stories by @MarentinNiagara
✏️✏️
"Apa yang membuatmu masih meragu untuk melangkah?" pertanyaan itulah yang selalu terngiang di telinganya kini. Keluarga besarnya memang telah lama menghendaki untuk dia segera melengkapkan separuh agamanya.
Dahulu dia masih bisa menghindar dengan alasan ingin melanjutkan spesialis sesuai dengan cita-citanya. Hingga kini dia telah menjadi dokter sub spesialis dan juga sebagai dosen di sebuah universitas negeri di Yogyakarta masih belum terbersit di angannya untuk segera mengakhiri masa lajangnya.
"Umurmu ki wes ra nom meneh wes meh kepala 4. Opo to Ngger sing mbok enteni?" suara ibunda Narni selalu mengusik hatinya manakala tema pernikahan yang selalu diusung dalam setiap perbincangan di keluarganya. - Usiamu sudah tidak muda lagi hampir kepala 4. Apa lagi yang kamu tunggu? -
Dialah dr. Andi Alfarizzy, Sp.OT-K.Spine, Ph.D. seorang dokter orthopaedi dan traumatologi sub spesialis tulang belakang yang kini menjabat sebagai ketua IDI Yogyakarta dan Wadir di rumah sakit daerah Yogyakarta. Jika melihat gelar di belakang namanya, memang Andi masih tergolong sebagai dokter muda dengan seabreg prestasi dan juga memegang peranan penting dalam pekerjaannya serta perkumpulan paling hits yang diikuti oleh seluruh dokter di Indonesia.
Di usianya yang ke 37 dia telah berhasil memberikan tambahan nama panjangnya dengan gelar panjang yang ditempuh bukan tanpa perjuangan.
Namun lagi-lagi, apalah arti seseorang dengan gelar yang begitu sempurna jika dalam perjalanan hidupnya masih belum menemukan pendamping yang bisa melengkapkan separoh agamanya?
Bukan tidak ada yang bersedia, justru mereka mengular bahkan sampai harus orang tuanya menawarkan putrinya untuk bisa dipersunting oleh seorang dokter itu. Tapi sayang seribu kali sayang, setiap ada foto atau perempuan yang datang Andi bisa dengan begitu mudahnya berkelit dan menolak dengan halus. Bukan karena dia tidak menginginkan tetapi ada janji yang masih harus dia tunaikan. Dan sampai saat ini dia masih menunggu keajaiban itu datang menjemput semua mimpinya untuk bersama dengan wanita yang sudah 26 tahun ini menjadi ratu di pelabuhan hatinya.
"Papa, aku main boneka ya. Sama Reyzan dan Kevka."
Sedikit tersentak saat si kecil Ayya meminta izin kepadanya untuk bermain boneka bersama sahabat yang juga saudara sepupu dan sesusunya. Abinayya Kahiyang Alfarizzy, jangan pernah berpikir bahwa bocah kecil yang kini berusia 4 tahun itu adalah anak biologis dari Andi. Ayya adalah salah satu korban bayi yang ditinggal ibunya pergi sesaat setelah dilahirkan di rumah sakit. Hingga akhirnya membuat hati Andi menjadi terbuka untuk mengadopsinya menjadi anak angkat. Mengingat sang kakak juga sedang menyusui Reyzan kala itu sehingga dengan izin dan juga tekad yang bulat dia mengemukakan niatnya untuk mengadopsi Ayya kepada keluarganya.
Awalnya Narni dan juga Agus Wondo-ayahnya kurang menyetujui, namun karena Andi berargumen yang lebih masuk akal hingga semuanya bersedia untuk menerima Ayya menjadi anggota barunya serta Dewinta-sang kakak bersedia dengan tangan terbuka untuk memberikan susunya kepada bayi yang tidak mengenal akan ibunya itu.
"Eh, jangan ambil boneka yang itu. Boneka Adi yang lain kan banyak ambil yang lainnya saja." Suara Andi saat Ayya hendak mengambil boneka beruang berwarna merah yang telah 25 tahun menjadi penghuni tetap lemari itu.
