Kos Sultan 4.1
Bokushi.
Sebuah suara yang sama dengannya muncul di pikiran Seijuurou di tengah kefokusan. Baik tubuhnya ataupun Nash sama-sama melambat, tak lagi mengeluarkan kekuatan penuh. Keduanya sama-sama lelah dan keras kepala. Nash tak menyangka kesulitan menghadapi Seijuurou yang jelas-jelas Emperor Eye-nya jauh lebih lemah dari Belial Eye.
Lo tahu nggak kenapa lo susah ngelawan Nash? Emperor Eye yang kita punya belum sempurna selagi kita belum bersatu. Sisi lain dirinya yang tengah tertidur, berbicara padanya.
Jadi, kita harus bersatu? balas Boksuhi pada Oreshi.
Ya. Gue bakal pergi dan ngasih setengah lagi kemampuan Emperor Eye. Lo bisa sama atau lebih kuat dari Nash. Penglihatan lo lebih jauh dari Belial Eye.
Bokushi tak bertanya apa-apa lagi.
Gue pergi dulu, Bokushi. Selamat tinggal.
Selamat tinggal, Oreshi. Terima kasih.
Manik heterokromia Seijuurou berubah menjadi merah kedua-duanya. Sesungguhnya sosok Oreshi tidak benar-benar menghilang, ia melebur bersama Bokushi. Menyempurnakan Emperor Eye dan kepribadian seorang Akashi Seijuurou. Setiap bagian dalam dirinya menyatu. Ia percaya diri memenangkan pertandingan.
Nash terkejut bolanya direbut Seijuurou. Ia pikir bisa melewati pemuda itu lagi. Seijuurou bergerak cepat menuju ring Jabberwock. Nick dan Allen menahannya, Seijuurou mengoper bola ke Shintarou.
Sei? Mata lo merah lagi keduanya, tapi kayaknya kemampuan lo beda dari sebelumnya, batin Shintarou.
“Ini yang gue tunggu.” Shintarou menyeringai, ia melompat dan tembakan mulusnya masuk ke ring.
Shintarou mengangkat sebelah tangannya ke atas dengan gagah dan percaya diri. Bermaksud Vorpal Swords kembali bangkit dan belum menyerah.
“Buset, Shin. Ketek lo bau,” celetuk Daiki saat Vorpal Swords kembali ke posisi bertahan.
“Ketek lo lebih bau nanodayo,” balas Shintarou.
“Lah masa'?” Daiki mencium keteknya yang hm semerbak baunya.
“Sei, nanti biar gue yang cetak poin. Kita ketinggalan jauh nanodayo tapi waktu kita tinggal dikit,” pinta Shintarou.
Seijuurou mengangguk dan tersenyum. Tetsuya kaget. Seingatnya kepribadian Bokushi bukanlah sosok mudah senyum. Ia dingin dan berwajah kaku. Ah, pantas saja. Kedua mata Seijuurou berwarna sama, membuktikan kalau dirinya bukanlah Bokushi. Atau sebenarnya memang Bokushi? Aura dingin khas Bokushi melekat pada dirinya.
“Kamu Bokushi atau Oreshi?” tanya Tetsuya.
“Kedua-duanya. Nanti gue jelasin.” Tetsuya mengangguk meski bingung.
“Lo maruk, Shin! Masa' iya bola lu pegang semua?” protes Taiga. Tadi Seijuurou yang menguasai bola Taiga takut protes, beda cerita kalau Shintarou yang berkuasa. Seenak jidatnya saja Taiga mah.
“Bacot nodayo.”
“Kayaknya kita yang menang nih. Liat tuh muka komuk Jabberwock. Awokawok.” Kazunari menunjuk ke Jabberwock yang terbengong-bengong Vorpal Swords dengan mudah menembus pertahanan mereka.
Berkat disempurnakannya Emperor Eye, Seijuurou mengarahkan teman-temannya bergerak sesuai masa depan yang dilihatnya dan kemampuan terbaik yang harus dikeluarkan.
