Silhouette
JDEERR!!!
Tiba-tiba seorang lelaki berbaju hitam yang sedang menyebrang jalan tertabrak sebuah angkot yang melesat cepat. Lelaki itu terhempas beberapa meter dan akhirnya diam tak bergerak. Entah ia masih hidup atau sudah lewat. Penduduk sekitar dengan sigapnya mengelilingi lelaki itu. Sampai tak ada celah sedikitpun. Padahal, lelaki yang tertabrak itu membutuhkan oksigen yang cukup jika seandainya ia masih hidup.
Untungnya, masih ada orang yang bukan hanya sigap, tapi dia pintar dan rela berkorban juga. Orang itu cepat-cepat membawa si korban itu sebelum orang-orang yang mengelilingi si korban menghirup semua oksigen yang ada, dan memasukan si korban ke dalam mobilnya yang mewah. Akhirnya mobil itu pun melesat dengan cepat. Sekarang, penduduk penghirup oksigen itu sedang menghakimi si supir angkot. Mereka ingin menambah korban rupanya. Aku, yang dari tadi santai-santai saja berdiri di pinggir jalan, akhirnya melanjutkan perjalanan pulang.
Angkot rupanya. Lelaki itu tertabrak sebuah angkot rupanya. Pernyataan itu sedikit janggal bukan? Bukannya panik atau terkejut, aku malah berjalan santai dan berkata dalam hati 'angkot rupanya'.
Pernyataan itu seolah-olah menyatakan bahwa aku tahu kecelakaan itu akan terjadi dan aku baru tahu tadi kalau yang menabrak lelaki itu adalah sebuah angkot. Iya kan? Hapus kata 'seolah-olah', karena aku memang benar-benar sudah tahu. Aku sudah tahu lelaki berbaju hitam itu akan tertabrak sebuah kendaraan. Aku sudah tahu akan ada penduduk sekitar yang sigap. Aku sudah tahu akan ada seseorang yang sigap, pintar, dan rela berkorban, tapi aku tidak tahu lelaki itu tertabrak oleh apa. Aku baru tahu tadi kalau yang menabrak lelaki itu adalah sebuah angkot.
Sekarang, apakah kau bertanya-tanya bagaimana bisa aku tahu semua itu? Mungkin kau bertanya tanya ...
Apakah aku seorang dukun? Tidak.
Apakah aku seorang pesulap? Tidak.
Apakah aku seorang peramal dengan bola ajaibnya? Hampir benar.
Yang jelas aku bisa melihat masa depan. Aku tahu, aku tahu, itu kedengarannya sangat fiksional, tapi aku benar-benar dapat melihat masa depan.
Aku mengidap FDS atau Future Dream Syndrome, yaitu sindrom yang memungkinkan pengidap dapat melihat masa depannya melalui mimpinya. Belum ada penjelasan ilmiah tentang sindrom ini. Hanya ada beberapa orang yang mengidap sindrom ini di dunia. Aku tahu itu semua dari internet.
Sekarang kembali ke lelaki yang tertabrak angkot. Aku sudah memimpikan kejadian itu beberapa minggu yang lalu, dan baru terjadi hari ini. Kejadian masa depan di mimpiku itu bisa terjadi kapan saja setelah mimpi itu didapat. Kau mengerti apa yang kumaksud kan?
Oh iya, ada sedikit penjelasan tentang sistematis FDS berdasarkan apa yang telah kualami selama ini. Jadi, tidak setiap malam aku mendapatkan mimpi FDS itu. Dalam satu malam, ada tiga kemungkinan. Aku mendapatkan Mimpi FDS, mendapatkan mimpi biasa, atau tidak mendapatkan mimpi sama sekali. Ada perbedaan yang signifikan antara mimpi FDS itu dengan mimpi biasa. Kalau mimpi biasa, biasanya tidak jelas plot mimpinya, tidak jelas alurnya, dan mudah sekali untuk dilupakan. Kau pernah kan saat bangun dari tidur kau merasa memimpikan sesuatu tapi kau lupa mimpinya seperti apa? Ya, itulah mimpi biasa. Sedangkan mimpi FDS itu hampir semuanya jelas terpampang nyata. Plot dan alurnya dapat terlihat dengan jelas. Biasanya mimpi FDS ini memperlihatkan satu kegiatan atau satu kejadian yang akan terjadi di waktu mendatang.
Hanya saja, ada satu hal yang tidak terlihat jelas di dalam mimpi FDS itu. Biasanya, hal itu adalah hal yang sangat penting dalam kejadian yang akan terjadi nanti. Sebagai contoh kejadian tadi. Aku tidak melihat dengan jelas kendaraan apa yang menabrak lelaki itu di mimpi FDS-ku beberapa minggu yang lalu. Tapi aku melihat dengan jelas lelaki berbaju hitam itu terhempas, aku pun melihat para penduduk itu dengan jelas. Lalu alur selanjutnya juga begitu. Oleh karena itu, tadi aku hanya tertarik pada angkotnya saja, tak peduli soal kecelakaannya. Kurasa aku sudah jelas memberitahu tentang sindromku itu.
***
Aku sedang berada di kelas. Jelas sekali ini adalah kelasku. Kelas 12 IPA E. Aku sedang duduk di tempat duduk yang biasanya kududuki. Di belakang barisan pertama atau bisa dibilang barisan kedua. Di sebelah kananku ada Kevin, teman sebangkuku. Di depan Kevin ada Sinta, sedangkan di depanku ada seorang perempuan. Tidak jelas siapa perempuan itu. Dia hanya berupa siluet kehitaman.
