Gadis Taman


Pohon-pohon tinggi dengan dedaunan yang rimbun berjajar di kiri-kanan jalan setapak yang sedang kutapaki ini. Pohon-pohon itu membuat jalan sejuk karena dedaunannya menghalangi cahaya matahari yang berusaha menembus sampai ke permukaan. Percaya atau tidak, aku sedang berada di taman umum, bukan berada di hutan.

Aku suka taman umum ini. Ketika sedang bosan, taman inilah tempatku membunuh rasa bosan yang melanda. Aku biasanya duduk-duduk saja di bangku taman yang terdapat di sepanjang jalan setapak, rasanya sungguh damai. Tentu saja di taman ini bukan hanya aku pengunjungnya, walaupun tidak banyak. Di hari biasa, taman ini akan terasa agak lenggang, tapi di akhir pekan pengunjungnya akan membludak. Anehnya, liburan semester tidak berpengaruh. Saat liburan semester, taman ini akan sepi seperti hari biasa. Entah kenapa.

Hari ini adalah awal liburan semester. Ini artinya hampir setiap hari aku dapat berkunjung ke taman ini. Kebetulan rumahku dekat sekali dengan taman, berjalan kaki pun tidak masalah. Tujuanku datang ke taman ini sekarang bukanlah untuk membunuh rasa bosan, tujuannya lain sekarang. Aku berusaha mencari inspirasi untuk ceritaku. Aku sedang mencoba untuk membuat novel yang akan kukirim ke penerbit. Aku selalu berangan-angan mempunyai sebuah novel yang dipajang di toko-toko buku, dibaca semua orang, itu akan membuatku sangat senang dan bangga.

Sekarang biar kuperkenalkan diriku dulu, namaku Riki Saputra. Aku duduk di kelas dua belas SMA saat ini, dan sedang menikmati liburan semester. Aku cukup berpengalaman di dunia kepenulisan, aku sudah hobi menulis sejak SMP. Selama ini aku masih belajar agar dapat menjadi penulis yang benar dan sudah mengikuti kaidah yang ada, dan akhirnya sekarang aku memutuskan bahwa aku sudah mampu. Aku tidak yakin aku dapat menulis novel dalam waktu dua minggu liburan ini, tapi jika aku sudah dapat outline yang kuat dan inspirasi yang mengalir deras, aku yakin waktu dua minggu sudah cukup.

Sekarang, aku sedang duduk di bangku taman, dan mengeluarkan sebuah buku catatan. Di taman ini aku akan menulis kerangka cerita yang akan kutulis di buku catatan, kemudian nanti di rumah baru aku akan mengetiknya di komputerku. Bahaya jika aku tiba-tiba mendapatkan inspirasi namun tidak kutulis dengan segera, aku tidak akan bisa mendapatkan perasaan yang sama pada saat aku sampai ke rumah.

Aku melamun agak lama, namun inspirasi nampaknya tak kunjung datang juga. Di saat aku hampir putus asa dan berniat beranjak dari tempat dudukku, tiba-tiba bangku taman yang berada di sisi lain jalan setapak, atau sederhananya yang berada di seberangku yang awalnya kosong telah diduduki oleh seseorang. Dia adalah seorang gadis yang kelihatannya sebaya denganku. Rambutnya panjang sepunggung, bergelombang dan berwarna kecoklatan. Ia memakai sweater lengan panjang dan bawahan celana jeans, juga membawa tas punggung. Gadis itu menarik perhatianku. Ia sungguh cantik.

Aku berpura-pura menulis sesuatu di catatanku sembari sebentar-sebentar mencuri pandang ke gadis itu. Saat ini ia sedang mengeluarkan sesuatu dari tasnya, dan ternyata itu adalah sebuah laptop. Itu wajar saja, karena di taman umum ini, terpasang free wifi di setiap sudut. Program pemerintah yang satu itu benar-benar dapat meningkatkan minat mengunjungi taman umum.