Shintarou bersemangat memasukkan tembakan-tembakan tiga poinnya ke ring. Tinggal empat puluh detik, skor Jabberwock dan Vorpal Swords seimbang di angka 91.
Nash mengubah taktik. Setiap anggota Jabberwock menahan masing-masing pemain Vorpal Swords. Tersenyum jumawa, Nash meremehkan Seijuurou yang kesulitan merebut bola darinya.
Tanpa ia tahu Seijuurou menyeringai tipis, Nash sama sekali tak dapat membaca rencananya. Tetsuya yang ditahan Nick, berhasil meloloskan diri karena hawa keberadaannya yang sangat tipis.
Cowok berambut biru muda itu berhasil merebut bola dari tangan Nash dan men-dribble. Taiga dan Daiki saling melirik, kompak meloloskan diri dari masing-masing penjaga.
Nash yang tahu rencana Tetsuya, berlari ke bawah ring dan sampai duluan, berupaya menghalangi Tetsuya. Pemuda pirang itu lupa Tetsuya tidak bisa melakukan dunk ataupun shoot biasa.
Dengan Phantom Shoot-nya, Tetsuya menembak bola yang melambung tinggi. Nash terkejut, merasa terkecoh. Tak membuang waktu, ia melompat, bertujuan menggagalkan tembakan Tetsuya. Sepuluh detik. Waktu mereka sepuluh detik lagi.
Daiki dan Taiga itu saling berpandangan dan mengangguk kecil. Tahu harus melakukan apa.
Kedua pemuda berkulit gelap itu melompat, keduanya memasukkan bola bersamaan ke ring sebelum sempat diblok Nash, diiringi teriakan bergelora penuh semangat keduanya.
Pemuda Amerika itu terjatuh.
Jabberwock kalah.
Sirine pertanda pertandingan selesai berdering. Sepuluh detik terakhir tidak sia-sia.
Skor 93 untuk Vorpal Swords dan 91 di sisi Jabberwock. Taiga dan Daiki tersenyum lebar. Seluruh pendukung Vorpal Swords bersorak bahagia. Ada yang saling berpelukan, menangis haru, tertawa lebar, dan memotret Vorpal Swords yang saling berangkulan.
“Menang! Menang! Kita menang!”
“Akhirnya nggak kalah dua kali di kandang sendiri!”
“Mereka nggak sepayah yang kita sangka ya.”
“Woah! Mereka menang! Mau ikutan jog-” Koutarou yang akan melompat dari tribun, bahunya ditahan Reo.
“Bahaya, Koutarou.”
“Cih gue nggak jadi nendangin pantat mereka satu-satu.” Yukio meski berkata begitu tetap tersenyum lebar. Tim cheers Vorpal Swords tersenyum lebar, saling tos dan bertepuk tangan, melepas kostum masing-masing lantaran panas.
“Nggak sia-sia usaha kita nyemangatin mereka,” ujar Shuuzou.
Gue juga nggak sia-sia jadi kang lampu.
“BEBEB SEIJUUROU MENANG GAES! MENANG NIH MENANG!” Eto bersorak heboh dan menggila. Hide mencengkram kedua bahunya, menahan cewek itu agar tidak semakin liar.
“MINTA TRAKTIRAN NTAR SOB. POROTIN HARTA SEIJUUROU!” Jean mengepalkan tinju ke udara.
“MANTAP!” Eren, Reiner, Juuzou, Connie, dan Sasha ikut meninju udara.
“Woah! Kita menang ssu!” Ryouta dari bangku cadangan berlari ke tengah lapangan.
Konfeti berhamburan di lapangan. Satsuki menangis haru, Riko menepuk bahunya lembut dan tersenyum lebar.
Kagetora tersenyum mendekat ke Vorpal Swords yang melakukan selebrasi. Ryouta dan Kazunari berangkulan, menari-nari di bawah hujan konfeti. Tertawa ceria.
