Kos Sultan 2.6

Penonton-penonton berbisik, bergumam, dan berkomentar. Sangat disayangkan, KiseDai yang selalu dibanggakan kalah setelah ditekan Jabberwock. Selisih skor mereka sangat tipis. 100 untuk Jabberwock dan 99 di sisi KiseDai.

“Payah banget tim basket negara kita, ya.”

“Malah kalah lagi.”

"Iya tuh, kira-kira ada generasi baru nggak ya yang lebih baik dari yang sekarang?"

Ejekan dan ungkapan kekecewaan mengudara di stadion. Ada juga yang tidak mempermasalahkan kekalahan Indonesia kedua kalinya, skor KiseDai dan Jabberwock sangat tipis. Sebanyak-banyaknya yang menerima, lebih banyak lagi yang menghujat.

Para pemain berbaris berhadapan dan mengucapkan terima kasih.

Thank you for the match. Let's we match again next time,” ucap Shintarou mengulurkan tangannya ke Nash Gold Junior, kapten Jabberwock. Bermaksud sopan meskipun telinganya sudah panas dan hatinya mendidih mendengar ejekan-ejekan penonton.

Match again with you, the monkies? Don't make a shit joke, monkey,” ejek Nash tertawa meremehkan dan meludahi tangan Shintarou yang terhulur.

Rahang Shintarou mengeras, ia ditarik paksa Ryouta dan Tetsuya. Membersihkan tangannya, Shintarou meminjam parfum Satsuki dan menyemprotkan cairan beraroma bunga mawar itu ke tangannya.

Atsushi menendang bangku pemain dan Taiga mengempaskan botol minum ke lantai, kemudian botol itu memantul-mantul dan berguling sampai ke ujung kaki Tetsuya.

“Jangan terbakar emosi dulu nanodayo. Kita memang kalah tapi jangan tunjukkan kemarahan kita nodayo,” tegur Shintarou menaruh kain lap basah di kepala Atsushi dan Taiga yang mungkin bisa mendinginkan dua kepala beda warna itu.

Tetsuya memungut botol di dekat kakinya dan meremat botol itu sampai mengerut. Daiki mengepalkan tangannya sempat ditahan Satsuki supaya tidak melampiaskan amarahnya.

“Gimana nggak marah? Mereka udahlah nggak sopan pakai ngata-ngatain kita monyet, mereka tuh yang monyet,” sinis Ryouta. Suara cempreng dan sikap cerianya digantikan suara dingin yang jarang ia tunjukkan.

KiseDai berada di puncak kemarahan mereka. Sayup-sayup terdengar ejekan-ejekan dari Jabberwock.

KiseDai menatap sinis Jabberwock yang membelakangi mereka. Kekalahan telak, saudara setanah air yang menjatuhkan bukannya mendukung, dan hinaan tim lawan benar-benar menurunkan semangat pemain tim KiseDai.

Nice, captain.”

Suara tawa pemain Jabberwock lainnya menggema, penonton yang sempat menyudutkan KiseDai, kini berkomentar atas ketidaksopanan Jabberwock. Kagetora menonton pertandingan muridnya merasa kesal, Jabberwock benar-benar kurang ajar!

“Papa!” panggil Riko. Ayahnya menuruni bangku penonton dan berjalan cepat ke tengah-tengah lapangan.

“Hey, Jabberwock!” panggil Kagetora. Dirinya tidak terima hinaan yang dilontarkan Jabberwock baik di pertandingan sebelumnya ataupun sekarang. Mereka seharusnya tahu tata krama negeri orang lain walaupun mereka sekumpulan orang hebat.

“Huh, father of monkies?” balas Nash mengejek.

Kagetora masih bersikap tenang, penonton sudah banyak yang bubar dan KiseDai masih ada di lapangan. Menonton apa yang akan dilakukan Kagetora.

