Kos Sultan 1.2

“Eh, jadi ini Kiseki no Sedai?”

“Hah? Lo baru tau sekarang? Kejam banget ssu.”

Taiga ingat, Kiseki no Sedai adalah awal mulanya ia perang dingin dengan Tetsuya. Disebabkan Taiga tidak tahu apa itu KiseDai, ia terpaksa tidur di ruang keluarga dan sering dikejutkan kedatangan Nigou.

Like owner like pet.

“Namanya aja manusia kudet,” sahut Tetsuya memangku Nigou. Anjing kecil itu memain-mainkan kunci motor yang tersemat di jari telunjuk Daiki. Lidah kecilnya terjulur, pertanda hatinya sedang senang.

“Ck!” Taiga mendelik ke lawan perangnya, sampai sekarang mereka bermusuhan.

“Oke, gue ngumpulin kalian semua di sini karena kita ditantang sebuah tim dari Amerika untuk bertanding. Tim street ball yang dikenal sebagai tim terkuat dan terhebat, juga paling berpengaruh di Amerika. Makanya gue mau kita latihan supaya nggak diremehkan,” jelas Seijuurou. Teman-teman setimnya ini dulu pernah juga bertanding di kejurnas, kehebatan mereka tak diragukan.

Beberapa pasang mata warna-warni mendengar penjelasan Seijuurou antusias. Daiki menyeringai, mungkin lawannya ini lebih kuat darinya. Ia tidak perlu menahan dirinya lagi.

“Oh iya, Sei. Gue 'kan bukan KiseDai, kok diajakin juga? Plus Tetsuya mana mungkin anggota KiseDai.” Taiga mengajukan keheranannya.

Ia baru saja bergabung di sini sudah diajak berkumpul oleh tim yang paling berpengaruh se-Kota Julikarta. “Enak banget bilang aku bukan anggota KiseDai,” celetuk Tetsuya.

“Eh?”

“Yap, Tetsuya termasuk anggota KiseDai. Sixth Phantom Man yang selama ini digosipin orang adalah teman sekamar lo sendiri, Taiga,” jawab Daiki yang kini kuncinya digigit-gigit Nigou. Jari kelingkingnya menggali harta karun di telinga.

“Jangan, Nigou. Nggak enak makan kunci.” Tetsuya menjauhkan Nigou dari kunci motor Daiki dan memberi anjing kecil itu bola yang sering dimainkannya.

“Eh? Tet-Tetsuya masuk anggota KiseDai?” Koor Eto dan Taiga serempak. Orang-orang awam tidak tahu mengenai Sixth Phantom Man, lebih tepatnya tidak peduli. Toh menurut mereka keberadaan pemain keenam itu sering tak terlihat.

“Lo ingat waktu kita tanding hari Minggu? Operan yang tajam dan nggak terlihat itu dari Tetsuya. Karena itulah kalian bisa menembus pertahanan tim Yosen, kalau nggak sih kalian sama sekali nggak dapat skor. Pertahanan Wei Liu, Kensuke, dan Kenichi emang ketat, apalagi ditambah badan Atsushi yang gede dan gerakan Tatsuya yang gemulai,” jelas Daiki biar otak Taiga tidak terlalu lelah berpikir. Mulutnya menguap lebar ditabok Ryouta. Bau jengkol kata Ryouta.

Cieee ... Mas Daiki perhatian.

Jangan berpikir negatif dulu, ini bukan fanfic YAOI kok.

Back to topic. Gue milih Taiga ikut tanding karena kemampuannya menyamakan KiseDai. Hari ini lo resmi gue rekrut sebagai anggota KiseDai,” putus Seijuurou. Rahang bawah teman-temannya terbuka ke bawah, kecuali Tetsuya dan Shintarou yang stay cool.

“Tapi kalau ternyata permainan Taiga payah, gue nggak segan-segan ngeluarin dia dari KiseDai,” tambah Seijuurou.

“Segampang itu?” tanya Taiga tidak percaya.

“Iya. Kita butuh anggota yang lebih, nanti kalau ada apa-apa bisa ganti pemain. Dari video yang gue lihat di HP Abang Junpei, gue tahu sifat-sifat tim Jabberwock nggak cocok untuk orang Timur. Mereka kasar dan tadi sempat meremehkan kita.

“Alasan mereka nantang kita sih mau membuktikan ke Amerika bahwa permainan orang Asia semuanya jelek-jelek terutama Indonesia. Gue akui gaya mereka rasis. Kita harus latihan supaya ejekan mereka nggak berbukti apa-apa.”

