2》Salam dari Kakak
Tania seorang siswi kelas sebelas. Dia merupakan salah satu murid berprestasi di bidang akademik. Pembawaannya yang ceria serta selalu bersemangat itu membuat wajah yang dia tampakkan menjadi sangat manis dan menularkan aura positif. Kerudung yang warnanya senada dengan seragam membuat penampilannya semakin rapi.
Pagi yang cerah, secerah wajah Tania. Dia menyusuri koridor dengan senyum yang tak sirna dari wajahnya yang imut. Sapaan yang ditujukan pada Tania dijawab dengan ramah oleh Tania. Oh, tentu saja jika sapaannya santun.
Berbeda halnya dengan yang satu ini.
"Hai Tania!" Sapaan yang diiringi dengan sandungan yang membuat Tania hampir terjerembap.
Tania yang baru masuk kelas dan nyaris terjatuh dengan tidak elegan membalikkan badan.
"Astagfirullah." Tania mendelik melihat Andi yang menampakkan wajah jahil dan sedang tertawa-tawa.
"Dasar curut! Bisa enggak, sih, sehari saja enggak cosplay jadi Shinchan?" Tania berkacak pinggang. Kesal.
"Aduh, aku kan ganteng, Ta. Masa disamakan dengan karakter yang tampangnya gitu?"
"Menurut Yoshito Usui, Shinchan juga ganteng, kok. Kamu saja yang kartun shaming." Tania berbalik lagi dan melanjutkan langkah menuju tempat duduknya. Baginya percuma menanggapi Andi. Hanya bikin mengelus dada dan bikin mood jelek. Padahal dia kan harus menyebarkan energi baik pada yang lain. Bisa berabe kalau mengurusi anak sebiji itu.
Andi mengikuti Tania hingga ikut duduk di kursi samping duduk Tania yang penghuninya belum datang.
"Resek banget jadi laki-laki. Hus, hus! Sana, nggak baik cewek sama cowok deket-deket," usir Tania.
"Ya elaah, Ta. Sombong jadi cewek. Siap-siap aja tiap pagi kesandung," ancam Andi.
Tania melotot.
"Ha ha ha!" Andi tertawa dan lalu meninggalkan tempat duduk sebelum bola mata Tania copot.
Tania mendengkus kesal. "Cowok zaman sekarang jarang yang kalem," keluhnya.
Seorang murid perempuan memasuki kelas dan berjalan santai menuju bangkunya. Wajahnya tenang dan lembut, seperti perangainya. Namanya Suri. Dia adalah murid pendiam saingan terberat bagi Tania dalam hal pelajaran. Selama ini, Tania cukup menjadi nomor dua setelah Suri dalam peringkatan nilai rapor. Namun, Tania sudah bersyukur atas itu. Sangat disayangkan, setiap tugas kelompok, Tania tidak pernah satu grup dengan Suri. Padahal Tania sangat ingin.
Tania suka pada Suri yang tidak suka neko-neko. Meskipun beberapa teman berpendapat bahwa Suri teman yang membosankan dan tertutup, Tania tetap nyaman dengan Suri.
Tania tersenyum menyambut kedatangan Suri di kelas. Keduanya saling berbalas senyum.
🌸🌸🌸
Tania meletakkan tas di meja ruang tamu dan menghempaskan tubuh di sofa. Dia baru saja pulang dari sekolah.
"Sudah pulang kamu?"
Tania menoleh dan tersenyum pada sosok yang tiba-tiba muncul dari belakang. Razzan, kakak laki-laki Tania.
"Kak? Enggak kuliah?"
Bukan menjawab, Razzan malah duduk di samping Tania.
"Sana ganti baju, terus makan."
"Entar. Masih capek." Tania menggapai setoples makanan ringan.
"Kayak nggak biasa pulang sekolah, bisa-bisanya mengeluh capek."
"Biarin." Mulut Tania sudah penuh kunyahan snack.
Razzan menjitak kening adiknya lirih.
"Tuh, itu sebabnya kamu nggak betah di pesantren. Cewek aneh." Razzan geleng-geleng kepala.
Tania mengusap keningnya dan melirik Razzan. "Kayak situ betah aja di pesantren."
"Kakak sih bukan keluar, tapi sudah lulus." Razzan memang nyantri saat SMP dan memutuskan lanjut SMA di sekolah umum. Berbeda halnya dengan Tania yang hanya bertahan satu tahun.
"Bukan gitu. Tania itu hanya tak mau cari ribut di penjara suci itu. Terus pengen selalu dekat sama bunda, ayah, dan Kak Razzan."
"Alasan," cibir Razzan.
