Kegelapan di Keluargaku

Suara ketukan pintu yang seperti diketuk dengan kuku jari itu membuat tokoh utama kita, Cakra Luna, menghentikan aktivitasnya dan memastikan jika dirinya tidak salah mendengar.

Selang beberapa waktu, suara itu terdengar lagi dan kali ini dari jendela kamarnya. Cakra mulai merinding ketika suara yang sama semakin dekat dengan posisinya saat ini.

"Mama, Papa, Abang..., kalian kapan pulang, sih? Mana sebelah itu hutan jati lagi." gumam Cakra yang tidak berani bangkit dari posisinya yang sedang duduk di meja belajar.

"Cakra..." Cakra sontak berteriak dan langsung berlari ke kasurnya, menutupi diirnya dengan selimut.

"Jangan iseng lah! Gue cuma pengen sehari tenang dari gangguan kalian gak bisa atau gimana sih?" sebuah suara tawa perempuan terdengar tak jauh darinya dan karena sudah muak, Cakra mengambil tasbih yang ada di atas meja nakasnya dan melemparnya ke arah suara perempuan tadi.

"Aduh! Apaan sih, Cak? Kok gue dilempar tasbih sih?" Cakra hanya tertawa gugup ketika tahu jika suara perempuan tadi bukanlah hantu namun sahabatnya sejak kecil, Amanda Yuta.

"Eh..., Manda. Gue kira kunti yang biasanya ganggu gue, ternyata lu. Sorry ya, Man." kata Cakra dengan tampang tidak bersalah. Amanda yang sudah hafal dengan kelakuan Cakra itu hanya bisa mengehla nafas dan dia memilih duduk di kursi meja belajar Cakra.

"Diganggu lagi, Cak? Udah yang ke berapa hari ini?" tanya Amanda dengan nada santai.

"Hari ini baru tiga kali. Harusnya empat, tapi karena yang satu itu lu jadi hitungnya tiga." Amanda merasa kesal dan ingin rasanya mengurung Cakra di sebuah gudang tua ang penuh dengan makhluk gaib.

"Hah..., serah lu deh. Gue ke sini gara-gara nyokap lu minta buat gue nemenin lu. Jangan mikir yang aneh-aneh." kata Amanda menyampaikan tujuannya datang ke rumah Cakra.

"Paling mereka balik tengah malem, thanks ya. Btw, Mbak Kunti ngapain ngitip dibalik jendela! Kalo mau masuk tinggal masuk!" Amanda tidak bisa melihat hal yang dilihat oleh Cakra, tapi dia bisa merasakan dan mendengar makhluk gaib.

"Tidak baik perempuan dengan laki-laki di satu ruangan, apalagi bukan suami istri atau kakak adik. Walaupun kalian sahabat, tetap tidak baik kalian berduaan." ingin rasanya Cakra membuat hantu yang selalu bersamanya sejak usia 6 tahun itu menghilang saat itu juga.

Tapi jika tanpa kuntilanak yang selalu mengikutinya dan terus mengganggunya itu, dia akan lebih banyak menerima masalah dengan makhluk gaib jahat lainnya.

"Iya iya tahu, kita juga di sini udah atas izin nyokap gue. Btw, kenapa tadi manggil, Mbak Kun?" kata Cakra memeluk gulingnya, "Gue tahu yang manggil tadi itu Anda ya. Jangan kira gue bisa ketipu lagi."

"Saya merasakan energi negatif dalam rumah ini dan energi itu sangat besar kekuatannya. Saya takut kamu kenapa-napa." kata Kunti itu dengan menunjuk ke arah luar kamar Cakra.

"Sono kan daerah gudang, emang asalnya dari sono?" Kunti itu mengangguk dengan pertanyaan Cakra.

"Cak, gue tau apa yang lu pikirin. Tapi baiknya lu gak usah cari masalah." Cakra menatap heran dengan pernyataan Amanda yang nampaknya khawatir.

"Gue gak cari masalah pun, ada aja masalah yang dateng. Siapa tau kalau gue cari masalah duluan, masalahnya gak mau datang lagi." Cakra dengan rasa seribu penasarannya langsung melesat ke gudang rumahnya dengan Kunti yang selalu mengikutinya.

"Dasar anak ini, gue gak paham lagi gimana jalan pikirannya." gumam Amanda sembari menggelengkan kepalanya sebelum dirinya menyusul Cakra.