"Ayya pengen main dengan boneka itu, Pa. Mengapa dari dulu dia selalu berada dalam plastik dan tidak boleh dibuat mainan?" namanya juga anak kecil dengan segudang kekepoannya. Namun Andi selalu tersenyum untuk menjawab semuanya.
"Boneka itu milik teman Papa, nanti kalau kita ketemu dengan teman Papa. Adik boleh memainkan bersama Tante itu."
"Bener Pa? Memangnya sekarang Tante itu dimana?" kembali suara Ayya menyentuh sisi hati Andi yang telah dia bekukan untuk sebuah nama.
🌻
🌴
🌵
🌳
Suara senggukan tangis masih juga terdengar. Bukan ini yang menjadi mimpi untuk seorang Bhatari Ratimaya. Ditinggalkan pergi oleh orang yang telah memberikan janji untuk dapat mengarungi bahtera kehidupan bersama. Di usianya yang menginjak 30 tahun ini Aya memang memutuskan menerima pinangan dari seseorang yang dianggap pantas untuk menjadi imamnya.
Namun entah karena alasan apa tepat 5 hari menjelang hari H pernikahannya Andhika Pamungkas menghilang seolah ditelan bumi. Hingga kabar terakhir satu kepastian dari kedua orang tuanya bahwa kini Andhika tengah menjadi seorang buronan polisi dengan tuduhan penggelapan dana kantornya. Kepala jurusan program studi dimana Aya juga menjadi seorang dosen pengajar dia memang santer diisukan sebagai pelaku tunggal penggelapan dana pengadaan fasilitas fakultas yang turun langsung dari kementrian pendidikan nasional dan juga pembangunan fakultas yang tidak sesuai dengan laporannya.
Biji kedondong tak sehalus kulitnya.
Tidak ada yang harus disesali, mungkin hanya rasa malu yang kini menjadi sapaan utama Aya. Dosen akuntansi yang hampir menyebarkan undangan pernikahannya bersama Pak Kajur itu kini menjadi bulan-bulanan di fakultas. Ada yang merasa iba ada pula yang dengan sinis mengejek Aya.
"Ya begitulah kira-kira, mungkin korupsi itu dipakai untuk uang pangkal menikah dengan dosen terbaik di fakultas ini ya?" tanya salah seorang dosen yang disambut gelak tawa lainnya. Padahal mereka tahu bahwa Aya ada diantara mereka.
Dengan hati yang entah seperti apa rasanya, Aya mencoba untuk berpikir positif. Mungkin dengan cara yang seperti itulah teman-temannya memberikan support moral. Terkadang memang sangat sulit untuk membedakan kapan mereka serius atau sedang bercanda ketika berada di luar kelas.
Kini Aya harus bolak-balik memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi. Beruntunglah memang selama ini Aya menjalin hubungan dekat dengan Kajur yang hendak menikahinya itu tidak sekalipun sang Kajur menggelontorkan dana ke rekeningnya. Sehingga dengan jawaban ketidaktahuannya dia tidak tersangkut dengan kasus yang kini sedang diselidiki oleh pihak yang berwenang.
Kecewa, tentu saja. Sebagai manusia biasa tentunya rasa itu selalu ada di dalam benaknya. Pernikahan impiannya gagal tidak lebih dari seminggu sebelum hari H. Rasa malu menjawab para undangan yang datang di hari yang telah tertulis di undangan tersebut. Tapi nasi sudahlah menjadi bubur. Menikmati bubur seenak nasi tentu itu yang sekarang dilakukan oleh Aya dan keluarganya.
Terluka, siapa yang tidak merasakannya. Sekuat apapun hati seorang wanita itu tetaplah selembut kapas. Tergores sedikit saja bisa membuat dia terluka dan tidak akan pernah bisa untuk melupakannya.
"Kamu yakin nduk?"
"Inshaallah, ayah. Aya hanya ingin menenangkan diri dan tentunya bisa mendekatkan diri denganNya. Syukur-syukur nanti di sana Aya bisa menemukan pengganti Mas Andhik sehingga Ayah dan Ibu tidak lagi mendengar gunjingan tetangga memelihara perawan tua seperti Aya sekarang ini." tidak pernah terlintas di benak orang tua Aya bahwa mereka akan menerima cubitan dari Allah sebesar itu.
