Kos Sultan 2.7

Third Arc: Last Game

Status: Start

***

Perjalanan dua jam lebih sedikit menggunakan pesawat berakhir mulus, mereka mendarat di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai dengan selamat.

Menyelesaikan urusan di bandara, Kagetora bertanya ke remaja-remaja yang dibawanya, “Kalian mau makan di mana?”

“Erm....”

Kagetora menyadari kebodohannya di sini.

“Eh, maaf ya lupa memperkenalkan diri. Saya Aida Kagetora, dosennya Taiga. Kita liburan di sini supaya kalian nggak terlalu down dan bisa refreshing. Kebetulan saya dapat paket gratis liburan ke Bali. Sayang banget kalau cuma saya dan Riko yang makai,” jelas Kagetora.

Ekspresi pemuda-pemuda pelangi itu perlahan melunak, mengerti mengapa Taiga tiba-tiba mendesak mereka mengemasi barang-barang penting dan pergi bersamanya ke tempat asing. Mereka sempat berpikir Taiga akan menjual mereka ke luar negeri dan dipaksa dijadikan boyband.

“Nggak usah sungkan-sungkan. Pakai tiket ini kita dapat belanja ke mana aja secara gratis,” bujuk Kagetora menunjukkan tiket liburannya.

“Kenapa Bapak sampai kayak gini biar kami senang?” tanya Taiga.

Kagetora tersenyum. “Saya pengen basket lebih dikenal lagi dan mengembalikan masa kejayaan basket. Makanya saya berusaha naikin mood kalian dan bisa ngalahin Jabberwock.”

KiseDai terlalu lelah untuk memproses apa yang dikatakan Kagetora, mereka mengangguk-angguk kecil.

Menyetop taksi, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Ryouta duduk di pinggir bangku penumpang, ia menyandarkan tubuhnya ke pintu dan menatap lelah ke bangunan-bangunan yang mereka lewati.

Dikalahkan Jabberwock, syuting iklan, dan sekarang ia diseret ke Bali. Manajernya marah-marah mendengar Ryouta terpaksa mengosongkan jadwalnya hari Sabtu dan Minggu.

Hari ini sungguh melelahkan.

Kedua manik madunya semakin sayu dan hampir tertutup kelopak matanya. Ryouta melukiskan senyuman ketika melihat foto dirinya mempromosikan ponsel keluaran terbaru di sebuah plakat iklan.

Di depan Ryouta, Satsuki duduk di kursi penumpang depan. Ponsel ber-cashing merah mudanya berbunyi. Mengambil ponsel dari tas tangannya, Satsuki menekan tombol angkat.

“Halo, Mbak Riko.”

Halo, Satsuki. Papa nanya kalian mau makan di mana.

Satsuki memutar sedikit kepalanya ke belakang, mengarah ke tiga pemuda berbadan tinggi tidur nyenyak dan wajah mereka yang sangar menjadi damai.

“Mereka semua udah tidur. Makan di hotel aja deh, pesan sendiri-sendiri nanti,” jawab Satsuki dan manik merah mudanya kembali tertuju ke jalanan yang masih belum sepi.

Oke. Nanti Mbak kabarin.

Ingat sekali dulu Satsuki ingin ke Bali bersama orangtuanya. Keinginannya pergi ke Bali terwujud, tapi ia pergi bersama teman-temannya. Ia akan mengajak mamanya ke sini saat liburan akhir semester nanti atau setelah ujian akhir.

Taksi membawa mereka ke sebuah hotel di depan Pantai Kuta. Dari dalam mobil saja Satsuki dapat mendengar suara ombak yang menghempaskan diri ke atas pasir-pasir pantai. Suaranya menenangkan dan menambah rasa kantuk.

“Mas! Bangun, Mas! Dai-chan, bangun!”

Susah sekali membangunkan ketiga pemuda itu. Satsuki sampai terpaksa menekan kuat-kuat jempol tangan mereka bertiga. Kata mamanya itulah cara efektif membangkitkn kesadaran orang tertidur lelap.

“Satsuki, gue ngantuk banget,” keluh Daiki menguap.

“Ya ampun, Dai-chan. Sadar diri dong kalau makan jengkol.”

