Kos Sultan 4.6
“Capek ssu.” Vorpal Swords selesai sesi wawancara.
Mereka bersantai di lapangan outdoor tengah kota. Ryouta berbaring di atas lapangan. Langit oranye bergradasi merah tertangkap manik madunya.
Suara kendaraan bermotor bersahut-sahutan memasuki gendang telinga.
Vorpal Swords menolak diantar pulang Kagetora. Masalah pulang, biar mereka pulang sendiri.
“Barang-barang lo mana, Ryou? Tiket lo 'kan juga malam kayak gue,” tanya Taiga. Ia meneguk sodanya.
“Manajer gue yang ngurus,”--Ryouta duduk dan menepuk-nepuk punggung Taiga--“lo pergi ke bandara sama gue aja ssu.”
Taiga menyeringai. “Kebetulan. Gue pengen nebeng.”
“Gak jadi aja deh ssu yo.”
“Heh.”
Ryouta menertawakan ekspresi suram Taiga. Ia terus tertawa, entah di mana letak lucunya alis cabang yang tertekuk itu. “Lo nggak berhenti-berhenti ngakak, gue jadi ngeri,” ujar Kazunari yang di sebelah Ryouta dan mengatur jarak.
Pemuda bersurai kuning itu memelankan tawa, air mata di sudut mata diusapnya. “Kapan lagi gue ngeliat muka-muka kalian?” ucap Ryouta senang.
“Kayak lo mati besok aja nanodayo,” balas Shintarou.
“Ya ... bisa jadi kita nggak ketemu lagi, abis pisah sibuk sama hidup sendiri.”
Suasana hening dan sendu. Para pemuda itu membenarkan ucapan Ryouta barusan dan menunduk, tenggalam dalam pikiran masing-masing.
Perpisahan itu menyakitkan. Tidak ada hubungan yang abadi di dunia ini, termasuk persahabatan. Seerat apapun hubungan persahabatan, di satu masa mereka pasti saling meninggalkan satu sama lain.
“Ngapain diam gini? Gak laper?” tanya Seijuurou.
“Laper sih.”
“Ada festival es krim di stadion, mau pergi gak? Banyak makanan, bukan es krim doang,” ajak Seijuurou.
Vorpal Swords saling menatap. Junpei berdiri dan tangannya menyapu celana. Membersihkan pasir dan daun kering.
“Yuk dah.”
Satu persatu Vorpal Swords berdiri, mereka berjalan kaki menuju stadion yang tak jauh dari lapangan.
***
Stadion yang tadi malam tempat mereka bertanding, diramaikan warga Julikarta. Tenda-tenda didirikan, menyediakan bermacam-macam es krim, makanan, pakaian, dan lain sebagainya.
“Duit gue gak cukup buat belanja,” keluh Atsushi.
“Tahan ae. Sekali-sekali diet ngeluarin duit,” sahut Daiki.
Pemuda-pemuda itu melewati bermacam stan. Ryouta mengenakan kacamata hitam dan topi hitamnya.
“Eh itu yang menang tanding tadi malam 'kan?”
“Ya ampun ganteng-ganteng semua.”
“Lihat, ada Ryouta di sana!”
Sial.
Penyamaran Ryouta gagal.
Bebepara orang yang menyadari eksistensi Vorpal Swords pun mendatangi mereka dan meminta berfoto, tanda tangan, bertanya ini-itu, ataupun meminta diajari bermain basket.
Perlahan orang-orang yang mengelilingi mereka pergi setelah mendapatkan tujuan masing-masing.
“Untung pergi, energi gue drop banget rasanya nanodayo,” ujar Shintarou mengembuskan napas lega. Sebagai introvert, ia benar-benar lelah dikelilingi orang banyak.
“Ryouta mana?” tanya Daiki.
“Diseret penggemarnya,” jawab Kazunari.
“Untung gue bukan public figure.”
“Oi! Ketemu di sini kita.”
