#Part 4 Reuni

"Pertemuan pertama setelah lama tak bersua membuat rasa canggung mendera. Entah ini hanya sebuah rasa atau mungkin memang benar adanya."

♡♡♡

Kafe dengan gaya klasik nan menarik menyambut kedatangan seorang gadis yang tengah berjalan menuju area dalam kafe. Dengan balutan gamis panjang berwarna hijau tosca dan hijab dengan warna senada semakin membuat penampilannya sempurna.

"Sorry gue telat, Ra," ujar Zihan yang langsung duduk di bangku kosong sebelah Zahra.

"Gak papa gue juga baru datang kok," sahut Zahra santai.

"Mau apa loe ngajak gue ketemu?" tanya Zihan to the point.

"Pesen minum atau makan dulu, Han nanti gue kasih tau," selorohnya.

"Oke," sahut Zihan.

Kedua perempuan sebaya itu memesan dua gelas orange juice dan juga satu gelas caffucino latte.

"Caffucino latte buat siapa, Ra?" tanya Zihan bingung. Bukannya mereka hanya berdua?

"Gibran," jawab Zahra.

'Tau ada dia gue gak bakal ke sini,' batinnya menyesal.

"Kenapa, Han kok malah bengong sih?" tanya Zahra.

"Enggak papa kok, Ra," elaknya.

Tak lama pesenan mereka datang bersamaan juga dengan kedatangan Gibran yang bertitel Mr. Lelet. "Dari mana aja sih loe?" todong Zahra setelah Gibran menyeruput secangkir caffucino latte yang dia pesankan.

Gibran hanya tersenyum simpul menanggapi pertanyaan sahabatnya. Tanpa berniat memberikan sebuah alasan ataupun penyangkalan.

"Han loe juga di sini?" tanyanya yang baru saja melihat keberadaan Zihan.

Zihan hanya tersenyum kecut. 'Segitunya banget loe sama gue, Ran. Sampai gak mau banget kayanya gue di sini,' batinnya miris.

"Gue sengaja ngajak kalian berdua ketemuan di sini," jelas Zahra memberitahu. "kemarin gue lupa ngasih ini ke loe berdua," lanjutnya cengengesan lalu memberikan dua buah undangan pada sahabat-sahabatnya.

"Gue udah tau," ujar Zihan setelah melihat undangan tersebut.

"Tau dari mana?" tanya Zahra penasaran.

"Irfan," jawab Zihan lalu meminum orange juice-nya.

"Kok bisa?" Kini Gibran ikut larut dalam obrolan. Menarik.

"Kemarin gue gak sengaja ketemu dia di jalan. Dia nganterin gue ke kantor, ya sepanjang jalan kita saling cerita termasuk masalah reunian," jelas Zihan.

"Pantes loe kemarin gak mau gue anter," seloroh Gibran dingin.

"Kan gue bilang gak sengaja ketemu, Gibran. Dari pada gue pulang jalan kaki mending nebeng dia," sangkal Zihan.

"Kok loe mau? Tapi pas gue yang nawarin loe malah nolak," sela Gibran mengeluarkan uneg-unegnya.

"Bukan gitu, Ran," bela Zihan.

"Terus?" Gibran masih belum puas mendengar penjelasan dari sahabatnya yang terdengar tidak masuk akal.

'Kenapa sih loe, Ran aneh banget?' batinnya bertanya-tanya.

"Jadi ceritanya ada yang cemburu nih," goda Zahra.

Sontak keduanya menggeleng cepat atas ucapan spontan sang sahabat. "Enggaklah. Apaan sih, Ra," sangkal Gibran.

"Terus apa dong?" Zahra belum puas menggoda kedua sahabatnya yang terlihat salah tingkah.

"Gue cuman nanya doang," alibi Gibran.

"Nanya kok udah kaya ngeintrogasi terdakwa di meja hijau? Bilang aja cemburu ribet banget sih loe berdua." Zahra masih belum puas untuk meledek sahabatnya.

"Udahlah, Ra lupain aja," lerai Zihan yang tak mau lagi memperpanjang pembicaraan.

"Loe kenapa, Han?" tanyanya.

"Enggak papa. Gue cabut duluan yah cuman ini doang, 'kan? Gue ada urusan mendadak." Zihan ingin segera pergi dari tempat ini sekarang juga.

"Buru-buru banget sih, Han," cegah Zahra yang masih ingin berlama-lama dengan sahabatnya.

"Sorry gue masih banyak kerjaan," dalih Zihan.

"Banyak kerjaan apa mau ketemuan?!" tanya Gibran sarkatis.