Jari telunjuk dan jempol Satsuki menjepit hidung kecilnya, ia mengangkat ransel dan kopernya. Terkantuk-kantuk Taiga mengeluarkan sebuah ransel besar berisi barang-barangnya sendiri, Daiki dan Ryouta cuma nebeng. Laki-laki mah simpel. Cukup bawa satu tas sudah bisa menyimpan barang tiga orang.

Perempuan sedikit ribet. Khusus perempuan feminin seperti Satsuki yang kerepotan membawa sebuah barang lagi yaitu tas kecil jinjing. Jadinya ada tiga tas yang dibawa Satsuki.

“Kita di mana nih, Daiki-cchi?”

Ryouta berjalan dalam keadaan matanya yang hampir tertutup dan tubuhnya sempoyongan layaknya orang mabuk. Tangannya menempel di bahu Daiki, menggiringnya supaya tidak menabrak apa-apa.

“Di Bali.”

“Oi, lu berdua! Kalian bawa apaan sih? Udahlah nebeng tas gue eh kalian enaknya duluan aja, tas gue susah dibawa woi,” omel Taiga di belakang mereka.

“Berisik.” Daiki mengupil dan melempar upilnya ke Taiga. Sempat menghindar bola kecil itu, emosi Taiga semakin ke ubun-ubun.

“Kalian cepetan deh, ntar ketinggalan yang lain!” panggil Satsuki berbalik sebentar dan berjalan ke sebuah hotel yang dipesan Kagetora.

Sampai pagi KiseDai tidur di satu kamar untuk mereka. Taiga dan Daiki masing-masing tidur di satu ranjang, empat yang lain di atas karpet berbulu abu-abu.

Dalam tidurnya Taiga bergerak-gerak, mencari posisi yang aman.

Kok sempit ya? batin Taiga sedikit menggeser tubuh ke dinding. Seingatnya tadi malam ia masih bisa tidur menempel di dinding, kenapa pagi ini seperti ada orang tidur di sebelahnya?

Ia mengubah posisinya menjadi duduk dan dikejutkan seorang wanita pirang tidur di sebelahnya.

“Wa-Wah! Alex!” serunya kaget, membangunkan wanita yang tidur memeluk guling di sebelahnya itu. Untung teman-temannya terlalu lelah untuk membuka mata.

Good morning, Taiga,” sapa wanita itu, tersenyum dan mengucek matanya.

Good morning apaan? Pakai baju sana!” suruh Taiga membuka tasnya, melempar satu set pakaian ke wajah gurunya.

“Jangan kejam gitu dong, Taiga. Aku bawa baju kok.” Alex bersuara, bahasa Indonesia-nya bercampur logat Amerika.

Beberapa huruf yang seharusnya diucapkan dalam bahasa Indonesia, malah terucapkan olehnya dalam logat Amerika Serikat.

Keluar dari kamar, Alex mengabaikan teriakan Taiga yang menyuruhnya kembali masuk dan menutupi tubuhnya.

“Hadeh, udah tua tapi tetap aja...,” keluh Taiga.

Ia mengambil handuk dan melangkah ke kamar mandi. Di luar matahari sudah tegak dan bersinar, dari kamarnya Taiga dapat melihat sekumpulan air di pantai bergelombang dan pecah setibanya di hamparan pasir.

Taiga jadi memikirkan filosofi ombak yang menghantam pasir pantai.

Filosofi yang dibuat Taiga adalah seseorang yang sangar dan berani ibarat ombak, bila dihadapkan dengan orang yang ia sukai, dapat menghancurkan image-nya walaupun gebetannya tidak melakukan apa-apa layaknya pasir yang bergeming. Filosofi macam apa itu? Entahlah.

Taiga lanjut tidur di ranjang usai mandi. Satu persatu teman-temannya bangun dan melakukan aktivitas masing-masing. Tetsuya langsung mandi, Shintarou mendengar siaran radio oha-asa, Daiki masih tidur, Ryouta membuat snapgram, dan Atsushi mencari harta karun kesayangan di dalam tas.

“Taiga, kamu nggak sarapan?”

Pelan-pelan mata Taiga terbuka, ia melihat ke sekeliling. Mencari orang yang membangunkannya. “Aku di sini.”

