Ace
"Ayok, gue laper."
Pamela masih sibuk dengan gawainya kala Tiwi mengajak dirinya ke kantin. Sadar tak ada respons saat alat tulis sudah ia bereskan semua, Tiwi bangkit seraya menoyor bahu Pamela pelan.
"Ke kantin, nggak?"
"Hm?" Pamela tersentak, "oh, enggak. Gue bawa bekal."
Tiwi ber-oh ria lantas pergi setelah Citra mengajaknya. Melihat Pamela yang sedang tidak dalam mood yang baik, remaja itu tak ingin banyak berbasa-basi ketika Pamela sudah memberi kepastian. Membiarkan cewek itu sendiri adalah pilihan yang tepat.
Sebenernya, Pamela sengaja membawa bekal dari rumah agar tidak berkerumun membeli makanan. Saat ini, pipinya penuh dengan bintik merah karena tak sengaja mengonsumsi kacang tanah kemarin malam. Ia kesal karena orang rumah melupakan alerginya.
Karena itu, nyaris seharian ini ia tak banyak bicara. Berdiri lama di bawah terik matahari saat upacara pagi tadi sudah cukup membuat dirinya tertunduk tidak percaya diri. Jika tidak ingat ulangan harian yang katanya akan dilaksanakan hari ini, Pamela bersumpah dia tidak akan pergi ke sekolah.
Dan sialnya lagi, ulangan hariannya tidak jadi. Guru yang mengampu tidak datang ke sekolah, tanpa alasan yang dia ketahui. Pamela menjadi kesal berkali lipat. Ia ingin segera pulang dan mengurung diri di kamar.
Seolah belum cukup, nasi goreng yang ia buat terasa hambar. Entah apa yang ada di pikiran Pamela saat menyiapkannya tadi pagi. Karena lupa memasukkan garam hampir tidak pernah terjadi di hidupnya.
Pamela membuang napas sebal. Dia membanting kecil sendok yang ada di genggaman. Pamela terbayang makanan-makanan enak di kantin. Namun, pergi ke sana bukan pilihan yang tepat. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian, terlebih saat wajahnya sedang tidak baik-baik saja.
"Sini, gue suapin."
Pamela terhenyak. Ia baru menyadari jika dirinya tidak sendirian di dalam kelas. Cowok itu ada di sana, memperhatikan gerak-gerik Pamela sedari awal bel istirahat berbunyi. Dan sekarang, tanpa ia ketahui Ace sudah duduk di bangku Tiwi.
Tanpa menunggu protes dari Pamela, Ace menyendok nasi dengan telaten. Mengarahkan ke depan mulut Pamela meski berakhir menggantung di udara.
"Kalo nggak, gue yang makan nih, aaaa—"
Ancaman Ace berhasil membuat Pamela tergerak. Bagaimana tidak? Pamela pasti ditertawakan jika lelaki itu mencoba masakan hambarnya. Meski terpaksa, mau tidak mau Pamela menelan santapannya.
"Gue bisa sendiri."
"Oke, gue tetep di sini biar lo nggak sendiri."
Pamela mengedikkan bahu, ia sangat malas berdebat. Sendok sudah kembali di genggaman, dan benar saja ... Ace tidak beranjak meski kini fokusnya berpindah ke ponselnya.
"Savage!"
Pamela melirik sekilas. Kedua jempol Ace tampak lihai memainkan smartphone-nya. "Lo nggak ke kantin?"
"Males, kantin bikin sesek napas," balasnya cepat. Ace mengalihkan atensi ke nasi goreng di kotak bekal. Sisa setengah. "Lo yang masak sendiri? Tumben nggak ke kantin," ujar Ace random.
Pamela berdeham mengiyakan. "Lagi males juga," timpalnya kemudian.
"Lo nggak bosen nungguin gue makan sampe kelar gini?" tanya Pamela penasaran. Ia membuka tutup botol minum lalu meneguknya sampai tersisa setengah.
"Ngapain bosen?" Ace balik bertanya, "atau jangan-jangan, lo bosen gue temenin?"
"Nggak gitu," sangkalnya. Pamela hanya heran dengan sikap Ace yang tiba-tiba. Jujur, ia tidak keberatan dengan kehadiran Ace. Tetapi, Pamela mendadak bingung saat ingin menjelaskan sangkalannya.
"Eh, gue cabut, ya," pamit Ace setelah mendengar bel masuk.
Pamela kelimpungan melihat Ace semakin menjauh menghampiri bangkunya. Sebelum teman-temannya mulai berdatangan memasuki kelas, cewek itu berteriak, "Makasih, Ace!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top