Bab 2

Keano terpaku saat tiba-tiba dipeluk oleh wanita yang sangat dikenalnya. Maera, wanita yang pernah singgah di hatinya.

"Keano, maafkan aku, aku salah padamu." Maera terisak dalam pelukan Keano dan memeluknya erat. "Aku sangat merindukanmu, Keano, aku masih mencintaimu. Sangat."

Maera melonggarkan pelukannya tapi tak melepaskan dan mendongak agar dapat melihat Keano. Wajahnya yang cantik dengan berlinang air mata, membuat pria mana pun tak akan tega menyakitinya.

"Lepaskan pelukannya."

"Tidak mau!" Maera menggeleng, tak ingin melepaskan pelukannya. Ia jauh-jauh dari luar negeri agar bisa bertemu kembali dengan Keano. Maera tahu tak mudah untuk Keano melupakan dirinya yang merupakan cinta pertamanya. Ia masih ingat Keano akan melakukan apapun untuknya dan Maera harap sampai sekarang pun begitu.

Perasaan Keano campur aduk melihat Maera ada di dekapannya. Keano mendorong Maera lebih keras hingga akhirnya pelukan mereka terlepas.

"Keano?" panggilnya sendu. Dulu, Keano pasti akan luluh dan mendekapnya kembali, Maera sangat yakin itu. Namun apa yang tak Maera duga hanya wajah dingin Keano yang ia dapatkan.

Kenapa?

Apakah cintanya Keano telah berkurang padanya?

"Apa kamu tak mencintaiku lagi?" tanya Maera sendu.

Cinta? Keano mentap Maera datar. Daripada menanggapi wanita di depannya, Keano memilih pergi.

Maera tak menyerah, ia memeluk Keano dari belakang, menahan agar pria itu tak pergi.
"Jangan pergi, kumohon," pintanya memelas.

"Maera," geram Keano. Kesabaran Keano ada batasnya. Ia dan Maera telah usai setelah wanita itu pergi meninggalkannya dengan alasan ia terlalu egois mempertahankan Maera di sisinya dan tak mendukung cita-cita wanita itu.

Keano akhirnya melepasnya, membiarkan Maera meraih keinginannya, namun saat itu juga cintanya pada Maera telah usai. Benar-benar usai. Sejak itu, Keano tak ingin membuka hati pada wanita mana pun. Sayangnya takdir memang lucu, ia harus menikah dengan wanita yang saat ini telah menjadi istrinya, Farah.

"Ayo, kita kembali seperti dulu. Aku sudah di sini, aku juga siap menikah denganmu."

Keano terkekeh lalu mendorong Maera dan membuat jarak. "Sayangnya aku tak ingin menikah denganmu. Dan juga, aku sudah menikah, Maera. Jadi, pergilah, kehadiranmu tak kubutuhkan."

Lalu kenapa? Ia juga mendengar dari Kiana bahwa pernikahannya Keano dengan istrinya tak bahagia. Kiana bahkan menjelaskan jika pernikahan itu tak seperti pernikahan pada umumnya. Kiana juga mengatakan jika keduanya pisah kamar.

"Aku tahu tentang pernikahanmu, dan juga aku tahu kamu tak bahagia dengannya. Kiana mengatakan padaku jika kalian tidak satu kamar. Bercerai saja dengannya, aku tak masalah dengan statusmu yang pernah menikah. Asalkan kita bersama aku sudah merasa cukup."

Kiana? Ah, sekarang Keano tahu kenapa Kiana mengajaknya ke sini, ternyata untuk mempertemukannya dengan Maera. Lalu, apakah Keano harus berterima kasih pada adiknya? Haha, benar-benar lucu.

Kiana yang tak tahu pertengkaran keduanya dan menganggap mereka saling melepas rindu berjalan mendekat. Senyum Kiana mengembang dan berceteluk tanpa tahu situasi

"Astaga kalian sungguh serasi," pekiknya bahagia. "Kak, Maera datang jauh dari luar negeri untuk bertemu denganmu, Kak. Aku tak sabar melihat kalian bersama."

"Kiana." Suara berat dan tatapan tajam Keano seketika membuat Kiana membeku. Apa yang salah? Kenapa kakaknya tampak tak bahagia?

"Ka... kak?"

"Ini rencanamu? Kamu terlalu lancang, Kiana."