Taiga mengajak teman-temannya saling bertos. Termasuk Kagetora. Pria itu merangkul muridnya. Kagami Taiga. Mahasiswa yang nilainya selalu jeblok, membanggakan dirinya dengan cara memenangkan pertandingan basket. Olahraga yang Kagetora cintai sejak muda.
Seijuurou dirangkul Daiki yang bersorak-sorak bahagia.
Shintarou tersenyum kecil saja. “Lu seneng apa gimana sih?” tanya Daiki nyolot.
“Menang tanding doang bukan apa-apa nanodayo.” Shintarou mendongak, menatap lampu stadion.
“Hilih. Kalah minggu kemaren Shin-chan nangis kejer lho.” Kazunari berceletuk menyebarkan aib.
“Diem lu!”
“Nanti selebrasinya. Salam perpisahan dulu,” ujar wasit mengingatkan. Para pemain inti, manajer, dan pelatih kembali ke bangku pinggir lalangan.
Pemain Jabberwock berwajah suram. Kalah dari tim yang mereka jelek-jelekkan, hina, dan pandang rendah. Nash malu memandang balik kedua mata merah Seijuurou.
Ia sangat percaya diri Belial Eye-nya melampaui Emperor Eyeb dan sangat yakin timnya memenangkan pertandingan. Melupakan fakta Vorpal Swords bekerja keras untuk pertandingan hari ini.
Pemain Jabberwock tak berkutik. Wajah-wajah suram tertunduk, mereka sembunyikan dari Vorpal Swords yang berwajah cerah.
Jabberwock lah monyet yang sebenarnya. Hanya monyet yang bertingkah sombong dan menghina. Tidak pula memanusiakan manusia lain.
Setelah mengucap salam perpisahan, setiap pemain bubar. Di luar stadion, beberapa penonton membicarakan detik-detik menegangkan permainan dan diakhiri kemenangan Vorpal Swords.
“Satsuki nggak nyangka kita menang. Udah takut banget tadi.” Satsuki terisak. Daiki duduk di sebelah, merangkul bahunya hangat.
“Untung lo tadi bisa nyelip. Mantap, Tet!” Taiga merangkul sobat kecilnya.
“Idih geli, lepasin.” Tetsuya menepis lengan Taiga.
“Nyelip orang Amerika segede itu aja lo jago, apalagi nyelip teman ssu!” celetuk Ryouta.
“Heh.” Tetsuya melotot garang. Ryouta cengegesan.
Seijuurou tersenyum. Beban di hatinya hilang, dadanya meringan. Ia benar-benar menang. Bukan hanya menang pertandingan, ia juga menang mengalahkan penyakit mentalnya. Semoga kepribadiannya tetap utuh. Tak ada lagi Bokushi. Tak ada lagi Oreshi. Yang ada hanya satu Akashi Seijuurou.
“Shin-chan jidat lebar! Shin-chan jidat lebar!” Kazunari membentur-benturkan tubuhnya ke lengan kekar Shintarou yang memperbaiki perbannya.
“Ganggu aja lo, Kazunari!” Shintarou menjitak rambut hitam pemilik Hawk Eyes itu.
Atsushi duduk di pinggir lapangan, jauh dari teman-temannya dan mengunyah cepat camilan yang dibawanya.
“Eh rotinya nggak dibuka, Pei?” tanya Riko.
“Nanti abis ini.” Junpei tersenyum lembut. Riko salah tingkah, menepuk keras bahu cowok itu, menyembunyikan suara detak jantungnya yang bekerja gila-gilaan.
“Sakit, Ko. Lo emang bukan cewek ya.” Ujaran Junpei membawa cubitan cewek itu mampir di lengan kekarnya.
Haha gobs. Gitu aja terus sampai gue wisuda. Gengsian amat nih manusia berdua, batin Kousuke.