Saat aku sedang memerhatikan dirinya yang sibuk dengan laptop-nya, tiba-tiba ia menoleh kepadaku. Aku tertangkap basah sedang menatapnya. Dengan tergesa-gesa aku segera berpura-pura menulis sesuatu lagi di catatanku. Aku harap ia tidak menyadari bahwa aku tadi sedang memerhatikannya, tapi itu tidak mungkin. Soalnya tadi mata kami bertemu. Aku tadi menatap lurus matanya yang indah dan bulat itu.

Tanpa kusadari, aku sedari tadi sudah tidak lagi pura-pura menulis sesuatu, tapi sekarang aku sedang benar-benar menulis kerangka cerita yang akan kubuat. Semuanya keluar begitu saja dari benakku setelah aku melihat gadis itu. Ia memberiku inspirasi. Aku sedari tadi mendeskripsikan gadis itu di buku catatanku, dan sekarang aku sedang memikirkan jalan cerita yang menarik untuk gadis itu.

Aku berusaha melihat ke arah gadis itu lagi, kali ini aku melakukannya dengan hati-hati. Aku melihat gadis itu sedang mengetik sesuatu di laptop-nya. Kukira aku sudah mendapatkan jalan ceritanya. Novel yang kubuat akan bercerita tentang gadis itu dan taman ini. Aku pun segera mencatat segala yang kupikir perlu untuk mengembalikan ingatanku nanti saat di rumah. Saat aku hendak melihat gadis itu lagi, gadis itu ternyata sedang menatapku juga. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Aku pun begitu.

Berkali-kali kami melakukan hal yang sama, seharian. Ketika langit cerah sudah mulai berubah kejinggaan, aku memutuskan untuk pulang. Sudah cukup lama aku berada di taman ini, berhadapan dengan gadis itu. Gadis itu masih berada di sana. Entah kenapa dia sangat anteng. Tanpa aba-aba, aku segera beranjak dari bangku taman yang kududuki dan merenggangkan tubuhku, lalu segera berjalan meninggalkan taman. Aku dapat melihat di sudut mataku bahwa gadis itu sedang melihat ke arahku. Jujur, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, apakah aku harus berkenalan atau apa? Tapi akhirnya aku pulang saja tanpa menghiraukan gadis yang telah memberiku inspirasi itu.

***

Tidak disangka, esok harinya gadis itu sudah duduk manis di bangku taman yang kemarin ketika aku tiba. Aku sejenak terdiam dan menatap tak percaya, lalu segera duduk di bangku seberangnya. Ini persis seperti kemarin. Aku bingung, apakah ia akan ke sini setiap hari seperti diriku? Kalau iya, maka aku harus berkenalan dengannya karena jika setiap hari kami hanya bertukar pandang tanpa kenal satu sama lain itu akan terasa aneh. Namun pada akhirnya aku memang tidak melakukannya.

Semenjak itu, ia memang datang ke taman umum itu setiap hari sepertiku. Melakukan hal yang sama setiap hari sepertiku. Setiap harinya, kami melakukan hal yang sama di tempat yang sama. Ini sungguh gila jika kupikir dalam-dalam, tapi juga menguntungkan untukku. Di penghujung liburan semester, aku hampir menyelesaikan novelku. Sungguh aku tidak menyangka aku dapat bekerja secepat ini. Ini semua berkat gadis itu yang sudah memberiku inspirasi. Tentu aku harus berterimakasih padanya jika aku telah selesai menulis novelku sampai akhir. Masalahnya, aku belum menentukan akhir yang bagus untuk novelku itu. Aku sudah memikirkan beberapa namun kurasa tidak cocok.

Mungkin aku membutuhkan bantuan gadis itu. Selama ini aku tidak pernah berkomunikasi dengannya, dan mungkin besok adalah saat yang tepat karena mungkin setelah liburan kami berdua akan jarang bertemu di taman itu karena kesibukan masing-masing. Aku memutuskan akan berkenalan dengannya besok dan menceritakan tentang naskah novelku itu dan meminta sarannya. Ia adalah orang yang baik dan ramah, aku yakin. Dari tatapan matanya, aku yakin dia orang yang baik.