Sebagai seorang guru yang sekolah dasar, Adhi Prasojo, ayahanda Aya selalu mendidik kebaikan untuk kedua putrinya. Hingga akhirnya Aya menginjak dewasa dan memilih untuk sejalur dengan ayah dan ibunya menjadi seorang gurunya para mahasiswa. Tuntutan pekerjaan dan juga terapan ilmu yang memang harus diraih Aya membuat dia melupakan bahwa wanita memiliki batasan usia untuk bereproduksi.
Pekerjaan dan juga tantangan menjadi yang terbaik itulah yang akhirnya membuat Aya mengesampingkan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang wanita. Hingga di usianya yang ke-29 dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa melawan kodrat sebagai seorang wanita. Melihat teman sebayanya di kampung kini telang menimang putra membuat Aya memutuskan untuk segera mengakhiri masa lajangnya dengan menerima pinangan Andhika, rekan sesama dosen yang dia kenal dan ketahui baik budinya. Meskipun dia telah menyandang status duda namun Aya tidak melihat satu kejelekan dari kepala jurusannya ini. Hingga akhirnya dia mengetahui rahasia besar yang memupus semua mimpinya.
Qodarullah memang mereka tidak berjodoh.
Dua bulan setelah itu Aya akhirnya memutuskan untuk pergi ke tanah suci. Puasa ramadhan kali ini sengaja dipakainya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, satu bulan penuh Aya akan berada di dua kota suci umat Islam, Mekah dan Madinah.
🌻
🌴
🌵
🌳
Ini adalah umroh kesekian kalinya bagi Aya, berada 10 hari di Madinah dan selanjutnya berada di Mekah benar benar memberikan warna tersendiri bagi hidupnya. Tidak lagi memikirkan dunia karena kini dia begitu dekat dengan akhirat. Semua ibadahnya dia tujukan kepada Allah Azza wa Jalla. Kegiatannya setiap hari hanya bermuhrim di masjid dan tidak ada yang lebih indah selain hidup untuk akhirat disana.
Setelah menyelesaikan sa'i di bukit marwah kini saatnya Aya melakukan tahalul. Dia meminta salah seorang teman wanitanya untuk memotong sebagian rambutnya. Karena memang Aya sendiri dalam melaksanakan umrohnya kali ini sehingga dia sangat bergantung kepada Umi travel yang memberangkatkan umrohnya dan juga teman-teman wanita yang lain.
Hari ini adalah hari pertama dilakukan i'tikaf karena sudah memasuki hari ke 20 puasa ramadhan malam ke-21 memang Aya telah merencanakan untuk melakukan umroh pribadi. Bersama temannya satu tim 4 orang, mereka naik taksi untuk menuju ke masjid Al Ayheesa di daerah Tan'im untuk mengambil miqot guna melaksanakan umroh.
Melakukan sholat dua rakaat di Al Ayheesa, kemudian segera melaksanakan thawaf dan sa'i hingga berakhirlah rangkaian umrohnya di bukit Marwah setelah melakukan tahalul. Namun matanya kini menangkap sesosok bocah perempuan usia kurang dari 5 tahun sedang menangis memanggil-manggil papanya.
Aya kemudian mendekati gadis kecil itu kemudian bertanya, "Hai Sayang, kenapa menangis?"
Melihat Aya medekat kemudian mengulurkan tangan si bocah bergerak mundur namun kemudian terhenti dan memandang lekat manik mata Aya. Kemudian bibir mungilnya menyebutkan 'Papa__Papa' dan menangis lagi. Aya kemudian merengkuh dan membisikkan sesuatu di samping telinganya. "Kita tunggu Papa di sini ya, Tante akan temani kamu. Jangan menangis lagi."