Cakra, Amanda, dan Kunti akhirnya berada di depan gudang. Ketiganya bisa merasakan hawa negatif yang sangat kuat keluar dari gudang yang letaknya jauh dari rumah utama.

"Cak, balik. Gue gak mau lu kena masalah besar lagi." ajak Amanda, "Cukup tiga tahun yang lalu aja. Gue gak mau lu masuk rumah sakit lagi, cuma gara-gara lu ada masalah sama makhluk gaib lagi."

"Gue gak bakal masuk rumah sakit lagi, aman. Lu jangan khawatir, ya, Man." Cakra langsung membuka pintu gudang yang sudah lama tidak pernah dibuka dan derit pintu itu cukup membuat telinga ngilu.

"Gudang gak ada lampu, jadi pake senter hp aja." Cakra dan Amanda berjalan masuk dengan diterangi oleh cahaya dari ponsel mereka.

Keduanya masuk dan Amanda merasakan energi besar dari salah satu sudut ruangan. Amanda menghampiri sumbernya dan dia menemukan kotak hitam dengan ukiran tulisan aneh berwarna putih.

"Lu nemu apa, Man?" tanya Cakra dari belakang Amanda.

"Ini bukan sih sumber energinya?" Amanda menanyakan balik ke arah Cakra sembari menyorotan cahaya ke kotak misterius.

"Iya! Tapi jangan pernah buka atau sentuh kotak itu!" seru Kunti dengan nada yang memekakkan telinga.

"Emang kenapa sih? Emang isinya apaan?' tanya Amanda dengan rasa penasaran. Tapi bukannya jawaban yang ia dapat, melainkan sebua jitakan dari Cakra lah yang dia dapatkan.

"Siapa yang tadi suruh gak penasaran tapi sekarang malah penasaran, hah! Heran gue sama lu, Man." heran Cakra dengan perasaan kesal.

"Terlanjur nemu sih." Cakra tidak membalas perkataan Amanda karena fokusnya sekarang adalah kotak misterius yang mereka temukan.

"Kok gue ngerasa gak asing ya sama kotaknya?" gumam Cakra kepada dirinya sendiri dan sekilas dimengingat jika dahulu kakek buyutnya pernah bercerita tentang kotak dengan tulisan putih.

"Kotak dengan tulisan putih, jangan pernah penasaran dan jangan membukanya atau masalah akan menghampiri keluarga kita." Amanda dan Kunti mendengar gumaman Cakra dan akhirnya mereka memutuskan untuk tidak membahas atau penasaran dengan kotak misterius itu.

Ketiganya keluar dari gudang, namun sebelum pintu benar-benar Cakra tutup, dia mendengar suara berat dari dalam gudang.

"Tunggu saja kau, Luna! Beraninya kau mengurungku di sini padahal kau yang memanggilku!" Cakra dengan cepat menutup pintu gudang dan berjalan cepat kembali ke rumah utama.

Keesokkan harinya, Cakra di rumah bersama sang kakak, Reza Luna. Orang tua mereka sudah berangkat bekerja jam 6 pagi tadi dan Reza libur karena toko tempatnya bekerja tutup di hari sabtu dan minggu.

"Bang, lu inget ga cerita Kakek buyut soal kotak dan tulisan putih?" tanya Cakra tiba-tiba ketika mereka berdua sedang bermain game konsol di ruang keluarga.

"Paling juga ngarang. Dari dulu kan Kakek buyut selalu nyeritain hal-hal aneh soal iblis lah, kutukan lah, sama masih banyak lagi." balas Reza dengan nada acuh.

"Tapi kayaknya Kakek buyut ga ngarang deh, Bang." pernyataan Cakra langsung membuat Reza menghentikan aktivitasnya dan menatap adiknya dengan serius.

"Apa maksud lu Kakek buyut gak ngarang? Abang tau kalau lu bisa liat hal-hal gaib kayak gitu." kata Reza menatap Cakra, "Jelasin dari setan mana yang kasih tau lu kalau Kakek buyut gak ngarang. Setannya Kakek atau apa?"

Di dahi Cakra nampak ada ilusi keringat jatuh ketika mendengar perkataan kakaknya kemudian ia menjawab, "Kakek buyut gak punya hal begituan, Bang. Dia orangnya taat agama, gak mungkinlah punya peliharaan." kemudian Cakra menyambungkan, "Yang kasih tau tuh Mbak Kunti yang selalu sama Cakra. Dia katanya ngerasa energi negatif yang kuat dari gudang."