***

Keesokannya, aku datang seperti biasa ketika gadis itu sudah ada di bangku taman itu sambil mengetik sesuatu di laptop-nya. Aku pun duduk di bangku seberangnya. Aku tidak akan langsung mendekatinya dan melakukan apa yang sudah kurencanakan kemarin. Aku ingin melihat keadaan dan suasananya dulu, dan memastikan apakah hari ini adalah hari tepat atau bukan.

Sambil mengamati keadaan, aku menyiapkan catatanku yang akan kuperlihatkan padanya sebagai bukti bahwa aku sedang dalam proyek pembuatan naskah novel yang terinspirasi olehnya. Namun, ketika aku menoleh ke arahnya sejenak, aku terkejut bukan main. Gadis itu sudah menutup laptop-nya dan sedang memasukannya ke tasnya. Biasanya aku selalu pergi dari taman ini lebih dahulu, namun hari ini lain. Lagipula juga, ini masih agak pagi. Padahal biasanya aku selalu pergi siang menjelang sore. Ada yang salah.

Segera setelah gadis itu membereskan barangnya, ia pun berdiri, dan terdiam. Ia menatapku lurus ke mata, aku pun kebetulan sedang menatapnya. Saat ini kami sedang adu pandang. Cukup lama, kami menatap mata satu sama lain, tidak ada niatan untuk mengalihkan perhatian. Kebetulan taman hari ini sedang sepi dan tidak ada orang yang lewat di depan kami menginterupsi. Akhirnya, ia tersenyum. Gadis itu tersenyum padaku dengan senyumnya yang menyejukkan. Aku benar-benar terpaku, benar-benar tidak dapat bergerak. Jantungku rasanya seperti akan meledak. Setelah ia memberikan senyum itu, ia bergegas pergi meninggalkan taman ini. Aku masih diam. Tidak percaya. Aku sungguh bingung dan senang. Kenapa ia meninggalkan tempat ini lebih cepat dari biasanya? Mengapa ia tersenyum? Segala pertanyaan melayang di benakku.

***

Keesokan harinya, gadis itu tidak datang. Dia tidak ada di bangku taman itu ketika aku datang. Tentu saja aku bingung dan cemas, ini adalah pertama kalinya ia tidak datang. Aku berusaha berpikiran positif sepanjang hari, mungkin ia sedang sibuk, atau ada urusan mendadak, atau sedang sakit. Namun tetap, apapun yang kupirkan tentangnya, ujung-ujungnya aku akan ingat kejadian kemarin.

Gadis itu tidak pernah datang kembali. Ini adalah hari terakhir liburan dan gadis itu sudah tidak pernah datang sejak berhari-hari yang lalu. Aku benar-benar bingung dan sedih. Aku tidak sempat berkenalan dengannya, dan juga tidak sempat memberitahunya bahwa ialah inspirasi dalam novelku. Kepergian dirinya membuatku dapat meneruskan ceritaku sampai akhir, karena perpisahan itu memberikanku inspirasi. Naskah novelku sudah lengkap, novel itu berjudul "Perpisahan di Taman". Ceritanya cukup sederhana, awalnya persis seperti yang kualami saat bertemu pertama kali dengan gadis itu, lalu di tengah-tengahnya kumunculkan konflik-konflik yang rumit buah dari imajinasiku, dan akhirnya di akhir tokoh "aku" dan kekasihnya akan berpisah di taman karena perbedaan pendapat. Novelku ini tidak tebal, tapi aku yakin penerbit akan tertarik.

***

Berbulan-bulan setelah aku mengirimkkan naskah novelku ke penerbit, akhirnya aku mendapatkan kabar baik dari redaksi bahwa novelku layak untuk diterbitkan. Luar biasa rasa senang yang kurasakan, rasanya aku ingin berterimakasih pada siapa saja yang telah membantuku menyelesaikan novel ini. Tentu saja aku langsung teringat gadis itu, gadis yang selalu di taman, sumber inspirasiku. Aku benar-benar penasaran sedang di mana ia sekarang, dan aku sungguh ingin bertemu dengannya. Setelah melewati proses yang agak lama, akhirnya novelku sudah terpajang apik di toko buku.