I dare you for match again with us. Give us one week for training,” tantang Kagetora dengan dagu terangkat.

"You'll be lose again, monkies."

Suasana di lapangan semakin panas, Kagetora terus memaksa Jabberwock. Tim Amerika itu berdiskusi dan akhirnya menyetujui tantangan Kagetora. Mereka mengejek KiseDai dan merasa tidak sabar mengalahkan tim itu sebanyak dua kali, atau kalau bisa lebih dari itu.

Satu skor doang bedanya malah belagu. Cih!

“Pak Kagetora, kena-”

“Taiga, bawakan saya ke tempat kalian tinggal.”

Taiga melirik ke arah teman-temannya, terutama Shintarou. Orang yang dilirik mengangguk, memberi izin. Kazunari yang ngorok di bawah pohon beringin, terganggu oleh Shintarou yang menjambak rambut hitamnya.

“Ya elah Shin-chan beringas amat, badmood ya?”

“Hng.”

Tampang-tampang suram dihasilkan KiseDai. Kazunari dapat menyimpulkan bahwa mereka kalah.

Tunggu ... kalah? Bagaimana bisa?

Kazunari tidak mendengar ocehan nirfaedah dari pemuda berambut warna-warni itu. Daiki tidak membuka majalahnya, Ryouta diam dalam keadaan kepala tertunduk, Shintarou wajahnya lebih suram, Atsushi yang tidak menyentuh camilannya, Taiga yang membiarkan Nigou tidur di pangkuannya, dan Tetsuya menatap awan putih yang bergerak perlahan di atas sana.

Tatapan mereka kosong dan hampa, rahang mereka mengeras dan terkatup rapat, tidak berniat berbicara. Biasanya ada saja yang bertengkar di antara mereka. Taiga, Ryouta, dan Daiki bertengkar dilerai Shintarou dan Tetsuya, Atsushi bertugas memprovokasi pihak yang berkelahi.

Keheningan yang aneh dan awkward. Di mana KiseDai yang ceria setiap selesai bertanding? Ocehan-ocehan tak bermutu? Pertengkaran kecil? Candaan nirfaedah? Atau obrolan hangat mereka? Lenyapkah semuanya bersamaan dengan semangat bermain basket mereka?

Di belakang mereka, Kagetora dan putrinya menaiki motor bersama manajer KiseDai ke Kos Sultan. Eto dan Satsuki dapat merasakan terpuruknya KiseDai. Tim yang selalu menang dan dibanggakan, kini pulang bertanding dalam kondisi suram.

Matahari tepat di atas kepala membuat orang-orang malas keluar rumah dan memilih mendinginkan badan di rumah. Jalanan sepi. Baguslah. Tidak ada para tetangga yang menanyakan hasil pertandingan tim kebanggan Kompleks Beringin ini.

“Kalian kok diam aja?” pancing Kazunari.

Atsushi memukul keras gerobak, Kazunari menahan gerobak yang oleng agar tak jatuh. Untung sasaran tinju Atsushi bukan lutut Tetsuya di pangkuannya. Kalau kena tinjuan Atsushi, pasti lututnya langsung memar.

“Hati-hati, Atsushi,” tegur Shintarou dingin. Suaranya lebih dalam dan menusuk, pun tatapannya tajam. Bukan dingin seperti yang biasa mereka lihat.

“Sabar gimana, Shin-chin?” Shintarou mengatupkan kedua bibirnya, akal sehat masih mengontrol emosinya.

“Kita nggak bisa sabar dan pasrah gitu aja dong! Lawan kek! Ngapain kita harus ngotak? Sedangkan mereka aja nggak punya otak!” Sebelum Daiki mengamuk dan melayangkan tinjunya ke rahang kokoh Shintarou, Ryouta sudah memotong.

“Cih, padahal kita udah latihan. Mengorbankan waktu bekerja dan belajar. Tapi hasilnya begini. Mending nggak usah latihan aja sekalian kalau hasilnya sia-sia,” omel Ryouta mengepalkan tangannya. Tetesan air mata jatuh dari manik madunya.

