat", kekeh Hifza.

Sejak insiden penolakan cinta Attar kepada Sonya membuat Attar akhirnya bisa dekat dengan Hifza. Dari Hifza Attar belajar banyak tentang filosof kehidupan. Ternyata selain cerdas di kelas Hifza adalah seorang wanita yang begitu mandiri, dan sangat berbudi.

Lima bulan berlalu, Sonya masih juga sering bergonta ganti pasangan. Dari yang membawa honda, suzuki, daihatsu, toyota. Aduh itu pacar apa showroom, jangan jangan pacarnya cuma sales mobil yang memang setiap hari mobil yang ditawarkan ke pelanggan berbeda beda.

Pengumuman untuk camping untuk mengisi liburan semester telah terpampang jelas di mading. Semua siswa diharapkan bisa ikut mengingat acara itu di pergunakan sebagai acara kearaban antar tingkatan.

Pusat acaranya memang diadakan di luar kora Blitar, tepatnya di perkebunan teh Sirah Kencong. Jalan dari Blitar menuju ke Batu Malang. Berjarak 25 km dari pusat kota Blitar.

Attar dan seluruh pengurus OSIS memang diminta panitia untuk berangkat terlebih dahulu. Menyiapkan seluruh keperluan yang dibutuhkan disana nantinya.

Ada sebuah mobil OSIS yang bisa dipakai untuk mengangkut semua perlengkapan dan juga pengurus intinya.

"Hif, besok kamu bareng aku aja yah. Kita berangkat dulu sekalian bantuin teman teman nyiapin di sana." Kata Attar saat sehari menjelang keberangkatan mereka.

"Aku bukan pengurus OSIS, Tar. Ntar yang ada aku malah diketawain disana"

Tiba tiba Sonya lewat dihadapan mereka dan mencibir. "Mau berangkat dulu juga nggak papa sih, ke Sirah Kencong naik sepeda butut. Kalau aku sih ogah. Enakan naik honda Jazz lah, si Amir kan bawa honda Jazz besok." Amir adalah pacar Sonya yang baru. Setelah kemarin dia putus dengan Rendi yang hanya memiliki mobil Honda Brio.

"Besok kita juga naik honda ya Hif." Selorok Attar.

"Honda Jazz?", tanya Hifza sedikit kencang.

"Bukan, Honda Beat", kemudian Attar dan Hifza tertawa bersama yang membuat Sonya semakin emosi.

Setelah kepergian Sonya, tiba tiba keheningan melanda Attar dan juga Hifza. Hanya desau angin yang sedikit menampar muka mereka berdua hingga rambut Hifza menari dengan indahnya.

Attar juga membisu dalam kebekuan katanya. Hingga gerakan tangan Hifza menyadarkannya untuk segera mengungkapkan perasaannya.

"Tunggu Hif. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu." Sanggah Attar

"Apa itu?"

"Aku suka sama kamu, entah sejak kapan rasa itu bermula. Cowok bersepeda butut ini mulai mencintaimu. Kamu mau jadi pacarku?" Tiba tiba Attar mengungkapkan isi hatinya dengan jelas tanpa ada yang tertinggal.

Hifza yang memang sudah sedari awal menaruh rasa kepada Attar sangatlah bahagia. Dengan sedikit malu malu dia menganggukkan kepalanya.

"Tapi aku nggak punya mobil loh." Kata Attar

"Aku nggak butuh"

"Sepedaku butut loh." Tambah Attar lagi

"Aku nggak peduli"

"Jadi___?"

"Kalau cinta itu hanya memandang setir bunda saja, itu loh ledok dan selep gabah juga setirnya bundar, aku nggak butuh itu. Aku hanya ingin kita bisa bahagia dengan apa yang kita punya dan kita bersyukur untuk itu. Kita boleh bersaing tapi di bidang prestasi, bukan bersaing karena harta yang bukan milik kita. Untuk apa?" Jawab Hifza yang membuat bibir Attar melengkung ke atas.

"Kamu akan menerima bagaimanapun nantinya aku dan keluargaku kan?" Tanya Attar memastikan sekali lagi

"Tentu, karena kamu juga pasti akan menerimaku dengan semua kekuranganku" jawab Hifza

"Iya"

Resmi sudah mereka berdua menjadi sepasang kekasih hari itu.

Malam harinya, keluarga Buya hendak menerima tamu istimewa. Rekan setingkat Buya yang membawahi department lain di salah satu peruhaan milik negara yang ada di kota Blitar. Rizky Irawan, tidak tanggung tanggung rencananya bapak dua anak ini juga akan membawa serta seluruh anak dan istrinya.

Riana menyambut dengan sangat gembira.

Ketika tamu hadir, Attar nampak juga di samping ayahnya berdiri untuk menyambut keluarga Pak Rizky. Matanya terbelalak seketika saat menangkap sosok perempuan di belakang istri pak Rizky.

Sorot mata yang pernah dilihatnya lima bulan yang lalu. Sorot mata milik seseorang yang selalu ditutupi dengan kaca mata tebal namun malam ini terpancar sempurna.

"Hifza"

"Attar"

Singkat cerita, pertemuan yang sedianya untuk membicarakan silaturahim antar kepala cabang berubah haluan menjadi silaturahim keluarga yang intinya menjadikan Attar dan Hifza sebagai tokoh utamanya.

"Sudah siap semua?" Tanya Attar saat kini dia menjemput Hifza di rumahnya bukan dengan sepeda butut atau honda beat. Melainkan dengan HR-V merah miliknya sejak setahun yang lalu.

"Sudah, ayo berangkat"

Keduanya memang sepakat menutup identitas untuk bisa mengetahui teman yang tulus dan modus.

Hingga sampai pada akhirnya keduanya telah tiba di sekolah dengan selamat, membuat sebagian besar siswa bertanya tanya.

Tidak ada yang diperbolehkan membawa kendaraan pribadi kecuali panitia dan pengurus OSIS. Namun tiba tiba di tempat parkir utama berhenti sebuah Honda HR-V merah.

Ratusan pasang mata melihat dengan sangat detail siapa yang keluar dari pintu belakang kemudi. Saat tubuh tegap Attar lengkap dengan kacamata ray ban yang dia kenakan dan juga pakaian casual yang begitu pas di badannya yang keluar dan juga Hifza yang berpenampilan sangat menarik keluar juga dari pintu sisi kemudi membuat semuanya melongo tidak percaya.

Si 'sepeda butut' berubah tiba tiba menjadi pangeran gagah dengan setir bundar.

"Itu Attar, sepeda butut bukan sih?" Tanya Sonya yang telah berada di dalam mini bus yang akan membawanya ke Sirah Kencong.

"Iya, gila. Ternyata dia anak orang berada cuy. Tuh lihat gayanya dia sekarang jauh banget dari kemarin kemarin yang culun kek anak orang miskin" Aulia sahabat Sonya menimpali.

"Sumpah ya, aku musti dapetin Attar hari ini juga." Sonya menutup percakapan mereka dengan hati yang membara.

✏ -- the end -- ✏

Blitar, 31 Juli 2019

Mana yang nulis, yang nulissss inihhhh mana???? 😂😂😂😂

Silakan kirim ke email author ke
[email protected]

Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.

Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top