"Yang penting Tania enggak pernah kena kasus, wle." Tania masih tak mau kalah. Ya, meskipun dia memang anak yang ceria, tak suka dengan keributan, tetapi Tania juga memiliki jiwa yang bebas dan tak suka dikekang.
Razzan hanya geleng-geleng kepala. Sifatnya yang berkebalikan dengan sang adik yang cerewet tak jarang membuatnya mendadak ingin menjitak terus-terusan.
"Bunda ke mana?" Tania belum melihat tanda-tanda keberadaan ibunya.
"Lagi ke tempat nyai." Razzan bangkit dari duduk dan meninggalkan Tania sendirian setelah tangannya jahil menarik kerudung Tania hingga maju menutupi wajahnya.
"Kak!" bentak Tania dan segera membenahi posisi kerudungnya seperti semula. Sayangnya, Razzan sudah menghilang.
🌸🌸🌸
Keesokan harinya, Tania kembali menjalani rutinitas di sekolah. Kali ini dia sedang berdua bersama Suri di bongkahan batu duduk depan gedung kelas sebelas.
"Sedang baca apa, kayaknya asyik banget?" Tania mencoba mencairkan suasana.
Suri menutup buku yang sedang dibacanya dan memperlihatkan judul.
"Pantas saja kamu pintar selangit, bacaannya berat."
"Kamu juga pintar," sanggah Suri.
"Kan kamu yang selalu rangking satu."
"Di atas langit masih ada langit, 'kan, Tania?"
Tania mengangguk setuju, "Iya, sih."
"Tania tumben tidak gabung yang lain?" Suri menatap wajah Tania yang selalu tampak berbinar.
"Ehm, lagi kepingin, aja. Lagi pula aku juga ingin gabung sama Suri, hehe." Raut polos Tania berhasil membuat Suri tersenyum.
"Tapi aku tak bisa seceria Tania." Suri menunduk.
"Loh, justru itu daya tarikmu Suri. Setiap orang pasti punya kekurangan dan kelebihan."
"Halo!" Ada seorang siswi datang. "Lagi diskusi apa, nih?"
"Halo, Priska," sambut Tania.
"Kalau diskusi ajak-ajak dong. Masa pinter diambil berdua."
Tania dan Suri hanya tersenyum.
"Oh, iya, gimana kabar Kak Razzan, Ta?" Priska tiba-tiba menanyakan kakak laki-laki Tania. Ya, tentu saja Priska mengenal sosok Razzan karena merupakan alumni sekolah mereka sekarang.
"Sehat dia, kenapa, kangen ya?" Tania menggoda.
Tentu saja Tania hafal bagaimana Priska ngebet sekali pada kakaknya itu. Bukan hanya Priska, Tania kadang jengkel sering menjadi kurir surat dan bingkisan dari para penggemar sang kakak.
"Atau mau kirim sesuatu lagi, ongkirnya tambah, ya."
"Idih, dasar."
Bel penanda masuk kelas berbunyi.
"Suri, nanti ke perpus bareng, yuk!" ajak Tania.
Suri mengangguk membuat wajah Tania semringah.
Hari itu pun mereka menghabiskan waktu untuk membaca dan belajar bersama. Bahkan, karena masih banyak hal mengganjal dan perlu mereka temukan jawabannya, Tania mengajak Suri main ke rumahnya sekalian mengerjakan tugas bersama.
🌸🌸🌸
Usai mengerjakan salat asar, Tania duduk di kursi teras sambil membaca majalah remaja. Dia menunggu kedatangan Suri. Sebenarnya rumah mereka tidak terlampau jauh, hanya lima ratusan kilometer.
Beberapa menit kemudian sosok yang ditunggunya datang.
"Suri!" Tangan Tania melambai-lambai.
Suri baru turun dari sepeda dengan keranjang khasnya. Suri memang lebih suka memakai sepeda biasa dibandingkan sepeda motor jika bepergian di sekitaran dekat rumah. Menurutnya, selain lebih aman juga ramah lingkungan.
Setelah memasang standar penyangga agar sepedanya tidak roboh, Suri bergegas mendekat dengan senyum yang entah mengapa sangat Tania sukai.
"Awas!" Tania mendadak dikagetkan dengan laju motor yang tiba-tiba memasuki pekarangan dan hampir menyerempet Suri.
Tentu saja Suri kaget dan hampir oleng. Dari jauh Tania hanya memandangi dua orang yang juga sama-sama terkejut. Suri dan Razzan saling melihat dan ada ekspresi aneh di mata Tania.
Suri mengangguk sopan pada Razzan. Sebelum Razzan lulus memang keduanya sempat bertemu di sekolah dalam acara lomba. Sekitar satu tahun yang lalu, Suri baru kelas sepuluh dan Razzan kelas dua belas.
