Love in December 2

Numpang promo ya heheh..
Jadiii... Kan si Aska kemrin lama ilang kan, nah sekarang dia muncul lagi dalam bentuk buku wkwk..

Bagi yang berminat kalian bisa order sekarang sampai tgl 27 nanti. Hrga 60,000 belum termasuk ongkir ya

Kalian bisa order di salah satu nomor cs RDMpublishers langsung atau di ig mereka. Ada TTd plus ballpoint cantik dari @platignumworth.

So buruan order jangan sampai ketinggalan. Makasih 😘😘😘


⛄⛄⛄

Suhu udara di Manhattan semakin dingin, terlebih sejak semalam untaian salju berlomba turun bertumpuk di jalanan dan taman kota, layaknya air terjun yang jatuh dari ketinggiannya, begitu cepat dan rapat. Lou sejenak terpaku menikmati keindahan kota dengan julukan The City itu dan kota terpadat di New York berselimut salju.

Lou berbaur dengan mereka. Ia dapat merasakan semangat dan gairah liar orang-orang di sekelilingnya. Mereka bergerak cepat seolah mereka akan kehabisan tiket bioskop film terbaru. Suara ketukan sepatu bertalu bersahutan juga bias cahaya dari lampu kendaraan menciptakan gemuruh suara kuat di sekitarnya.

"Pagi, Lou." Mr. Hudston membuka pintu loby gedung pencakar langit salah satu perusahaan property ternama di New York, di mana King Grandy sebagai pemiliknya.


"Pagi, Mr. Hudston. Bagaimana kabarmu?" Lou menepi menyapa pria berusia enam puluh tahun lebih yang masih tampak bugar dan ia juga menyukai keramahtamahan Mr. Hudston.

Mr. Hudston memberinya senyum lebar. "Aku sehat, Lou, terimakasih."

Lou menepuk lengan gempil mr. Hudston. "Syukurlah, aku permisi dulu."

"Okay. Semoga harimu indah."

"Thank's." Lou melangkahkan ringan kakinya memasuki gedung raksasa itu. Menyapa karyawan yang dikenalnya. Bibirnya terus tersenyum menyambut sapaan untuknya hingga ia tiba di lantai ruangannya.

Wanita itu mulai menyalakan komputer di depannya, sesaat sebelum King datang dan memintanya ke ruangan King.

"Apa jadwalku hari ini?" Seperti biasa King akan membelakangi Lou, ia suka menyaksikan pemandangan di luar ruangannya, seolah dirinya menjelahah hutan gedung.

Tak pernah Lou melihat King selain sebagai atasannya namun, entah mengapa pagi ini punggung lebar dan tegap King memggodanya. Ia begitu ingin menyentuhkan jari-jarinya menyusuri punggung kukuh itu. Menempelkan pipinya dan merasakan kehangatan tubuh King yang menular padanya. Membuang pikiran kotornya dengan menggoyang-goyangkan kepalanya hingga rambutnya ikut bergerak. Mungkin ini efek dari tak lelapnya dia tidur akibat otaknya terus-menerus mengingat ciuman singkat King.

"Lou, are you okay?" King mendekat namun, Lou mengangkat tangannya memberi tanda ia baik-baik saja.

Lou segera membuka buku agendanya. Membacakan satu persatu jadwal King yang telah Lou susun. Beruntung hari ini tidak ada jadwal pertemuan di luar yang mengharuskan Lou ikut bersama King, setidaknya ia bisa mencuri waktu untuk memejamkan matanya ketika Istirahat siang tiba. Ia akan mengantuk di jam-jam siang bila kemarin malam tak tidur dengan nyenyak.

"Aku jemput jam delapan, kita akan menghadari acara peluncuran produk minuman terbaru Laz Khingstone. Kuharap kau sudah siap," ucap King setelah Lou selesai membacakan jadwalnya.

"Tapi saya tidak mendapat undangannya, Sir. Jadi tidak ada perlunya saya datang."

King tak akan membiarkan Lou kembali menolaknya seperti kemarin malam. Ia harus berhasil membawa Lou ke acara itu dan membungkam kuat mulut Laz. "Kau datang sebagai pasanganku," ujar King menekankan maksudnya. "Kau sudah berjanji menjadi pasanganku dan kau harus mengikuti aturan mainnya."

"Kalau begitu saya memilih mundur, Sir. Anda bisa mencari kandidat lain," bantah Lou tegas. Ia ragu untuk terus berpura-pura menjadi pasangan King. Lou takut akan terbawa arus perasaannya dan ketika perannya harus berakhir ia akan terluka karena cinta sepihaknya.

King menghela napasnya. Mengapa Lou begitu sulit didekati? Apa yang membuat wanita itu seolah takut berdekatan denga laki-laki? Mungkinkah dia memiliki trauma terhadap laki-laki?

"Tidak ada bantahan dan kau harus sudah siap, kalau tidak aku akan memaksamu."

Tak membalas kata-kata King, Lou berlalu meninggalkan pria itu. Tak peduli sopan santun, terpenting Lou ingin segera menyingkir.

⛄⛄⛄

Lou membuka pintu apartemennya langsung berhadapan dengan kurir beserta kotak cantik bersusun dua bertuliskan nama desainer pakaian ternama. Tentu saja ia heran, pasalnya ia tak merasa memesan gaun baru.

"Ms. Lou Miller?" tanya kurir itu.

"Ya."