Aya langsung berusaha untuk membuat si bocah nyaman berada bersamanya. Sebenarnya dalam benak Aya ada rasa takut, samar jika nanti polisi Arab menangkapnya dengan tuduhan berusaha untuk menculik anak kecil. Tahu sendiri bagaimana di sana Meski dengan sedikit menjaga jarak namun bisa membuat si bocah berhenti menangis.
"Mbak Aya kita mau balik dulu ke hotel, bagaimana ini?" tanya salah seorang dari teman-teman serombongan Aya.
"Aku di sini saja dulu menunggu siapa tahu orang tua anak ini akan kembali ke sini untuk mencarinya. Nanti komunikasi lewat WA saja ya?" jawab Aya kepada teman-temannya.
Sepeninggalan teman-temannya, kini bocah kecil itu bertanya kepada Aya, "Tante namanya Aya juga? Sama denganku dong. Namaku juga Ayya dengan dobel Y." Suara imut yang keluar dari bibir mungil Ayya membuat senyum Aya mengembang sempurna.
"Iya? Mashaallah ini bukan karena kebetulan yang diberikan sama Allah untuk kita berdua ya, Sayang." kata Aya sambil mencium kedua pipi mungil milik Ayya. "Ayya rumahnya dimana? Kesininya sama siapa?"
"Rumah Ayya di Yogyakarta, Tante. Kesini sama Papa dan Uti juga Kakung." jawab Ayya dengan lancarnya. Ada terbersit tanya di hati Aya mengapa bocah cilik ini tidak menyebutkan Mama juga untuk menyertainya. Namun pertanyaan ini segera dianulirnya dengan segera rasanya tidak etis di kota suci ini dia berpikir yang seharusnya tidak perlu dipikirkannya. Hingga akhirnya Aya mengajak Ayya untuk menghapalkan beberapa doa sehari-hari sambil menunggu orang tua atau siapapun keluarga yang mencarinya. Hingga hampir satu jam Aya membersamai bocah kecil berusia 4 tahun itu.
"Ayya___" suara tegas akhirnya terdengar juga di telinga mereka berdua. Karena nama panggilan keduanya sama maka baik Aya maupun Ayya menoleh kepada orang yang memanggil namanya.
Kilatan roll film kembali berputar secara kilat. Dua puluh enam tahun berlalu namun masih sangat segar dalam ingatan keduanya. Bermain bersama, tertawa bersama, bahkan ketika Aya menangis dialah yang menjadi tameng dan pelindung yang senantiasa melindungi Aya dari keusilan teman-temannya.
"Papa__" suara mungil keluar dari bibir Ayya. Kemudian dengan spontan dia berlari menuju ke arah Andi yang kini sedang terkesima. Seolah tidak percaya tetapi nyata. Putri kecilnya kini sedang berkengkerama dengan wanita yang telah 26 tahun ini tidak dia ketahui keberadaanya.
Sorot mata itu masih sama dengan 26 tahun yang silam, senyum, bahkan cara bicaranya masih diingat oleh Andi dengan begitu jelas. Wanita yang selalu menjadi ratu di dalam hatinya. Wanita yang membuatnya menjatuhkan cita-cita dan mewujudkannya sekarang, serta karena wanita inilah yang akhirnya merubah haluan hidupnya untuk cenderung lebih introvert dan menutup semua akses tentang hati dan keinginannya untuk berdekatan dengan kaum hawa.
"Papa, mengapa Papa lama sekali. Untung ada Tante Aya yang menemani Ayya di sini." Kembali celoteh riang dari Ayya mencoba untuk memperkenalkan orang yang telah menolongnya selama dia tidak bersama dengan papanya.
Tiba-tiba terdengar suara wanita yang kembali menyebut nama Aya tapi kini dia tidak memandang Ayya melainkan lurus menatap Aya dengan tatapan rindu dan haru.
Melihat semuanya Aya kembali memutar memorinya. Ingatannya kembali terporos pada satu titik. Dia mengingat tetapi melupakan namanya.
