Ayo Kita Ke Mana
Asap rokok mengepul tebal di sebuah ruang kecil bekas bangunan kosong yang tidak terpakai. Di dalamnya ada empat pemuda tanggung yang sedang menghisap dalam batang-batang berkandungan nikotin itu.
Adem Suruput, Tatang Cekas, dan si kembar Anang Unung, Aning Unung, empat pemuda yang menamai diri sebagai “Pasukan siluman gayung lope.” Bukan tanpa alasan mereka menamainya seperti itu, keempat pemuda itu termasuk orang-orang gayung phobia alias jarang mandi. Kalau ada satu dua orang yang menegur mereka karena kebiasaan buruk itu, mereka selalu membalas dengan kalimat “Untuk apa diciptakan body spray atau body cologne kalau wangi masih ditentukan oleh mandi!”
“Tak terasa, waktu berjalan sangat cepat. Hari ini, almanak telah menunjukkan angka tiga puluh satu di bulan dua belas. Apakah kawan-kawan sejawat tidak terpikirkan akan menamatkan tahun ini dengan berpesta ria?”
“Bahasa kau sok formal, geli kali aku dengernya, Nang!”
“Saha maneh? Keluar dari awak si Anang!”
“Ya Allah, Aning teh tidak rela kalau kembaran Aning jadi gila gara-gara hatinya sebentar lagi jadi gerai es krim yang lagi terkenal. Apa, sih itu teh namanya?”
“Mixue!” jawab Anang
“Miss you too!” sahut Aning dan kedua teman mereka.
“Kumaha maraneh weh lah!”
Suasana yang tadi ramai tiba-tiba hening, keempatnya sibuk dengan pikiran dan rokok mereka masing-masing yang masih cukup panjang
“Btw, kembali ke topik. Malam tahun baruan ke mana kita, Tang, Dem, Ning?” tanya Anang kepada teman-temannya.
“Aku bosan kali tahun baruan gitu-gitu aja. Di rumah, diem, nontonin kembang api. Kurang greget!” jawab Adem setelah membuang asap rokok dari dalam mulutnya.
“Bakar-bakaran, yuk!” Tatang memberi saran pada teman-temannya.
“Bakar jagung?”
“Bosen!”
“Bakar sosis?”
“Gak suka sosis!”
“Bakar rumah?”
“Udah pernah!” Anang, Aning dan Tatang menatap tajam ke arah Adem.
“Kenapa?” Adem mengernyitkan dahi. “Kan kita-kita yang bakar rumah pas malem tahun baru tiga tahun sebelum covid. Pas kita masih imut-imut.”
“Ah, inget, pas kita umur lima belas tahun ‘kan. Yang sebelum bakar rumah teh kita nyolong sepeda si Didin anaknya Pak Kumsi. Terus akhirnya sepedanya kita lempar ke rumah yang kebakar,” jelas Tatang setelah mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
“Ayo lah bakar rumah lagi!” ucap Anang dan Aning bersamaan.
“Cari yang lain, lah. Hal yang baru yang gak pernah kita lakuin,” usul Adem sambil menatap ketiga temannya.
Anang, Aning, Adem dan Tatang kembali disibukkan dengan pikiran mereka masing-masing. Tahun baru sebentar lagi, dan mereka berharap bisa menghabiskan waktu bersama, menikmati malam gelap yang ditembaki oleh ratusan bahkan ribuan kembang api hingga menghasilkan cahaya indah namun singkat.
“Makan-makan, lah, yuk sekarang mah. Bakar-bakar kayak orang normal biasa aja. Masa tiap tahun baru jadi penjahat mulu. Sekali-kali jadi penjahit, kek!” ucap Anang setelah membuang asap rokok dari mulutnya.
“Ide bagus. Capek, lah. Tiap malam tahun baru dikejar-kejar warga. Sudah kayak maling saja kita, nih!”
“Iya, emang bukan maling. Tapi kejahilan kita udah melebihi kejahatan.” Tatang menimpali ucapan Adem. “Ya, jahilnya kita uda kaleuleuwihi, niatnya cuman nembak kembang api ke rumah Pa Kumsi, eh malah jadi kebakaran, sepaket sama sepeda yang kita colong.”
“Tapi, menjadi normal teh membosankan. Bakar jagung deui, bakar sosis deui, bakar ayam deui. Gak sekalian weh bakar kenangan ti mantan.” Aning tidak setuju dengan usul Tatang dan Adem untuk menjadi normal di malam tahun baru nanti.