Setelah Razzan masuk rumah tanpa melirik Tania, membuat adiknya memicingkan mata heran, Suri pun segera mendekat pada Tania.
"Kukira kamu tak mau datang," sambut Tania.
"Kan sudah janji, janji adalah hutang," sahut Suri.
Keduanya lalu menuju ruang perpustakaan pribadi milik keluarga Tania untuk belajar bersama. Ayah dan Bunda Tania memang pasangan yang sangat peduli pada pendidikan dan juga menanamkan kegemaran membaca pada anak-anaknya sejak kecil. Tak heran, berkat kegemaran membaca itu, Tania dan Razzan bisa menjadi anak yang berprestasi.
Suri membuka buku tugas dan menunggu Tania yang sedang mengambil peralatan belajarnya di kamar. Di saat itu, Razzan masuk ke ruangan untuk mengembalikan buku yang baru selesai dibacanya.
Suri yang menyadari kedatangan Razzan hanya mengangguk.
"Masih sama, ya, susah senyum." Razzan mengucapkan kalimat yang membuat Suri mengerutkan kening bingung. Lalu mengabaikan sosok yang juga hanya tampak sedang berbasa-basi saja.
Razzan juga hanya mengatakan hal itu sebagai sapaan, dengan tanpa mempedulikan kebingungan Suri, dia meletakkan buku sesuai tempatnya. Sebelum Razzan keluar, Tania sudah memasuki ruangan.
"Ngapain, Kak?" Tania memandangi punggung Razzan.
Razzan hanya menyahut datar, "Balikin buku." Tanpa menoleh ke arah Tania.
Lagi-lagi Tania heran. Razzan memang pembawaannya kalem, tetapi biasanya tidak secuek itu pada Tania.
"Kak, ini Suri temanku di sekolah." Tania memberi tahu sekaligus ingin mencari tahu sesuatu.
Razzan yang sudah selesai menaruh buku menoleh ke arah Tania dan Suri.
"Sudah tahu." Razzan menatap Suri yang masih menampakkan wajah tenang.
"Oke, deh. Ya, sudah sana jangan ganggu kami mau belajar." Tania sengaja memilih kata-kata untuk memancing supaya Razzan membalas candanya seperti biasa. Namun, hanya ditanggapi Razzan dengan kata ekspresi tanpa huruf vokal.
"Hm." Razzan pun keluar ruangan.
Sementara Tania dan Suri melanjutkan kegiatan belajar mereka dengan semangat.
🌸🌸🌸
Pagi selalu cerah bagi Tania. Kali ini, dia berjalan menuju kelas sambil berdendang. Dia punya misi mendebarkan hari ini. Sesampainya di kelas, Suri yang rajin sudah berada di bangku duduknya. Tania tersenyum lebar dan wajahnya semakin berbinar.
"Suri aku punya sesuatu yang harus kusampaikan hari ini khusus untukmu!" Tania berkata dengan begitu semangat.
"Apa itu?" Suri penasaran.
Tania pun membisikkan kalimat yang sukses membuat Suri terbengong.
Ingatan Tania kembali pada hari sebelumnya.
Sepulangnya Suri, Tania langsung memaksa Razzan untuk menyampaikan sesuatu.
"Kak Razzan punya masalah dengan Suri?"
Razzan yang sedang sibuk mengetik tugas di laptop menjawab tanpa menghentikan aktivitas.
"Enggak."
Tania tak percaya. "Kok lihat Suri kayak gitu banget. Aku yang tak enak padanya. Padahal bukan hal mudah mengajaknya main kemari. Yang ramah, kek."
Razzan menghentikan kegiatannya dan menatap horor ke arah Tania.
"Apa?" Tania mendelik.
"Sampaikan salam buat dia besok."
Tania tidak memiliki penyakit jantung, tetapi entah mengapa ucapan kakaknya itu membuat detak di dadanya seolah berhenti.
"Ini beneran Kakak bilang gitu?" Tania menyentuh kening Razzan.
"Kakak tidak demam, 'kan? Tidak mengigau, 'kan? Sehat?" Tania langsung menyerbu Razzan dengan pertanyaan khawatir.
"Mau apa enggak?"
"Mau!" Tania menjawab semangat.
Baru kali ini Tania siap menjadi penyampai pesan dengan suka rela.
"Khusus buat Kak Razzan, akan kulaksanakan tanpa syarat."
Tania rasanya ingin guling-guling salting.
Hati Tania berbunga-bunga. Bukan Tania yang sedang kasmaran, tetapi gadis itu sangat gembira seolah mendengar kabar bahwa besok ada diskon 100% di toko kue langganannya.
○Selesai○
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top