Tiba-tiba Sinta dan siluet perempuan itu berbalik ke arahku. Kami mengobrol, tetapi tak ada suara yang dapat terdengar. Aku menuliskan sesuatu pada kertas selembar dan memberikannya pada perempuan itu. Perempuan itu menerimanya.
Aku terbangun dari tidurku. Itu tadi hanya sebuah mimpi. Tadi itu ... itu mimpi FDS. Itu adalah sekilas masa depanku yang entah kapan akan terjadi. Bisa saja itu terjadi hari ini, besok lusa, seminggu yang akan datang, sebulan yang akan datang, atau kapan saja.
Di mimpi itu tadi, aku melihat siluet perempuan itu ... lagi. Ya, dia adalah bagian penting yang tak terlihat jelas dalam mimpi FDS-ku. Dia sudah sangat sering muncul di mimpi FDS-ku, tapi sampai sekarang aku belum menemukan siapa perempuan itu sebenarnya. Belum ada mimpi FDS tentangnya yang terjadi di kenyataan. Karena siluet perempuan itu sering muncul di mimpi FDS-ku itu, dapat kusimpulkan dia akan menjadi bagian penting dalam hidupku. Yaitu mungkin dia akan menjadi pendamping hidupku kelak. Terakhir aku memimpikannya yaitu ketika kami berpapasan di lorong sekolah. Sampai sekarang belum terjadi. Dan sekarang aku memimpikan siluet perempuan itu berada di kelasku.
Tunggu sebentar ... dia teman sekelasku! Dia adalah perempuan yang duduk di depanku! Kuingat-ingat lagi siapa yang biasanya duduk di depanku. Tidak salah lagi, dia adalah Rani, teman sebangku Sinta. Ya, itu dia. Namun apakah benar dia adalah siluet perempuan itu? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.
***
Aku sudah masuk ke dalam kelasku, dan duduk di tempat biasanya aku duduk. Kevin sudah berada di tempatnya. Di depan Kevin sudah ada Sinta, dan di sebelah Sinta sudah ada Rani. Rani, seorang perempuan dengan rambut panjang lurus, bermata bulat, berhidung mungil, dan mempunyai senyum manis itu sedang terpaku pada buku pelajaran. Percaya atau tidak, Rani adalah sahabatku sejak kami masih anak-anak. Kami dijuluki tiga serangkai, bersama dengan Kiyoe, sahabatku yang satunya lagi. Kiyoe sekelas juga dengan kami. Rani memang termasuk murid yang cantik dan pintar, tapi aku jarang memerhatikan dia secara "istimewa". Kau tahu kan maksudku?
Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika. Aku, lumayan jago sih matematika. Aku tidak menyombongkan diri, tapi aku memang jago matematika. Kami sekarang sedang mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru, dan tiba-tiba saja Rani dan Sinta berbalik ke belakang. Bukan main aku terkejut. Seketika aku teringat pada mimpiku pagi ini. Kejadian ini ... apakah benar ini akan menjadi kejadian yang sama seperti di mimpiku tadi pagi?
"Sony, lo ngerti yang nomer lima? Kok susah banget ya?" tanya Rani dengan wajah bingung.
"Iya, Son," timpal Sinta.
"Ngerti."
"Yes ... kerjain dong di buku gue!" kata Rani seraya memberikan bukunya padaku.
Aku pun menuliskan cara penyelesaian soal nomor lima itu. Dengan cepat. Kemudian, kukembalikan buku itu padanya.
"Wah, makasih ya!" seru Rani sambil tersenyum lebar.
***
Ah, apa sih? Apakah benar Rani adalah siluet perempuan itu? Apakah benar Rani itu bagian penting dalam masa depanku? Sambil berjalan pulang, aku memikirkan hal-hal itu. Aku bertanya pada diriku sendiri, dan tak bisa menjawabnya.
Sebuah kilasan masa depan di mimpi FDS-ku tadi pagi, pada kehidupan nyata sudah terjadi hari ini. Cepat sekali terjadinya. Hanya dalam hitungan jam setelah aku mendapatkan mimpi itu. Ini tak biasa. Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba segerombolan warga mengejar sebuah motor yang sepertinya itu motor jambret. Oh, para warga itu mengejar sebuah motor rupanya.
***
Aku sedang berada di jalan yang biasanya kulewati setiap hari saat pulang sekolah. Aku menoleh ke arah kiri, ada siluet perempuan itu. Dia sedang berjalan bersamaku, di sampingku.
Kami berbelok ke arah sebuah kios penjual jus. Siluet perempuan itu membeli sebuah jus. Jus jeruk sepertinya. Siluet perempuan itu pun membayar dan langsung meninggalkan kios itu. Kami pun melanjutkan perjalanan.
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi tentang siluet perempuan itu. Aku tak pernah mendapat mimpi FDS dua hari berturut-turut seperti ini. Mimpi yang serupa pula. Entahlah.
***
Hari ini, entah kenapa aku selalu kembali memikirkan mimpiku pagi ini. Aku memikirkan segala kemungkinan yang ada. Aku mempunyai firasat bahwa aku akan mengetahui secara pasti siapa siluet perempuan itu dalam waktu dekat. Hanya perlu beberapa mimpi lagi untuk memastikan. Sepulang sekolah, aku memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki seperti biasa. Di gerbang sekolah, aku sempat bertemu dengan Rani. Dia sedang bersama Kiyoe.
