Kos Sultan 2.2
Satu lagi tamu kondangan gelap.
Hyuuga Junpei.
“Mereka rapi semua, mau ke mana sih?” gumam Kazunari mengintip dari celah kecil pintu kamar Taiga dan Tetsuya. Sungguh melanggar privasi, jangan tiru adegan ini di mana saja, guys.
“Hayolo Kazunari-cchi hobi ngintip ntar matanya bisul, liat apa ssu?” Ryouta ikut membungkukkan tubuhnya di sebelah Kazunari. Terlihatlah Tetsuya memakai kemeja batik dan celana hitam.
Pantesan Taiga-cchi minjam baju gue, batin Ryouta.
“Baju Ryouta sempit, Tet,” ujar Taiga.
“Oh, kamu harus diet dong.”
Punya temen bukannya bantuin malah ngejek, batin Taiga. Pergerakannya terbatas, kalau terlalu banyak bergerak maka ada kemungkinan baju yang ia pinjam dari Ryouta akan sobek.
“Erm ... gue dapat ide.” Kazunari tersenyum nakal, Ryouta mendekatkan telinganya dan Kazunari berbisik. Memang Kazunari tidak memedulikan kedekatan Taiga dan Tetsuya, namun ia punya ide yang cukup cemerlang.
“Ide bagus ssu.” Ryouta mengacungkan jempol tanda setuju, pun Kazunari juga menunjukkan jempol dengan cengirannya.
Ryouta dan Kazunari mulai berhitung. Saatnya rencana mereka dilaksanakan. “Satu ... dua ... tiga....”
“Mau pergi ke kondangan ya? Ikut dong!” seru Kazunari tiba-tiba mendobrak pintu ke arah dalam kamar, menimbulkan bunyi keras pertemuan pintu dan dinding.
“Gue juga ssu! Izinin dong ssu! Gue udah pinjamin Taiga-cchi baju ssu!”
“Atau nggak...,”--Kazunari menatap usil Taiga dan Tetsuya--“kalian bakal dengar kabar yang jelek-jelek tentang Kagami Taiga dan Kuroko Tetsuya.”
“Mending turutin aja. Shintarou pernah nangis gara-gara diusilin Kazunari,” bisik Tetsuya, nada memaksa terdengar dalam bisikannya.
Melirik sebentar Kazunari, ada kilatan usil yang membuat Taiga berfirasat buruk jika tidak menuruti perkataan pemuda bermarga Takao tersebut. Shintarou yang terkenal (sok) cool saja bisa menangis apalagi Taiga yang selalu nangis kejer ketika bantal kesayangannya diambil Tetsuya.
Insting hewan buas Taiga berbisik jangan macam-macam ke Takao Kazunari.
“Kita lihat tadi Tetsuya-cchi jadi istri yang baik untuk Taiga-cchi. Tadi kita rekam 'kan, Kazunari-cchi?” Ryouta mengedipkan sebelah matanya. Tentang Ryouta dan Kazunari yang merekam Tetsuya merapikan kerah baju Taiga mah aslinya tipu-tipu.
Kazunari balas berkedip. “Yup, kalian pasti nggak mau rahasia gelap ini tersebar 'kan?”
Aura di sekeliling Tetsuya menggelap. Ia menatap tajam ke kedua pemuda ceria yang terkikik itu.
“Taiga, kamu harus izinin mereka. Aku nggak rela dibilang istri kamu, aku masih normal ya, nggak belok,” suruh Tetsuya. Suara datarnya menyiratkan ancaman, sampai Ryouta dan Kazunari menyurutkan tawa mereka.
“Gue juga masih doyan cewek.”
Taiga menarik napas dalam-dalam dan dua tinjuan keras ia lancarkan ke kepala dua makhluk usil itu.
“Ya udah kalian berdua boleh ikut. Jangan kasih tau siapa-siapa dan cepetan dandannya.”
“Yeay!”
Mission completed, telepati kedua pemuda yang saling menatap itu. Mereka berbagi cengiran dan acungan jempol walaupun benjolan samar menyembul dari rambut mereka.
“Pokoknya mulai hari ini jaga jarak lima meter dariku, Taiga,” tukas Tetsuya dingin keluar dari kamar.
“O-oi Tetsuya! Gimana caranya? Kita 'kan sekamar?”
Taiga menyusul Tetsuya. Ah iya, Taiga jadi ingat harus mampir sebentar ke kamar Tatsuya untuk meminjam sepatu. Di sisi lain Tetsuya sudah siap dengan sepatu pentofel cokelatnya. Tetsuya berbalik dan menatap dingin Taiga.
“Otak kamu emang kecil ya.”
Kalimat itu memang singkat tetapi menghantam hati Taiga. Pemuda berambut merah itu tahu sohib sekamarnya sedang marah, jadi Taiga juga harus sabar dan menahan kepalan tangannya untuk tidak mendarat di rambut biru Tetsuya.
Di waktu yang sama dan berbeda tempat.
Kazunari dan Ryouta kompak hari ini memakai pakaian kondangan yang cocok. Mereka mendatangi Taiga setelah merasa diri mereka tampan dalam balutan kemeja batik, semprotan parfum macho, dan rambut rapi diolesi minyak rambut.