“Tet. Su. Ya,” geram Taiga terkejut memenggal nama Tetsuya, ia menahan jeritannya.

“Yuk makan,” ajak Tetsuya tanpa memedulikan kondisi. Ia melirik Ryouta dan Daiki yang bertengkar. Daiki tidak mau mandi dan Ryouta memaksa pemuda tan itu masuk ke kamar mandi.

Daiki yang lebih kuat memenangkan pertengkaran dan menyelonong ke pintu depan, keluar dari kamar disusul jeritan Ryouta. Pemuda berambut kuning itu berdiri di depan pintu dan menyalakan kamera ponsel.

“Halo ssu. Aku jadi badmood lagi nich karena Daiki-cchi. Dia nggak mau mandi. Oh, @user675 kamu benar kok, Daiki-cchi orangnya jorok ssu.”

Ryouta membelakangi pintu depan, ia berbicara ke para penggemarnya di live Instagram, Taiga yang di depannya memperingkatkan Ryouta karena kedatangan seseorang.

“Ryouta! Mending lo menjauh! Ntar lo mati!” peringat Taiga, sempat berlari kecil bersama Tetsuya guna menghindari Alex.

“Eh, ada cowok ganteng!” seru Alex yang tidak jadi mencium Taiga dan Tetsuya.

Ryouta yang mendengar seruan Taiga, berbalik dan mengangkat kameranya tinggi-tinggi. Mengarah ke Alex yang berlari dan menabrak tubuhnya dari belakang.

Jelas Ryouta lebih tinggi sembilan sentimeter, bibir Alex berujung menabrak rambut kuning Ryouta. “Eh, maaf ada gangguan ssu!”

Berbalik, Ryouta bertanya keadaan Alex dengan bahasa Inggris-nya yang fail.

Muka cakep, rambut wangi, tapi skill bahasanya nol gede, untung nggak jadi dicium, batin Alex.

“Pakai bahasa Indonesia aja, nggak apa-apa kok,” jawab Alex yang sudah tak tahan mendengar Ryouta dan gaya berbicara bahasa Inggris-nya yang tumpeh-tumpeh.

Namanya orang tampan tidak ada yang menghujat. Justru banyak yang memuji prounantation-nya yang kacau di Instagram.

Memang betul keadilan sosial bagi seluruh manusia good looking.

“Oke guys. Kita lanjutkan ssu, ceweknya cakep ya.”

Alex mengekori Taiga dan membiarkan Ryouta berjalan sendirian mengangkat ponselnya. Merekam perjalanan dari koridor kamar hingga ke ruang makan.

“Dia Kise Ryouta di majalah olahraga itu bukan sih?”

“Eh dia nongol juga di majalah fashion lho.”

Menyapu poninya, Ryouta berujar, “Guys, kayaknya aku mulai dikenali deh ssu. Udahan dulu ya, mau makan ssu. Bye bye!”

Menyalip di antara tamu yang kebanyakan dari luar negeri, Ryouta mengambil dua potong roti dan mengolesinya memakai selai Nutella, ditambah segelas susu hangat. Pola makannya sangat diatur ketat oleh manajer.

Ia tak bisa seenaknya makan.

“Ryouta!” Daiki melambaikan tangan, bermaksud memanggil Ryouta. Merasa terpanggil, Ryouta bergabung dengan KiseDai.

“Lah? Kok makan ini doang? Mumpung gratis boleh ambil sebanyak-banyaknya. Ada makanan Bali juga di sini.” Taiga menyuap nasi dan sepotong kecil daging ayam betutu ke mulutnya.

“Iya, kapan lagi makan gratis begini?” tambah Daiki.

“Hm ... bener juga ssu.”

Terhasut oleh ajakan Daiki dan Taiga, pemuda berambut kuning itu melanggar aturan manajer. Bodo amat sama diet.

Alex mendatangi meja KiseDai, Taiga sempat menarik Tetsuya supaya tidak ducium oleh Alex.

”Ini Alexandra Garcia, guru basket gue waktu di Amerika dulu. Bukan guru gue aja sih, dia juga guru Tatsuya. Kerjanya sekarang keliling Indonesia, mengajari anak-anak bermain basket. Duitnya segudang,” jelas Taiga memperkenalkan identitas singkat gurunya yang tengah menyengir.