“Jabberwock ... mereka nggak tahu berhadapan dengan siapa,” desis Daiki menurunkan tinjunya perlahan. Kedua matanya menyipit tajam. Dia tak pantas juga harus melampiaskan amarah ke teman-temannya.

Kazunari menyesal menyuruh para KiseDai berbicara. Mereka saling mengomel dan mengeraskan suara, hampir menghajar satu sama lain jika Shintarou tak melerai, dan membuat gerobak berulang kali oleng. Kazunari mempercepat kayuhannya, mereka harus segera tiba di kos.

Umur mereka boleh dikatakan menginjak kepala dua, bukan berarti emosi labil benar-benar meninggalkan mereka. Sisa-sisa emosi yang tak terbendungkan selama masa remaja masih ada pada diri mereka kecuali Shintarou yang pemikirannya lebih bijak.

Gerobak berhenti di depan gerbang, para pemuda pelangi turun secara teratur. Biasanya kalau sudah lelah selepas bertanding, mereka saling mendorong dan ingin cepat-cepat masuk. Aneh.

Mereka ogah melihat wajah satu sama lain dan saling membuang wajah dengan tatapan sinis. Atau sengaja beradu bahu kasar, bukan karena bercanda tapi amarah yang sangat besar. Termasuk Taiga dan Tetsuya yang sekamar.

“Tenang nanodayo,” desis Shintarou lelah. Lelah karena kalah dan juga melerai teman-temannya yang masih beremosi labil.

“Haduh, gue udah capek ngayuh gerobak tambah capek liat muka suram kalian,” keluh Kazunari dan mendorong gerobaknya masuk ke perkarangan.

Bagi orang lain, kalah satu skor dari lawan bukanlah apa-apa. Tapi, bagi KiseDai yang selalu menang, skor yang lebih kecil itu memberi tamparan yang besar bagi mereka.


KiseDai yang punya ego sangat besar, kalah telak dari Jabberwock. Ego mereka runtuh, rasa kecewa dan malu hadir menggantikan, semakin menurunkan kepercayaan diri.

“Di sini ya, Nak Satsuki?”

“Iya, Pak.”

“Ayo masuk aja, Pak. Nggak usah sungkan-sungkan,”--Kazunari mempersilakan kedua tamunya masuk ke dalam kos--“woi, Shougo! Siapin air atau cemilan kek!”

“Males.” Shougo melipir ke kamarnya.

“Silakan duduk, Pak. Satsuki sama Eto masuk aja, pasti ada yang mau dibicarakan 'kan?”

Satsuki dan Eto menurut. Junpei yang melihat ada teman lamanya, bergegas menyiapkan air. “Lo istirahat aja sana, Kazunari. Biar gue yang melayani tamu.”

Kazunari bersorak di dapur dan menaiki tangga ke kamarnya. Baru senang bisa istirahat di kamar, ia tidak bisa membuka pintunya. Menggedor-gedor pintu kamar, tidak ada jawaban.

Pasrah, Kazunari menumpang di kamar Junpei dan Teppei. Ia juga meminjam handuk, peralatan mandi, dan pakaian Teppei. Mana tahan ia tidur dalam keadaan tubuh lengket oleh keringat.

Junpei menghidangkan empat cangkir teh di atas meja dan tersenyum ke Riko. “Mau ketemu siapa, Om?” tanya Junpei.

“KiseDai. Di mana mereka? Kok nggak muncul?”

Junpei melirik ke Satsuki yang meremat jari-jarinya. “Mereka kalah, Mas. Mungkin gara-gara itu down,” ujarnya.

Reaksinya sama seperti Kazunari. Tidak mempercayai kekalahan pertama KiseDai. Mereka yang selalu menang bisa saja kalah, bukan? Roda tetap berputar. KiseDai pasti tidak menerima perputaran roda.

