Kos Sultan 3.1
Taiga sedikit merinding. Kedatangan Seijuurou membawa angin dingin yang asing menembus kulitnya. Sepulang mengantar Alex ke wisma tempat ia menginap, Taiga dikejutkan Seijuurou yang duduk manis di atas karpet menonton televisi bersama Shintarou.
“Taiga, kita latihan pukul delapan malam nanti,” ujar Seijuurou tanpa meliht orang yang ia ajak bicara. Shintarou melihat Taiga sekilas dan memfokuskan kembali tatapannya ke acara edukasi di televisi.
“O-oke.” Masih ada waktu istirahat dua jam, Taiga masih merinding. Takut Seijuurou akan melempar gunting lagi. Di kamar, terlihat Tetsuya menyisir surai baby blue-nya.
“Kita latihan lagi nanti malam, Tet,” ujar Taiga dan membaringkan punggungnya di atas ranjang.
“....”
Tetsuya mengambil meja lipat di samping lemari dan membukanya, meja itu langsung penuh oleh buku-buku dan kertas.
Sungguh Tetsuya anak rajin.
“Kamu nggak ada kerjaan lain selain nge-game?” tanya Tetsuya yang menulis sesuatu di atas kertasnya. Taiga yang sedang asyik teriak-teriak memberi arahan ke teman satu timnya di free fire sedikit mengganggu konsentrasi Tetsuya.
“Terus? Gue baca buku? Ogah. Pas ujian aja,” tolak Taiga dan sedikit ngesot, mengintip apa yang ditulis Tetsuya.
“Pergi. Ini rahasiaku.”
Tetsuya mendorong pipi Taiga dan melipat kertasnya. “Hari ini aku senang sekali karena di-notice oleh...,”--Tetsuya menusukkan telapak tangannya ke pinggang Taiga--“aw! Aw! Iya, iya, gue diem nih, Tet.”
Taiga menjauh dari Tetsuya dan bersandar di dinding kamar. Pemuda yang menjadi rekan sekamarnya itu masih sibuk menulis, kadang mengerutkan kening, menerawang, menaruh pena di bawah dagu, atau menghitung-hitung di kalkulator.
Sebenarnya Tetsuya ngerjain tugas atau nulis novel sih?
“Tet, lu mau makan nggak?” tanya Taiga berdiri dan ke dapur kecilnya, mengambil sepiring tempe iris mentah yang ia simpan di bawah songkok.
“Mau lah. Nasi udah ada tinggal lauk aja,” sahut Tetsuya masih menunduk dan fokus ke apa yang ia tulis. Taiga menggoreng tempenya sembari matanya mengarah ke jendela yang menampilkan jalanan kompleks perumahan yang sepi.
Kebetulan Tetsuya menaruh kompor yang berhadapan dengan jendela.
Di luar terlihat Shinji bernyanyi-nyanyi mengangkat kain jemurannya. Lalu terdengarlah pekikan perempuan yang menyuruh Shinji bekerja lebih cepat, asal suaranya dari kediaman keluarga Koganei tersebut.
Dedaunan pohon mangga berkontribusi menghasilkan udara sejuk di tengah musim terik begini. Taiga menikmati angin sepoi-sepoi yang masuk ke jendela. Manusia-manusia berduit mana pernah merasakan angin selembut ini, mereka pasti mendinginkan tubuh menggunakan pendingin ruangan.
Taiga jadi rindu udara sejuk nan kering khas musim gugur. Di Amerika dulu musim datang sesuai jadwal. Beda dengan musim di Indonesia yang datang tidak teratur. Kadang hujan lebat sampai petir-petir atau matahari bersinar terlalu terik. Mungkin efek global warming makanya musim datang tanpa jadwal.
Kata orang tempo dulu di bulan berakhiran ber pasti musim hujan. Nyatanya sekarang hujan datang tak menentu, tidak sesuai musim.
“Sederhana ya, Taiga,” komentar Tetsuya kala Taiga menghidangkan tempe goreng dan sambal goreng buatannya.
“Lumayan sehat dibandingkan makan mie instan.”
Tetsuya tersindir, hidupnya sebelum Taiga datang memang banyak makan mie instan dan pop ice. Semenjak Taiga hadir makanan Tetsuya lumayan manusiawi dan ia mengalami kenaikan berat badan.
Habisnya uang bulanan Tetsuya sering dihabiskan guna menabung membeli gundam.
Dasar wibu ya.
Tidak heran makanannya instan semua sebelum Taiga datang.