“Selamat. Kerja keras kalian terbayar. Nggak nyangka banget ya? Latihan cuma seminggu tapi menang. Dulu latihan sebulan tetap kalah. Emang udah direncanain kita telat menangnya.
“Biar ada amanat buat kita. Jangan menyerah kalau kalah. Tetap bangkit. Kalau menang jangan sombong. Nanti kita juga yang malu.” Kagetora menyampaikan petuahnya.
“Bapak nyindir Jabberwock ya?” tukas Taiga.
Kagetora tertawa kecil. “Nyindir kalian iya juga. KiseDai sebelumnya menang terus, pasti pernah sombong dan meremehkan lawan.”
Jawaban Kagetora membuat Vorpal Swords cengengesan. Dunia ini luas. Pasti banyak orang di luar sana yang lebih hebat.
“Atsushi mana?” tanya Kagetora. Menoleh ke kanan dan kiri. Tak menemukan tubuh bongsor Atsushi bersama mereka.
“Sana!” Kazunari menunjuk.
“Lo makan sendiri sendiri. Nggak asik!” Taiga berlari, menyerbu Atsushi. Cowok berambut ungu itu berdiri, sebelah tangannya memeluk kardus dan berlari dari kejaran teman-temannya.
“Kejar dia!”
“Kejar sampai dapat!”
“Jangan rakus lo, Atsushi-cchi!”
“Nggak boleh pelit sama teman, Atsushi.”
Malam ini. Hati mereka lega dan ringan. Seolah beban di punggung terangkat.
Mereka yang berjalan membungkuk karena membawa beban di punggung, kini punggung mereka lurus dan bebas. Tanpa membawa beban apapun. Beban yang mereka bawa adalah rasa lelah, kecewa, kesal, sedih, dan sakit hati yang mereka tanggung.
Semua latihan yang mereka laksanakan rutin setiap malamnya. Tubuh yang pegal-pegal selesai latihan. Jam istirahat yang bekurang. Jadwal tidur yang berubah. Tugas yang telat dikerjakan. Kekesalan dihina Jabberwock. Kekecewaan di pertandingan pertama. Lelah dan nyaris putus asa selama pertandingan. Waktu istirahat Kagetora yang terpakai untuk memberi sokongan mental dan trik-trik permainan. Riko yang membantu ayahnya menjaga stamina pemain. Pusing Satsuki menghitung grafik kemampuan bermain dan strategi. Tim cheers yang latihan dan membuat properti seharian penuh juga bahagia.
Semuanya digantikan kemenangan manis hari ini. Kemenangan hasil kerja keras tubuh sendiri tanpa campur tangan orang lain memang memuaskan.
Kadang kita harus kalah dulu untuk mencapai kemenangan. Jatuh sebelum bangun. Tidak apa-apa terjatuh. Jangan malu. Malu lah kalau tidak bisa bangkit lagi dan berlari. Kejarlah kemenangan yang disediakan oleh-Nya untuk kita di masa depan.
Kegagalan dan kekalahan yang pahit adalah awal kemenangan yang manis.
Bersambung...
Serius, chapter 3.9-4.1 adalah tiga chapter terberat yang aku tulis. Pertama, aku kesulitan menuliskan detail pertandingannya. Kedua, untuk chapter ini aku sulit biar rasa senangnya Vorpal Swords beneran nge-feel. Apalagi vote yang semakin menurun bikin aku nggak mood :'). Tapi ya sudahlah, nikmati aja readers yang ada. Sayang banget sama yang betah di cerita ini ❤️
Jangan lupa vote-nya ya! Silent readers muncul juga dong. Mari kita rayakan bersama kemenangan Vorpal Swords dengan menekan bintang di bawah. Nggak susah kok. Nggak secapek bikin tugas sekolah. ❤️
Aku revisi cerita ini sambil dengarin lagu We Are Vorpal Sword rasanya ngena banget~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top