Kos Sultan 1.5
Daiki, Ryouta, dan Taiga balap renang dari ujung sungai hingga ke air terjun. Ayunan tangan dan kaki mereka yang heboh menimbulkan percikan air besar yang menganggu beberapa pengunjung.
Salah satunya Tsugikuni Michikatsu atau akrab disapa Kokushibo yang duduk di pinggir sungai. Baru saja mau mengemut es krim coklatnya, cipratan air besar meluruhkan susu coklat beku itu hingga nyemplung ke sungai.
Kokushibo marah dong, baru mau santuy setelah melepas Arumi, ia justru diganggu trio petakilan itu. Jadilah ia mengejar mereka dan menggunakan jurus ceramahnya.
Seijuurou dan Shintarou berendam normal saja di dalam sungai, sedangkan Atsushi nongkrong di salah satu pondok menjaga tas teman-temannya. Ia terlalu malas menikmati alam sekitar dan memilih memakan camilan yang ia beli di warung terdekat.
Tetsuya tidak terlihat. Tetapi yakinlah, seperti biasa Tetsuya akan muncul tiba-tiba.
Satsuki melepas sendal, ia menggulung kaki celana dan duduk di atas batu pinggir sungai. Eto di sebelahnya melakukan hal yang sama, merendam kaki dan tertawa geli ketika ikan-ikan mencumbu kulit mereka.
“Dingin ya, Satsuki,” ujar Arumi turut melepas sendal dan duduk di sebelah Satsuki.
“Ah ... iya.” Tawa Satsuki lenyap, digantikan tatapan kosongnya ke ikan yang berenang-renang riang di dalam sungai.
Enak ya jadi ikan, tidak perlu repot-repot memikirkan kisah cinta yang rumit. Mengapa Arumi pura-pura polos seakan tak pernah menyakiti hati Satsuki?
Bayangkan saja, sahabatmu sendiri yang awalnya mendukung hubunganmu dan gebetanmu, justru pada akhirnya ia sendiri berpacaran dengan orang yang kamu sukai. Walaupun Arumi dan kekasihnya sudah putus, tetap saja kisah masa lalu mereka menyakiti hati Satsumi.
Eto yang biasanya petakilan dan berisik, tidak nyaman mendengar suara Satsuki yang luput dari pendengarannya. Biasanya gadis bertubuh langsing itu mengajaknya membicarakan apa saja seakan mereka tidak kehabisan topik.
Satsuki jadi diam mengingat masa lalunya yang menyedihkan, air mata siap tumpah dari matanya. Keheningan ini pasti membuat Satsuki semakin dibayangi luka basah di hatinya.
Eto jadi serba salah. Mengajak Satsuki meninggalkan Arumi tentu hasilnya gadis bermata bulat itu akan sakit hati, tapi insting kakak Eto tidak tahan melihat Satsuki yang larut dalam kesedihan di saat semua orang bersenang-senang.
“Gue ngajak Arumi ngomong dulu, sebisa mungkin lo nangisnya diam-diam,” bisik Eto dan pindah ke sebelah Arumi.
Satsuki tersenyum, ia mengusap setetes air yang menelusuri pipinya
“Nama gue Yoshimura Eto. Lo siapa?” tanya Eto menghulurkan tangan.
“Kibutsuji Arumi.” Gadis itu tersenyum membalas jabatan tangan Eto.
Cewek ini kelihatannya polos, tapi kenapa dia tega bikin Satsuki sesakit hati itu? tanya Eto dalam hatinya.
“Temenin gue jajan bentar yuk? Satsuki tinggal aja dulu sini, mau istirahat dianya,” ajak Eto. Ia mencuri lirik ke Satsuki yang masih mengalirkan air mata, cairan hangat itu jatuh dan melebur dengan air sungai.
“Oke.”
Arumi menggenggam tangan Eto, gadis berkacamata itu terkejut. Apa Arumi harus mengandeng tangan seseorang untuk merasa benar-benar aman?
“Arumi mau ke mana?” tanya Kokushibo setelah basah-basahan, awalnya ceramah eh dia ikut-ikutan lomba renang juga.
“Jajan bentar kok, Kak. Nanti aku balik lagi,” jawab Arumi.
“Ya udah. Lo rambut ijo, tolong jagain Arumi,” titah Kokushibo dingin.
“Ashiap!” Eto tersenyum lebar dan berpose hormat.