“Daiki-cchi! Balikin sabun gue ssu!” Dari luar, terdengear pekikan Ryouta yang berusaha menggapai-gapai sabunnya yang berada di genggaman Daiki.
“Nggak dengar.” Daiki mendahului Ryouta. Kedua pemuda berhanduk itu saling mengejar memperebutkan sabun cair.
“Ini kalian berdua mandi aja dulu gimana nanodayo? Bentar lagi latihan ntar kena hukum sama Seijuurou mau lo pada nodayo? Gue nggak peduli sih kalian mau kena hukum tapi jijik liat kalian pakai handuk doang nodayo,” tegur Shintarou.
Selalu saja pemuda lumut itu menyembunyikan perasaan cemasnya. Ia cemas karena sisi Bokushi dari Seijuurou sedang tidak stabil. Mungkin saja melakukan sedikit kesalahan mereka mendapat hukuman yang sangat berat.
Itulah yang Shintarou cemaskan, teman-temannya nanti kena dampak ketidakstabilan emosi Bokushi.
Daiki dan Ryouta kabur ke kamar mandi karena mendengar nama Seijuurou disebutkan, mereka segera membersihkan diri dan berpakaian. Taiga dan Tetsuya yang sudah siap makan malam menuruni jenjang ke lantai satu. KiseDai melangsungkan latihan mereka on time.
Kagetora menambah anggota KiseDai dengan tiga orang yaitu Junpei, Kazunari, dan Kousuke.
“Salah satu yang membuat tim kalian kalah ada kekurangan anggota. Dengan ini semoga skor kita dapat melampaui jauh Jabberwock. Alasan saya memilih mereka bertiga karena kemampuan masing-masing. Kita butuh satu penembak tiga poin dan penjaga ring. Karena itu saya memilih Junpei dan Kousuke. Saya memilih Kazunari karena mata elangnya.
“Satu hal lagi sebelum mulai, apa kalian setuju ganti nama tim jadi Vorpal Swords?” usul Kagetora setelah pemanasan.
“Setuju,” tukas Seijuurou.
“Kalau Seijuurou setuju ya kita semua setuju,” sahut Daiki melipat kedua tangan di balik kepalanya.
“Ya udah, kuy kita mulai latihannya!” ajak Kazunari bersemangat dan Shintarou mendelik sebal ke teman sekamarnya. Ia sedikit risih akan kehadiran Kazunari yang mengisi hari-harinya dengan kebisingan.
Awalnya Shintarou sedikit lega jauh dari Kazunari eh dipertemukan lagi di lapangan.
Latihan pun dimulai, meski Shintarou memaki-maki keberadaan Kazunari.
Satsuki mendata statistik perkembangan kemampuan dan gaya bermain Vorpal Swords didampingi ayah-anak Aida. Alex sebenarnya mau datang, tapi dia keasikan cari-cari papan selancar baru yang murah jadi lupa datang deh.
Seijuurou mengawasi di pinggir lapangan, tentunya bersama Satsuki dan wakil kapten tercinta, Midorima Shintarou. Nanti ada waktunya nanti Seijuurou dan Shintarou turun ke lapangan. Eto tidak bisa datang menemani Satsuki karena ia disibukkan deadline novel.
“Daiki, jangan terlalu cepat. Nanti Tetsuya tertabrak.”
Daiki menyahut teguran Seijuurou dengan gumaman. Hawa keberadaan Tetsuya yang tipis tentu membuatnya lebih mudah ditabrak apalagi Daiki dengan kelincahannya dapat menabrak Tetsuya secara mudah.
“Atsushi, jangan terlalu menekan. Bisa kena foul.”
Atsushi memberungut dan meringankan dorongan punggungnya pada Ryouta yang memegang bola di belakangnya. Kalau Seijuurou yang bilang begitu, Atsushi bisa apa?
Mending dituruti. Bisa dapat camilan gratis.
Ryouta yang akan melempar bola pada Junpei, justru muncul Tetsuya yang membelokkan bola ke Taiga. Pemuda berambut merah itu menyeringai menangkap bola, ia berlari ke arah ring. Melewati Atsushi dan melompat setinggi yang ia bisa.
Mungkin karena melompat terlalu tinggi, Taiga gagal memasukkan bola dan tulang hidungnya yang menabrak ring. Ia terjatuh ke atas lapangan. Pandangannya berkunang-kunang, para Vorpal Swords berjongkok memeriksa keadaannya.
“Minggir,” suruh Daiki, ia berkumur mendekati Taiga dan menyemburkan air ke teman sesama kulit gelapnya.