"Budhe Narni, kamu masih ingat? Ini Budhe Narni yang dulu pernah satu kostan di Arosbaya dengan Ayahmu." Mendengar nama sebuah daerah di Bangkalan Madura yang tidak asing lagi di telinga Aya. Karena memang dahulu Aya menghabiskan masa kecilnya di sebuah kecamatan di Bangkalan itu bersama ayahnya kala ayahnya masih menjadi pengajar di SDN Arosbaya 2. Salah satu SD di kecamatan Arosbaya.
"Aya kan? Bhatari Ratimaya? Derremmah kabareh, Bing?" tanya Narni yang kini hendak memeluk Aya. -- bagaimana kabarmu, Bing(panggilan untuk perempuan) --
"Budhe Narni? Pakdhe Agus Ondo?" dua kalimat tanya yang akhirnya langsung membuat air matanya meluncur dengan begitu cepat. Sahabat ayahnya ketika dulu di Madura ini memang pernah satu area kontrakan di rumah pak Klebun.
"Alhamdulillah bhâgus kabhârna." lidah Aya kembali mencoba untuk berbicara dengan aksen Madura yang telah begitu lama dia tinggalkan.
Reuni, itulah yang pas untuk mereka akhirnya. Terpisah selama 26 tahun dan dipertemukan kembali oleh Allah di kota suciNya.
"Dhâddhih Ayya anèko potoh Budhe?" kembali Aya bertanya kepada Narni dan dijawab anggukan olehnya. -- Jadi Ayya ini cucunya budhe --
Andi bergeming dari tempatnya berdiri. Masih mengenakan pakaian ikhramnya. Sekilas Aya melihat ada setetes air mata yang menetes dari laki-laki yang kini tengah menggendong Ayya. Aya mencoba mengingat, apakah ini Mas Andinya dulu? Kalau dilihat dari postur dan perawakannya memang benar itu Andi sesuai dengan ingatannya. Meski sudah 26 tahun berpisah Aya masih ingat dengan pasti bagaimana senyumnya yang selalu merekah ketika bersamanya.
Mas Andi yang selalu ada saat Aya butuhkan, selalu siap sedia membantu Aya, yang selalu membuat Aya tersenyum, yang rela kehujanan demi membelikan makanan yang diinginkan Aya kala itu. Andi adalah cinta kedua Aya setelah ayahnya. Ataukah suami dari mbak Dewinta. Karena sampai detik dimana Aya telah bereuni dengan Narni dan juga Agus Wondo, tak secuap katapun keluar dari bibir lelaki yang kini berada di depannya.
"Budhe adsur, abana Ayya panèka sèrah yâ? rakana Mbak Dewinta?" -- Budhe maaf, ayahnya Ayya ini siapa ya? Suaminya Mbak Dewinta? --
"Dhâddhih abâ'na nder bhender loppa? Arèya Mas Andi, super hero abâ'na lambâ'." kembali suara Narni dengan bahasa Madura yang masih sangat kental dengan logatnya. -- Jadi kamu benar benar lupa? Ini kan Mas Andi, super heromu dulu --
"Subhanallah, Mas Andi. Mimpi apa aku bisa bertemu kembali dengan kalian di sini. Mashaallah___" Akhirnya pertanyaan di hati Aya terjawab juga. Benar-benar tidak pernah dia bayangkan sebelumnya bisa bertemu dengan keluarga Pakdhe Agus di Mekah.
Dari awal memang ayahnya Aya membiasakan untuk memanggil Pakdhe dan Budhe kepada mereka. Orang lain yang sudah seperti saudara karena sama-sama di perantauan.
Keluarga Andi yang asli berasal dari Yogyakarta, Agus Wondo dulu adalah seorang polisi yang bertugas di polsek Arosbaya sedangkan Adhi Prasojo, ayahanda Aya yang asli dari Malang adalah seorang guru SD yang bertugas di sana juga.
"Bojomu endi?" tanya Andi akhirnya. Dia biangung harus bertanya apa kepada wanita yang selalu dia rindukan itu. -- suamimu mana? --
Pertanyaan yang sebenarnya sangat Aya hindari. Mungkin memang pantas jika semua orang akan memberikan pertanyaan itu. Melihat dengan penampilan dan juga muka Aya yang kini terbilang sudah bukan remaja lagi.