Di balik wajah cantiknya, Alex dulu pernah bergabung sebagai pemain basket WNBA. Tim basket putri Amerika, sederajat NBA.

“Lo pernah tinggal di Amerika nanodayo?” tanya Shintarou. Wajar sih dia bertanya, sangat sedikit penghuni Kos Sultan yang mengetahui fakta Taiga pernah tinggal di Amerika.

“Hah? Taiga aja bahasa Inggris yes no doang taunya,” sahut Daiki sok tahu.

Yes no doang apaan? Gue emang pernah tinggal di Amerika.”

Jiwa nyolot Taiga bangkit, gaes. Teman-temannya mengangakan mulut. Taiga menjelaskan dulu ia dan keluarganya tinggal di Amerika sejak dirinya lahir sampai SMP.

Di Amerika, ia bertemu Tatsuya yang satu sekolah dengannya. Tatsuya mengajarinya basket. Alex tak sengaja melihat kedua cowok itu gigih latihan basket setiap harinya. Karena itu Alex bersedia mengajar mereka.

Orangtua Taiga dulu workaholic. Ketika Taiga masuk SMP, orangtuanya sering bertengkar hebat dan nyaris bercerai. Taiga sering mengungsi ke rumah Tatsuya. Ia jarang diperhatikan orangtuanya.

Tatsuya dan Alex yang menemaninya.

Dua tahun kemudian orangtuanya berdamai, mereka memutuskan memulai hidup baru di Indonesia. Mereka keluar dari perusahaan masing-masing dan mendirikan restoran di Bali. Tatsuya juga pindah ke Indonesia di waktu yang sama.

“Untung orangtua lo nggak jadi cerai,” ucap Daiki.

“Taiga-cchi tegar banget ssu yo.” Ryouta mengusap air mata palsu.

“Aku nggak nyangka kamu sekuat itu.”

Shintarou dan Atsushi tak memberi reaksi apapun.

“Ya ... gitu deh. Kalau nggak ada Alex sama Tatsuya waktu itu gue yakin nggak bakalan baik-baik aja kayak sekarang,” ujar Taiga.

Alex mengangguk setuju.

“Ya. Kebanyakan anak korban broken home mentalnya bermasalah. Nggak ada orang dewasa yang mengayomi dan menemani mereka. Mereka perlu kasih sayang tulus dari siapapun.”

“Btw kamu ngapain ke sini, Lex?” tanya Taiga.

Alex menjelaskan bahwa ia mengetahui kekalahan KiseDai dan bersedia ikut ke Julikarta untuk melatih mereka. KiseDai yang tertinggal satu skor dari Jabberwock, akan ia buat mereka jauh melampaui Jabberwock.

***

Selain pandai bermain basket, Alex juga ahli berselancar. Ialah yang mengajari Taiga dan Tatsuya menantang ombak besar memakai satu papan selancar. Taiga dan Alex berselancar bersama, menikmati ombak, angin yang sepoi-sepoi, dan cahaya matahari yang semakin jatuh ke ufuk barat.

Tetsuya membantu seorang anak kecil membangun istana pasir, Daiki datang dan menggali pasir. Mencari kelomang yang akan ia berikan untuk anak kecil itu sekalian cuci mata, you know apa maksudnya. Ryouta berenang di lautan dan Shintarou menikmati air kelapa muda di bawah payung. Menikmati langit yang semakin oranye.

Sunset terindah ada di Pantai Kuta. Matahari terbenam secara perlahan. Kita dapat melihat proses perubahan birunya langit lalu berubah ke warna oranye dalam waktu yang lama dan berujung menghitam.

Satsuki dan Eto ikut menikmati sunset, mereka duduk di pinggir pantai. Membiarkan tubuh mereka tersiram ombak yang bergulung. Junpei dan Riko? Kalian penasaran mereka melakukan apa?

Yakin?

Kuatkanlah hati kalian.

Mereka berdua berkejar-kejaran di pinggir pantai dan saling mencipratkan air laut.

“Daiki, kita renang yuk,” ajak Tetsuya.

“Tetsu, lu liat tai ngambang di sana nggak? Kita jangan berenang ya, ntar kelelep tai,” tolak Daiki atas ajakan Tetsuya.