“Maaf gue lama, abis cari taperwer,” ucap Junpei setibanya di bagasi.
“Hampir aja kita tinggal, Mas,” ujar Taiga memakai helm.
“Kita berlima di sini dan cuma gue sama Kazunari yang bakal bawa motor. Gimana nih caranya?”
Junpei mengaitkan pegangan tas tangan berisi kotak taperwernya di gantungan motor. Taiga tampak berpikir dan sudah keduluan Kazunari yang otaknya selalu encer di saat-saat kepepet.
“Taiga boncengan sama Ryouta dan Tetsuya, 'kan Taiga bisa bawa motor. Tetsuya di tengah-tengah Ryouta dan Taiga. Kita berdua, Mas,” usul Kazunari.
“Nah, boleh juga! Btw, nanti abis kita makan di kondangan, gue bareng Taiga dan Ryouta foto sama pengantin. Kazunari sama Tetsuya ambil makanan di meja prasmanan. Lo pakai mata rajawali ya, Kazunari. Tetsuya udah pasti nggak kelihatan di tengah-tengah keramaian.
“Abis kalian ambil makanannya, Tetsuya ke parkiran duluan bawa taperwer. Barulah Kazunari keluar dan menunggu kita di sana,” jelas Junpei mengemukakan idenya. Sudah sampai jam tiga malam tadi Junpei memikirkan cara supaya bisa bertahan hidup di akhir bulan ini.
Manggut-manggut, Taiga tentunya setuju. “Bagus juga idenya, Mas. Kita dapat makan enak yang gratis,” komentar Taiga.
Sempat kehilangan keberadaan Tetsuya dan Ryouta, mereka dikejutkan kedua pemuda itu yang sudah membawa beberapa kotak dalam beragam warna.
“Ini kotak tambahannya ssu!” Ryouta menyandang tas kecil berisi kotak-kotak taperwer.
“Nggak mencolok lo pergi ke kondangan bawa tas?” tanya Taiga menabok tas kuning di punggung Ryouta.
“Nggak kok, para tamu lebih mentingin perut masing-masing,” tukas Tetsuya yang juga menyandang tas biru muda.
“Itu baru junior kesayangan! Kuy capcus!” ajak Junpei tersenyum kemenangan.
Berkah di akhir bulan, mereka dapat makanan gratis yang enak. Sungguh adegan yang tidak boleh kalian tiru. Sesedikit apapun uang yang kalian miliki, mencuri makanan tetaplah dilarang.
Membelah keramaian di jalanan Kota Julikarta yang disinari cahaya matahari terik, Taiga dengan gesit memotong kendaraan lain dan mengejar Junpei yang memang ahli dalam kebut-kebutan. Polisi-polisi yang bertugas tidak menyadari motor yang dikendarai Taiga berisi lebih dari dua orang.
Alasannya hawa keberadaan Tetsuya terlalu tipis dan tubuh kecilnya sudah terjepit oleh Taiga dan Ryouta yang bertubuh lebih besar darinya.
“Eh, ada foto gue ssu!” tunjuk Ryouta ke sebuah plakat seorang pemuda berambut kuning mengiklankan produk pasta gigi.
“Iya, udah tahu gue mah.” Taiga menambah kecepatan laju motor tanpa memedulikan seruan Ryouta ketika melihat foto dirinya ada di mana-mana. Hadeh, dasar model narsis.
Junpei memegang undangan yang dicuri Taiga dari meja Kagetora, kecepatan Junpei dalam mengendarai motor dan membaca peta membuatnya terpilih sebagai pemimpin dalam misi mengisi nutrisi di acara kondangan.
Melewati bangunan-bangunan perkantoran, dua motor itu semakin memelankan laju motor saat gedung serbaguna terlihat. Rangkaian bunga-bunga berisi ucapan selamat berjejer di halaman bangunan.
Junpei memakirkan motor di deretan motor lainnya dan disusul Taiga. Melepas helm, Kazunari mengaitkan helmnya di sebelah helm Junpei.
“Kalian udah siap?” Junpei memastikan, ia menjinjing tas tangannya yang terbuat dari kain merah muda bermotif bunga-bunga. Mirip ibu-ibu ke pasar.
“Udah dong!” Mengacungkan jempol, Ryouta memperbaiki posisi tas punggungnya.
“Yuk masuk!”
Beberapa pria bertuksedo hitam menyambut kedatangan tamu di teras, mereka berbaris rapi dan tersenyum menyapa para tamu. Pria-pria itu diherankan oleh dua orang pemuda berambut nyentrik menyandang tas punggung dan seorang pemuda berambut normal yang menjinjing tas ibu-ibu.
Mereka habis maling atau bagaimana sih?
Kali ini Kazunari mau membawa lucky item sesuai kebiasaan Shintarou pada biasanya. Makanya para penyambut tamu tidak menelepon petugas keamanan. Keberuntungan berpihak ke Kazunari dan teman-teman.