"Energi negatif dari gudang? Gudang tua belakang rumah itu? Bukannya Nenek ngelarang kita masuk sana gara-gara ada bahaya? Lu pasti masuk ke sana bukan." heran Reza sembari memasang raut wajah berpikir dan menyelidik kepada adiknya.

"Maaf, tapi Cakra dah masuk dan bener apa kata Nenek. Gudang itu bahaya, Bang. Cakra gak mau narik bahaya lagi." pernyataan Cakra membuat Reza menatap mata Cakra dengan teliti.

"Tapi sebenernya lu masih penasaran kan? Cuma gara-gara lu lihat sesuatu, makanya lu gak berani lagi pergi ke gudang tua itu. Abang bener, kan?" tentu saja Cakra terkejut dengan apa yang kakaknya bicarakan, walau tidak salah.

Cakra memang masih penasaran dengan kotak misterius yang ia dan Amanda temukan. Tapi hal yang ia lihat saat itu benar-benar menjadi mimpi buruk baginya.

Bagaimana tidak? Cakra melihat sosok hitam yang tinggi, besar, dan mata merahnya bersinar seolah akan memakan mereka saat itu. Belum lagi ditambah dengan aura negatif yang sangat besar keluar dari kotak itu dan suara yang ia dengar ketika keluar dari gudang, sudah lengkap alasan ia mengurungkan niat penasarannya.

"Genderuwo, kurasa ciri-ciri itu cocok buat sosok yang lu liat." gumam Reza dengan memasang pose berpikir.

"Kalo itu genderuwo, gak mungkin genderuwo yang ada di hutan jati sebelah bakal jaga jarak sama gudang. Mesti lebih besar dan kuat dari setan kalo sampe setan di sekitar rumah ngejauh kek gini." balas Cakra dengan cepat.

"Satu yang bisa Abang pikirin kalau itu bukan setan biasa, mungkin aja itu jin atau gak iblis. Tapi buat apa ada jin atau iblis di rumah kita?" sambung Reza dan keduanya terlarut dalam lamunannya masing-masing untuk beberapa menit.

Tiba-tiba saja Cakra bangkit dari posisinya dan berlari ke kamarnya. Reza terheran-heran dengan kelakuan adiknya yang tiba-tiba saja ke kamarnya tanpa berbicara sepatah kata apapun.

"Lu kenapa, sih? Kok tiba-tiba lari kek gitu?" tanya Reza ketika ia berhasil menyusul adiknya. Cakra tidak menjawab pertanyaan kakaknya dengan perkataan tapi justru dengan menunjukkan suatu barang yng ia ambil dari bawah kasurnya.

"Kakek buyut pernah ngasih ini waktu ulang tahun Cakra yang ke-tiga, atau satu tahun sebelum Kakek buyut meninggal." jelas Cakra membuka bungkusan barang yang ia temukan.

"Lu tau isinya apa?" tanya Reza mendekati adikya yang terduduk di dekat kasurnya.

"Buku lama yang aneh banget. Banyak tulisan dan juga simbol aneh. Gara-gara itu akhirnya Cakra sembunyiin aja, daripada ada kejadian yang gak kita pengen kan." balas Cakra yang perlahan membuka buku itu dan dari dalam buku itu, tiba-tiba saja muncul cahaya terang diikuti oleh suara kakek tua.

"Cakra! Kenapa kau tega mengurung kakekmu ini dalam waktu yang lama?" Cakra dan Reza terkejut dengan suara dan penampilan yang tidak asing di hadapan mereka saat ini.

"Kakek buyut!" seru keduanya bersamaan. Dihadapan mereka saat ini adalah sosok kakek buyut mereka yang sudah meninggal saat usia Cakra 4 tahun.

"Kalian ini, bisa tidak tenang sedikit? Kakek tahu kalian terkejut, terutama Reza yang tidak bisa melihat hal-hal gaib. Tapi tenanglah dulu atau kalian tidak akan mendapatkan penjelasan dari Kakek." Reza dan Cakra diam secara serempak.

"Kalian pastinya masih ingat bukan dengan cerita kakek tentang iblis dan kelurga kita, itu cerita turun-temurun yang harus tetap diwariskan dalam keluarga kita. Jadi kalian harus mewariskannya suatu hari nanti ke anak, cucu, cicit kalian." Cakra dan Reza dengan kompak mengangguk.