Setelah membangun istana pasir, Tetsuya berencana berenang dan dilarang Daiki yang melihat sesuatu kuning-kuning mengambang di laut. Diduga itu benda yang seharusnya di kloset toilet.

“Hm ... kita jalan-jalan aja deh. Aku capek dikasih latihan berat sama Bu Alex tadi,” tukas Tetsuya menyusuri pantai, kakinya dihantam lembut ombak.

“Lo udah semangat main basket lagi 'kan, Tetsu?”

Tetsuya mendongak dan tersenyum ke cahaya berkulit gelapnya. Selain latihan fisik, Alex dan Kagetora menaikkan semangat mereka yang sempat hancur. KiseDai seperti istana pasir yang berdiri tegak lalu dihancurkan pukulan ombak dan kembali dibangun dalam bentuk yang lebih bagus dari sebelumnya.

“Eh kok tainya mendekat ya? Tambah gede pula lagi.” Daiki bergidik.

Kata teman-temannya Daiki jorok. Namun, ia merasa tidak cukup jorok untuk buang air besar di lautan. Mana mungkin Daiki sanggup mengotori pantai yang dikunjungi turis sebanyak ini.

Tai yang dimaksud Daiki semakin mendekat dan tiba di pinggir.

Ternyata itu Ryouta, bukan tai.

“Ryouta ... gue sangka tadi tai,” ucap Daiki santai membersihkan telinganya.

“Jahat ssu!”

“Daiki, Ryouta, yuk beli cendera mata untuk oleh-oleh.”

Ajakan Tetsuya menghentikan pertengkaran Daiki dan Ryouta. Ke toko kecil yang dimaksud, mereka melihat banyak kaus-kaus yang ditulisi I Love Bali, I Love Kuta, dan bermacam-macam. Pokoknya semua barang yang dijual ada kaitannya dengan Bali.

Mereka bertiga juga membeli gelang yang memiliki bentuk dan warna yang sama. Gelang karet bertuliskan 'Gue Jantan' jadi pilihan gelang yang mereka beli.

“Taiga, sering-sering berselancar dong! Kemampuan selancar kamu semakin lemah!” nasihat Alex menepuk punggung tegap Taiga.

“Kamunya aja yang kelewat kuat dan berani, Lex!” sanggah Taiga. Ia mengajak gurunya ke toko cendera mata, barusan dipanggil Ryouta.

“Wah, udah sunset ssu!” seru Ryouta menunjuk matahari yang setengah bentuknya disembunyikan air laut. Sinar oranyenya menyilaukan. Langit oranye pekat dan bergradasi indah dipandang, awan-awan putih turut mengisi langit.

Ryouta bergegas mengambil ponsel yang ia titipkan pada Shintarou dan memotret matahari yang semakin turun. Kemudian ia mengajak Daiki dan Taiga turut berfoto. Di foto terakhir, mereka dikagetkan kedatangan Seijuurou yang tiba-tiba muncul di belakang.

Bersambung...
Hei, guys. Aku mulai hari ini nggak lagi sering update, minimal aku update satu chapter/minggu. Maksimal update terserah aku aja deh.

Alasannya:
1. Tabungan chapter hampir habis
2. Kurang support. Ya, aku kurang semangat ngelanjutin karena dikit banget yang baca, yang vote juga nggak banyak :). Di chapter 2.6 aja view sama vote 0, gimana mau lanjut? Percuma aja sih update rajin kalau nggak ada yang baca, nggak ada reaksi yang menyenangkan.

Aku udah capek ngegas di wall tetap aja nggak ada yang peduli :'). Ya udah deh, aku update suka-suka hati aja. Lagian siapa yang nunggu aku update? Nggak ada.
3. Aku ngasih kalian kelonggaran, soalnya capek kan baca 3 chapter yang isinya panjang banget dalam sehari? Makanya aku usahakan nggak bikin kalian capek baca setiap chapter Kos Sultan yang emang aku ketik kata-katanya sering nembus 1.5+ words

Eh. Wait. Emangnya ada yang baca? Wkwkwk.

Mungkin itu aja deh. Lagian Kos Sultan hampir tamat, nggak apa-apa lah ya update-nya ngasal sambil nunggu reader berdatangan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top