Kiyoe itu sahabat kami berdua, seperti apa yang sudah kukatakan sebelumnya. Dia adalah seorang gadis keturunan Jepang asli yang besar di Indonesia. Saat kami mengobrol dengan Kiyoe, biasanya kami mencampur dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jepang.
Aku pun berjalan melewati mereka dan berjalan cepat di jalan yang sudah bosan merasakan sol sepatuku ini. Tak lama, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku berbalik, dan tenyata itu Rani!
"Tungguin gue dong!" kata Rani yang terlihat capek mengejarku.
"Lah, Ran? Ngapain lo?"
"Bareng dong pulangnya," pintanya.
"Lah? Gak sama Doni? Udah putus ya?" candaku.
Oh iya, Rani sudah mempunyai pacar. Iya, benar. Namanya Doni. Siapa yang tak tahu Rani, pacarnya Doni. Sudah tertanam di dalam benak khalayak ramai tentang hal itu. Karena itu, aku jarang memerhatikan Rani secara istimewa. Karena itu juga, aku masih ragu kalau Rani itu adalah siluet perempuan itu.
"Iya. Gue udah putus. Dia gak nganterin gue pulang lagi."
"Oh ... HAH? Beneran?"
"Iya ... makanya itu gue jalan."
"Oh gitu." Aku mengangguk-angguk. "Gak bareng sama Kiyoe?"
"Dia kan dijemput sama ayahnya. Gak enak kalau ikut gitu aja."
"Kenapa gak naik angkot?"
"Nanya melulu ah," katanya dengan wajah sok kesal. "Gak mau aja gue naik angkot. Kadang supir jurusan ini suka melakukan atraksi berbahaya."
Aku tertawa kecil ketika mendengar pernyataan Rani tadi. Itu lucu loh. Aku menoleh ke kiri, Rani sedang berjalan bersamaku, di sampingku.
"Gue mau beli jus ah, haus," katanya yang kemudian menarikku ke sebuah kios jus.
"Bu, jus jeruknya satu," kata Rani kepada ibu penjaga kios. "Lo gak beli?"
"Nggak."
"Gue jajanin deh."
"Nggak, makasih Ran. Gue gak haus, suer."
"Oh, oke."
Aku mulai takut. Sejauh ini, semua hal yang ada di mimpi FDS-ku benar-benar terjadi sangat cepat. Mimpiku yang tadi pagi, baru saja terjadi tadi. Rani membeli jus jeruk sama seperti siluet perempuan dalam mimpiku itu. Itu semakin menguatkan dugaankanku kalau Rani adalah siluet perempuan itu. Ditambah lagi dengan putusnya Rani dengan Doni. Seperti dibukakan jalannya. Jalan menuju kepastian siapa siluet perempuan itu. Namun sekarang, aku berharap mendapatkan beberapa mimpi FDS lagi untuk memastikan.
"Ini, Bu," Rani memberikan uang sepuluh ribu rupiah dan ibu kios memberikan kembalian sebesar lima ribu rupiah. "Makasih ya Bu."
Kami pun segera melanjutkan perjalanan pulang. Rumah kami dan rumah Kiyoe memang berdekatan. Oleh karena itu tadi aku menanyakannya kenapa tidak pulang bersama Kiyoe. Seperti yang sudah kukatakan, kami memang sudah bersahabat sejak kecil.
***
Aku sedang berada di taman. Taman ini, taman ini adalah taman di dekat rumahku. Aku menoleh ke samping, ada siluet perempuan itu. Dia sedang berjalan di sebelahku. Dia sedang meminum jus jeruk.
Kami terus berjalan sampai keluar dari taman. Kami berdua sudah berada di samping rumah yang besar. Hanya tinggal beberapa meter lagi menuju rumahku...
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi siluet perempuan itu. Mimpi yang serupa selama tiga hari berturut-turut. Apa artinya ini? Aku punya firasat kalau mimpi FDS-ku hari ini, akan terjadi hari ini juga, karena kemarin-kemarin juga begitu.
***
PUK!
Aku berbalik dan melihat Rani tersenyum lebar menatapku. Rani melepaskan tangannya dari pundakku. "Hai!" sapanya penuh semangat.
"Oh, jadi setiap hari jalan nih?" tanyaku dengan nada bercanda.
"Gak ada pilihan lain."
"Oh gitu."
Kami pun berjalan dalam keheningan. Aku ingin membuka topik pembicaraan. Tapi apa? "Lo kenapa bisa putus?" Kata itu tiba-tiba keluar tanpa kusadari.
"Eh, lo nanya gue?"
"Emangnya ada siapa lagi disini?"
"Bilang aja iya, susah amat," katanya dengan nada sok ketus. "Gue putus, gak tau kenapa. Udah lama gak sejalan lagi sih pemikirannya gue sama dia."
"Oh. Terus sekarang?"
"Sekarang apa?" Rani terlihat kebingungan mendengar pertanyaanku. Aku sendiri pun tak tahu kenapa aku bertanya itu. "Eh, gue mau beli jus lagi ah. Dan sekarang, lo gak boleh nolak gue mau beliin lo."
Akhirnya kami pun berhenti di kios jus dan Rani membeli jus jeruk lagi, dan memberiku jus mangga. Setelah itu, kami mulai berjalan kembali.