Pemuda-pemuda itu disapa Eto yang datang bersama Rize, Juuzou, Sasha, Connie, Eren, dan Jean. Gadis itu berkacak pinggang, dengan gantungan kunci Ryuugazaki Rei di telunjuk kanannya.
“Kalian baru datang?” tanya Taiga.
“Yoi.” Juuzou mewakili.
“Eh, kalian udah selesai wawancara?”
Datang lagi orang yang mereka kenal. Satsuki menenteng dua kantong pakaian, sekantong skincare, dan crepes coklat stroberi bersama Reo di sebelahnya.
“Udah.”
“Kamu kayaknya dari tadi di sini. Ada rekomen stan yang bagus gak?”
“Ada. Ikut sini!” Satsuki mengangguk. Rencananya pulang ke rumah diundur, ia ingin ikut menikmati saat-saat terakhir bersama Seijuurou dan Ryouta.
Cewek itu menyeret Ryouta yang baru ditinggalkan para penggemarnya. Lengannya mengait lengan kekar Ryouta.
“Crepes di sini enak. Iya 'kan, Mas?” Satsuki menoleh ke Reo, meminta pendapat.
Reo mengangguk. “Tadi kita sampai dua kali belanja di sini.”
“Kita belanja aja sendiri-sendiri dulu, nanti ngumpul di mana gitu buat makan bareng-bareng,” usul Seijuurou.
“Boljug boljug.”
Remaja-remaja itu berpencar. Satsuki menggamit lengan Seijuurou.
“Bentar lagi Mas Seijuurou sama Mas Ryouta mau pergi, Satsuki mau kita bareng-bareng dulu!” ujar gadis itu riang.
Seijuurou dan Ryouta tertegun, lalu saling melirik. “Oke oke, Satsuki-cchi mau bawa kita ke mana?” Ryouta terkekeh kecil.
Satsuki seperti adik kecil bagi Seijuurou dan Ryouta. Kedua pemuda itu tak masalah digandeng Satsuki. Saudara seorang anak tunggal adalah para sahabatnya. Tak heran Satsuki benar-benar berat melepas Seijuurou dan Ryouta.
“Hm ... ke mana ya?”
“Stan crepes aja!”
Satsuki menghabiskan crepes dan melempar sampah ke tempatnya.
“Hebat ssu yo, bisa langsung masuk.”
“Iya dong. Belajar dari Mas Shintarou.”
Ketiga remaja itu mengantre di stan crepes yang ramai. Aroma manis topping crepes menggoda Satsuki untuk membelinya lagi.
Tidak apa sekali-sekali ia makan banyak.
Di tengah-tengah ramainya stan penjual makanan, berjejerlah meja-meja dan kursi-kursi untuk duduk. Satsuki yang selesai membeli crepes memandang ke sekeliling. Mencari keberadaan teman-temannya.
“Sini cuy!” Kazunari melambai.
Satsuki menghampiri salah satu meja yang dipenuhi anggota Vorpal Swords dan penghuni kos lain yang mereka temui. Ia duduk di sebelah Tetsuya.
“Enak crepes-nya ssu. Untung Satsuki-cchi rekomen tempatnya.” Ryouta mendudukkan diri di sebelah Satsuki, diiikuti Seijuurou.
“Hehe iya dong.”
Satsuki pelan-pelan memakan crepes coklatnya yang diberi topping es krim vanila. Dingin dan manisnya crepes bersatu di lidahnya.
“Kalian kok telat?” tanya Eto.
“Lama nunggu crepes-nya.”
Cewek berambut hijau itu mengangguk-angguk. “Eh kalian di sini rupanya!”
Datanglah Taiga yang ngos-ngosan membawa sekotak nasi goreng dan pizza mininya. “Bagi-bagi dong!”
Daiki berdiri, mengulurkan tangan.
“Ogah.” Taiga duduk di sebelah Eto, membuka kotak nasi goreng dan memakannya brutal.
Tampak sekali pemuda itu kelaparan.