Baru ngalahin satu tim udah sombong aja, tambah Seijuurou di dalam hatinya.

Berpasang mata warna-warni itu saling menatap dan menerbitkan seringaian masing-masing.

“Eh tapi kalian 'kan punya kesibukan sendiri. Yakin juga pengen latihan?” tanya Taiga.

“Ternyata maniak bakset kamu bisa ngomong kayak gitu,” celetuk Tetsuya.

“Diem,” desis Taiga.

“Apa salahnya? Selagi kita masih muda nggak ada salahnya kita nggak terlalu serius. Ya 'kan, Sei?” Daiki menjawab.

“Gak gitu. Kita harus fokus sama tujuan yang menguntungkan di masa depan. Menang pertandingan gue rasa ada untungnya buat masa depan.”

“Akhirnya kita tanding lagi ssu! Nggak sabar banget ssu yo!” sorak Ryouta bertepuk tangan heboh. Atsushi di sebelahnya menendang bokongnya lantaran terlalu berisik dan terjadilah adu bacot antara dua pemuda itu.

“Sei, gue ikut ya. Tapi mager latihan, udah pasti kita menang,” ujar Daiki menguap.

Seijuurou menepuk meja bundar yang terbuat dari kayu itu.

“Nggak. Mereka kuat banget kita perlu latihan.”

KiseDai terlihat bahagia dan berceloteh mengenai pertandingan tak resmi mereka, ada juga yang mengomentari sikap kasar Jabberwock. Ryouta dengan semangat menggebu-gebunya mengatakan akan mengalahkan Jabberwock.

Sedangkan Taiga termenung. Otaknya masih memproses apa yang terjadi. Ia sama sekali tak mengetahui apa-apa tentang KiseDai. Sehebat apa orang-orang ini sampai dikenal oleh tim basket paling berpengaruh di Amerika.

“Tunggu ... ada yang bisa jelasin kalian ini siapa?” tanya Taiga dengan wajah gobloknya. Ia sampai mengetuk-ngetuk keningnya lantaran pusing.

“Ekhem.” Ryouta berdehem sok ganteng biar suaranya terdengar lebih berat. “Kiseki no Sedai sebenarnya cuma sebuah tim street ball. Tim ini dibentuk pada....”

“Tiga tahun yang lalu,” sambung Seijuurou karena yakin Ryouta pasti lupa kapan pastinya tim mereka terbentuk.

“Ahaha pokoknya waktu kita semua masih kelas tiga SMA ssu. Kita dari sekolah yang beda-beda dan sering ketemuan waktu tanding ssu yo.”

***

Selama dua tahun belakangan, tim basket SMA mengalami peningkatan keahlian para pemain. Terutama dari SMA Rakuzan yang terletak di Jakarta, juga empat SMA lain yang berada di Julikarta.

Masing-masing lima sekolah memiliki ace yang kemampuan bermain dan kekuatan fisiknya di atas rata-rata murid SMA lainnya.

Seperti Kise Ryouta yang terkenal dengan kemampuan copy cat-nya, Aomine Daiki yang terlalu lincah, Midorima Shintarou si penembak tiga poin, Murasakibara Atsushi sang center bertubuh besar, dan terakhir Akashi Seijuurou yang memanfaatkan kejeniusannya untuk mengalahkan SMA-SMA lain.

Ada satu sekolah yang sedikit terabaikan karena orang-orang berpikir tidak ada yang istimewa dari SMA Seirin. Padahal sekolah itu juga mempunyai seorang pemain unik, yaitu Kuroko Tetsuya yang selalu tak terdeteksi oleh lawan di lapangan.

Sedangkan dengan orang-orang di lapangan saja ia jarang dikenal, apalagi cuma penonton yang fokus ke pemain-pemain istimewa. Selama dua tahun berturut-turut SMA Rakuzan selalu menjuarai pertandingan antar kota, di urutan kedua selalu ada SMA Seirin walaupun katanya mereka tidak punya pemain khusus.

Sedangkan di urutan ketiga awalnya dipegang SMA Shuutoku dan akhirnya jatuh ke tangan SMA Kaijou.

Di tahun ketiga ini apakah semuanya berubah?

Kise Ryouta yang saat itu ingin melepas penatnya sebagai seorang model muda. Ia melewati sebuah lapangan basket. Aomine Daiki tengah bermain di sana dengan gerakan-gerakannya yang di luar nalar dan super cepat itu.

Hei, mereka adalah rival. Apakah Ryouta harus melangkah ke sana?

