Love in December 1
Haloo... Slow update ya hehehe... Mo info aja kalau KCC ini bakal di bukukan sesuai permintaan dan akan di hapus/tidak dihapus bagian part Ending-nya.😁
Happy reading 😘
⛄⛄⛄
Satu hal yang mampu membuat Lou menyadari kesendiriannya adalah Desember. Bukan tak menyukai bulan kedua belas tersebut namun di bulan ini mengingatkan akan pengkhianatan kekasihnya. Albert, pria tersebut berjanji mengikat janji setia sehidup semati di hadapan Tuhan, harus menikah dengan teman wanitanya di tempat bekerjanya karena hamil anak Albert.
Lou tak terkejut karenanya, hal tersebut lumrah tetapi dampaknya untuk Lou sungguh besar. Menjalani seks sebelum menikah sudah bukan hal tabu di negara ini ataupun negara bebas lainnya. Namun, tak berlaku padanya, hingga sekarang Lou masih parawan. Dengan paham tak ada seks sebelum menikah itulah, Lou harus menelan pil pahit ditinggal oleh kekasihnya karena tak memberikan keinginan teman kencannya.
"Lou, ke ruanganku." Pria tinggi juga tegap tersebut melangkah lebar memasuki ruanganya.
King tampak tak bersahabat bagai singa lapar siap melahap mangsa, terlebih King datang sedikit siang dari biasanya pertanda buruk untuknya juga karyawan lain. Tiga tahun menjadi bawahan King, Lou tahu betul perangai atasannya tersebut. Tak ingin semakin merusak suasana hati King, Lou segera masuk ke ruangan bersama buku hitam dan pulpen di tangan.
"Katakan jadwalku, Lou." Pria itu memunggungi Lou, mata biru kelamnya memandangi kota Manhattan. Gedung-gedung tinggi, hamparan salju menutupi kehijauan pohon-pohon, sejauh mata King memandang warna putih mendominasi. Kendaraan tampak kecil layaknya replika sebuah jalanan raya sangat mudah dihancurkan.
Menghela napas yang serasa mencekik takut akan kesalahan kecil di luar prediksinya. "Anda memiliki dua pertemuan. Pukul dua belas bersama Mr. Laz Khingstone di Empire Steak House, lalu jam tiga sore ada pertemuan dengan perwakilan Thomson Group di Craft, Sir. Setelahnya Anda bebas." Lou menutup buku agendanya menunggu King menjawab.
"Kau ikut denganku nanti."
"Yes, Sir."
⛄⛄⛄
King berdecak keras tak menyukai tatapan rekan bisnis sekaligus teman dekatnya – Laz Khingstone, pada Lou. Tatapan yang King paham betul artinya. "Ck, jaga matamu, Laz."
Pria dengan tinggi hampir 190 senti itu menyeringai kecil. "Dia sendiri, tidak ada larangan untuk mendekatinya, bukan?" Laz masih melayangkan pandangan pada Lou di meja seberang. Lou terlihat akrab dengan Lily – sekretarisnya.
"Jangan coba-coba mendekatinya, dia bukan wanita yang bisa kau ajak tidur pada pertemuan pertama." King melontarkan ancaman serius pada Laz.
"Woaa. Santai, Bung. Dia bukan pasanganmu jadi tak ada hak untukmu mencegahku." Laz masih tetap pada keinginannya.
Wajah King mengeras seketika kala Laz membantahnya. Ia siap meluncurkan kemarahan pada teman karibnya itu. Bola mata King menghujam tajam layaknya busur panah. "Peringatan terakhir dariku. Berani kau mendekatinya, kau akan terima akibatnya."
Laz tak merasa terintimidasi akan kemarahan King, sudut bibirnya terangkat. "Kau mencintainya, heh?" Pancing Laz.
Ucapan telak Laz menguapkan amarahnya, membungkam kuat bibir King. Ia meraih cangkir kopi di meja. "Kenapa tak kau perhatikan saja sekretarismu, aku lihat dia menyukaimu," saran King sembari menyesap kopi hangatnya tak menyahuti ucapan Laz.
Tertawa sumbang Laz menjawab pertanyaan King, "Tidak, dia bukan tipe-ku."
"Ah, jadi tidak masalah kalau aku perkenalkan pada Ronan. Dia sepertinya menyukai Lily," balas King dengan pandangan tak dapat diuraikan pada temannya. Laz mengangkat bahu tak peduli.
⛄⛄⛄
King melirik Lou di sisinya. Perempuan dengan rambut cokelat sepunggung tampak menikmati panorama di luar jendela. Selama ini King diam-diam memperhatikan Lou. Ia tahu Lou tak tahan udara panas, kulitnya pasti memerah dan gatal. Lou lebih suka cokelat hangat daripada wine atau minuman lainnya. Dan King tahu, selama tiga tahun ini Lou sendiri, tak pernah sekalipun terlihat bersama pria. Satu hal lagi, Lou itu tertutup berusaha membentengi dirinya dalam pergaulan.
"Lou, kau bisa membantuku?" King melirik ekor matanya pada wanita di sisinya.
Lou menegakkan tubuh kemudian menatap King dengan heran. "Apa yang bisa saya bantu, Sir?" Tanya Lou.