"Eh, lewat taman yuk. Lewat taman juga bisa kan? Yang nembus-nembus ke rumah Kiyoe duluan." ajak Rani.
"Iya bisa. Cuma gue jarang lewat situ. Agak lebih jauh dari rute ini."
"Lebih jauh dikit doang."
Akhirnya, aku turuti juga kemauan dia. Kuakui, lewat taman ini juga ternyata menyenangkan dan menenangkan. Walaupun sedikit lebih jauh, tapi rasanya lebih cepat lewat taman ini. Waktu jadi tak terasa. Sekarang aku sedang meminum butir-butir terakhir jus manggaku. Aku menoleh ke samping, ada Rani. Dia sedang berjalan di sebelahku. Dia sedang meminum jus jeruknya. Kami terus berjalan sampai keluar dari taman, dan terlihatlah rumah megah dari kejauhan. Itu rumah Kiyoe. Sepertinya dia sudah pulang dari tadi. Kami pun melewati rumah Kiyoe dan akhirnya Rani pulang ke rumahnya. Beberapa langkah kemudian, aku sampai di rumahku.
***
Aku sedang duduk santai di ruangan depan rumahku. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu depan. Aku membuka pintu dan ternyata dia adalah siluet perempuan itu.
Aku dan dia mengobrol tanpa suara. Aku tak dapat mendengar suara apapun. Tak lama, aku berbalik dan menaiki tangga menuju ke kamarku. Aku berganti pakaian dan segera turun, lalu menemui siluet perempuan yang sedang menunggu di ambang pintu.
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi siluet perempuan itu. Mimpi yang serupa empat hari berturut-turut. Ini semua mulai aneh. Dan semakin dekat dengan titik terang. Setelah tiga hari berturut-turut mendapatkan mimpi FDS, aku mempelajari satu hal. Semua masa depan di mimpi itu terjadi hari itu juga. Aku yakin mimpi yang kudapat hari ini akan terjadi hari ini juga.
***
Hari ini hari Minggu. Tentu saja sekolah libur. Aku sekarang sedang santai. Entah apa lagi yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa duduk santai di ruangan depan rumahku dan memikirkan segala hal, terutama mimpi-mimpi itu. Aku mulai berpikir kembali ke hari pertama aku mulai mendapatkan mimpi beruntun ini.
Hari pertama, aku bermimpi aku sedang berada di kelas dan siluet perempuan itu tepat berada di depanku. Di kenyataan, orang yang berada di depanku saat itu adalah Rani. Hari kedua, aku bermimpi aku berjalan bersama siluet perempuan itu sepulang sekolah, dan dia membeli jus jeruk. Di kenyataan, orang yang berjalan bersamaku dan membeli jus jeruk adalah Rani. Hari ketiga, aku bermimpi berjalan melewati taman bersama dengan siluet perempuan itu yang sedang meminum jus jeruk. Di kenyataan, orang yang berjalan bersamaku dan meminum jus jeruk adalah Rani. Aku tak tahu apakah ini artinya siluet perempuan itu adalah Rani atau bukan. Yang jelas, mimpi-mimpi itu terjadi di hari itu juga. Dan posisi Rani ada di posisi siluet perempuan itu. Entahlah, aku masih butuh mimpi yang lain.
TOK... TOK... TOK...
Aku terkejut ketika pintu yang tepat ada di hadapanku itu ada yang mengetuk. Aku pun menghampiri pintu itu dan perlahan-lahan memegang pegangan pintu, dan perlahan-lahan juga membuka pintu itu. Dia Rani!
"Sony! Lo lupa ya?! Hari ini kita kerja kelompok di rumah Kiyoe! Gue udah gabut nungguin lo disana tau?! Ayo cepetan!" sembur Rani.
"Iya, iya maaf gue lupa!!" kataku yang langsung naik ke atas menuju kamarku. Aku berganti pakaian, mengambil sebuah buku, dan melesat turun menemui Rani di ambang pintu.
"Kiyoe mana?" tanyaku.
"Dia nungguin di sana. Cepetan ah!"
Kami pun pergi ke rumah Kiyoe.
***
Aku sedang berada di toko buku. Banyak sekali buku disini. Aku tahu toko buku ini. Ini toko buku dekat sekolah. Tiba-tiba, siluet perempuan berlari ke arahku. Dia menunjukkan sebuah buku padaku. Buku itu terlihat familiar. Buku berwarna merah.
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi siluet perempuan itu. Mimpi yang serupa lima hari berturut-turut. Apakah ini tak berlebihan?
***
"Temenin gue ke toko buku deket sekolah, Son!" pinta Rani ketika kami berada di gerbang sekolah.
"Hah? Ngapain?"
"Nyari buku lah. Gue mau nyari novel."
"Gak sama Kiyoe aja?"
"Dia gak bisa. Sinta juga gak bisa. Gue gak mau tau, temenin gue Sony!" katanya seraya menarik tanganku. Aku tersenyum saja melihat tingkahnya.
Kami berjalan menuju toko buku itu karena memang toko buku itu sangat dekat dengan sekolah kami. Tak lama, kami sudah berada di dalam toko buku. Banyak sekali buku disini. Yah, walaupun toko buku ini tak sebesar toko buku yang sudah terkemuka di Indonesia, tapi soal kelengkapannya tak kalah.
Aku mengelilingi rak-rak yang berisi buku horror misteri. Mencari-cari buku favoritku. Goosebumps, buku serial yang ditulis oleh R.L.Stine. Ketika sedang asyik-asyiknya mencari buku itu, tiba-tiba Rani berlari ke arahku sambil membawa buku di tangannya.
