|bua loy|

Satu per satu kertas HVS warna-warni ditata di atas lantai. Tiga spidol merah dan penggaris juga tergeletak bersama catatan kecil hasil screenshot Instagram yang dicetak dan dipotong-potong. Tak lupa dengan selotip dan gunting yang dipalak dari kotak pensil milik Pan.

Kris berkacak pinggang sambil senyam-senyum sendiri. Ia sudah siap perang. Malam ini, ia akan mempersiapkan segala keperluan untuk menyatakan perasaan palsunya pada Dao. Misi menjadikan gadis itu sebagai kekasihnya segera mencapai klimaks.

Berbagai saran yang bermunculan Kris pilah matang-matang. Ia mau Dao menjadi gadis spesial dan merasa diistimewakan agar kata 'iya' segera keluar. Ia tidak ingin usahanya selama berminggu-minggu berakhir mengenaskan. Ponsel super ini hanya ditakdirkan untuknya.

Anak yang belum pernah melakukan hal memalukan itu memberanikan diri untuk mencoreng harganya. Seharian ia telah mengumpulkan seluruh bahan untuk membuat Dao ternganga, terpana, terharu dan ter-ter lainnya.

Kertas foto selama mereka berkolaborasi sampai komentar-komentar Dao di postingan-nya itu dikumpulkan hingga puluhan potong. Ia menempelnya dengan hati-hati hingga membentuk kata 'I ♡ U'. Kris bahkan menambah berbagai ornamen bintang, love dan stiker-stiker lain.

"Demi apa orang tampan sepertiku harus melakukan hal seperti ini."

Ia kembali mengeluh. Meski lega dengan jawaban yang harus dilakukan esok hari, Kris tetap menggerutu--menyalahkan Pan atas tantangan super-konyol yang tidak ada hubungannya dengan ponsel yang ia pakai. Kalau saja anak itu bisa disuap dengan uang sejak awal, Kris tentu tidak perlu repot-repot.

Sayangnya, sampai titik darah penghabisan pun Pan masih saja ogah-ogahan. Ia malah dengan gamblang menyatakan ketidaksabaran akan aksi Kris di depan primadona sekolah sebelah tersebut. Katanya, ini adalah momen langka yang mungkin tidak akan terulang untuk kedua laki.

Kris manggut-manggut saat mengingat kalimat itu. Tentu, ia sangat mengiakan. Kalaupun nanti ia menyukai terlebih dulu, Kris tetap teguh dengan melempar berbagai kode dan berharap gadis itu mau menyatakan perasaannya terlebih dulu. Ia beda dan ia bangga akan hal tersebut.

"Belum selesai juga, Kris?"

"Bisakah kau diam kalau tidak mau membantu?"

Pan tertawa terbahak-bahak. Ia lekas meletakkan dua bungkus bua loy di atas meja, lalu menarik kursi belajar dan duduk sambil menatap teman sekamarnya. Seketika mata terkunci pada tingkah Kris yang terus berpindah ke kiri dan kanan guna menyesuaikan bentuk.

"Harus gini banget, ya, Kris?"

Empunya nama tidak merasa terpanggil. Ia lebih memilih berkutat dengan apa yang ada di depannya. Toh, menjawab hal itu hanya menyia-nyiakan waktu. Ia lelah memaksa Pan untuk membantunya. Kali ini anak tersebut menolak mentah-mentah dengan berbagai alasan. Mulai dari malas, lapar dan ingin keluar cari angin. Sungguh klasik.

"Aku sudah mengambil ponselmu dari tempat servis, seperti yang kamu bilang tempo hari, tapi nyatanya gak kamu sentuh sedikit pun. Kalau modelnya sudah kalah jadul, kamu bisa beli yang baru, 'kan? Kenapa--"

"Shia, Pan. Kan aku sudah bilang diam saja kalau kamu gak mau membantuku."

"Tapi apa yang kamu lakukan ini gak kamu banget, Kris."