Dibawa oleh kakinya, Ryouta sudah tiba tepat di pinggir lapangan.

“Yo, lo Kise Ryouta ya? Baru gabung di basket waktu kelas dua SMA 'kan?” sapa Daiki menghampiri Ryouta.

“Em ... iya.”

“Kuy, one-on-one!

Daiki tersenyum lebar, Ryouta jadi terperangah. Di lapangan, ketika mereka saling berhadapan, Daiki selalu berwajah dingin. Kini pemuda itu tersenyum. Bukannya itu aneh?

“Heh, boleh.” Ryouta menyeringai sebagai balasan senyuman Daiki. Apa salahnya ia mencoba untuk mengalahkan saingan terberatnya di luar lapangan?

Baru dua menit saja Daiki dan Ryouta bertanding, Daiki sudah mencetak tujuh poin. Saat dihalang pun Daiki masih bisa melakukan tembakan yang mulus ke dalam ring. Ryouta masih belum mencetak satu skor pun karena bola selalu berhasil direbut Daiki.

“Wah, kayaknya asik banget ya,” ujar seorang pemuda berambut merah tersenyum ke mereka.

“Eh....” Bola di tangan Daiki terjatuh, ia terkejut karena tiga orang ace lainnya muncul di depannya secara bersamaan.

“Kenalin. Gue Akashi Seijuurou.”

“Midorima Shintarou.”

“Murasakibara Atsushi.” Orang paling tinggi di antara mereka sibuk mengunyah keripik kentang, mengabaikan tatapan Ryouta yang juga ingin mencoba makanan yang sama.

“Aomine Daiki.”

“Kise Ryouta!”

“Ryouta? Model majalah itu ya?” tanya Seijuurou.

“Iya ssu! Gue 'kan emang terkenal.”

Baru bertemu saja, ace-ace yang lain sudah menilai Ryouta sebagai pemuda yang terlalu narsis. “Kalian percaya SMA Seirin punya ace?” tanya Seijuurou.

“Nggak. Emangnya kenapa?” tanya Daiki.

“Gue mau membentuk tim street ball yang isinya para ace.”

Tetsuya saat itu menggendong Nigou dan melewati lapangan, seorang pun tidak ada yang melihat dirinya. Setiap hari begitu, Tetsuya rajin membawa Nigou jalan-jalan di area lapangan para ace bermain.

Tetsuya sadar dirinya tidak dianggap sebagai seorang ace, memilih tetap bungkam.

Sampai akhirnya Seijuurou menyadari keberadaan dirinya ketika SMA Rakuzan dan SMA Seirin berhadapan. Tetsuya bergabung sebagai tim Kiseki no Sedai sebagai pemain keenam yang misterius.

Lulus dari SMA, pemain KiseDai bertemu di tempat yang sama.

Kos Sultan.

***

“Padahal Seijuurou iseng-iseng aja bikin KiseDai ssu. Eh tapi gara-gara iseng-iseng doang kita dapat banyak piala sama medali lho ssu yo.”

Ryouta daritadi bercerita tentang KiseDai. Taiga mengangguk-angguk, ternyata tim basket para pemuda berambut warna-warni sudah lama terbentuk.

“Oh,” respons Taiga setelah agak lama.

“Kok oh doang sih ssu? Gue udah capek-capek cerita lu cuma balas sesingkat itu? Sakit ssu! Sakit!” pekik Ryouta lebay. Atsushi mencubit pinggangnya.

“Wah, keren banget! Ryouta-kun hebat deh bisa copy keahlian orang cuma sekali liat doang! Daiki-kun juga keren soalnya lincah dan kuat banget! Kyaaaa! Taiga-chan jadi suka!” Taiga berteriak ala-ala fangirl dan menepuk-nepuk manja lengan Daiki.

“Apaan sih anjir? Nih tai telinga.”

Terganggu, Daiki menyodorkan kelingkingnya ke Taiga, sebelumnya ia sudah mencongkel telinga dengan kelingkingnya tersebut. Ryouta terkikik merekam Taiga yang mengesot menghindari Daiki.

Kini Daiki menambah senjatanya, yaitu jari telunjuk bekas mengupil.

“Sei.” Shintarou melirik singkat Seijuurou sebagai kode nih anak bertiga mau diapakan.

“Biarin aja. Satsuki, apa yang lo tahu tentang Jabberwock?”

Satsuki yang sedari tadi menunduk ke ponselnya jadi bersuara.