“Aku ada edi!”
“IDE!”
“Jadi gimana, idenya, Nang?”
Anang mengajak semuanya merapat, membisikkan idenya untuk malam tahun baru nanti. Aning, Adem, dan Tatang terlihat sangat serius mendengarkan detail rencana yang dibuat oleh Anang. Hingga akhirnya semua setuju, dan menganggap ide Anang cukup menarik.
Sebelum senja berubah menjadi gelap, empat sekawan itu mulai bangkit dari tempat mereka menghabiskan waktu seharian tadi, dan mempersiapkan diri untuk menjalankan rencana yang dibuat oleh Anang dalam rangka merayakan malam tahun baru.
“Ayo kita ke….” Aning bingung, menatap ketiga temannya secara bergantian. “Ke mana?”
“Ayo kita kemana!” Anang berseru kencang.
“Y–yo!” Aning, Tatang dan Adem ragu-ragu menjawab seruan Anang. “Ayo kita kemana!”
Keempat sekawan itu menyusuri jalanan kota yang mulai ramai dengan orang-orang. Suara kembang api bersahutan dengan suara lato-lato yang mendadak mengalahkan trend terompet di malam tahun baru.
“Sumpah, sejak kapan lato-lato menguasai dunia, bahkan ngalahin terompet di tahun baru!” keluh Tatang sambil menutup telinganya yang mulai pengang dengan suara tok tak tok tak tok tak.
“Sialan sekali anak-anak ini, aku makan baru tau rasa mereka!” Sama seperti Tatang, Adem pun merasa terganggu dengan suara lato-lato yang semakin kencang.
“Bah, pantas saja suaranya makin nyaring. Ternyata kalian juga main!”
“Ini teh seru pisan. Ayo main, sekalian cari makanan buat nanti malem, sekalian main ini. Biar enggak gabut,” ucap Aning santai sambil memainkan lato-latonya semakin keras.
“Buang atau kuledakkan kepala kau!” Adem mengeluarkan pistol yang sejak tadi disimpan dibalik pinggangnya dan menodongkan ke kepala Aning.
“Dem, Dem. Simpen, Dem! Singsum singdem, orang-orang liatin kita!” Orang-orang mulai melihat ke arah keributan yang dibuat oleh mereka dan membuat Tatang panik setengah mati.
“Bodo amat! Cepat kau buang itu mainan sialan, atau kuledakkan kepala kau, Nang, Ning, ning nang eu!”
“Oke, oke. Aning buang!” Aning melempar sembarang lato-latonya, hingga terdengar suara orang mengaduh kesakitan.
Setelah itu mereka berlarian, menuju gang sempit sebelum warga menyerang mereka karena semua mata sudah tertuju pada empat sekawan itu.
“Oke, balik ke rencana awal. Jangan main-main lagi!” Tatang menasehati ketiga temannya agar kembali ke rencana mereka.
Dari dalam gang, mereka mulai melanjutkan lagi rencana yang sudah dirancang, menganalisa orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan. Mereka mencari sosok yang tepat untuk menjadi bahan malam tahun baruan mereka.
“Yang itu, gas!”
“Gak, gak. Itu ketuaan. Alot….”
“Itu aja gimana?”
“Boleh, tapi banyak lemaknya … tidak baik untuk kesehatan.”
“Nah itu aja, lumayan, montoq.”
“Gass!”
Mereka mendekati targetnya, menyiapkan benda-benda yang akan digunakan dalam rencana mereka untuk menikmati malam tahun baruannya.
~~~~~~
Malam tahun baru pun tiba, Adem, Anang, Aning dan Tatang menatap langit yang mulai dipenuhi oleh kembang api. Suara letusan kembang api silih berganti. Keempatnya tengah menikmati santapan yang ia dapat siang tadi.
“Nikmat sekali daginya, bah!” ucap Adem sambil menyantap daging manusia yang baru saja mereka dapat siang tadi.
“Pilihan Aning bagus kan. Hehe.”
“Cerdas juga kamu, Ning.”
Mereka tertawa lepas, menikmati malam tahun baru. Menikmati sate manusia pilihan mereka!
“Selamat tahun baru! Semoga setelah ini kita tidak ditangkap. Hahaha.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top