"Bisakah kau menjadi pasanganku saat keluargaku berkunjung kemari?" King menunggu reaksi Lou namun wanita itu bergeming menunggunya melanjutkan ucapannya. "Tahun ini giliranku mengadakan perayaan natal dan orang tuaku mengancam akan memilihkan wanita untuk menjadi istriku, jika aku masih sendiri. Apa kau bersedia?" King menatap lurus manik mata Lou, indah begitu jernih sayang binarnya redup.
Lou tak suka ini, terlibat dalam hubungan palsu yang suatu saat akan menyakiti orang lain. Membunuh harapan yang terlanjur tumbuh. "Saya menolak. Anda bisa memilih teman kencan Anda. Banyak dari mereka bersedia menjadi pasangan Anda tanpa berpura-pura."
"Tapi aku tidak ingin salah satu dari mereka. Coba pertimbangankan dulu." King memutuskan tak memberi celah pada Lou untuk menolak.
"Maaf, saya tidak bisa, Sir."
King melirik jam tangan melingkar di pergelangan tangan kanan. Masih tersisa dua puluh menit dari jam kantor berakhir. "Tidak ada bantahan, Lou. Aku masih atasanmu dan ini perintah, jam kantor belum berakhir."
Tidak percaya dengan kata-kata King, Lou melirik jam tangannya sendiri. Benar. Jam kantor belum berakhir dan artinya Lou tak bisa menolak. King terbiasa mendapatkan keinginannya, penolakkan akan sangat menyakiti ego-nya, karena itu King tak terima penolakkannya.
"Jadi mulai sekarang biasakan memanggil namaku jika di luar jam kantor." King menggulum senyum samar, sangat sama hingga tak terlihat.
Menghela napas kuat, mau tidak mau Lou menuruti perintah King. Semoga saja hubungan palsu ini segera berakhir dan Lou mampu bertahan tanpa melibatkan hati. Ia tak ingin tersakiti kembali. Cukup Albert mengoyak tubuh juga hatinya dan Lou tak ingin mengulangnya lagi, terlebih dengan King Grandy. Seorang casanova yang tak diragukan lagi.
⛄⛄⛄
Ponsel Lou berdering disaat Lou merangkak naik ke tempat tidur. Memang belum terlalu larut namun, sudah menjadi kebiasaan Lou. Ia memilih tidur lebih awal untuk menghapus kesunyian dalam hidupnya. Terkadang Lou menginginkan sebuah keluarga utuh yang tak pernah di dapatnya. Lou kecil harus kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan beruntun di jalan raya. Ia sempat tinggal bersama neneknya namun, tidak lama karena penyakit yang menggerogoti tubuh tua neneknya mengharuskan Hilda – neneknya, menutup mata ujtuk selamanya. Setelah itu ia dimasukkan ke panti asuhan karena tak ada yang mengurusnya. Kerabatnya? Lou tak tahu dan terlalu kecil mengerti itu semua.
Lou menggerang keras membaca nama di layar ponselnya. Ia biarkan saja mungkin pria itu akan menyerah. Benar saja, ponselnya berhenti berdering. Lou senang dan bersiap tidur, tetapi bunyi bel yang ditekan terus-menerus cukup memekakkan pendengaran, serasa akan meledak gendang telinga Lou.
Disertai langkah cepat juga lebar, Lou membuka pintu apartemennya dan whoila ... King berdiri dengan senyum yang mampu meruntuhkan iman wanita bahkan dewi-dewi yunani akan bertekuk lutut di kakinya.
King menekuk alisnya heran mengamati penampilan Lou yang tidak biasa atau tepatnya terlihat seksi dalam balutan baju tidurnya. God! Apa Lou tak menyadari efek dari baju yang dikenakannya? Meskipun tidak terlalu ketara namun, King masih bisa melihat siluet lekuk tubuh Lou dan itu cukup mengusiknya. Untuk mengalihkan perhatian, King melirik jam tangannya. "Bukankah terlalu sore untuk tidur?"
#modelbaju
"Apa ada ketentuan harus tidur jam berapa?" Lou menjawab tidak suka pertanyaan King. Lou sengaja tak beranjak dari bawah pintu, ia tak ingin King masuk ke daerah pribadinya.
King melihat ketidaksukaan Lou padanya, mungkin seperti ini sikap Lou di luar profesionalnya di kantor. "Kau tak mengundangku masuk?"
"Tidak."
"Segelas cokelat hangat?"
"Tidak."
"Ah, baiklah. Sepertinya aku datang di waktu tidak tepat. Selamat malam, Lou."
Wanita itu terkejut ketika King dengan cepat memagut bibirnya. Bola matanya membulat besar. Lou termangu sampai kesadarannya pulih, barulah ia memberontak dari dekapan dan ciuman yang King lancarkan. Napas Lou semakin tersengal sebab upaya melepaskan diri dari King. Pria itu mengurai ciumannya lalu mundur menjauh dari Lou yang marah.
"Kau sangat manis, Lou dan aku menyukai rasamu."
Lou memgangkat tangan untuk melabuhkan tamparan namun, King lebih cepat menahannya.
"Satu hal lagi, Lou. Jangan menemui pria manapun dengan baju seperti itu karena kau terlihat menggoda."
King melepas tangan Lou dalam cekalannya lalu beranjak pergi. Di belakangnya Lou menutup dengan keras pintu apartemen-nya.
⛄⛄⛄
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top