"Kalian pasti menyangka kalau Kakek psti sedang bercanda atau mengahayal bukan saat itu? Jangan berpura-pura karena Kakek tahu kalau kalian tidak akan percaya jika belum melihat sendiri, bukan begitu Cakra?" Cakra yangg namanya disebut pun merinding.

"Yah ketahuan deh sama Kakek. Tapi Cakra gak berani ngapa-ngapain kok! Cakra gak mau buat masalah lain lagi!" kata Cakra membela diriya sendiri.

"Cakra, sejak kamu dan temanmu masuk ke gudang itu, semuanya sudah dimulai. Memang sekarang masih belum ada apapun yang terjadi, tapi nanti pasti akan ada hal besar yang terjadi dan dampaknya bukan hanya keluarga kita tapi juga seluruh umat manusia." jelas Kakek buyut dengan nada serius bukan main.

"Arghhh..., kenapa malah jadi kayak gini sih!? Dasar Mbak Kunti sesat!" keluh Cakra mengacak-acak rambutnya.

"Setan memang sesat, Cak. Lu-nya aja yang terlalu percaya sama kuntinya padahal udah tau kalau bakal disesat-in." kata Reza memukul pelan kepala Cakra di sebelahnya.

"Terus kita harus gimana?" kata Cakra dengan tatapan frustasi kepada kakaknya.

"Kita? Lu aja kali, Abang mah gak ikut-ikut." jawab Reza menaikkan bahunya.

"Abang tidak berperikemanusiaan sama adenya sendiri. Parah sih." kata Cakra dan keduanya berakhir dengan saling menatap dengan tatapan tajam.

"Kalian ini kakak-adik yang tidak pernah kompak ternyata, padahal kuncinya ada di kalian." timbrung Kakek buyut yang ternyata sudah duduk santai di udara tanpa ada rasa peduli melerai kedua kakak-adik itu.

"Eh? Kami berdua?" beo Cakra dan Reza bersamaan.

"Ya, Cakra punya kemampuan untuk berkomunikasi langsung dan Reza bisa mengusir iblis itu dengan darahnya. Kakek punya rencana tapi kalian harus kerja sama untuk bisa mengusir iblis itu." kata Kakek buyut yang masih santai mengambang di udara.

"Gimana caranya, Kek?" tanya Reza dengan tatapan semangat walau dirinya awalnya enggan.

Kakek buyut pun mengatakan bagaimana cara agar mereka bisa mengusir iblis yang ada di kotak itu.

"Ini kayak bikin kita jadi tumbal deh biar bisa ngusir tuh iblis dari dunia." komen Cakra ketika mereka akhirnya memahami rencana sang Kakek buyut.

"Tapi daripada dunia kenapa-napa, setidaknya kita bisa berkorban demi kedamaian umat manusia." kata Reza dengan nada dramatis.

"Sok dramatis lu, Bang. Lebay, alay." komen Cakra dan mereka kembali saling menatap untuk beberapa saat sebelum dilerai oleh Kakek buyut.

"Sudah, sudah, sekarang kalian temui dulu kenalan Kakek. Kalau tidak ada dia, kalian tidak bisa menghadapinya." lerai Kakek buyut yang perlahan lelah dengan kakak-adik dihadapannya.

"Memang siapa dia?" tanya Reza penasaran.

"Namanya Malik Ar-Rahman, dia seorang kyai di pondok pesantren Ar-Rahman di kota ini." Cakra dan Reza terdiam beberapa saat sebelum mereka akhirnya memiliki satu pemikiran.

"Kakeknya Amanda!" celetuk keduanya secara bersamaan.

"Kalian kenal ternyata dengan keturunannya?" tanya Kakek buyut.

"Kenal dekat malahan. Amanda sama Cakra kebetulan banget di sekolah dan kelas yang sama dari SD, Kek. Buruan telepon gih anaknya." jawab Reza.

Cakra pun mengambil ponselnya dan menelepon Amanda untuk menanyakan di mana sang kakek kemudian memintanya untuk ke rumah.

Selang satu jam, terlihat Amanda datang bersama dengan kakek tua dengan gamis putih dan sorban putih—dialah kakek Amanda yang dimaksudkan oleh Kakek buyut, Malik Ar-Rahman atau biasa dipanggil Kyai Malik.

"Kek, ini anak yang Amanda maksud. Namanya Cakra Luna, dan yang disebelahnya itu kakaknya, Reza Luna." kata Amanda ketika mereka akhirnya bertatap muka langsung.