Tentu saja aku langsung pergi ke toko buku untuk mengeceknya. Aku mencari-cari bukuku sampai aku menemukannya di bawah tulisan "New Arrival" yang tergantung di atas tumpukan-tumpukan buku. Aku hanya melihat ada tumpukan dari dua judul buku di sana. Salah satunya adalah bukuku. Kulihat judul buku lain yang tepat berada di samping kanan tumpukan bukuku. Aku sungguh terkejut, judul buku itu adalah "Pertemuan di Taman" karya Nira Claudia. Sudah jelas sekali itu hanyalah kebalikan dari judul bukuku, dan secara kebetulan kedua buku itu bersebelahan. Dengan masih diselimuti rasa penasaran, aku mengambil buku yang pelindung plastiknya sudah tidak ada dan membaca buku itu sekilas. Ketika aku sedang membolak-balik halaman buku itu, seseorang datang di sebelah kananku dan kelihatannya berusaha mengambil buku contoh karyaku, namun kelihatannya aku menghalanginya.

"Permisi," katanya sambil berusaha meraih buku itu.

"Eh, iya maaf," kataku. Aku mundur sedikit sambil menatap orang itu. Dia adalah seorang gadis dengan rambut sepanjang punggung bergelombang yang berwarna kecoklatan, wajahnya tidak mungkin kulupakan. Dia adalah gadis yang selalu di taman itu! "Loh ... kamu kan...?"

Gadis itu sedikit terkejut ketika aku berbicara, lalu menoleh ke arahku, dan ia pun terbelalak kaget. "Ka-kamu??"

"Kamu yang di taman itu kan?" tanyaku memastikan.

"Iya tentu saja itu aku. Kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku tidak menyangkanya."

"Ha ha ha, aku senang kita dapat bertemu lagi," ucapku jujur. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

"Nira," katanya. "Nira Claudia."

Wajahku memucat seketika, mataku melotot seakan-akan keluar dari tempatnya. Gadis itu, gadis bernama Nira Claudia itu, adalah penulis novel yang sedang kupegang ini. Penulis novel berjudul "Pertemuan di Taman".

"Kamu?" tanya Nira.

"A-aku, namaku Riki Saputra."

Ekspresi Nira kurang lebih sama seperti ekspresiku tadi. Ia cepat-cepat meneliti sampul buku yang sedang ia pegang dan menemukan namaku di sana. Ia tersenyum sangat lebar. "Ini sebuah kebetulan." Ia berucap tanpa mengalihkan pandangannya pada sampul novelku.

"Tidak, ini takdir," kataku spontan.

Nira terkejut dan segera menoleh ke arahku, lalu tersenyum. "Ya, mungkin."

Nira bercerita bahwa ternyata inspirasi dari novel yang dibuatnya itu adalah aku dan taman itu. Jelas itu sama persis denganku. Ia mengatakan bahwa setiap hari di taman ia mengetik naskah novelnya di laptop-nya. Sama sepertiku, hanya saja aku membuat kerangkanya dahulu di buku catatan. Akhirnya pada saat ia pergi dan tak pernah kembali, itu adalah saat ia telah menyelesaikan naskahnya, dan memberiku ucapan terima kasih dengan senyuman.

Siapa sangka, sebuah taman umum dapat menjadi awal dari kisahku bersama orang yang telah menjadi inspirasiku selama ini, dan telah menjadi orang yang kucintai. Sekarang aku tidak takut kehilangan, karena jika dia memang sudah menjadi takdirku, maka berapa kali pun ia pergi, ia akan kembali dengan cara yang tidak biasa.

SELESAI


note:

Ini cerpen pertama gw yang gw bikin di wattpad. Dulu, cerpen ini dapet 11 reads, dan gw udah seneng banget. (sekarang juga masih gitu sih-_-). Ini versi yg udah direvisi, beda JAUH banget sama versi paling awal. Itu ancur, baik segi cerita maupun teknis :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top