1.6
Aku harus kuat melawan ego ku untuk tidak menoleh dan menatap dia.
Kenapa juga tadi Nerima ajakan para centil ini, kalau aku milih di rumah tiduran kayak tadi, enggak bakal aku ketemu Dito.
Sial!
Ku tarik nafas panjang lalu ku hembuskan lagi. Menarik minumanku dan menyeruputnya lagi.
Tangan besar itu meraih pesanan yang dibawa oleh pelayan. Tidak sengaja lengan kami bersentuhan. Dan dengan kurang ajarnya detak jantungku semakin tidak karuan.
Ini jantung kenapa sih? Dulu awal dia nembak tidak ada detak jijik kayak gini.
"Boros banget Ne, haus apa doyan?" Ini suara dari sebelah kiri ku.
Dia nyebut namaku? Dia ngajak bicara aku? Apa dia lupa aku dan dia sedang dalam mode saling cuek?
"Anne di tanya lho," kata Della dari ujung meja.
"Kamu sariawan?"
Tidak ada kata lainkah? Boros? Sariawan? Kata - kata sarkas! Dia tidak sadar apa dia ....
Arrghhh!!! Apa susahnya sih bilang maaf kek atau-- aduuuhhh......!!!!!
Aku tidak suka berada di situasi seperti ini. Canggung dan aku yang terlalu berharap dia memohon padaku.
Sial!! Ini sama saja hati aku yang memohon dia mendekatiku duluan.
"Gue duluan."
Mereka terkesiap dengan keputusanku. Memasukan ponsel kedalam tas. "Anne, bentar dong. Ini makanan Lo belum dimakan. Anne!"
Tidak usah dengarkan panggilan mereka toh yang bersinggungan juga diam saja. Ternyata begini sifat aslinya. Ego nya terlalu tinggi! Padahal penyebabnya apa sih, cuman aku yang sedikit nyolot ketika aku tersinggung karena lama-nya aku menjomblo.
Satu bulir air mata tiba-tiba mengalir di pipiku. Segera ku usap dan aku terus berjalan keluar dari kafe dan terus berjalan, tak menghiraukan kasak kusuk dari meja. Hingga sekarang aku berada di sebuah halte. Aku berhenti dan duduk sendirian disana. Untung sepi. Aku tidak akan malu untuk mengeluarkan air mata disini.
Apa aku sudah benar- benar putus dengan Dito?
Putus? kapan aku memutuskannya? Atau dia?
Apa sekarang aku Sendiri lagi?
Tidak ada tukang antar jemput sekolah lagi?
Tidak ada yang suka bayarin jajan tiap pulang sekolah? Dan weekend?
Ck! Apa sih Ne! Kalau cuman traktir, nyatanya Leo juga bisa traktir kamu. Dan hanya sebuah traktiran Ne...
Atau aku yang terlalu keras kepala?
Disaat hatiku dilema, sebuah mobil terparkir tak jauh dari halte. Sudah bisa ku tebak siapa yang membawa mobil Leo. Benar saja kan? Dito mulai turun dan berjalan ke arahku.
Aku? Diam dan membiarkan kami berbicara entah meluruskan hubungan kami yang bengkok , atau lebih baik aku pergi? Disaat aku memilih untuk pergi, Dito sudah berada di dekat dan menggapai tanganku yang hendak melenggang pergi.
"Duduk dulu Ne,"
Egoku kalah dengan perasaan ingin tinggal dan dekat atau bahkan bisa balikan dengan Dito. Anne menjijikan!
Tanganku masih dalam pegangan dia. Tapi aku rindu sentuhan Dito yang selalu melindungi aku atau care sama aku seperti ini.
"Sori ya?" Kalimatnya pendek, tapi mampu menghidupkan getar dalam dada.
Ku gigit bibirku menahan rasa yang berkecamuk di dada. Entah sakit hati, entah senang, entah rindu yang telah terobati, entahlah.
"Lo masih pakai kalung gue,"
Karena gue masih mengharap kita baikan lagi.
Dia menghela nafasnya panjang.
"Baru dua hari gue keluar dari hotel."
Hotel?
Pandanganku mulai bergerak dari bawah beralih pada wajahnya. Hidung mancungnya, bibir tipisnya, alis tebalnya.
"Hotel kelas satu meski tidak VVIP." Dia menunjukan tangannya yang masih berada di lenganku.
"Kamu sakit?" Ada bekas plaster di punggung tangannya.
Dia merunduk, dan aku mulai menyerongkan tubuh ke arahnya.