"Luna ya? Apa kalian meminta tolong untuk mengusir iblis dari keluarga kalian, ya?" kata Kyai Malik dengan senyuman teduhnya.

"Benar, Kyai. Ini salah saya karena terlalu penasaran dengan suatu hal." kata Cakra dengan rasa bersalah.

"Rasa penasaran adalah hal yang wajar dimiliki oleh manusia, Nak. Tapi rasa penasaran juga tidak selalu baik dan bisa saja mendatangkan marabahaya, seperti kasus Nak Cakra sekarang. Bisa tolong tunjukkan lokasi iblis itu?" Cakra membimbing Kyai Malik ke gudang rumahnya, diikuti Reza dan Amanda dibelakang.

Selama berjalan, Cakra menceritakan apa yang sudah di rencanakan bersama dengan Kakek buyut. Kyai Malik juga sesekali menambahkan beberapa hal yang kemungkinan akan menambah presentase keberhasilan.

Sesampainya di gudang, aura negatif yang sebelumnya tidak terlalu kuat perlahan menjadi pekat bahkan sekeliling gudang mulai tercium bau anyir darah.

"Nak Cakra, Kakek di sini hanya bisa membimbing Nak Reza agar bisa mengusir iblisnya. Untuk urusan memancing dan menahannya, semuanya hanya bisa dilakukan Nak Cakra saja. Bagaimana?" kata Kyai Malik ketika mereka sudah berada di kawasan gudang.

"Kakek, apa tidak masalah? Ini terlalu bahaya untuk mereka bukan?" kata Amanda dengan perasaan takut dan khawatir.

"Tidak apa, Amanda sayang. Perlu Amanda sayang ketahui, mereka memiliki hal yang tidak dimiliki oleh keturunan Luna yang lain dan memang hanya mereka yang bisa mengusir iblis itu cepat atau lambat." Kyai Malik menyuruh Amanda menjauh dari kawasan gudang agar tidak terluka.

Memastikan semua persiapan sudah siap, Cakra pun mulai membuka pintu gudang yang sudah mulai berkarat. Awalnya hanya hening, tapi tiba-tiba sebuah asap hitam menerjang Cakra dan sebuah tangan dengan kuku yang panjang juga tajam mencekik leher Cakra.

"Keturunan Luna memang memiliki harum yang segar selayaknya daging bayi yang baru lahir. Terutama dirimu, Nak." Cakra awalnya merasa takut dengan sosok di depannya, tetapi demi ia bisa kembali hidup tenang, Cakra mulai melawan.

"Kyai, apa benar hanya Cakra yang bisa melawan makhluk itu? Dia iblis bukan? Maknanya jauh lebih kuat dari setan, apa Cakra benar-benar bisa, Kyai?" tanya Reza yang khawatir ketika sang adik mulai terluka dibanyak tempat.

"Justru dialah kunci dari pengusiran ini, Nak Reza. Dalam diri adikmu itu, ada sesuatu yang bisa menahan iblis itu agar kita bisa melakukan pengusiran." jawab Kyai Malik tanpa menoleh ke arah Reza.

"Sesuatu yang bisa mehan iblis sekuat itu?" Reza berdoa agar sang adik baik-baik saja dan ia kembali fokus ke arah adiknya yang sedang bertarung dengan asap hitam yang pekat.

Amanda yang menonton dari pintu belakang rumah terus saja memanjatkan doa untuk keselamatan ketiga orang yang ada di depannya, terutama Cakra yang menghadapi langsung makhluk mengerikan itu.

"Cak, gue mohon lu selamat. Gue gak mau lu kenapa-napa, Cak." gumam Amanda pelan.

Cakra mulai kehabisan tenaga dan ia mulai terpojok. Iblis itu kembali mencekik Cakra dan seolah siap untuk dilahap dalam sekali telan. Ditengah suasana tegang itu, Cakra mengingat suatu hal yang pernah dikatakan oleh Kakek buyutnya dulu.

"Cakra!" bersamaan dengan panggilan dari Reza dan Amanda, dari dalam tanah kelaur semacam rantai perak yang mengikat iblis itu hingga tidak bisa bergerak.

"Sekarang, Bang! Cakra gak bisa nahan dia selamanya!" Reza mendekat ke arah iblis itu dan mulai memanjatkan doa yang diajarkan oleh Kyai Malik. Iblis itu menggeram dan perlahan hangus, menyisakan bau terbakar ditempatnya.