"Paket untuk Anda, Miss." Laki-laki berusia awal dua puluhan itu menyerahkan kotak cantik berhias pita satin di atasnya. Setelah kotak tersebut ditangan Lou, laki-laki tersebut pergi.

Lou menutup pintu apartemennya dengan bingung. Membawa duduk di sofa lalu membukanya. Lou mengambil kartu persegi di atas lipatan kertas putih pembungkus gaun tersebut dan membuka lipatan kertas itu.

Kau pasti cantik memakainya

King.

Gaun tanpa lengan hijau lumut dengan motif bordir mawar hitam, berbahan lembut dan mewah itu memukau Lou. Gaun itu sederhana namun, cukup elegan dan menonjolkan warna kulitnya. Jatuh pas di tubuhnya bahkan gemerisik kainnya terdengar halus di telinga Lou. King pun tak melupakan high heel angkle strap hitam untuk menyempurnakan penampilannya.

Tepat pukul delapan malam, bel apartemennya berbunyi. Lou membuka pintunya lalu menutupnya lagi, ia tak mempersilakan King masuk ke area pribadinya. Lou berjalan dulu tanpa menunggu King. Pria itu mengeram kesal, bagaimana tidak? Dia tak pernah diperlakukan seperti itu, terlebih oleh wanita. Mereka yang biasanya mengekor di belakangnya namun, saat ini keadaan berbalik, dirinyalah yang harus mengikuti Lou.

⛄⛄⛄

Mereka disambut petugas penjaga pintu dengan senyum ramah saat memasuki ballroom hotel ternama di Manhattan kemudian seorang wanita berpakaian rapi membantu melepas mantel yang membalut tubuh mereka untuk di simpan. Udara dalam ruangan sudah diatur agar hangat hingga dirasa tak perlu memakai mantel.

King meraih tangan Lou lalu melingkarkan di lengannya namun, ia mencekal kuat tangan Lou kala wanita itu akan menariknya. Tatapan tajam ia labuhkan untuk Lou kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Lou.

"Kau pasanganku, tidak ada toleransi jika kau mempermalukan aku."

Bisikan sekaligus ancaman King mampu membuat Lou takut. Sekuat apapun Lou, dia juga mempunyai rasa takut, terlebih pada King. Pria itu mampu menyakitinya. Seumpama ranting rapuh, King dengan mudahnya mematahkan lalu meremukan dalam sekali genggam.

Secara terpaksa Lou tersenyum membalas sapaan yang ditujukan pada mereka. Tidak jarang Lou mendapati pandangan sinis dari wanita-wanita yang Lou duga sebagai mantan teman kencan King.

"Wah! Kau datang juga, King, bersama ... Lou? Kau kah ini?" Laz tak percaya akan penglihatannya. Lou terlihat mempesona.

King mendenkus keras juga sebal. Tatapan King layaknya samurai tajam mampu memenggal kepala sekali tebas. "Jauhkan dirimu dari Lou, dia tak sendiri lagi."

Alis Laz terangkat sebelah lalu menoleh pada Lou. "Benar, kah?" tanya Laz tak percaya. Matanya menangkap lingkaran tangan Lou di lengan King. "King?" lanjutnya lagi.

Lou tersenyum sekaligus meringis dalam waktu bersamaan. "Ya, Sir," jawabnya lembut.

Laz tampak menyeringai kecil dengan wajah jahil lalu mengubah riak wajahnya menjadi murung. "Ya Tuhan, hatiku sakit mengetahuinya. Kau mematahkan hati, Lou," ratapnya sesedih mungkin. Tanpa Laz ketahui Lily – sekretarisnya, tampak muram mendengar ucapan Laz dan memilih menjauh bersama air mata yang hampir tumpah.

Lou pun merasa tak enak pada Laz. "Maaf, Sir."

"Ck! Sudahlah jangan percayai dia. Sebaiknya kita menemui yang lain." King menghela halus tangan Lou menjauhkan dari Laz.

King benar-benar mengajaknya menemui undangan lain yang kebetulan sebagian besar kolega bisnisnya. Sampai ketika King menyapa seorang wanita cantik dengan pria di sampingnya. Tubuh Lou mendadak kaku, kakinya berhenti melangkah saat itu. Kelebat bayangan hari itu kembali berputar pada pikirannya. Gemuruh luka hatinya mulai bergolak bagai gelombang laut pasang. Raut wajah tak bersahabat dan sorot mata tajam Lou ditangkap oleh iris biru King. Dahinya berlipat akan reaksi Lou kala dirinya menyapa Angelica – sepupu jauhnya.

Angelica dan suaminya mendekat namun, reaksi Lou semakin ketara tak bersahabat. Tanpa sadar Lou mencengkram lengan kukuh King, meremasnya kuat yang mungkin saja meninggalkan bekas di kulit King. Otak pria itu berpikir cepat, mengurai  sambutan tubuh Lou ketika saudaranya itu semakin tak berjarak dengan mereka. Mungkin kah? Pikir King menilik bagaimana kebekuan yang ia rasakan dari Lou.

"Hai, King," sapa Angelica ceria, mencium kedua pipi King. "Kau selalu tampan seperti biasanya," puji Angelica. "Dan, siapa ini?" tanyanya ingin tahu.

"Dia Lou, kekasihku."

"Woah. Aunty harus tahu itu," cetusnya semangat. "Hai, aku Angelica dan ini suamiku." Angelica memperkenalkan dirinya sendiri dan pria di sisinya dengan letupan cinta di mata Angelica.

Pria tersebut mengulurkan tangannya. "Albert."

⛄⛄⛄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top