"Ketemu, ketemu, Sony!" serunya sambil menunjukkan buku berwarna merah muda dengan judul 'Cinta Merah Muda'.
"Oh, baguslah. Ran, gue mau nyar..."
"Let's go, pulaaang!" sela Rani.
Aku berniat untuk mencari buku favoritku itu, tapi mau bagaimana lagi? Aku hanya dapat menghela napas panjang. Kami pun langsung pulang setelah itu.
***
Aku sekarang sedang berjalan di jalan yang biasanya kulewati saat pulang sekolah. Ini adalah jalan sebelum gerbang taman itu. Aku menoleh ke kiri, aku sedang berjalan berdampingan dengan siluet perempuan itu.
Ketika sudah dekat dengan gerbang taman, tiba-tiba seorang pedagang bunga memanggil-manggilku. Aku mengisyaratkan agar siluet perempuan itu jalan duluan. Dia mengangguk dan berjalan memasuki taman. Aku mendekati pedagang bunga itu dan mengambil setangkai bunga mawar.
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi siluet perempuan itu. Mimpi serupa enam hari berturut-turut. Aku mempunyai firasat kalau semua ini akan berakhir dalam waktu dekat. Aku sudah hampir yakin kalau siluet perempuan itu adalah Rani. Jika hari ini posisi siluet perempuan itu lagi-lagi sama dengan posisi Rani di kehidupan nyata, aku yakin sepenuhnya kalau siluet perempuan itu adalah Rani.
***
PUK!
Seseorang menepuk pundakku dengan keras. Aku berbalik. Dia Rani!
"Tungguin gue kek. Gue kan sekarang jalan kaki," katanya seraya berjalan berdampingan denganku.
"Ra-Rani ... ternyata lo bener bener ..."
"Gue, bener bener apa?"
"Ehm, gak. Gak jadi."
"Gak jelas lo ah."
Kami pun melanjutkan berjalan seperti biasa. Rani tidak membeli jus lagi. Mungkin dia sedang tidak haus. Sampai di mana kami telah dekat gerbang taman, di mana suara memanggil-manggil terdengar.
"Dek, ayo dek!! Bunganya nih dibeli dek!!"
Itu dia. Tukang bunga yang ada di mimpiku. Benar-benar persis sekali.
"Ran, lo duluan aja deh. Tar lo kekejar kok sama gue. Gue bentar doang mau ... ini ... ehm ... mau beli bunga buat ... em ... buat di rumah. Vas bunga kosong soalnya. He he," kataku berbohong. Aku tak pernah pandai berbohong. Entah untuk apa juga aku berbohong, bilang saja aku tak tahu kenapa harus beli bunga, aku hanya mengikuti mimpi.
Aku pun membeli sebuah bunga mawar. Nah, sekarang untuk apa bunga ini? Mungkin saja bunga ini untuk kuberikan pada Rani, tapi mungkin ini belum saat yang tepat. Aku pun menyimpan bunga itu di tempat terbaik di tasku. Lalu, berlari mengejar Rani.
***
Aku sedang berada di taman, memegang sebuah bunga mawar. Aku berjalan ke sebuah bangku taman, disana ada siluet perempuan itu. Dia sedang duduk manis. Aku mendekatinya dan berdiri di depannya. Lalu, aku memberikan bunga mawar itu kepada siluet perempuan itu.
Aku terbangun dari tidurku. Mimpi FDS lagi, dan lagi-lagi siluet perempuan itu. Mimpi yang serupa tujuh hari berturut-turut, dan kurasa ini yang terakhir diantara serangkaian teka-teki mimpi tentang siluet perempuan itu. Mimpi itu adalah penyelesaian. Aku harus memberikan bunga mawar itu pada Rani hari ini di taman.
***
Aku sampai di sekolah agak siang. Sekolah sudah mulai ramai. Aku berjalan di lorong menuju ke kelasku. Ketika itu juga, aku berpapasan dengan Kiyoe.
"Ohayou gozaimasu, Sony," sapanya.
"Ohayou, Kiyoe!"
Ketika dia sudah lewat, aku menoleh ke belakang. Rambutnya yang hitam lurus tertiup angin seraya dia berjalan.
Dejavu
Aku pun masuk ke dalam kelas, lalu duduk di sebelah Kevin. Di depan Kevin sudah ada Sinta, tapi di sebelah Sinta tak ada Rani. Aku melihat Kiyoe masuk ke dalam kelas. Dia mengambil tasnya dari belakang dan duduk di depanku, di sebelah Sinta. Tunggu, ada apa ini?
"Kiyoe? Emang Rani pindah ke belakang?" tanyaku terheran-heran. Kiyoe dan Sinta berbalik.
"Nggak. Rani kagak masuk. Lo gak tau?" tanya Sinta.
"Gak masuk?"
"Iya, dia sakit," jawab Kiyoe.
Rani tidak masuk? Lalu bagaimana dengan mimpi itu? Harusnya terjadi hari ini kan? Biasanya terjadi pada hari itu juga kan? Tidak mungkin hari ini dia yang sedang sakit kuajak ke taman, hanya untuk memberikan bunga padanya. Terlalu dipaksakan. Padahal aku sudah membawa bunga yang kemarin.
"Kena demam cinta kali dia. Ha ha," celetuk Sinta.
"Demam cinta?"