"Aku hurung rabi Mas. Mrene yo dewe ki."-- Aku belum menikah Mas. Kemari juga sendiri -- Sebenarnya masih ada rasa kikuk untuk menjawab sapaan akrab Andi, tapi bibirnya tidak bisa mengerem saat kalimat yang akhirnya dia munculkan. "Lah sampean, endi Mamah e Ayya? Kok ya mung keloron wae loh." -- Kamu, mana mamanya Ayya, kok hanya berdua saja? --
Semua hanya dijawab senyuman oleh Andi. Rasanya buncah bahagia kini sedang bermekaran di hati Andi. Tidak sia sia penantiannya selama 26 tahun, bunga yang selama ini dia impikan belum dipetik orang lain.
Akhirnya 10 hari terakhir ini membuat Narni dan Aya kembali akrab seperti dulu. Narni menceritakan semuanya tentang Andi. Selama hampir 10 tahun menolak untuk membina rumah tangga dan keluarganya bahkan tidak mengetahui alasan secara detailnya karena apa.
Berpuluh-puluh wanita coba dikenalkan oleh semua orang yang mengenalnya dengan baik. Tapi Andi selalu berdalih masih ingin sendiri dan belum ingin membina rumah tangga.
"Coba kamu ajak Masmu bicara Aya, siapa tahu hatinya akan terbuka karena kamu yang nyuruh." kata Agus Wondo saat mereka sedang sahur di hotel. Ya mereka ternyata menginap di hotel yang sama, Grand Zam-Zam.
"Nggih, Pakdhe. Coba nanti Aya bicara dengan Mas Andi tapi tidak janji juga bisa secepatnya merubah Mas Andi untuk bersedia. Rasanya kalau soal dunia memang tidak perlu di permasalahkan lagi. Sebagai dokter dan dosen, penghasilan Mas Andi pasti sudah lebih dari cukup untuk membangun sebuah keluarga." jawab Aya.
Percakapan mereka terhenti saat tiba-tiba Andi dan juga Ayya mendekat dan duduk di samping kedua orang tuanya. Sementara Ayya duduk di samping Aya. Belum sampai Aya berbicara dengan Andi mengenai percakapannya dengan orang tua Andi, ternyata Andi telah lebih dulu menyampaikan keinginannya dengan sangat gamblang.
"Ayah, Ibu. Seperti yang sering kalian ingatkan kepada Andi selama ini. Umur Andi sekarang tidaklah muda lagi dan mungkin ini saat yang paling tepat untuk Andi segera membangun rumah tangga dengan wanita yang selama ini Andi cintai."
Suasana menjadi hening. Agus dan Narni tidak pernah menyangka putranya mengajukan keinginannya untuk menikah disini.
"Jika Ayah dan Ibu bertanya, apa alasan Andi selalu menolak untuk segera menikah. Maka saat ini akan Andi jawab semuanya. Ketahuilah Ayah, Ibu, Andi telah jatuh cinta kepada seorang wanita yang telah meninggalkan Andi 26 tahun yang lalu dengan meninggalkan luka yang sampai saat ini masih Andi rawat dengan baik penyebab wanita itu begitu marah kepada Andi kala itu." kata Andi meneruskan kalimatnya.
Semua masih mendengarkan dengan seksama, termasuk Ayya yang biasanya kepo kini hanya duduk diam dan mendengarkan papanya bicara.
"Andi mencintainya Ibu. Maaf kalau selama ini Andi tidak bisa jujur kepada kalian____"
"Katakan kepada Ayah, siapa wanita yang kamu maksud itu. Ayah pastikan untuk segera memintakannya untukmu." kini beralih ke suara Agus Wondo yang begitu tegas.
"Biarkan Andi yang bicara terlebih dahulu Ayah, selanjutnya silakan kalian menemui orang tuanya setelah dia menerima pinangan Andi."
Diam sesaat, Agus serta Narni menyetujui apa yang diucapkan oleh Andi hingga sang putra kembali bersuara.