“Hm,” Kokushibo mengangguk kecil, “woi alis cabang! Gue tantang lu! Siapa yang paling lama berdiri di air terjun, dia yang menang!”
“Hah, siapa yang takut?” Taiga menyeringai.
“Yuk, Arumi,” ajak Eto.
Satsuki masih di tempat yang sama, ia membasuh wajahnya yang merah dan mata yang sembab lantaran menangis. Ia menggigil dan memeluk dirinya. Kepala ia dongakkan, meskipun masih siang di sini matahari tidak bersinar karena ditutupi awan mendung.
Kabut tipis berjalan lembut di sela-sela pohon tinggi.
Menatap kembali ke air sungai yang jernih, Satsuki menenangkan diri. Matanya terpejam, napasnya keluar-masuk teratur. Ia tak bisa menghindari Arumi, bagaimanapun juga mereka adalah sepasang sahabat. Meskipun Satsuki kesal harus bertemu Arumi di luar sekolah—padahal dirinya sudah berharap di hari libur bisa jauh dari Arumi.
Lagipula sekeras apapun upaya Satsuki menjauhinya, mereka sekelas dan akan bertemu juga besok di sekolah, mereka ditempatkan dalam meja yang sama. Bayangkan saja bertemu orang yang menyakitimu setiap hari, apakah itu tidak membuatmu terbebani?
Bukannya ini melelahkan bagi Satsuki? Tentu.
Ia mengepalkan tangan, menguatkan diri.
“Satsuki, kayaknya kamu kedinginan. Nih aku belikan teh hangat,” ujar Tetsuya membawa dua gelas teh manis hangat.
Membuka matanya, Satsuki tersenyum lembut ke Tetsuya yang masih berwajah datar. Keduanya dipisahkan oleh dua gelas teh hangat.
“Makasih. Tadi Mas Tetsu ke mana aja?” tanya Satsuki meminum tehnya. Hangat dari air kecokelatan itu mengalir ke seluruh tubuhnya yang menggigil.
“Temanin Atsushi di pondok. Kamu kelihatan sedih, ada apa?”
“Nggak ada. Keinget masa lalu.”
Ya, sudah saatnya Satsuki melupakan kisah cintanya yang menyakitkan dan fokus saja pada Tetsuya yang ada di depannya. Ia harus menerima eksistensi Arumi dengan lapang dada, tidak seharusnya membenci orang yang dekat dengan kita. Tetapi Satsuki masih membutuhkan waktu mengeringkan lukanya.
“Pacaran terooos. Noh, panggang nih ikan!” seru Taiga melempar dua ekor ikan ke pangkuan Tetsuya.
Satsuki terpekik kaget ketika ikan-ikan itu menggelepar-glepar di atas paha Tetsuya dan meloncat ke dalam sungai. Sempat salah satu ikan menyenggol gelas Satsuki dan hampir masuk ke dalamnya.
“Mas Taiga!” hardik Satsuki menggembungkan pipi, karena wajahnya yang tirus, penambahan volume pipinya tak terlalu terlihat.
“Kalean serius amat pacarannya,” canda Taiga.
Ia mengangkat sebelah alis, tumben Tetsuya belum menyangkal statusnya dan Satsuki. Apa yang terjadi di antara mereka?
“Gue paling banyak nangkep ikan ssu!” ujar Ryouta berlari memegang lima ekor ikan, sedangkan di pegangan Daiki hanya ada tiga ekor.
“Lu curang, bangke!” Daiki mengejar, pijakan kerasnya menimbulkan lonjakan air yang membasahi pakaian Satsuki.
“Dai-chan!”
“Udah, lu renang aja. Nanggung amat udah basah semuanya, ntar Seijuurou bawain baju kita,” suruh Daiki.
Satsuki melepas jaket merah mudanya yang sedikit basah, menyisakan atasan kaus putih. Ia berlari memasuki sungai dan menubruk Daiki sampai tenggelam. “Anjir! Gue kelelep!”
Daiki kembali muncul ke permukaan, mengambil napas sebanyak-banyaknya. Satsuki tersenyum puas.
“Ini ikan-ikannya mau kalian apakan?” tanya Tetsuya.
“Jual dong! Nambah penghasilan!” jawab Daiki memamerkan ikannya yang masih ia pegang.
“Emangnya boleh dibawa pulang?” tanya Seijuurou.
