|pad thai|

Kris sedang menunggu di lobi condominium. Kakinya mengentak-entak kecil, lelah bercampur gugup sebab lima belas menit telah berlalu. Berulang kali ia menatap arloji, berharap orang yang ia tunggu segera datang dan menyelematkan kesendiriannya.

Meski Kris menyukai tatapan orang sekitar yang mengagumi betapa modis OOTD-nya hari ini, ia tetap risi dengan fakta tidak ada satu pun yang duduk di sofa ruang tunggu tersebut. Ia benci kenyataan yang seolah mengatakan bahwa orang tampan sepertinya bisa teracuhkan seperti ini.

"Lama sekali!"

Anak itu kembali mengeluh. Ia mendengkus, berdecak lalu menggerutu karena kalau saja Pan ada di sini, rasa canggungnya akan berkurang. Sialnya, sahabatnya tersebut menolak untuk ikut kemari. Bahkan saat Kris menyeretnya pun, ia keluarkan berbagai alasan sepanjang rel kereta api. Alhasil, mau tidak mau Kris harus pergi seorang diri ke tempat tinggal manajer Dao.

Setelah cukup lama berbincang, mereka sepakat untuk membuat konten memasak sekaligus mukbang yang akan disiarkan secara langsung di Instagram Kris. Kemudian esoknya giliran konten 'one day say yes' di Instagram Dao.

"Nong Kris?"

Sang empunya nama menoleh. "Khab?"

"Aku Duen, manajernya Dao."

Kris seketika berdiri lalu memberi wai. Senyumnya lekas merekah. Girang karena penantiannya telah usai, sekaligus tebar pesona.

"Sawatdee khab, P'Duen."

Gadis itu mengangguk. "Sudah lama? Maaf, ya. Aku baru cek ponsel, tadi sibuk menata kompor dan lain-lain."

"Gak apa-apa, Phi."

"Ya sudah, ayo naik."

Tanpa banyak bicara, Kris segera mengambil dua kantong besar berisi bahan makanan yang ia beli di minimart dekat asrama. Melihat hal itu, gadis yang sebenarnya kakak kandung Dao tersebut menawarkan bantuan. Tentu saja, Kris sangat mengizinkannya sebagaimana ia biasanya membiarkan Pan melakukan hal itu.

Setelah sampai di kamar Duen dan Dao, Kris dipersilakan masuk untuk istirahat terlebih dulu. Ia pun duduk di sofa dengan manis, meski matanya berkeliaran memandangi setiap sudut hunian minimalis ini. Bingung, ia mulai menyentuh benda-benda sekitar tanpa sebab. Mulai dari meraba dinding putih tulang yang polos tanpa tempelan, meremas bantal sofa berbentuk layang-layang, mengambil asbak kubus yang penuh bekas bungkus permen, lalu mengetuk-ngetuk meja kaca dengan dua jari kanannya.

"Silakan diminum dulu," ucap Duen sambil meletakkan segelas cha dingin. "Dao masih dandan."

Kris mengangguk kikuk. Duen seolah tahu apa yang ia pikirkan. Canggung, anak itu meraih minuman yang disuguhkan lalu meneguknya cepat. Hawa panas Thailand sebelum memasuki ruangan ber-AC ini cukup mengeringkan tenggorokannya.

"Semua bahan sudah kamu beli, Kris?"

"Khab, Phi. Ada yang kubeli, ada juga yang kubawa dari asrama."

Duen menautkan alis. "Setiap hari kamu memasak?"

"Enggak, ada beberapa bumbu buat jaga-jaga kalau makanan yang kupesan kurang masuk di lidah."

"Termasuk endorse?"

Lagi-lagi Kris mengiakan. Ia tidak berniat untuk menutupi apa pun. Toh, Duen dan Dao juga berkiprah di lingkungan yang sama sepertinya. Tidak cocok dengan produk yang harus dipromosikan bukanlah hal baru.

"Kalau makanan sulit, ya. Gak cocok bisa sakit perut."

"Dao pasti juga begitu, kan, Phi? Kudengar dia pernah jerawatan gara-gara gak cocok sama produk skincare klien."

"Er," Duen mengambil keripik kentang yang ia bawa bersama dua gelas teh, "kasus Dao kebanyakan begitu. Gampang beruntusan."

Sedetik setelah mengucap demikian, Duen menatap Kris lekat dari bawah hingga atas. Bahkan, saking fokusnya, kepalanya sampai miring ke kanan--sangat menghayati. Sosok yang ditatap itu mulai menelan ludah dan menggeser duduknya ke samping kiri.

"Ada apa, Phi?"

"Kamu tahu banyak, ya, tentang Dao."

Anak itu tersenyum kaku lalu menggaruk tengkuknya. "Fans khab."

Duen tidak bertanya lagi. Ia segera menghampiri Dao saat adiknya telah keluar kamar dan langsung duduk menuju set masak yang telah ditata. Masih linglung, Kris bergeming menunggu dua gadis itu mengingat keberadaannya.