Kris berbalik dan menatap sahabatnya sinis. "Mei tong huang, aku pasti bisa mendapatkannya."

"Bukan itu maksudku, Kris." Pan memutar bola matanya kesal. Ia segera menghampiri Kris dan duduk beralas lantai.

Keduanya sontak saling pandang. Kris pun menelan ludah saat sorot tanpa dilapisi kacamata milik Pan jauh lebih tajam dari biasanya.

"La-lalu apa?"

"Kenapa seorang Kris yang terbiasa gonta-ganti ponsel mau mati-matian mempertahankan ponsel ini?"

Pertanyaan lumrah tersebut muncul di di luar kapasitas otak udang Kris. Anak itu lantas menggigit bibir dan mengalihkan pandangannya. Ia mencoba mencari jawaban pada beningnya lantai yang telah Pan bersihkan tadi pagi.

"Ai'Kris!"

"Iya."

"Jawab aku."

"Seharusnya kamu senang, dong, Pan. Itu berarti sahabatmu ini udah gak konsumtif lagi."

"Kalau begitu, pakai lagi ponsel lamamu dan kembalikan ponsel itu."

"Enggak!" tolak Kris secepat kilat. Ia lekas memeluk ponselnya sambil bergeser ke belakang.

"Ao, kenapa?"

"Setelah jatuh-bangun aku melakukan tantangan bodohmu, kamu mau ngambil ponsel ini seenaknya?"

Nada kedua anak itu tidak lagi terjaga. Bahkan, Kris benar-benar menautkan alisnya dan memandang nanar. Rautnya yang merah padam sangat menunjukkan seberapa besar amarahnya saat ini.

Pan pun berdiri dengan tangan terlipat di depan dada. "Nan ngeh, kalau memang alasanmu hanya 'gak lagi konsumtif', harusnya tantangan ini gak pernah kamu terima, Kris. Pasti ada apa-apa, 'kan?"

"Sat, Pan! Kenapa kamu baru meragukanku sekarang? Aku sudah susah payah kau tahu!"

"Er, ku roo, itulah mengapa aku kembali bertanya sekarang. Kenapa kamu mau melakukannya sejauh ini, hah?" Pan mendekati Kris yang terus mundur hingga membentur dinding--masih dalam keadaan duduk. "Aku sudah bertanya berkali-kali, tapi alibimu gak pernah konsisten."

Kris menelan ludah. Keringat dingin telah membanjiri kedua telapak tangannya. Degup jantung yang berubah tak normal turut mengacaukan pikiran. Baru ini ia melihat Pan meledak-ledak hingga tampangnya seolah ingin menelan Kris hidup-hidup.

Anak itu lekas meyakinkan diri dan beranjak. Kini mereka berhadapan dengan jarak kurang dari lima jengkal. Kris menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mendorong tubuh Pan agar menyingkir dari jalannya.

"Ok, kalau kamu memang gak puas dengan jawaban itu, terserah! Yang jelas sekarang jangan halangi aku untuk menyatakan perasaan pada Dao besok siang."

"Kau pikir aku akan menurut?"

"Ai'Pan!"

Tangan Kris mengepal saat sahabatnya berubah drastis menjadi makhluk super-menyebalkan. Ia hampir melayangkan pukulan tersebut kalau saja tidak segera sadar. Kris lekas membersihkan pikiran. Mau tidak mau, Pan-lah yang turut berkontribusi dalam hidupnya selama ini. Ia tidak boleh keluar batas.

"Aku gak minta apa-apa lagi darimu, Pan. Hanya jangan halangi aku. Itu saja. Tetaplah pada perjanjian sebelum tantangan ini dimulai. Aku gak akan melepaskan ponsel ini."

Karena kekuatan benda ini diturunkan Tuhan hanya untukku seorang.

DAY 17
21 April 2021

'footnote:
Mei tong huaang: gak perlu khawatir

Kalau yang model begini mana bisa nolak 🙃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top