"Aya, telah banyak yang kita lalui selama 26 tahun tidak lagi bersama. Aku punya cerita, kamupun pasti juga memiliki cerita. Hidup dan perjuangan yang akhirnya mengantarkan kita sampai pada saat ini." Deg__deg__deg, jantung Aya kini berpacu begitu cepat. Prolog yang disampaikan Andi benar-benar membuatnya tidak bisa berkonstrasi penuh.
"Bismillahirrohmanirohiim. Di kota sucinya Allah ini, aku ingin mengatakan apa yang selama 26 tahun ini aku simpan rapat-rapat di dalam hatiku. Engko' terro kabâ'na, kendâ' abâ'na meni klabân? Ke'lake' sè ella aghâdhui sorang pottrèh raddhin" -- aku cinta padamu, bersediakah engkau menikah denganku? Laki laki yang telah memiliki seorang putri cantik --
Tangan Aya tentu langsung membekap mulutnya yang kini sedang ternganga mendengar pengakuan dari Andi. Dia sama sekali tidak menyangka jika super heronya itu benar-benar menunggu seperti yang pernah dia janjikan dulu sebelum berpisah.
Flashback on
Anak kecil dengan rambut kuncir dua sedang memainkan boneka beruang berwarna merah.
"Hai Aya cantik, lagi dulanan ro tedo?" -- sedang bermain dengan tedo? -- laki laki yang kini sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas 5 SD itu sedang mendatangi Aya dengan sepeda BMX nya, dialah Andi Alfarizzy.
"Iki dudu Tedo Mas jenenge tapi Nina." jawabnya sambil cemberut kemudian meninggalkan Andi dan masuk ke dalam rumahnya. -- ini bukan tedo namanya tetapi nina --
Andi yang merasa diacuhkan oleh Aya berusaha untuk mengejarnya ke dalam rumah. Dia hafal benar bagaimana Aya ngambek jika sesuatu yang diinginkan tidak sesuai dengan kenyataannya. Dan Andi paling suka menggoda Aya yang sedang mode seperti itu.
"Weh ngunu wae nesu, ra apik. Cepet tuwo loh mengko. Kene ayo dulanan ro aku." Meskipun dengan muka kesalnya tapi Aya luluh juga dengan sikap Andi yang akhirnya menjadi manis. -- gitu saja marah, tidak baik nanti cepat tua. Ayo sekarang main denganku --
Berdua akhirnya mereka bermain di teras rumah Aya. Hingga akhirnya datang teman-teman Andi yang ingin mengajak Andi main di sungai. Tetapi Andi begitu asyiknya bermain boneka dengan Aya. Hingga teman-temannya Andi geram dan segera merebut boneka beruang merah yang ada di tangan Andi untuk dibuangnya supaya Andi segera ikut mereka pergi ke sungai.
"Ke'lake' kok maèn boneka. bândhuh nyamahna." -- Anak laki laki kok main boneka. Banci namanya --
Andi tidak memperdulikan omongan temannya. Bukan masalah dia ingin bermain boneka, tetapi bermain bersama Aya membuat perasaannya menjadi gembira. Dia merebut kembali boneka beruang merah itu dari tangan Badoo temannya.
Hingga akhirnya terjadilah adegan tarik ulur yang membuat kaki boneka beruang itu harus terputus salah satunya.
"Mas Andi, kakinya Bina." pecahlah tangis Aya yang membuat Badoo dan gengnya segera berlari menjauh.
Tiba-tiba Ayah Aya datang dan mengajak Aya masuk ke rumah. Sementara Andi diminta Adhi untuk pulang karena dipanggil oleh ayahnya.
Aya menjadi marah, boneka beruang merah kesayangannya telah dirusak oleh Andi. Itu yang akhirnya sore harinya Aya mencari Andi di rumahnya dan melempar boneka beserta potongan kakinya ke arah Andi.
"Mas Andi jahat. Mas Andi sudah membuat kaki Nina putus. Sembuhin!!" Kemudian Aya meninggalkannya. Tapi saat dia sedang berjalan menuju rumahnya kembali, Aya masih bisa mendengar Andi berteriak meminta maaf dan berjanji untuk menyembuhkan Bina dan mengantarkannya kepada Aya.