“Satsuki-cchi pelan-pelan makannya ssu yo. Belepotan banget ssu.”
Ryouta mengambil tisu basah dari kantong celana dan ia usap ke mulut Satsuki yang belepotan es krim.
“Cie ... uhuk uhuk.” Batuk buatan dan seruan jahil menggema.
Seijuurou di sebelah Ryouta menyikut cowok itu. “Lo lebih jago nyelip daripada Tetsuya.”
“Nggak ssu yo! Nggak!”
“Bener. Lo jago nyelip. Awokawok.”
“Tetsuya-cchi bisa marah ke gue ssu.”
“Aku gak marah.”
“Bohong!”
Taiga satu-satunya orang yang apatis dengan keadaan. Ia memerhatikan tawa teman-temannya yang kompak menggoda Ryouta. Cowok berambut pirang itu dengan heboh mengatakan ia menganggap Satsuki adiknya saja.
Satsuki tertawa kecil melihat reaksi heboh Ryouta. “Kalau kita beneran pacaran aja gimana, Mas?”
“SATSUKI-CCHI!” Wajah Ryouta merona keseluruhan. Membuat tawa teman-temannya semakin pecah.
Tidak ada seorang pun yang menyadari Taiga kehausan mencari minum, mengobrak-abrik ranselnya.
“Di mana minum gue sih? Anjir, gue 'kan nggak bawa minum.” Taiga menepuk dahi dan menarik kasar resleting ransel.
Kecuali Seijuurou. Pemuda yang duduk di depan Taiga itu memelankan tawanya.
“Biar gue traktir minum,” ucap Seijuurou berdiri.
“Lo yakin, Sei?” Taiga menatap pemuda itu berbinar.
“Iyalah. Gue juga haus.”
Kedua pemuda berambut merah itu berdiri, menuju stan minuman. Seijuurou mengambil sebotol air mineral dan Taiga memilih Coca Cola.
“Lo haus bukannya minum air putih malah minum soda.”
“Terbiasa.”
Stan minuman sedikit jauh dari tempat duduk. Taiga punya waktu mengenang sedikit masanya bersama Seijuurou.
Taiga sempat berpikir Seijuurou adalah orang yang buruk karena hobinya bermain gunting. Juga ketika KiseDai bertanding. Alih-alih mendukung, Seijuurou menekan timnya untuk harus menang.
Di balik kerasnya Seijuurou, ia berjiwa rapuh. Sesempurna apapun Seijuurou di depan orang-orang, ia tetaplah manusia yang punya kekurangan.
Tanpa Seijuurou, Taiga takkan mengikuti pertandingan. Cita-citanya membentuk tim basket sendiri lebih sulit digapai.
Taiga ingin berterima kasih ke Seijuurou. Pemuda itu membuatnya bertemu KiseDai, Taiga tidak lagi merasa kesepian. Pun Seijuurou mempermudah dirinya menggapai cita-cita.
Mulutnya kelu, Taiga terlalu gengsi mengucapkan kata terima kasih. KiseDai tak hanya menghabiskan waktu bersama untuk latihan saja, karena itu hubungan mereka lebih dari rekan setim semata.
Semuanya karena inisiatif Seijuurou. Ia yang memimpin KiseDai. Mengajak mereka kompak di luar pertandingan sekalipun. Seijuurou adalah salah satu kapten terbaik.
Apa yang Seijuurou lakukan baru terasa oleh Taiga sekarang. Di saat akan berpisah, ia baru menyadari dan mengingat kebaikan pemuda itu.
Taiga merutuk, mengapa baru sekarang? Apa harus berpisah dulu kita baru tahu betapa berharganya seseorang?
“Sei.”
Seijuurou berbalik, sadar Taiga tertinggal beberapa langkah di belakangnya. Pemuda bongsor itu menunduk.
“Apa?”
“Ma-makasih.”
“Hah?”