"Ma... maaf." Kiana menunduk takut-takut. Selain papanya, yang paling ia takuti kemarahan kakaknya. Dan baru kali ini Keano marah besar padanya.

"Untuk kali ini kakak memaafkanmu, tapi tidak lain kali. Jangan terlalu ikut campur masalah orang lain." Setelah mengatakan itu, Keano pergi dari dua wanita itu.

Jika saja Kiana bukan adiknya dan bukan perempuan, Keano tak segan-segan memberinya pelajaran.

Kepergian Keano, menyisakan Kiana dan Maera. Baru saat itu Kiana sadar bahwa Maera sehabis menangis.

"Kak Maera, kenapa kakak menangis?"

Maera mengusap air matanya. Mendengus samar saat mendengar pertanyaan bodoh Kiana. "Kakak tak apa-apa, Kiana."

Usahanya untuk membuat Keano luluh pada akhirnya berakhir sia-sia. Akan tetapi, Maera tak akan menyerah sampai ia mendapatkan Keano kembali. Sejujurnya ia menyesal meninggalkan Keano demi karirnya yang ternyata ia ditipu.

****

Keano memasuki rumah yang selama 3 tahun ia tempati. Pria itu menghela napas pelan sebelum melangkah masuk. Hingga tatapannya bertemu dengan Farah, istrinya. Keano hanya diam, tak menyapa Farah dan pergi menuju ke kamarnya.

Fara merasa miris melihat sikap acuh tak acuh Keano. Semakin membuatnya sadar ia harus segera melepas Keano dalam belenggu pernikahan mereka.

"Jangan berharap lagi Farah, semua sangat jelas."

Maka dari itu ia akan berbicara dari hati ke hati pada Keano untuk membicarakan perceraian. Farah tak berharap harta gono gini, yang penting mereka bercerai dengan damai tanpa ada dendam.

Meski pernikahan mereka hambar tanpa ada cinta, terus terang Keano juga mengcangkup kebutuhannya. Pria itu tak pelit soal materi, hanya saja pria itu tak akan pernah memberikan cinta dan kasih sayang untuknya, selayaknya pasangan suami istri.

Malamnya Farah dengan memberanikan menemui Keano. Jantungnya berdebar kencang, ia merasa gugup. Saat ini ia sudah berada di depan pintu kamar Keano. Meski ragu, dengan sedikit keberanian Farah mengetuk pintu kamar Keano beberapa kali.

"Mas, ini aku Farah, apa kita bisa bicara sebentar?" ucap Farah sedikit meninggi supaya Keano di dalam sana mendengar suaranya.

Farah harap-harap cemas menunggu Keano keluar, hingga tak lama pintu kamar pria itu terbuka dan sosoknya keluar dalam keadaan sehabis mandi.

"Bisa bicara sebentar, Mas? Ada yang perlu aku bicarakan denganmu," ujar Farah dengan kepala menunduk. Farah tak berani menatap Keano terlalu lama. Pesona suaminya ini sama sekali tak bisa ia tolak. Sungguh beruntung yang dapat memiliki seutuhnya pria ini.

"Apa itu penting?" Buru-buru Farah mengangguk. Baginya ini sangat penting untuk masa depannya.

"Baiklah." Keano menutup pintu kamarnya lalu membawa Farah menuju ke ruang kerjanya.

Di sana terjadi keheningan antara keduanya. Farah yang gugup lalu Keano dengan sabar menunggu Farah membuka mulutnya.

Farah menggigit bibirnya. Mau tak mau ia harus berani untuk mengajukan perceraian.
"Mas, ini sudah tiga tahun pernikahan kita," katanya menjeda. "Dan tak mungkin kita satu rumah tetapi kita seperti orang asing padahal kita suami istri."

Farah memberanikan menatap Keano. Melihat Keano hanya diam dan tak merespon, Farah langsung pada intinya. "Mari kita bercerai."

Hening.

Meski Keano tampak diam, sejujurnya pria itu terkejut dengan pengajuan perceraian dari Farah. Istrinya ingin bercerai dengannya.

Tangan Keano mengepal erat lalu menghela napas kasar.

"Bercerai?" Suara beratnya terasa mengintimidasi.

Farah mengangguk kaku. Lalu tersentak mendengar kekehan dari bibir Keano.

...
22/01/25

Makasih yang udah mampir ❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top