"Aku akan sembuhin Nina untukmu, akan kulakukan dan aku sendiri yang akan mengantarkannya kepadamu. Tunggu aku, sampai aku datang membawanya kepadamu. Maafkan aku Aya."
Flashback off
14 Syawal
"Dan itulah yang menjadi pemantik semangatku. Alasan mengapa pada akhirnya aku bersikeras ingin menjadi seorang dokter, bahkan aku sengaja mengambil spesialis orthopedi ini. Semua karena janjiku kepadamu, karena aku ingin menolong orang-orang yang seperti Ninamu dulu." Kepala Andi kini telah berada di pangkuan Aya. Tepat 48 jam berlalu mereka kini telah menjadi pasangan halal. Dan boneka beruang merah yang telah dioperasi oleh Andi telah berada diantara mereka.
"Mengapa Mas Andi tidak menghubungiku setelah itu?"
"Bukannya keesokan harinya kamu dan keluargamu meninggalkan kontrakan dan Arosbaya? Karena Ayah telah dipindahtugaskan dari Madura ke Jawa?" kini senyum terurai dari keduanya. Ya, setelah peristiwa Aya melempar boneka beruangnya kepada Andi keesokan harinya dia harus pulang ke Jawa. Karena tugas Adhi di Madura telah selesai.
"Terus nama Ayya?" tanya Aya yang masih penasaran mengapa Andi memberikan panggilan nama itu kepada putri mereka kini.
"Supaya aku selalu mengingatmu dengan memanggil namanya."
Mata Aya kini terkunci dengan tatapan Andi. Bibir mereka mulai bersatu dan berpagut. Andi melepaskan saat keduanya butuh pasokan oksigen yang berlebih.
"Engko' terro kabâ'na. Aku iso jadi joko tuwo yen ra iso nemokke kowe." Kembali Andi mengungkapkan perasaannya kepada Aya -- Aku cinta kamu. Bisa bisa aku jadi perjaka tua jika tidak bisa menemukanmu --
"Bukane saiki yo wes jadi joko tuwo? Hello wes 37 tahun loh." -- bukannya sekarang juga sudah menjadi perjaka tua. Hello sudah 37 tahun loh --
"Loh, wes ra joko iki. Lali po mau bengi slirane wes tak tindihi. Opo perlu dibaleni meneh ben ra lali dalane?" Rona merah jelas menjalar di pipi Aya. Mendapati super heronya yang kini kembali meminta haknya membuatnya tetap merasa malu. Padahal semalaman mereka berdua sudah bertempur di medan perang bersama.
"Mas__"
"Sepisan wae loh, tanduk. Ben ndang dadi adhine Ayya. Ra pengen toh dilaknat malaikat?"
Kerlingan manja dari mata elang Andi membuat Aya tidak bisa menolak. Disaat tangan Andi mulai sigap untuk membuka kancing baju yang dipakai Aya tiba-tiba___
Cekleeekkkk,
"Mama, ayo kita main boneka sama Ayya. Loh Pa, Mama mau mandi lagi toh kok bajunya dibukain sama Papa?"
Abbeeeee'kaaahhh
Beruntunglah mereka belum melakukan adegan orang dewasa saat Abinayya Kahiyang Alfarizzy masuk ke kamar. Sebergairahnya pasangan pengantin baru, satu pesan yang harus selalu diingat. 'Don't forget to lock the door from inside'. 😍😍
✏ -- the end -- ✏
Blitar, 17 Agustus 2019
M E R D E K A !!!!
Mana yang nulis, yang nulissss inihhhh mana???? 😂😂😂😂
Silakan kirim ke email author ke
marentin_niagara@yahoo.com
Akan saia publish tentunya melalui proses editing typo tanpa mengurangi isi cerita.
Berminat untuk gabung?
Ayo...ayooo...ayoooooo 😍😍😍
Versi lengkapnya di 'Berhenti di Kamu' ada sedikit perubahan scene atau percakapan karena menyesuaikan waktu dan situasinya 🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top