Cakra pingsan, dan beruntung ditangkap oleh Reza. Cakra langsung dibawa ke kamarnya untuk di obati dibantu oleh Amanda. Kyai Malik masih berada di kawasan gudang untuk memurnikan kawasan itu dan membakar kotak yang dijadikan tempat iblis tadi.

"Bang Luna, kau selalu saja melemparkan masalah ke orang lain. Beruntung saja cicitmu bisa melakukannya, aku tidak bisa membayangkan jika mereka gagal satu detik tadi." kata Kyai Malik sebelum ia masuk ke dalam rumah.

"Tapi sekarang mereka berhasil bukan? Jangan terlalu khawatir karena keturunanku bisa mengatasi hal-hal seperti itu jika ilmunya turun tanpa henti. Terima kasih sudah membantu mereka tadi." ternyata Kyai Malik sedang berbicara dengan roh Kakek buyut.

"Aku hanya memurnikan tempat ini, mereka lah yang bekerja keras terutama Nak Cakra." balas Kyai Malik yang tersenyum.

"Aku pergi dulu, ini bukan tempatku lagi. Tolong jaga kedua cicitku, Malik." perlahan roh Kakek buyut menghilang dan menyisakan wangi mawar di tempatnya.

Kyai Malik pergi ke dapur dan mengambil segelas air putih kemudian dibacakan doa-doa di dalamnya sebelum ia pergi ke kamar Cakra.

"Bagaimana keadaan Nak Cakra?" tanya Kyai Malik ketika masuk ke kamar Cakra.

"Dia baru saja siuman, pelan-pelan duduknya." kata Reza membantu Cakra duduk.

"Minum ini dulu, jangan lupa berdoa dulu." Cakra menurutinya dan meneguk isi gelas hingga tandas.

"Terima kasih sudah datang untuk membantu, Kyai. Saya tidak yakin akan berhasil jika Kyai tidak datang membantu." ucap Cakra menunduk kepada Kyai Malik.

"Kakek tidak membantu apapun tadi, Nak Cakra. Semuanya murni kekuatan dari diri Nak Cakra sendiri. Latihlah kekuatan itu dengan baik agar bisa membantu sesama. Kakek pamit pulang dulu, masih ada jadwal mengajar di pondok. Amanda, ayo. Wassalamu'alaikum wr. wb." Cakra dan Reza membalas salam dan rumah itu lenggang, hanya menyisakan mereka berdua saja.

"Akhirnya selesai. Semoga Mama sama Papa gak terlalu kaget waktu liat semua perban yang kalian pasang." gumam Cakra melihat ke arah tangan dan kakinya yang sudah ditutupi perban.

"Lu itu luka di mana-mana asal lu tau ya, Dek. Untung Amanda tau ilmu medis lebih baik dari Abang." balas Reza dengan sinis.

"Hehe..., iya iya deh. Makasih kalian, besok di sekolah harus jajanin si Amanda nih." kata Cakea dan bergumam di akhir.

"Ehem! Masih SMA gak usah mikir aneh-aneh lu, belajar yang bener dulu." celetuk Reza yang berdiri dari duduknya.

"Siapa juga yang mikir aneh-aneh! Abang aja yang mikirnya kejauhan!" protes Cakra dengan wajah memerah malu.

"Salting tuh. Btw, mau dimasakin apa? Mumpung baik nih." kata Reza menggoda sang adik.

"Apa aja deh." balas Cakra yang merajuk karena digoda sang kakak. Reza hanya menggeleng pelan sebelum ia ke dapur untuk memasak makan siang.

Kyai Malik dan Amanda akhirnya sampai di pondok pesantren dan sebelum Amanda pamit pulang, Kyai Malik membisikkan sesuatu kepada cucunya.

"Amanda sayang, fokus belajar dulu ya. Jangan mikirin hal lain dulu karena jodoh sudah ada yang mengatur." wajah Amanda langsung berubah merah padam dan dia langsung pamit untuk pulang kepada sang kakek.

"Gimana Kakek bisa tau sih? Padahal selama ini udah gue sembunyiin rapat." gumam Amanda ketika ia terhenti di taman dekat rumahnya.

Amanda menatap tangannya sejenak dan sebuah senyuman terbit di wajahnya. "Semoga jodohku itu Cakra." bisiknya sebelum ia masuk ke dalam kawasan rumahnya.

"Ya Allah, jodohkan hamba dengan hambamu yang bersama Amanda Yuta./Cakra Luna."

~𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝~
3230 𝚔𝚊𝚝𝚊
Minggu, 05 November 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top