“Nitip sama saya aja, Om. Mungkin saya bisa sampaikan ke mereka,” tawar Junpei, ia duduk di satu sofa yang kosong.

“Sebenarnya saya nggak rela mereka kehilangan semangat gitu! Balas dendam kek ke Jabberwock yang udah menghina tim seluruh Indonesia. Saya mau nantangin Jabberwock lagi karena saya yakin KiseDai bisa menang dan membuktikan nggak semua tim basket Indonesia tuh jelek.

”Saya mau ngajak mereka latihan dan atur jadwal. Biar Jabberwock nggak menghina tim lain lagi.”

“Mungkin karena kapten mereka nggak ada di sini mereka kayak kehilangan arah gitu. Udah terdesak sampai nggak tahu gimana lagi akhirnya mereka pasrah. Eh, saya kurang yakin deh mereka pasrah gitu aja,” komentar Junpei. KiseDai adalah tim yang kuat, mereka tidak akan lemah walaupun tanpa sang kapten 'kan?

“Bisa aja begitu. Mereka 'kan manusia biasa juga.”

“Ego mereka terlalu besar. Mungkin ini pertama kalinya ego mereka hancur.” Satsuki bersuara, ia memilin-milin rambut merah mudanya dengan tatapan menunduk.

“Maaf, Pak. Kita tetap butuh persetujuan KiseDai buat mengulangi pertandingan. Kalau mereka nggak mau, apa boleh buat?” komentar Eto.

Kagetora tersenyum. “Saya tahu caranya gimana supaya mereka nggak down dan mau mengulang pertandingan karena inisiatif mereka sendiri.”

Ayah-anak Aida itu seperempat jam saja di kos, mereka pamit pulang setelahnya. Kalau KiseDai tidak mau bertanding lagi, Kagetora harus membentuk sebuah tim supaya tidak malu dihina Jabberwock. Kira-kira apa ada tim yang lebih hebat dari KiseDai?

Ponsel Kagetora berdering, ia menekan tombol dial tanpa membaca nama penelepon. “Selamat, Pak Kagetora. Anda memenangkan undian minyak urut dan mendapatkan paket liburan keluarga ke Bali dari hari Sabtu-Minggu. Silakan jemput tiket liburannya.

“Ada apa, Papa?”

“RIKO, PAPA MAU PERGI DULU JEMPUT HADIAH!”

Kagetora melesat ke kamarnya dan mengambil kunci motor terburu-buru. Menunggu tiketnya diambilkan petugas undian, Kagetora menelepon Taiga. Untung Taiga langsung mengangkat telepon di panggilan pertama.

“Ajak semua anggota KiseDai, ajak juga Nak Satsuki sama Nak Eto. Kalian hari Jumat sore ke sini, bawa barang-barang yang penting. Atau nanti nilai saudara akan saya beri C di semester ini,” titah Kagetora.

Oke, terima kasih, Pak.”

Taiga menutup telepon.

Setelah diberitahu apa hadiah yang didapatkan ayahnya, Riko mengajak Junpei liburan bersama ke Bali.

Kagetora mengajak KiseDai liburan karena bertujuan me-refresh pikiran dan semangat mereka, sekalian merencanakan latihan. Biasanya sih Sabtu jarang orang kuliah. Waktu yang pas untuk liburan.

***

Jumat sore. Taiga membawa teman-teman pelanginya yang berwajah suram. Mereka masih saja down.

“Nggak ada yang kuliah malam ini sama besok 'kan?” tanya Kagetora mengunci pintu rumah.

“Nggak,” jawab Taiga mewakili teman-temannya. Taksi yang dipesan Kagetora telah tiba, mengantarkan manusia-manusia warna-warni itu ke bandara.

Liburan mereka dimulai!

Second Arc: Bet

Status: End

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top