"Iya. Wah jangan-jangan lo gak tau. Rani balikan sama Doni kemaren," kata Sinta.
Rani balikan? Tunggu, apa maksud dari semua ini? Tidak mungkin aku memberikan mawar di taman pada Rani yang sedang sakit dan sudah mempunyai pacar! Ini semua menjadi semakin rumit.
"Eh, Sony. Nama buku matematika yang bagus itu apa? Aku mau cari bukunya," suara Kiyoe yang cempreng-cempreng lucu itu memecah lamunanku.
"Oh, itu. Namanya panjang, ribet. Aku tulisin aja ya di kertas," kataku. Aku pun merobek kertas selembar dan menulis nama buku yang dimaksud. Setelah itu kuberikan kertas itu pada kiyoe.
"Arigatou," kata Kiyoe.
"Ya, sama-sama."
Dejavu
***
Pulang sekolah pun tiba, seperti biasa, aku pulang jalan kaki di rute yang sama. Sambil berjalan, aku membuka tasku, mengambil bunga mawar yang kubeli kemarin, dan melemparkannya ke dalam got. Masa depan apanya? Mimpi FDS apanya? Semuanya sudah benar. Dari mimpi hari pertama sampai hari keenam, semuanya terasa benar, tapi, di hari ke tujuh ini, semuanya salah.
PUK!
Seseorang menepuk pundakku. Aku terlonjak kaget. Aku pun menoleh ke belakang dan benar-benar terkejut. Dia, orang yang menepuk pundakku, adalah seorang perempuan berambut hitam lurus, dengan wajah yang sangat oriental khas Jepang.
"Kiyoe??" tanyaku terkejut.
"Ah, maaf Sony. Aku ngagetin ya?" Dia benar-benar cemas aku terkejut karenanya.
"Gak kok, gak. Kamu gak dijemput ayah?"
"Tidak. Ayah lagi kerja di luar kota. Jadi, aku harus pulang sendiri."
"Oh. Kenapa gak naik angkot?"
"Aku tidak ada teman. Lagipula Rani bilang bahaya naik angkot di daerah ini."
Aku tertawa pelan mendengar pernyataan dari Kiyoe. Rani dan Kiyoe tak ada bedanya. "Oh. Jadi gak ada pilihan lain selain jalan kaki?"
"Ya. Untung ada Sony," kiyoe mengembangkan senyum yang manis dan matanya yang bersinar menatapku hangat. "Ngomong-ngomong, aku haus."
"Haus?" Aku mencoba mencari tempat apa saja, yang ada minumannya, dan akhirnya aku melihat kios jus itu. Kios jus di mana Rani suka membeli jus jeruk. "Itu beli jus aja."
"Ah, ya. Ayo!" serunya yang langsung berlari ke kios itu.
Aku tak mengikutinya berlari. Aku hanya tersenyum saja melihat tingkahnya yang seperti anak kecil. Sesampainya aku disana, Kiyoe langsung berbalik kearahku.
"Sony mau jus?" tanya Kiyoe.
"Ah, ga usah. Aku gak haus."
"Beneran?"
"Iya, beneran. Kamu aja yang beli."
"Oke," kiyoe pun kembali berbalik. "Jus jeruknya satu."
Si ibu penjaga kios langsung bergerak secepat kilat membuatkan pesanan Kiyoe.
"Kiyoe, Rani sakit apa?" tanyaku karena penasaran.
"Eh? Sony beneran tidak tahu?"
"Iya."
"Rani sakit demam."
"Oh gitu. Terus tentang dia balik—"
"Ini dek jusnya," sela ibu penjaga kios. Ah, padahal aku ingin bertanya perihal desas-desus Rani yang balikan dengan Doni. Kiyoe pun mengambil jus jeruknya pesanannya dan membayar dengan uang pas.
"Arigatou gozaimasu," kata Kiyoe.
"Eh, iya, iya, gosaimas." celetuk ibu penjaga kios.
Kiyoe tertawa pelan, dan kami pun melanjutkan perjalanan pulang.
Dejavu.
Kami terus berjalan sampai kami berada di dekat gerbang taman. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di benakku. Selama ini Kiyoe selalu dijemput oleh ayahnya, dan juga kami jarang main ke taman, bagaimana kalau kuajak saja dia pulang lewat taman?
"Kiyoe, lewat sini yuk!" ajakku sambil menunjuk ke arah gerbang taman.
"Eh? Bukannya lebih jauh?"
"Nggak. Gak bakal kerasa. Ayo."
Aku pun berbelok dan masuk ke taman. Aku sedikit melirik ke arah tempat aku membeli bunga kemarin. Tak ada siapa-siapa disana. Tukang bunga itu tak berjualan.
"Tunggu!" seru Kiyoe yang masih tertinggal di belakangku.
"Lama sih."
"Sony yang jalannya terlalu cepat! Huh," kiyoe menggerutu. Aku tertawa.
Kami pun melanjutkan perjalanan di taman ini. Keheningan menyelimuti kami. Sebenarnya aku ingin bertanya perihal Rani dan Doni, tetapi kurasa tidak tepat bila aku bertanya pada Kiyoe. Untuk hal ini, lebih baik aku bertanya langsung pada Rani. Aku menoleh ke samping. Kiyoe sedang berjalan di sampingku. Dia sedang meminum jus jeruknya. Entah kenapa, tapi ada sesuatu hal yang berbeda dari Kiyoe, entah apa itu.
"Sony, ada apa?"