"Udah yah gue cabut duluan, assalamualaikum." Zihan langsung bergegas pergi dari kafe tersebut setelah mendengar ucapan salamnya dijawab.

"Wa'alaikumusalam warahmatullahi wabarokatuh."

"Si Zihan kok aneh sih dari kemarin kerjaannya kabur mulu," cetus Gibran mengadu.

"Ya mana gue tau," jawab Zahra jujur.

"Mungkin dia ngehindarin makhluk kaya loe," sambungnya terkekeh pelan.

"Emang gue makhluk apaan sampe harus dihindarin?"

"Makhluk php yang kerjaannya godain cewek." Zahra tertawa sumbang sedangkan Gibran memutar bola mata malas.

"Gue serius, Zahra!" ucapnya meyakinkan.

"Gue malah duarius, Gibran!"

"Udah ah jangan bahas itu lagi," cetus Gibran.

"Loe mau datang sama siapa, Ra? Di undangan tertera harus bawa pasangan," lanjutnya.

"Gue pinjem Kakak loe boleh kali, Ran. Buat jadi gandengan," tutur Zahra bernada candaan tapi sebenarnya dia serius dengan ucapannya itu.

"Pinjam-Pinjem dikira barang kali Kakak gue," jawab Gibran kesal.

"Gak papa kali, Ran gue, 'kan belum punya gandengan."

"Kenapa gak sama gue aja?" seloroh Gibran menawarkan diri.

"Haha, ogah yah, Ran," tolak Zahra setengah tertawa.

"Gue serius, Ra. Loe mau gak sama gue?" tanyanya seraya menaik turunkan alis.

"Gue gak mau. Loe ajak aja tuh si Zihan," usul Zahra meenolak mentah-mentah tawaran sahabatnya.

"Gimana mau ngajak tuh anak kalau kerjaannya kabur mulu," adunya setelah meneguk setengah minumannya.

"Dia kaya ngindarin gue tau, Ra," kata Gibran tanpa sadar.

"Curhat pak?!" sahut Zahra dengan senyuman jailnya.

"Loe mah jadi sahabat gak berperikemanusiaan banget sih, Ra. Bukannya bantuin gue cari tau, ini malah cuek bebek gitu." dengusnya.

"Selow aja kali, Ran. Gue becanda!"

Obrolan di antara keduanya larut begitu saja, canda tawa berbaur menjadi satu kesatuan yang utuh dan sangat menyenangkan. Sudah lama mereka tidak kumpul bersama walaupun tanpa kehadiran Zihan.

♡♡♡

Berjalan beriringan memasuki area tempat reuni diadakan membuat perasaan Zihan tak keruan. Rasa takut, canggung, bingung menelusup ke dalam rongga dadanya. Terlebih lagi kini dia berjalan berdampingan dengan sang adik yang menjadi pasangan. Miris pikirnya pergi ke acara reuni saja harus menggandeng lengan sang adik bukan dia sang calon imam.

"Akhirnya loe datang juga, Han," sambut Zahra ketika Zihan dan Zaka berada di depannya. Zihan hanya tersenyum ramah menanggapi dan menggenggam erat tangan adiknya. Entahlah rasa gugup tiba-tiba saja melanda relung hatinya.

"Kak jangan lama-lama yah aku gak biasa di tempat beginian," bisik Zaka pada kakaknya. Zihan mengangguk mengiyakan toh dia juga tak begitu nyaman berada di sini, hanya untuk sekadar memenuhi undangan saja.

"Zak kok kamu mau-maunya sih nememin Kakak kamu yang rese ini." Zahra membuka obrolan dengan adik dari sahabatnya. Dia mencium bau-bau ketidaknyamanan yang Zaka tunjukkan lewat ekspresi wajahnya. "Dipaksa, Kak," sahutnya.

Zaka ingat betul pada saat kakaknya membujuk dia untuk menemani ke acara reuni teman SMP-nya. Bisa di-bully habis-habisan kalau dia datang sendirian, setidaknya dengan kehadiran Zaka bisa sedikit mengurangi ledekan-ledekan tak penting dari kerabatnya.

"Ayolah, Dek temenin Kakak yah," bujuk Zihan entah untuk yang kesekian kalinya.

"Enggak mau," tolak Zaka juga untuk kesekian kalinya.

"Masa bantuin Kakak sendiri gak mau sih," ucap Zihan memelas.

"Aku gak biasa ke tempat begituan, Kak," ungkapnya keukeuh.

"Masa Kakak pergi sendirian sih,," rajuknya masih tetap membujuk sang adik.

"Ya udah sih, Kak sendiri aja. Gak bakal digondol kucing juga."