“Daftar pertandingan Jabberwock. Mereka emang nantangin tim terbaik dari setiap negara, baru-baru ini mereka menang melawan Singapura,” ujar Satsuki menunjukkan layar ponselnya.

“Beneran kita bisa lawan mereka semua? Satu tim yang hebat-hebat itu?” gumam Tetsuya. Nigou sudah tertidur di pangkuannya, biarkan saja anjing kecil itu tidak mendengar perbincangan berat mereka.

“Pede aja, Tet-chin. Kita pasti menang kok,” hibur Atsushi melihat ke kolong meja, mencari camilan yang tersembunyi di sana. Setelah dicari-cari hasilnya nihil, di sana hanya terdapat mainan Nigou.

“Mbak Eto ada apa ke sini?” tanya Seijuurou ke Eto yang mesem-mesem memandangi wajah elok tanpa cacatnya.

“Ohoho, nemenin Satsuki dong. Gue 'kan guardian angel-nya Satsuki,” jawab Eto tertawa genit mengibaskan rambut hijaunya. Alasan terselubungnya adalah cuci mata.

Walau hanya KiseDai yang erkumpul di ruang tamu, masih terlihat kok penghuni Kos Sultan yang lain mondar-mandir di ruang keluarga. Seperti Shuuzou yang battle jotos sama Shougo, Koutarou yang menempeli Reo ke mana saja, dan penghuni-penghuni tampan lainnya.

Mereka tak berniat mengganggu KiseDai karena pasti tim kumpulan ace itu membicarakan pertandingan serius.

“Oh. Ya udah, kalian pulang aja. Besok lanjut lagi diskusinya, gue mau lanjutin kerja. Daiki! Taiga! Inget sama tugas kalian!”

Seijuurou berdiri, malesin banget sama Eto yang sering mengejar-ngejarnya. Daiki dan Taiga yang menghentikan pergelutan mereka sama Ryouta. Keduanya berdiri dan mengikuti Seijuurou ke kamarnya.

“Udah malam aja nih. Satsuki mau aku anterin pulang?” tawar Tetsuya. Keadaan kembali tenang seperginya para biang kerok.

Kini Atsushi dan Shintarou yang adu bacot perihal camilan.

“Ng-nggak! Kebetulan aku nginap di kos depan bareng mama! Yuk, kita balik, Mbak! Bye bye!”

Tanpa memedulikan jeritan Eto, Satsuki tetap menyeret gadis itu. Wajahnya sudah memerah. Bisa-bisanya Tetsuya dengan gentle-nya menawari antaran pulang. Ugh! Bisa-bisa Satsuki mati kutu dibuat olehnya!

Mendobrak pintu, mereka disambut Rize yang berujar sarkas, “Selamat malam juga.”

“Rize jones nggak ngerti anak muda lagi klepek-klepek,” cibir Eto.

Rize mah sabar menghadapi best pret yang hobi berkata seenaknya seperti Eto. “Ih! Mbak Eto juga bikin aku keinget Mas Tetsu!” rengek Satsuki.

“Ada apa ini ribut-ribut?” tanya Keyzi.

“Nggak ada kok, Ma.”

Satsuki menghambur ke pelukan mama tercinta. “Ma, KiseDai ditantang tanding sama Jabberwock lho.”

***

“Kalian tanding sama Jabberwock? Serius?” tanya Shinji yang berkunjung bersama Rinnosuke.

“Iya. Kami harus rutin latihan nanodayo,” jawab Shintarou, ia menoleh ke belakang ketika mendengar suara pintu kulkas dibuka Atsushi, “Atsushi! Jangan habisin cemilan bersama nanodayo!”

“Bodo amat.” Atsushi mengabaikan teguran Shintarou dan melenggang ke kamar dengan membawa biskuit manis dari kulkas. Shintarou mengomel-ngomel dari belakang menyuruh Atsushi mengembalikan biskuit ke kulkas.

“Udah lama banget KiseDai nggak ditantang gini,” celetuk Shinji.

“Asik dong liat mereka tanding bareng lagi,” tanggap Shun menulis-nulis joke terbarunya.

“Lo nggak ikut, Jun?” tanya Shinji pada Junpei yang membuka kulkas, hendak mengambil kotak orange juice.

“Nggak. Gue sibuk jualan,” jawab Junpei.

“Pantesan mereka serius banget tadi, ternyata ditantang lagi toh,” ujar Reo yang baru memasuki dapur dibuntuti Koutarou.

“Ini bakal seru sih, gimana jadinya nanti Jabberwock yang songong dikalahin KiseDai.”

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top