"Iya typus. Karena telat makan. Hmm. Tapi, tidak masalah. Cuma dua hari nginepnya."
Aku mulai mengambil alih tangannya dan kupegang erat. "Kalau kamu bilang kamu sakit aku bakal jengukin kamu," kataku. Ternyata dia menjauh karena sakit. Ah ya Tuhan, aku memang cewek yang tidak pengertian.
Dia tersenyum tapi dia tidak melihat ke arahku. Dia sibuk menatap kendaraan yang lalu lalang.
"Sorry ya Ne," bahkan ketika dia minta maaf pun dia tidak melihat pada mataku seperti dulu. Apa ini karma ? Apa dia berusaha balas dendam karena aku yang cuek dulu? Oke aku janji ketika aku dan Dito balikan lagi habis ini, aku janji aku bakal lebih perhatian dan nunjukin rasa sayang aku ke dia. Aku janji aku bakal Nebus kesalahan aku yang kemarin.
"Iya, sori juga aku nggak tahu kalau kamu sakit. Bukan karena aku kan? Maaf ya Dito."
Dia tersenyum, kemudian perlahan menoleh dan menatap mataku. Intens, dan lama. Aku rindu tatapan matanya yg fokus padaku seperti ini.
"Aku yang minta maaf. Aku yang salah ke elo."
"Aku maafin kok Dito. Kita sama-sama saling membesarkan ego, tapi ini membuat aku sadar kalau aku butuh kamu. Aku sayang banget sama kamu," aku sudah tidak akan gengsi lagi untuk hal seperti ini. Karena aku memang butuh.
Aku butuh dia.
Satu Minggu rasanya seperti berabad-abad. Aku kangen Dito. Bahagia sekali rasanya bisa baikan lagi seperti ini. Ada sedikit kelegaan menjalar di dada.
"Aku... Ee.. gue... Ee...sakit gue kemarin ternyata membawa keberuntungan buat gue. "
"Apa?"
Karena kita bakal balikan?
"Maharani. Cewek yang nolak gue waktu itu minta maaf dan..."
Tidak. Tidak. Jangan diteruskan! Aku menggeleng dan menarik tanganku darinya.
Aku tahu arah pembicaraan ini mau kemana.
Dia merunduk dan menyatukan tangannya. "Sorry ya Ne. Gue masih sayang sama dia. Gue udah berusaha buat baik ke elo, ternyata Lo nggak bisa menghargai gue. Dan memang kenyataannya gue memang masih sayang ke Maharani. Maaf ya?"
"Gue lebih milih dia."
Ini petir! Petir menyambar hatiku di sore hari yang panas. Matahari, matahari kian menghilang. Matahari yang selalu memberi kehangatan telah menghilang di telan bukit-bukit.
Ini karma? Bukan! Ini Dito yang berengsek!
"Berengsek! Cowok sialan! Pembohong!"
Apalagi? Apalagi kata makian yang pas buat makhluk gila seperti Dito. Aku benci Dito! Aku benci!
Ku ambil paksa kalung dengan liontin Anne ini. Mengabaikan rasa sakit yang sepertinya lecet di leher, tapi hatiku rasanya lebih sakit.
"Bohong! Semuanya bohong!"
Kulempar kalung itu tepat mendarat di hidung si berengsek ini! Aku kurang puas. Ku pukul dia di lengan berkali-kali hingga dia menghindar dan berjalan ke arah mobil milik Leo.
Berlalu... Mobil itu berjalan pergi...
Apa? Dia berlalu...
Ya.. meninggalkan aku sendiri disini..
Tanpa menoleh sedikitpun.
Apa ini?
Rasa apa ini yang mulai tumbuh di dada. Rasanya sakit menyayat.
Jenis sakit apa ini?
Membuat mataku berair lebih banyak.
Tanpa sadar mulai terisak yang ku coba tahan tapi tak bisa.
Aku.. disini sendiri berada pada halte yang sepi. Dengan air mata yang mulai meluncur satu persatu. Menatap bekas mobil yang dipakainya berlalu.
Matahariku berlalu, matahariku menghilang. Cinta pertamaku menyakitkan! Aku tertipu disaat aku mengira aku yang menipunya.
Dia kejam!
Dia tega!
Ah.. ternyata... Sesakit ini patah hati... Sendiri dalam gelapnya malam.
Ini... Cinta pertama ku.. dan aku yang kalah.. darimu Ditto.
Sakit.
***
Terimakasih..
💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top