"Tapi di undangkannya harus bawa pasangan, Zaka," kekeuh Zihan.

"Tapi, 'kan aku bukan pasangan Kakak." Zaka masih bertahan menolak permintaan kakak satu-satunya.

"Mau yah, Zak," mohonnya kembali membujuk.

"Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya," lanjut Zihan dengan membacakan sebuah hadits yang menjadi kelemahan Zaka. Jika sudah berurusan dengan agama sudahlah Zaka akan menyerah dengan lapang dada.

Dan kini benar Zihan datang dengan ditemani Zaka, adik laki-laki satu-satunya. Walau dengan keterpaksaan. Ya sebagai adik yang baik dia harus menuruti permintaan kakaknya.

"Gue kira loe datang sama si Irfan," seloroh Zahra.

"Enggaklah dia bukan mahram gue, Ra," sahutnya.

"Bukan apa belum?" tanya Zahra menggoda.

"Bukan!" jawab Zihan tegas.

"Loe datang sama siapa, Ra?" tanya Zihan mengalihkan pembicaraan.

"Tuh," tunjuk Zahra pada seseorang yang kini berjalan ke arah mereka dengan menenteng dua gelas berisi minuman. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Zahra.

"Lah kok bisa?" tanya Zihan bingung sekaligus penasaran.

"Bisalah gue gitu lho," ucapnya dengan penuh percaya diri.

"Kak kok mau sih nememin Zahra?" tanya Zihan to the point. Dia bukanlah orang yang bertele-tele dan lebih suka bicara apa adanya.

"Dipaksa," jawabnya sama persis seperti jawaban yang Zaka berikan.

"Emang dasar cewek itu sukanya maksa kaum adam yah, Kak," timpal Zaka mencari sekutu.

"Iyah, Zak," sahutnya setuju. Netranya melihat sekilas dua perempuan yang berada di hadapannya. Kedua perempuan itu terlihat kesal dengan dua laki-laki yang berada di depan mereka, yang terdengar memojokkan kaum hawa. Terlebih lagi yang dipojokkan di sini adalah mereka berdua.

"Kak Galang ngapain di sini?" tanya seseorang yang baru saja datang dengan seorang perempuan cantik di sebelahnya.

"Gue tau pasti kerjaan loe kan, Ra. Pake acara ngajak Kakak gue segala," lanjutnya. Ya, dia adalah Gibran dan yang disebut Gibran 'Kakak' adalah Galang.

'Loe udah punya gandengan ternyata, Ran,' batin Zihan tersenyum miris melihat kedatangan Gibran dengan seorang perempuan yang tak asing untuknya.

"Kak, pulang yuk," ajak Zaka yang sudah tak betah berada di tempat ramai. Terlebih lagi dia berkumpul di tengah orang-orang yang berbeda usia dengannya. Itu membuat dia risih dan tak nyaman.

"Buru-buru banget sih. Gue juga baru datang," kata Gibran seperti mencegah kepergian Zihan dan adiknya.

"Acaranya juga belum dimulai, Zak. Masa mau langsung pulang sih," timpal Galang ikut mencegah.

"Bentar lagi yah," bujuk Zihan pada adiknya. Sebenarnya dia pun ingin pergi tapi rasanya tidak sopan, acara belum dimulai masa sudah main pulang begitu saja.

"Tapi aku udah gak betah, Kak," ucap Zaka keukeuh. Zaka adalah tipe anak rumahan yang tak suka tempat ramai, "aku pulang duluan yah, Kak," lanjutnya.

"Terus nanti Kakak pulang sama siapa kalau kamu pulang duluan," ujar Zihan.

"Kak Zihan ini udah malem PR Zaka belum dikerjain mana dikumpulin besok pagi lagi," tuturnya.

"Makannya kalau bawa gandengan jangan sama anak sekolahan," kekeh Zahra mencibir sahabatnya.

"Ini Adek gue bukan gandengan," sela Zihan meluruskan.

"Udah jelas di undangan tertera harus membawa pasangan bukan adik kesayangan!" timpal seorang perempuan yang berada di samping Gibran.

"Lebih baik gue bawa adik gue yang udah jelas-jelas mahram gue dari pada datang ke sini bawa gandengan tapi bukan mahram," bela Zihan tak terima dengan ucapan sinis perempuan itu.

"Sok alim banget sih loe, Han. Bilang aja gak punya pasangan!" cibirnya tak suka.

"Aamiin semoga ucapan loe jadi doa biar gue bisa alim," sahut Zihan.

Jika ada yang mencibir dalam hal kebaikan lebih baik diaminkan. Siapa tahu saja menjadi doa untuk kita.

