Keluhan Saya Terhadap Penimbun Masker

Ketika saya berpikir tidak ada keadaan yang lebih buruk daripada membuka tahun lebih miskin dibanding tahun kemarin, tiba-tiba saja meletus balon hijau, DUAR! Wabah Corona datang tanpa diundang, sama seperti datangnya cinta yang menyayat ke dalam sendi-sendi organ sanubari, dan akhirnya hanya meninggalkan luka berupa kenangan pahit setelah ditinggal pergi. Sesak dada ini. Hatiku sangat kacau.

Pandemi itu memang sudah hangat diberitakan sejak beberapa bulan ke belakang yang menjangkit di kota Wuhan, Tiongkok. Namun, seperti halnya kebanyakan orang yang menonton berita bencana ataupun kriminal mancanegara, bahkan sampai kasus yang paling berbahaya sekalipun, sikap orang yang menonton berita kurang lebih sama; saya percaya bila bencana itu hanya ada dalam berita dan tidak akan menimpa saya. Hingga Corona mendarat di tanah air kita ini, lalu dalam sekejap orang-orang berebut membeli masker.

Bahkan dalam keadaan musibah seperti sekarang, selalu saja ada orang-orang yang tergerak jiwanya untuk berbisnis. Mereka adalah para penimbun masker. Masih mencari untung di saat wabah penyakit berbahaya menyerang, saya salut akan besarnya cinta mereka terhadap uang. Sudah jelas, orang-orang yang demikian esensi manusianya bukan terbuat dari tanah liat, melainkan lahir dan berasal dari saripati Dajjal. Tidak diragukan lagi mereka adalah keturunan pengikut Firaun, masih sepupuan dengan Bang Toyib, tetanggaan dengan calo-calo pabrik, dan sobat akrab para koruptor, golongan orang-orang yang hidupnya ditaburi laknat.

Maaf, saya terbawa emosi. Saya suka mengeluarkan celaan dan sumpah serapah kalau lagi kesal. Sulit untuk tidak tergoda melaknat seseorang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan dalam situasi seperti ini. Namun meskipun begitu, saya orangnya masih berbudi pekerti dan bertanggungjawab. Sebagaimana diketahui itu adalah sifat seorang pemuda yang diidamkan oleh para orang tua untuk dinikahkan dengan anak gadisnya.

Jalanan sepi ketika malam hari saya keluar untuk membeli susu beruang di Indomaret. Covid 19 telah memaksa orang-orang untuk bertahan di rumahnya masing-masing, tidak kelayapan kecuali ada urusan yang sangat penting. Bila ada pemuda-pemudi yang masih membandel kumpul-kumpul atau nongkrong di teras mini market dan di depan ruko-ruko sekitarnya, di sini (yang masih termasuk wilayah Planet Bekasi) sudah ada petugas patroli yang siap sedia untuk membubarkan mereka.

Mereka yang gatal kalau sehari saja tidak keluar rumah adalah orang-orang yang tidak tahan dengan kesendirian, perlu bersosialisasi agar dirinya tidak merasa kesepian. Padahal kalau nongkrong pun saya perhatikan kebanyakan dari mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing, membuat saya mempertanyakan faedah dari kumpul-kumpul itu sendiri. Namun meskipun begitu dengan segala kebijaksanaan yang saya miliki, saya memaklumi tindakan mereka. Saya saja, yang sudah terbiasa hidup dalam kesendirian dan didekap erat oleh kesepian mulai merasa resah dengan keadaan yang seperti ini.

Saya mendorong pintu kaca Indomaret dengan siku tangan meskipun ditulisannya ada tanda "tarik". Saya selalu mengikuti anjuran pemerintah untuk mencegah penyebaran wabah agar tidak semakin meluas. Itu. Bukan saat ini saja saya selalu mengikuti peraturan pemerintah. Tiap bulan gaji saya dipotong untuk BPJS, memakai helm kalau naik ojeg, tidak pernah menerobos lampu merah, tidak pernah mabuk-mabukan, mencuri, korupsi apalagi melakukan bom bunuh diri yang dapat meresahkan warga sekitar. Anjuran pemerintah yang belum saya ikuti hanya program KB, itu juga bukannya saya tidak mau, tapi melainkan saya belum mampu. Nah, itu. Pemerintah harusnya lebih memerhatikan nasib para pemuda jomblo seperti saya yang selalu mengikuti aturan yang telah dibuat, misalnya dengan memberi bantuan modal untuk biaya resepsi pernikahan sekaligus mencarikan jodoh untuk saya agar bisa melaksanakan program KB, daripada mengkhawatirkan nasib koruptor agar tidak terkena corona dengan memotong masa tahanan di penjara. Bayangkan, betapa sakitnya hati ini. Pemerintah lebih memerhatikan nasib koruptor daripada jomblo. Itu berarti nasib jomblo tidak lebih penting daripada nasib koruptor. Sudah dikecewakan oleh cinta, kini saya serasa dikhianati oleh negara.

Untuk kedua kalinya sesak dada ini. Wah, pertanda corona nih. Saya takut dan langsung meneguk susu beruang di teras Indomaret. Tak sengaja melihat komposisi gizi di kaleng susu beruang yang saya pegang. Ada keterangan lemak jenuh sebesar lima gram! Saya menggeleng. Bila lemak saja bisa jenuh, apalagi seorang jomblo yang bertahun-tahun bertemankan kesendirian dan selalu dikecewakan. Pastinya, lebih dari jenuh.
















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top