“Makasih udah jadi sahabat gue dan mimpin KiseDai sejauh ini. Kalau lo nggak ngajak gabung waktu itu ... mungkin bakal sulit buat cari anggota tim basket gue sendiri.
“Awalnya gue marah dan nggak suka karena lo terlalu nekan KiseDai. Tapi lama-lama gue paham penyebabnya. Lo trauma.
“Lo udah mimpin kita dengan baik dengan keadaan lo yang punya dua kepribadian, Sei. Makasih banyak. Gara-gara lo, potensi dan kemampuan basket gue meningkat. Makasih. Lo salah satu kapten terbaik. Pokoknya makasih buat yang pernah lo lakuin buat gue.”
Seijuurou tertegun. Ucapan terima kasih yang setulus ini sangat jarang Seijuurou mendengarnya dari mulut orang lain.
Artinya Taiga benar-benar menghargai Seijuurou dan bersahabat secara tulus, bukan karena hartanya.
Dulu semasa di bangku sekolah ada saja manusia-manusia yang sengaja mendekat padanya. Entah itu untuk mendapat getah harta Seijuurou atau karena ingin mendapat sontekan.
Taiga sendiri mendekat karena Seijuurou yang mengajaknya bergabung ke KiseDai. Cowok itu sama sekali tiada niat memoroti hartanya.
Sangat langka mencari orang yang benar-benar tulus bersahabat dengannya. Sekali menemukan orang itu, pasti cepat dipisahkan takdir.
Menyesakkan.
“Sama-sama. Makasih udah nyoba ngertiin keadaan gue yang kayak gini. Lo anggota baru tapi bersungguh-sungguh buat menangin pertandingan. Artinya lo ngerhagai gue sebagai kapten.
“Maaf waktu itu gue ngacungin gunting ke lo. Apa yang lo lakuin waktu itu udah bener, nggak seharusnya gue terlalu ngejar kemenangan. Dan juga maaf gue bikin aturan harus ngebuli penghuni baru yang bikin lo dibuli satu kos.”
Kata maaf juga jarang Seijuurou ucapkan pada orang lain. Ia sadar dirinya tak selalu benar. Pasti ada kalanya ia salah.
Taiga terkekeh. “Gue gak kaget lo yang bikin aturan kejam gitu.”
Seijuurou ikut terkekeh.
Kekehan bersama yang terakhir mereka lakukan untuk saat ini. Setelah itu Seijuurou takkan melihat alis cabang Taiga. Kedua mata Seijuurou yang berkilat tegas pun takkan lagi terlihat oleh Taiga.
Apa ada kesempatan mereka bertemu lagi?
Meski baru mengenal, ada rasa persahabatan yang kuat. Menyulitkan kaki pergi meninggalkan sosok sahabat yang selalu bersama dan mengerti diri kita. Sahabat yang tulus. Memberi tanpa imbalan.
“Kita bakal berpisah. Jaga diri lo baik-baik.”
Taiga menepuk bahu Seijuurou dan mendahuluinya.
“Ya. Lo juga, Taiga.”
Tak terasa sebentar lagi mereka berpisah. Semuanya terlalu cepat berakhir. Apa yang mereka ukir bersama di masa lalu adalah kenangan yang memberi banyak pelajaran.
Seijuurou belajar memahami tidak harus selalu menang dalam hal apapun. Taiga juga belajar memahami adanya kekurangan dan kelebihan seseorang. Mereka memberi pelajaran kehidupan yang berharga satu sama lain.
Semoga perpisahan tak membuat pelajaran itu terlupakan.
Semoga saja.
Bersambung...
Hello, aku update ini pas masih UTS wkwk. Mumpung masih ada sisa waktu 45 menit lagi aku pakai buat update. Bagi yang PTS hari ini semangat! 🥳💪. Bagi yang udah selesai PTS-nya aku ucapin selamat udah melewati hari-hari terkelam.#plak.
Semoga kita mendapat hasil yang memuaskan. Aamiin.
Maaf aku telat update-nya. Akhir-akhir ini mood-ku down banget :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top