“Lepasin woi. Jangan sembarangan ambil-ambil, ntar diteror penunggu sini mampus lu,” suruh Eto yang baru datang. Ia menjerit kecil melihat ABS yang dimiliki Seijuurou.
Padahal masih ada empat orang lainnya yang bertelanjang dada, entah kenapa Eto hanya memperhatikan Seijuurou.
“Udah jadi bangkai gini mending bawa pulang lah, rugi,” ujar Daiki berjalan ke tepian dan menaruh ikan di atas batu. Satsuki ikut ke tepian, menghabiskan teh hangatnya.
“Biar aku tanya ikannya boleh dibawa atau nggak,” ucap Tetsuya berdiri. Arumi yang tadi diam di sana, memerhatikan gelagat pemuda tenang itu.
Wajah manisnya datar, tetapi enak dipandang. Sinar kepolosannya menandakan Tetsuya pemuda baik-baik tidak garong seperti Daiki, Taiga, ataupun Ryouta yang kini nyebur seru.
“Arumi, Mbak Eto. Kalian nggak renang?” tanya Satsuki.
“Nggak. Gue aler,”--Eto menutup hidungnya yang bersin--“gi dingin.”
“Hehe, aku lupa.” Satsuki menyengir.
“Gue nggak pandai renang,” ujar Arumi menempatkan diri di sebelah Eto yang mengunyah risoles.
“Dek Arumi biar Abang Douma ajarin.”
Tiba-tiba saja datang makhluk halus berambut pirang keperakan disusul cowok rambut pink di belakangnya. “Jangan pacarin anak bos, Domang!”
Habis sudah kepala pemuda bermata pelangi itu dipukul temannya. “Mereka bodyguard lo?” tanya Eto.
“Iya. Yang rambut pink nama aslinya Hakuji tapi sering dipanggil Akaza. Satu lagi namanya Douma, cuma panggilan akrabnya Buaya,” jawab Arumi.
”Iya sih, dari tampang-tampangnya kelihatan fakboy-nya. Macem Ryouta,” kekeh Eto.
“Beda ya, nggak kayak kakak rambut biru muda tadi.”
“Itu Kuroko Tetsuya, pacar gue. Maaf gue baru ngasihtau,” ujar Satsuki cepat.
“Oh ... selamat ya. PJ-nya jangan lupa.” Arumi menanggapinya dengan tawa kecil. Ia tak masalah Satsuki merahasiakan ini darinya karena Arumi tahu gadis berambut merah muda itu tak lagi nyaman membagi isi hatinya.
Kisah masa lalu menyakitkan tetapi mereka tetap saja bertingkah biasa saja.
Tapi tetap saja ada luka kecil di hati Arumi karena Satsuki tak lagi mempercayainya, pertanda hubungan mereka merenggang secara tak kasat mata.
“Ya udah. Gue berenang dulu.”
Satsuki menceburkan diri. Hampir saja gebetannya diambil Arumi lagi, ia bergerak cepat mengklaim Tetsuya sebagai kekasihnya. Satsuki ingin memperbaiki hubungannya dengan Arumi dan tak ingin masa lalu terulang selagi menyembuhkan hatinya.
Tetsuya memberitahu penjaga kolam tak masalah ikan-ikan di sana diambil, asalkan dibayar. Seijuurou menyuruh Taiga, Daiki, dan Ryouta menangkap ikan sedangkan dirinya membayar saja.
Sore pun tiba, ikan-ikan yang ditangkap, disimpan bersama es batu di kotak penyimpan makanan dingin yang dibawa supir Seijuurou.
Selepas mandi, KiseDai bersama dua bidadari mereka makan pop mie dan ditemani minuman hangat. Murah meriah setidaknya menghangatkan tubuh. Sembilan orang itu mendapatkan empat anggota baru.
Mereka yang awalnya sama sekali tidak mengenal, jadi mengobrol dan saling tukaran kontak di pondok kayu itu.
Apalagi Ryouta sempat-sempatnya modusin Arumi dan kena tabokan Kokushibo. Douma juga menggombali Satsuki, untungnya Arumi mengatakan Tetsuya pacar Satsuki. Tidak jadilah acara modus Douma.
Dasar buaya kedua-duanya.
Anehnya, mengapa Tetsuya tidak mengelak diakui Satsuki sebagai pacarnya? Ada yang tahu?
Bersambung...
Btw aku ada nulis cerita yang mirip kisah cinta Satsuki. Rabureta judulnya. #promoterselubung
Monggo dibaca
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top