Aku, yang tertangkap basah sedang menatapnya dengan serius, tergagap menjawab pertanyaannya. "Ehm ... gak. Gak kenapa-napa."
Kami pun melanjutkan perjalanan pulang dalam keheningan. Kami akhirnya sampai pada gerbang keluar taman. Tak lama, terlihatlah rumah megah nan besar. Rumah Kiyoe.
"Sony, makasih udah mau nemenin aku pulang. Dah!" kata Kiyoe sesampainya kami di depan rumahnya. Dia pun bergegas masuk ke dalam rumahnya.
Dejavu.
Aku pun melanjutkan perjalan pulangku yang hanya tinggal beberapa belas meter ini sendiri. Aku berjalan melewati rumah Rani. Aku menatap tajam ke arah rumah Rani. Haruskah aku menjenguknya? Kurasa tidak sekarang, rumahnya terlihat sangat sepi. Haruskah aku mengajaknya ke taman hari ini? Tidak, tidak. Aku tahu mimpi itu bisa saja tidak terjadi hari ini, melainkan di hari-hari berikutnya, tapi itu aneh, semuanya jadi janggal. Entahlah.
Aku pun sampai di rumahku, aku mengambil kunci dari tasku dan membuka pintu depan. Setiap pulang sekolah aku selalu sendirian di rumah. Kedua orangtuaku bekerja sampai malam. Aku masuk ke dalam dan menutup pintu. Kemudian aku melepas sepatuku dan menatanya di rak sepatu dekat pintu. Aku meletakkan tasku di samping sofa dan langsung merebahkan diri ke sofa. Aku terlelap sekejap.
Hari yang berat, pikirku. Bayangkan saja, pelajaran hari ini di sekolahku tadi adalah Matematika, Kimia, kemudian yang terakhir adalah Fisika. Bagaimana bisa aku tidak gila? Ditambah lagi mimpiku itu. Aku tahu, aku terlalu berlebihan, tapi kau tak merasakan apa yang kurasakan kan? Ini menyangkut masa depanku.
TOK... TOK... TOK...
Hah? Ada yang mengetuk pintu depan. Aku bergegas menuju pintu dan membukanya. Seorang perempuan berdiri di hadapanku. Dia, dengan wajah orientalnya, aku tahu pasti siapa dia, sahabatku semenjak masih kecil, dengan wajah khas Jepang yang sebenarnya kusuka, dia adalah Kiyoe.
"Ano ... Sony. Maaf. Aku butuh bantuan. Cuma kamu yang bisa aku andalkan. Rani kan lagi sakit," kata Kiyoe dengan wajah cemas.
"Bantuan apa?"
"Sony mau nemenin aku ke toko buku dekat sekolah itu gak?"
"Hmm?"
"Aku mau cari buku yang kamu kasih tau tadi pagi. Biar tidak salah beli, Sony temenin. Lagipula aku juga tidak mau pergi sendirian."
"Oh oke. Tunggu sebentar."
Tanpa pikir panjang aku langsung berlari ke atas, ke kamarku. Apa yang harus kulakukan? Maksudku, biasa kami berpergian selalu bertiga, sekarang hanya aku dan Kiyoe. Aku segera mengganti seragamku dengan pakaian yang umum umum saja. Kaos dan jeans. Setelah selesai, aku langsung turun dan menemui Kiyoe yang sedang menunggu di ambang pintu.
"Ayo!" ajakku langsung.
"Ayo."
Aku baru memperhatikan bahwa Kiyoe memakai kaos dan rok panjang yang sangat cocok dipakai olehnya.
Dejavu.
Kami pun memulai perjalanan ke toko buku tersebut. Kami ke sana naik angkot setelah Kiyoe kubujuk agar mau naik angkot. Singkatnya, kami sudah sampai di toko buku yang berada di dekat sekolah kami itu. Kami pun sudah berpencar, Kiyoe biarlah saja mencari bukunya sendiri. Aku hanya memberitahu ciri-ciri buku itu.
Aku sekarang sedang berjalan-jalan melihat buku cerita. Aku sedang mencari buku favoritku lagi. Buku R.L.Stine itu. Saat itu aku belum menemukannya karena Rani minta pulang.
"Sony!" seru Kiyoe sambil berlari ke arahku. "Sony-kun, lihat! Aku dapat bukunya!"
Kiyoe menunjukkan buku berwarna merah dengan judul "MATEMATIKA CEPAT TANPA RUMUS. DIJAMIN!". Lalu Kiyoe menyerahkan buku itu padaku.
"Wah, cepet juga," kataku sembari melihat-lihat sampul buku itu.
"Oke. Ayo pulang," kata Kiyoe.
"Eh, tapi ... yaudah deh ayo," kataku. Awalnya aku ingin memberitahukan bahwa aku mau mencari buku itu, tapi ya sudahlah.
Dejavu.
Kami pun pulang dengan berjalan kaki. Kiyoe memintaku untuk pulang berjalan kaki. Katanya, ternyata jalan kaki itu menyenangkan juga. Dan juga katanya mumpung ayahnya masih kerja di luar, jadinya dia masih bisa jalan kaki karena tak ada yang jemput-jemput. Di sinilah kami sekarang, di jalan yang setiap hari kulewati. Cahaya matahari sore menjelang malam memancar redup. Kami berjalan dalam keheningan. Ingin aku berbicara sesuatu dengan Kiyoe, tapi apa? Tidak biasanya aku seperti ini, kebingungan dan berhati-hati. Entahlah. Kami sudah sampai di dekat gerbang taman. Tiba-tiba, aku merasa dipanggil-panggil. Aku melihat sekitar dan ternyata tukang bunga yang kemarin memanggil-manggilku.