Suasana menjadi terasa panas, tegang, dan mencekam. Tak ada lagi kehangatan dalam pertemuan mereka. "Udah kok malah pada ribut sih," lerai Galang.

"Iya jangan pada ribut kita ke sini buat menjalin hubungan silaturahim," timpal Gibran.

"Maaf, Sis," tutur Zihan.

"Iya gue juga," sahut Siska. Ya, perempuan yang bersama Gibran adalah Siska¾orang yang selalu membuat Zihan naik darah karena tingkahnya yang selalu berulah.

"Ya udah kamu kalau mau pulang duluan gak papa. Nanti Kakak pulang naik taxi aja," putus Zihan memberi izin. Dia tidak akan tega membiarkan adiknya harus dihukum gara-gara tidak mengerjakan PR.

"Beneran Kak?" tanya Zaka meyakinkan. Takutnya sang kakak berubah pikiran. Zihan mengangguk dan tersenyum manis ke arah adik yang paling disayanginya.

"Ya udah nih kunci mobilnya hati-hati di jalan." Zihan menyerahkan kunci mobil.

"Aku aja yang naik taxi Kakak yang bawa mobilnya," tolak Zaka. Dia tidak akan tega melihat kakaknya pulang sendirian dengan menggunakan kendaraan umum.

"Udah, Zak bawa aja mobilnya Zihan nanti aku yang nganter," ucap seseorang yang baru saja datang dan menjadi pusat perhatian.

"Irfan!" pekik semuanya serempak. Irfan tersenyum ramah dan mengangguk.

"Makasih yah, Kak assalamualaikum." Zaka langsung pergi setelah mendengar jawaban salam dari semuanya.

Acara reuni pun dimulai dengan acara sambutan-sambutan dari beberapa guru yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Hiburan berupa acara musik yang disediakan panitia pelaksana serta acara makan dan doa bersama setelah acara usai dilaksanakan.

"Ayo, Han gue anter," tawar Irfan setelah acara usai.

"Gue naik taxi aja, Fan," tolak Zihan.

"Udah malem, Han gak baik perempuan balik sendirian," bujuk Irfan terdengar begitu ngotot dan tak menerima penolakan.

"Lebih gak baik lagi kalau laki-laki sama perempuan pulang berduaan," ungkap Gibran sinis.

"Kalau ngomong tuh ngaca dulu! Loe juga sama kali. Pulang berduaan sama Siska," skakmat.

Gibran tak bisa berkutik lagi. "Bedalah," sanggahnya tak mau kalah.

"Beda apanya? Ngeles mulu loe jadi orang," sela Irfan tak suka.

"Gue gak perlu ngeLES karena gue udah pinter," kata Gibran ngelantur tak jelas.

"Serah loe lah." Irfan tak mau memperkeruh suasana.

"Gue udah pesen taxi online kok jadi gak usah anterin gue," cetus Zihan.

"Bahaya, Han malem-malem begini naik taxi online." Zahra ikut larut dalam obrolan.

"Gak papa. Gak usah pada khawatir gitu." Sejujurnya dia juga takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpanya tapi naik kendaraan umum lebih baik daripada harus pulang diantar Irfan ataupun yang lainnya. Dia tak mau merepotkan banyak orang.

'Segitunya banget semua orang khawatirin si Zihan. Dia udah gede kali, udah bisa jaga dirinya sendiri,' batin Siska tak suka.

"Ya udah kalau itu keputusan loe tapi gue bakal ikutin loe sampe rumah," putus Irfan terdengar sangat berlebihan.

'Apaan lagi si Irfan lebay banget.' Lagi-lagi Siska membatin tak suka.

"Lebay banget sih loe, Fan. Zihan bisa pulang sendiri kali," ujar Gibran tak rela melihat Zihan kembali diantar oleh laki-laki lain.

'Loe emang gak pernah peduli sama gue, Ran. Loe tega biarin gue pulang sendirian malem-malem begini. Kayanya keputusan gue buat ngehindarin loe adalah keputusan yang bener,' batin Zihan kecewa.

Tak ada yang menanggapi ucapan Gibran yang bernada sinis tak suka itu. Semuanya bersikap acuh tak acuh, tak mau memperkeruh suasana.

"Ya udah ayo kita anter loe ke depan," usul Zahra.

Mereka pun berjalan menuju keluar tempat acara reuni diadakan. Setelah melihat taxi yang Zihan tumpangi pergi. Irfan langsung bergegas mengikuti ke mana taxi itu berjalan menyusuri jalanan. Sedangkan yang lainnya pulang ke rumah masing-masing.

Senin ,18-06-18

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top