Prolog


Jakarta, 2019

Gelak tawa kedua sipir terdengar di telinga Lala, arloji mereka menunjukkan pukul satu dini hari, mereka mengawasi para tahanan, ada yang tertidur pulas, ada yang sedang melamun seperti Lala.

"Eh lihat si Lala, pantatnya bohay sekali, enak kalau ditusuk, ser! Ya nggak La?" goda salah seorang sipir. Lala hanya mengacungkan jari tengahnya.

"Ah jangan galak-galak si Mbaknya!" goda sipir satunya.

Kedua sipir yang kurang ajar itu mulai berpikiran nakal, mereka berdua berjalan perlahan lalu membuka sel tahanan Lala. Si Lala diam saja, bengong melihat tubuh kedua pria itu yang sedang membuka selnya.

"Mau nyusul kakek gue?" ledek Lala ketika mereka masuk ke dalam lalu mengunci sel dari dalam.

"Kamu kan sukanya main di dalam La," seorang sipir bernama Litun memberi kode kepada temannya.

"Wajahmu yang sangat desa membuat kami terangsang La," balas Angko, teman Litun yang lebih muda dari Litun, bahkan bisa dibilang seumuran dengan Lala. Mulutnya menyosor ke leher Lala, membuat Lala tidak nyaman. Bokong Lala dipegangi Angko, celananya Lala dipelorot Angko, Litun tertawa melihatnya, ia melepas celananya. Tangan Lala menarik kepala Angko yang menciumi lehernya dari belakang, sementara tubuh Lala menempel pada jeruji sel.

"Nikmat yah, main sama orang desa?" tanya Lala, membuat Angko tidak tahan. Angko melepas celananya sendiri lalu menancapkan alat reproduksi panjangnya itu ke bokong Lala. Sementara Litun menunggu giliran.

"Gadis desa lebih kuat kalau melayani burung pria." Angko mendesah, lalu mulai mengerang, Lala bisa merasakan sebuah cairan melumuri bokongnya. Wajahnya pun menjadi kecut. Namun tiba-tiba, tangan Lala makin ganas, ia meremas rambut Angko, membuat Angko menciuminya lebih leluasa. Dengan adanya kesempatan, Lala langsung melepas dirinya dari cumbuan Angko lalu membenturkan wajah pria itu ke jeruji sel.

"Sekarang giliranku!" seru Lala. Ia membuka bajunya, terlihat oleh Litun dan Angko beha hitam Lala. Angko mengerang karena kepalanya terbentuk jeruji sel. "Kalian mau permainan yang panas? Ingin mencicipi mahkota desa yang sangat wangi?"

Angko yang berdarah jidatnya makin terangsang, ia lalu memeluk Lala, menciuminya namun, Lala yang lincah segera mengambil pentungan yang tak jauh dari kaki Angko. Angko lalu dipukulnya dengan keras. Tepat di bagian kepala. Angko terjatuh mulutnya mengerang.

"Kamu masih muda Sayang, masih kuat untuk mencicipi mahkota gadis desa. Makan ini!" seru Lala, Mahkota Lala langsung menghantam alat reproduksi Angko. Ia hantamkan terus hingga alat Angko lecet. Entah nikmat atau derita yang dirasakan Angko. Angko terus mengerang sementara Lala terus menghujamkan mahkotanya ke batang Angko.

Lala menghujamkan mulut Angko dengan mulut Angko. Lalu Lala bertanya melalui bisikan di telinga Angko, sementara tubuhnya terus naik dan turun.

"Sayang apa yang kamu rasain? Enak? Seperti wangi ya cairanku yang basah ini? Kamu girang kan Sayang? Tuh kamu mencumbu aku sampai berdarah gini Sayang? Mas Angko! Bawa aku ke kota! Ajarkan aku bercinta! Aku hanya gadis desa!" serunya manja, mata Lala melotot penuh emosi. Sementara Angko mengerang kesakitan.

"Heh giliranku kapan?!" Litun tak sabar, lalu berteriak.

"Lo mau diperlakukan ganas seperti ini?" tanya Lala, berbalik.

"Mau dong!" jawab Litun polos.

Dengan sekali pukulan Lala memukul pentungan Angko hingga pentungan menembus leher Angko. Angko tak bisa mengerang, hanya bisa bernapas sedikit, tapi tertahan, lalu tewas.

Litun pun terkejut. "Kenapa kamu bunuh?"

"Kamu mau merasakan cairan teh gadis desa. Lihat punyaku? Penuh dengan cairan sewangi teh!" Lalu ia melenggak-lenggok, menari di hadapan Litun, goyangan liuk-liuk membuat imajinasi Litun tak terkendali. Litun langsung merengkuh Lala. Ia merasa berfantasi di dunia lain, Lala menyambutnya. Lala menari terus-menari, melenggak-lenggok hingga, alat setrum ada di tangannya.

Litun membuat Lala terpojok di tembok sambil menghadapnya, sementara tangan Litun meraba mahkota Lala, lalu tangannya yang bau keringat mencicipi cairan Lala yang sewangi teh. Ketika Litun berfantasi sambil meremas dua bukit Lala yang ditutupi beha sementara mahkota lala ditembus oleh batangnya, Lala menyetrum mulut Litun dengan alat setrum. Aliran listrik mengalir ke mulut Litun.

"Mau minum teh jadi kesengat listrik deh. Apa mau minum susu? Nih minum susu. Susu listrik!"

"AAAA!" Litun berteriak-teriak. Lala langsung menghantam mulut Litun dengan pentungan milik Litun sendiri. "Ini kekuatan gadis desa yang sebenarnya! Apa yang kamu rasakan bapak tua Sayang? Enak ya?" Litun mengerang, hatinya mengumpat. Lala kemudian memegang batang Litun yang mengeras, lalu ia setrum dengan alat penyetrum yang ia pegang.

"Kamu tahu vibrator? Aku gadis desa. Aku bodoh. Aku tak tahu. Tapi aku menjadi kuat karena kamu," ledek Lala.

"AAAA!" suara teriakan Litun senada dengan aliran listrik yang menghantam batangnya. Litun lalu tewas karena terkena serangan jantung. Jantungnya tak kuat menahan aliran listrik yang menjalar ke tubuhnya. Ia tewas.

Lala pun memakai bajunya kembali. Lalu ia ambil ponsel Angko. Ia masuk ke dalam deep web lalu menelepon seseorang.

"Lindy," sapanya.

Tak lama kemudian sebuah mobil datang ke tempat di mana Lala dipenjara. Seorang gadis keluar dari dalam. Rambutnya diikat, senyumnya penuh dengan ceria.

"Lo udah bebas La?" tanya Lindy.

"Cari kesempatan. Minta rokok," pinta Lala ingin menghisap sesuatu.

Lindy lalu memberikan rokok lalu membakarnya untuk Lala. Lala pin menghisap batang rokok itu. Tak sengaja Lala melihat kursi belakang mobil Lindy. "Itu gergaji mesin?"

"Iya," angguk Lindy.

"Udah ada kemajuan aja lo."

"Iya dong."

"Makasih ya udah bantuin gue.

Lindy tersenyum. "Iyalah lo kan kakak kelas gue di SD, masa gue nggak bantuin."

"Iya hahaha!"

Mereka berdua lalu membakar kantor polisi sebelum mereka pergi. Si jago merah merayap mesra ke atas lalu ke dalam kantor polisi, membakar tahanan yang tertidur pulas dan kedua sipir yang sudah tak bernyawa itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top