"Dek! Dek! Adek yang kemarin kan? Sini sebentar!" kata tukang bunga itu. Aku punya firasat aneh. Aku tak boleh membiarkan Kiyoe mengetahui apa yang akan terjadi. Apapun itu.
"Kiyoe, kamu tunggu di dalem taman ya. Nanti aku nyusul," kataku. Awalnya Kiyoe terlihat kebingungan, tapi akhirnya dia mengangguk dan segera masuk ke dalam taman. Aku pun mendekati tukang bunga itu.
"Dek, adek yang beli bunga mawar kemarin di sini kan?" tanya tukang bunga itu.
"Iya, kenapa ya?"
"Selamat dek! Adek pelanggan ke-100 saya! Saya kemarin lupa. Sebagai tanda terima kasih, adek bebas milih satu bunga yang mana aja, gratis."
Apa-apaan?
Dejavu
Aku merasakan dejavu lagi. Sering sekali hari ini aku mengalami dejavu. Tadi aku dejavu saat Kiyoe menyapaku di lorong sekolah. Saat aku memberikan kertas ke Kiyoe. Saat Kiyoe berjalan pulang denganku dan membeli jus jeruk. Saat Kiyoe dan aku berjalan di taman. Saat Kiyoe datang ke rumahku. Saat kiyoe dan aku di toko buku. Terakhir, saat ini, aku dipanggil-panggil tukang bunga. Itu semua bukankah ... kejadian kejadian di mimpi FDS ku tujuh hari belakangan? Itu semua kejadian di mimpi berantai itu! Kejadian-kejadian itu baru terjadi! Semua kejadian itu baru terjadi hari ini! Itu artinya ... Kiyoe adalah siluet perempuan itu! Bukan Rani!
Aku berpikir, kejadian yang terjadi dengan Kiyoe memang lebih mirip dengan apa yang ada di mimpi-mimpi FDS itu dibandingkan dengan kejadian dengan Rani. Jadi kejadian yang terjadi dengan Rani itu hanya kebetulan yang benar-benar langka.
"Bingung dek?" pertanyaan tukang bunga memecah lamunanku.
"Eh, gak kok," aku segera mengambil sebuah mawar. "Makasih ya, Pak!"
Aku segera masuk ke dalam taman. Aku berjalan cepat mencari Kiyoe. Kiyoe adalah siluet perempuan itu. Jika dipikir-pikir lagi, aku memang menyukai Kiyoe, tapi hanya sekedar senang melihat wajahnya yang imut itu dan kagum pada kepribadiannya yang sangat sopan, dan sepertinya baru-baru ini juga aku merasa ada yang berbeda dari Kiyoe. Dia lebih cantik. Itu membuatku menyukai dia, tapi seminggu ini, Rani mengalihkan perhatianku. Aku berusaha memperhatikan Rani karena mimpi itu, tapi kenyataannya Kiyoe-lah sebenarnya siluet perempuan itu. Aku harus melakukan kejadian mimpi FDS-ku di hari ketujuh sekarang. Sekarang juga.
Aku melihat Kiyoe sedang duduk manis di sebuah bangku taman. Aku mendekatinya dan berdiri di depannya. Kiyoe terlihat kebingungan melihat bunga yang kupegang.
"Kiyoe ...." Aku memulai.
"Emm ... apa Sony?"
"Kiyoe ...," Aku memberikan bunga mawar itu pada Kiyoe. "Suki desu. Mau jadi pacar aku?"
Kiyoe terlihat terkejut. Wajahnya perlahan mulai berwarna merah. Kiyoe tergagap dengan suara pelan.
"Baiklah," katanya dengan senyuman lega.
Aku tersenyum. Lalu tertawa. Lalu berterimakasih pada Kiyoe. Selesai sudah. Mimpi FDS yang kudapatkan selama tujuh hari berturut-turut, telah selesai dalam satu hari. Kiyoe, tak disangka-sangka, ternyata adalah siluet perempuan itu.
***
Keesokan harinya, aku dan Kiyoe berjalan pulang bersama lagi, berhubung ayah Kiyoe belum pulang. Tak disangka, Kiyoe bercerita padaku bahwa dia sudah menyukaiku sejak lama, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Perihal hubunganku dengan Kiyoe, sampai sekarang belum ada yang tahu. Bahkan Rani sekalipun. Rani sudah masuk hari ini, paling dia pulang bersama Doni. Ternyata aku salah! Rani berlari mendekati kami.
"Lah Rani?" kataku
"Lah Kiyoe?" kata Rani.
"Ngapain lo disini?" kataku dan Rani serentak.
"Ran, gak pulang sama Doni. Bukannya udah balikan?" tanyaku
"Gue putus lagi," jawab Rani
"Apaan?! Lah kok bisa?" tanyaku terkejut.
"Gak bisa gue jelasin, pasti lu gak percaya. Kiyoe sendiri ngapain berduaan? Pacaran lo ya? Hahah!" candanya.
"Iya," jawabku.
"Eh?" tanya Rani.
"Iya, Rani," ulang Kiyoe.
"EEEHH??"
"Kenapa lo?" tanyaku pada Rani
"Terus siluet laki-laki di mimpi gue itu siapa dong??!"
SELESAI
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top