Satu Kali Lagi
"Din, lo ... lagi happy, ya?" Citra, yang sedari pagi memperhatikan Dini sudah tak kuasa menahan pertanyaannya. Masalahnya, tidak mungkin secepat itu Dini kembali mendapatkan keceriaan setelah kemarin dirinya menangis uring-uringan.
"H-hah?" Dini kelimpungan. Ia menjadi tidak fokus dengan gelagatnya yang sedikit aneh. "Gue ... gue ke toilet dulu, ya!"
Tanpa menunggu respons dari yang lain, Dini melenggang pergi meninggalkan kantin. Bahkan, semangkuk soto ayam yang baru sampai mampu ia abaikan.
"Aneh nggak, sih?" Citra bertanya untuk memastikan. "Maksud gue, dia nggak keliatan abis galau brutal. Secepat itu, ya, dia move on dari si Jamal?"
"Justin," ralat Pamela membenarkan.
Citra mengedikkan bahu. Pikirnya, nama Justin terlalu keren untuk cowok playboy seperti dia.
"Apa jangan-jangan," Tiwi mengambil atensi, "Dini udah ada cowok baru?"
"Atau justru, dia balikan sama si—"
"Sorry."
"Ya?"
Citra, Pamela, beserta Tiwi refleks menoleh ke sumber suara. Terlihat Justin tengah berdiri di hadapan mereka. Dengan sekotak susu strawberry di genggaman.
"Dini mana?"
Ketiganya melongo. Pikiran mereka terkoneksi pada ucapan Citra yang belum selesai tadi.
"Toilet," jawab Pamela akhirnya.
Justin mengangguk samar. Ia meletakan kotak yang ada di genggaman lalu berujar dengan senyum simpul, "Titip buat cewek gue, ya. Gue mau ke lapangan basket dulu."
Dua langkah, tiga langkah ...
"Tuh, 'kan. Mereka balikan, anjir!"
Belum sampai di sana, Dini berpapasan dengan Justin di pintu masuk kantin. Samar-sama mereka melihat Justin mengacak pelan pucuk rambut Dini sebelum melenggang meninggalkan cewek itu dengan tatapan iri dari siswi lain yang ada di sana.
"Goblok."
"Bego."
"Tolil."
Citra dan Tiwi tidak mampu menahan kekesalannya. Sedang Pamela terlihat tidak tertarik. Ia memilih fokus pada pempek yang sedang disantapnya.
Hingga Dini sampai dan duduk di kursi, tatapan menghunus tak lekang menyerbunya.
"Lo balikan sama si Jamal?" todong Citra tanpa memberikan Dini kesempatan untuk bernapas. Sebenarnya, Citra hanya kecewa. Dia tahu sebanyak apa luka yang Justin berikan untuk Dini. Tapi sahabatnya itu terlalu banyak memaklumi. Bahkan setelah tangisan tak terelakan, lagi dan lagi Dini menerima Justin begitu saja.
Dini terkekeh. Ia meraih sekotak susu, menusuknya dengan pipet yang ia bekal dari rumah, lantas meneguknya hingga sisa setengah. Berharap minuman itu mampu membantunya menyiapkan diri dari ceramah panjang lebar yang sudah pasti akan mereka perdengarkan.
"Gue ... ngasih dia kesempatan satu kali lagi."
"Lagi?" ulang Citra. Ia menangkupkan tangan di meja. Menatap Dini dengan keseriusan yang dipunya. "'Satu kali lagi'-nya lo, tuh, ada berapa, sih? Perasaan yang sebelumnya lo ucapin hal yang sama. 'Gue ngasih dia kesempatan satu kali lagi'. Sampai kapan lo gunain kalimat klasik itu buat belain si Jamal?"
"Cit," tegur Pamela. Dia tak ingin Dini merasa tersudutkan. Baginya, keputusan apa pun yang Dini ambil, itu sudah menjadi haknya. Pamela hanya bisa mengingatkan agar sahabat-sahabatnya tidak bertindak berlebihan.
"Kita cuma nggak mau liat lo sakit lagi, Din. Gue nggak tau apa yang ngebuat lo akhirnya ngasih kesempatan 'lagi' buat si Justin. Tapi, apa lo nggak inget segimana sakitnya dikecewain terus-terusan sama dia?" Tiwi menyela. Sungguh, ia juga tak mengerti dengan jalan pikiran Dini.
"Din, lo dikasih apa, sih, sama dia?"
"Citra!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top