Junpei mengisi data tamu, seorang gadis berkelereng biru tua memberinya cendera mata berupa gantungan kunci berbentuk kerang dan dilapisi plastik sebagai pelindung. Terhanyut oleh kristal biru tua gadis berkulit pucat itu, Taiga kembali membawa Junpei ke dunia nyata.
“Sehat, Mas?” tanya Taiga. Mempersiapkan kemungkinan jika Junpei pingsan, mereka berencana mengambil langkah kaki seribu dan pura-pura tidak mengenal Junpei.
“Se-sehat kok! Nggak hormat banget nempelin tangan di punggung senior!” Tegas seperti biasa, Junpei menepis tangan Taiga yang mendarat di punggungnya.
Junpei tersenyum dengan warna merah yang menjalar di wajahnya, si gadis berkulit pucat itu cuma menatap balik Junpei dengan tatapan dinginnya dan tak menunjukkan ekspresi apa-apa.
Orang aneh.
“Cieee ... Mas Junpei punya tambatan hati,” goda Kazunari dan Taiga kompak. Mereka tertawa-tawa di belakang Junpei.
“Berisik! Kalian mau gue lempar Bukit Bintang?” ancam Junpei menunjuk ke sebuah bukit yang tampak kecil dari gedung. Katanya bukit itu walaupun ramai didaki, tetap saja dianggap angker. Ada saja kasus hilangnya pendaki.
Menggeleng cepat, kedua pemuda itu merapatkan bibir dan mempercepat langkah. “Bagus.”
Merasa ancamannya berhasil, Junpei bisa menetralisir kegugupannya.
Memasuki gedung, mereka disambut dinding-dinding bercat oranye dan merah. Sebuah lampu gantung mengeluarkan cahaya emas yang mewah di tengah ruangan dan beberapa pendingin ruangan menurunkan suhu.
Berebutan bersama ketiga juniornya, Junpei sempat melupakan keberadaan Tetsuya yang terdorong-dorong terbawa arus tamu baru yang semakin meningkat. Memilih tempat di sudut ruangan, mereka menikmati lagu barat yang dinyanyikan salah satu anggota keluarga mempelai.
Sengaja di pojok supaya fans Ryouta tidak muncul dan merusak acara mereka.
“Kamu model lho, Ryouta. Malah ikut-ikutan Mas Junpei, Taiga, sama Kazunari,” tegur Tetsuya.
“Nggak apa-apa ssu. Sekali-kali aja kayak gini, besok-besok gue diet lagi kok ssu yo.” Ryouta masih bisa ngeles dan mem-post foto makanannya di Instagram.
Piring makannya tidak jauh berbeda dengan piring Junpei, Taiga, dan Kazunari. Ia memilih nasi kuning sebagai makanan pokok, ditambah tiga potong ayam bakar, kerupuk udang, dan telur gulung yang memenuhi setiap sudut piringnya.
Di antara mereka berlima, cuma Tetsuya yang makan paling sedikit. Tetsuya mengambil bubur ayam untuk mengisi perutnya.
“Padahal lu model kok kere juga?” tanya Taiga mengiris daging ayam menggunakan garpu sebagai alat penahan dan sendok mengiris daging.
“Gue lebih suka gratisan ssu.”
Baru siap menghabiskan makanan utama, keempat pemuda pemburu makanan gratis itu meninggalkan Tetsuya yang tidur menumpukan wajah di atas meja. Mereka sibuk berburu makanan masing-masing.
Ryouta memilih ke meja makanan manis, di sana ada potongan buah-buahan segar, coklat cair yang mengalir seperti air mancur, sirup buah segar, dan kue-kue pencuci mulut. Junpei menikmati gurihnya bubur ayam dan soto betawi.
Kazunari dan Taiga mencoba bubur ketan hitam yang memberi rasa manis gurih di mulut mereka. Di antara mereka berempat, tidak ada yang menyentuh sate kere karena mereka menganggap itu adalah makanan paling rakjel.
“Tet, kita berburu makanan lagi yuk,” ucap Kazunari memberi guncangan pada tubuh Tetsuya.
“Eh? Kalian udah selesai makan-makannya?” Tetsuya mengangkat kepalanya yang sedikit berat dan menegakkan punggungnya yang pegal karena posisi tidur yang tidak mengenakkan.
“Yuk, lo pasti udah bosan!”
Ikut tersenyum lebar bersama Kazunari, pemuda bersurai baby blue itu berdiri dan menggunakan kemampuan menghilangnya mengambil beragam macam makanan yang tersedia.
“Lo jangan foto pakai pose alay, Ryou,” peringat Junpei.
Sangat hapal akan kebiasaan Ryouta yang selalu berfoto dengan jari membentuk simbol peace, simbol saranghadyo, sampai monyong sok imut.
“Tenang aja ssu. Model berpengalaman ini tahu kok pose yang cocok setiap acara ssu.”
Selagi dua orang teman seperjuangan mereka menembus keramaian para tamu, ketiga pemuda itu menaiki panggung pelaminan untuk ikut berfoto. Ryouta melirik-lirik takut kalau fans-nya muncul sambil kedua telapak tangan menutup wajahnya.
Untung belum ada fans yang menghampirinya.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top