Keluhan Saya Terhadap Tukang Gorengan

Bulan puasa telah tiba dan dipastikan nanti para jomblo akan diberi pertanyaan "kapan kawin" pada saat kumpul keluarga di hari lebaran. Saya enggak. Karena keluarga saya pengertian. Mereka tidak pernah sekali pun bertanya soal itu kepada saya, sebab saya jarang ikut kumpul keluarga.

Mereka juga tahu kalau saya sedang berusaha. Hanya belum waktunya saja. Keadaan tidak memungkinkan bagi saya untuk menikah karena belum adanya pasangan dan kurangnya modal buat bikin acara dangdutan di resepsi pernikahan. Untuk Pembaca Budiman sekalian yang dalam waktu dekat ini berencana menikah, tolong tidak perlu pakai acara dangdutan segala, karena itu bakal menjadi beban moral bagi tetangga Anda yang belum menikah. Biaya katering sudah cukup membebani, jadi tidak usah pakai hiburan yang tak perlu, karena saya yakin para undangan yang datang hanya memberi perhatian pada hidangan kawinan dan sama sekali tidak peduli ada atau tidaknya dangdutan.

Semakin beranjak dewasa, puasa nahan lapar dan dahaga sudah tidak ada apa-apanya lagi bagi saya. Kayak kurang menantang. Soalnya bukan bulan puasa juga saya sudah terbiasa nahan lapar. Apalagi waktu tanggal tua ketika kantong kering melanda, masih syukur perut bisa diisi nasi kecap atau indomi, seringnya sih cuma diisi air sama obat magg doang. Malah, bulan puasa itu benar-benar berkah karena saya bisa menghemat uang dengan makan takjil setiap hari di masjid. Lumayan, ceban aman. Perut saya lebih kenyang di bulan puasa daripada di hari biasa. Jadi, saya suka heran kalau lihat orang yang mampu puasa tapi enggak puasa, juga orang puasa tapi ngeluh lapar. Enggak masuk aja gitu bagi saya yang sering makan sekali tiap hari itu pun pakai indomi.

Yang susah tuh nahan ngantuk. Bangun sahur, terus Shubuh ke masjid. Sesudah itu tidur lagi, bangun dua jam kemudian buat kerja. Rasanya keleyengan waktu bangun. Tapi kalau enggak ditidurin, buat buka mata tuh kayak lebih berat daripada ujian hidup. Cuci muka berapa kali juga susah buat segarnya.

Selain untuk memperbanyak ibadah dan pahala, bulan puasa juga adalah momen tepat bagi orang-orang untuk berjualan gorengan. Di Planet Bekasi, semua orang tiba-tiba saja menjadi tukang gorengan. Menurut saya ini merupakan sebuah keajaiban, sebab saya lihat enggak ada yang enggak laku. Paling sisa sedikit, kebanyakan dagangan mereka pada ludes sebelum maghrib. Aneh, padahal banyak orang dagang gorengan tapi semuanya laris manis. Nah, siapa yang jadi pembeli?

Siapa lagi, kalau bukan saya. Jomblo tampan tapi kurang mapan sehingga susah buat booking organ tunggal buat acara kawinan. Padahal, di hari biasa saya jarang beli gorengan. Ternyata setelah saya telaah baik-baik, keajaibannya berada di sambal kacang.

Tukang gorengan biasa hanya menyediakan cabe rawit. Berbeda dengan tukang gorengan musim Ramadhan, yang lebih totalitas dengan menyediakan sambal kacang. Buat saya jauh lebih enak makan gorengan dengan bumbu sambal kacang. Biarpun Anda pengin pakai cabe rawit, mereka juga sudah siap sedia. Tak masalah. Servis tukang gorengan musim bulan Ramadhan tuh memuaskan. Terlihat dari ukuran gorengan-gorengannya pun lebih besar.

Sayangnya, mereka tidak berdagang lagi ketika bulan puasa telah usai. Tukang gorengan biasa pun tidak meniru totalitas mereka dengan menyediakan sambal kacang. Aneh, padahal saya yakin bila tukang gorengan menyertakan sambal kacang omsetnya bakal naik. Atau mungkin, tukang gorengan biasa sudah untung besar, jadi tak perlu menambah repot untuk membuat sambal kacang. Sungguh, buat saya itu sangat disayangkan. Sambal kacang di tukang gorengan hanya ada di bulan Ramadhan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top