“WOI! BAU JENGKOL!” Kesadaran Taiga yang hampir hilang dikembalikan Daiki berkat air kumuran seharum jengkolnya.
“DAIKI-CCHI JOROK SSU!” Tetsuya yang berada di antara Ryouta dan Daiki, mundur perlahan sembari mengipasi hidungnya. Kacamata Junpei retak, Kousuke pingsan menimpa Kazunari di belakangnya dan pemilik Hawk Eyes itu ikut pingsan.
“Nggak apa-apa. Lo nggak jadi pingsan, harusnya lo berterima kasih ke gue.” Daiki mangap lebar-lebar di depan Taiga dan mengembuskan napasnya.
Ini kali kedua Taiga tumbang.
***
Walaupun jadwal aktivitas mereka banyak yang berbeda, Seijuurou tetap menyuruh Vorpal Swords latihan di luar latihan rutin malam mereka. Terserah mau melakukan latihan fisik ataupun latihan kemampuan bermain.
Atsushi salah satu anggota yang malas latihan, Shintarou sudah mewanti-wanti agar langsung ke lapangan setelah sarapan namun Atsushi malah kabur bersama Connie berjalan-jalan membuat vlog.
Dua jam Shintarou berusaha menelepon Atsushi, ia hampir menyerah karena teleponnya selalu ditolak.
Akhirnya Shintarou latihan bersama Kazunari. Astaga, telinganya tak sanggup mendengar celotehan Kazunari atau ejekan yang terlontar padanya.
“Tunggu, Shin-chan!” panggil Kazunari dari belakang. Sambil lari pagi, Shintarou menelepon Atsushi dan sengaja meninggalkan Kazunari di belakang.
“Lo lambat amat nanodayo!” balas Shintarou dan melanjutkan larinya sembari menekan tombol hijau, lalu mengumpat saat Atsushi tak kunjung menjawab telepon.
Di lain tempat, Atsushi memerhatikan Connie yang menonton ulang vlog yang mereka buat kemarin bersama Sasha dan Juuzou, anggota snack buddies mereka yang lain. Karena Sasha masih bersekolah dan Juuzou mengerjakan proyek desain bangunannya, mereka berdua saja yang mengedit video sederhana tersebut.
Atsushi menempelkan dagu di atas meja, ia mengulurkan tangan dan mengambil sebungkus momogi dari kantung belanjaan. “Nanti sore kira-kira mereka bisa nggak ya?” tanya Connie.
“Nanti gue ada kuliah siang. Mungkin pulangnya sore, kalau udah pulang kuliah biasanya gue mager,” ujar Atsushi, ia menekan tombol angkat ponselnya yang terus bergetar. Menempelkan ponsel di telinga, ia mendengar semburan amarah Shintarou.
“Woi, lu nggak latihan nanodayo? Mau dimarahin Seijuurou lo ya? Gue nggak peduli lo bakal diapain sama dia. Pokoknya lo harus latihan atau nggak semua orang bakal kena imbasnya kalau dia marah lagi nodayo. Sadar diri deh Pak Kagetora yang nggak kenal sama kita aja udah ber-”
“Shin-chin berisik amat,” keluh Atsushi malas mematikan ponselnya.
“Ada apa, Atsushi?” tanya Connie kala Atsushi berdiri dan mengambil kantong belanjaannya.
“Gue dipaksa latihan sama nenek lampir.”
“Oi, gue dapat dengar suara lo nanodayo!” seru Shintarou yang sudah berlari sampai ke minimarket tempat Atsushi nongkrong.
Hati Atsushi tidak tergerak untuk latihan, mending ia bermalas-malasan bersama Connie. Bergerak dari restoran satu ke restoran lain. Atau sekadar mendinginkan di minimarket, menikmati sekotak milo.
Jika saja ia tak teringat Seijuurou, pemuda berambut ungu itu mana mau dipaksa berlari. Tubuh besarnya terasa berat dibawa bergerak. Atsushi tidak mau Seijuurou marah lagi, Atsushi mau bertemu Oreshi bukan Bokushi.
Atsushi mau Seijuurou kembali seperti orang yang ia kenal, Seijuurou yang ramah dan baik. Bukan Seijuurou yang terobsesi pada kemenangan.
Bersambung...
Hello, guys! Maaf minggu kemarin aku nggak update. Lupa soalnya. #plak. Hari Senin aku baru ingat kalau belum update, terus mikirnya double update aja deh minggu sekarang. Semoga kalian puas ya!
See you next time!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top