"Sini!" seru Duen melambaikan tangan, sedangkan Dao masih diam dengan senyum tipisnya.

Kris kembali menenteng kantong belanjaan lalu meletakkannya di meja dekat kompor. Kemudian ia sedikit membungkuk dan menyapa Dao yang masih bersikap anggun di samping Duen. Ketiga orang itu lantas mengeluarkan bahan yang akan digunakan untuk membuat pad thai.

"Aku akan memasang kamera di sana dan membacakan komentar untuk kalian."

Dua remaja Matthayom 5 itu mengangguk. Setelah siaran langsung dimulai, mereka pun menunggu sampai paling tidak lima ratus akun bergabung untuk menonton.

"Makasih, ya, hari ini sudah mau kolab sama aku." Kris berbisik lalu balik tersenyum ke arah kamera.

"Sama-sama, aku juga makasih."

"Btw, kita belum perkenalan secara benar."

Mata Dao dan Kris bertemu. Mereka saling senyum lalu sedikit tertawa. Dao mengangguk pelan seraya berbisik yang ia tutupi dengan tangan kirinya.

"Dao, Maladee Ratanarak."

"Kris, Krittinai Yoovidhya," balasnya.

Duen yang merasa penonton live streaming sudah cukup banyak segera menginterupsi, "Mulai saja, Kris."

Satu-satunya lelaki di tempat itu mengangguk. Ia lekas memperkenalkan diri dan juga memperkenalkan Dao. Tak lupa ia menyampaikan maksud bahwa hari ini mereka akan memasak pad thai bersama-sama.

"Bahannya ada apa saja, Dao?" ujar Kris persis sesuai arahan Duen kemarin.

"Ada 160 gram rice noodles, empat belas buah udang kupas, seratus gram tahu yang sudah dipotong kotak-kotak, dua telur ayam, tiga bawang putih yang sudah dicincang, seratus gram tauge, daun bawang secukupnya dan tiga sendok makan olive oil."

"Nah, untuk bahan sausnya ada asam, saus tomat, kecap ikan, kecap manis, saus tiram, kaldu jamur, gula pasir dan lada. Takarannya bisa menyesuaikan selera masing-masing, ya."

Kris segera menyalakan kompor untuk mendidihkan air. Setelahnya, ia merendam mi tersebut dalam air panas selama tiga menit lalu meniriskannya. Dao pun membantu dengan menyiram mi dengan air matang.

"Ada yang tanya, kok bisa P'Kris kenal P'Dao." Duen membaca salah satu komentar.

Dua remaja itu tidak sengaja saling pandang sebelum akhirnya kompak memalingkan wajah. Raut Kris seketika tersipu. Ia pun tersenyum, menampakkan giginya yang putih dan rapi. Anak itu lebih memilih menutup mata dibanding mulutnya agar aura menggemaskan yang ia miliki semakin terpancar.

"Em, sudah lama aku mengikuti akun Dao. Aku suka semua postingan-nya," jawab Kris 200% berbohong karena ia baru mengenal Dao saat ditantang Pan.

"Apakah P'Kris benar-benar menyukai P'Dao?" Duen lagi-lagi menanyakan pertanyaan dari kolom komentar.

Alih-alih menjawab, Kris malah menuangkan minyak pada wajan lalu menumis bawang putih hingga wangi. Kemudian ia menambahkan telur yang diorak-arik, udang dan tahu. Ia memasaknya dengan lihai sebab semalam sudah mempraktikkannya bersama Pan.

Sambil menunggu udang berubah warna, Kris menatap Dao lalu beralih ke arah kamera. "Memangnya siapa yang gak menyukai Dao? Tentu aku suka sampai jauh-jauh ke sini untuk bertemu dan masak dengannya."

"Kamu bisa saja."

Dao tidak dapat menyembunyikan senyumnya. Sudut bibirnya terus bergerak, bingung menahan lonjakan emosi akibat kalimat Kris. Gadis itu lekas memasukkan mi dan saus yang sudah diracik sebagai pengalih perhatian.

Dapat! batin Kris bersemangat. Ia mengaduk mi menggunakan sumpit lalu menambahkan tauge dan daun bawang. Matanya tak henti melirik ke arah Dao yang sibuk menautkan tangan di belakang.

"Sudah jadi, pad thai ala Kris dan Dao. Gimana? Terlihat enak, 'kan?"

Duen membawa ponsel Kris mendekat dan memberikan ke pemiliknya. Seketika lelaki itu fokus membaca black box yang terus muncul tanpa henti.

Aku harap kamu memuji kesopanan Dao saat makan nanti. Gadis itu sangat menyukai orang yang menghargai kepribadiannya.

Kris menyeringai bangga lalu membaca komentar yang lain untuk memecah hening. "Yak kin? Izin dulu ke Dao karena kami yang membuatnya."

"Apa? Aku gak membantu apa pun. Cuma memasukkan bahan."

"Itu saja sudah cukup bagiku, Dao." Kris menjawab dengan lembut.

"Baiklah, ayo makan."

DAY 11
14 April 2021

Bangga dengan estetik

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top