Kos Sultan 0.1

First Arc: Beginner

Status: Start

***

Tujuan Taiga menerima permintaan emaknya mengambil kos di dekat kampus, supaya hemat pengeluaran. Sekalian ia ingin menumpang di kamar yang sama dengan Tatsuya, semakin hematlah pengeluarannya.

Sebuah kos yang berada di kompleks perumahan peninggalan zaman Belanda menjadi pilihannya. Konon katanya rumah-rumah di sana berukuran besar dan jauh dari kebisingan Kota Julikarta—kota metropolitan tempat Taiga menuntut ilmu sekarang.

Nyatanya oh nyatanya.

Tidak sesuai perkiraan Taiga yang sederhana.

Pemilik kos yang bernama Erwin Smith menetapkan sebuah peraturan, dalam satu kamar kos hanya boleh menampung dua orang. Tatsuya yang sudah memiliki rekan sekamar, mencoba menghibur Taiga.

“Ck, coba aja boleh bertiga, semakin hemat dah gue,” keluh Taiga melempar tas ke lantainya. Padahal kos-kosan itu sangat luas dan besar, mengapa pemiliknya tidak ingin menampung lebih banyak orang?

Taiga membentangkan kasur tipis yang dibawanya dan berbaring menatap langit-langit putih di atasnya. Menatap langit-langit yang kosong membuat mata Taiga semakin berat.

Berat dan berat.

“Hai.”

“Eh buset!” Manik merah itu kembali terlihat dengan pandangan terkejut.

Di sebelahnya pemuda bersurai baby blue duduk anteng meminum pop ice rasa vanilla blue. “Hantu!”

“Maaf, aku bukan hantu. Aku Kuroko Tetsuya, teman sekamarmu,” ucap baby blue sopan.

“Datang yang normal kek! Lu kayak Jelangkung, datang nggak diundang, pulang nggak diantar,” omel Taiga mengusap dadanya. Sempat-sempatnya jantungnya berdugem ria di dalam dada.

Bukan berarti Taiga jatuh cinta pada pandangan pertama.

Boro-boro jatuh cinta, first imperssion Taiga mengenai Tetsuya sudah negatif.

Catatan pertama, rekan sekamarnya yang bernama Kuroko Tetsuya tidak bisa muncul secara normal.

Catatan kedua, temannya maniak pop ice. Hal itu dibuktikan dengan sampah-sampah gelas plastik berserakan di kamarnya dan anehnya Taiga baru menyadari hadirnya sampah-sampah di sekitarnya.

“Oi, ni sampah lu bisa dibersihkan nggak?” ketus Taiga.

“Kalau gitu bantu dong,” pinta Tetsuya melempar gelas plastiknya. Niatnya Tetsuya mau melempar ke tempat sampah di belakang Taiga. Alih-alih tempat sampah yang menerima gelas, mulut Taiga yang menampung gelas plastik Tetsuya.

“Fuh!” Taiga menyemburkan gelas plastik di mulutnya.

“Kalau mau lempar jangan lempar sampah, mending makanan aja. Kenyang gue mah,” ujar Taiga.

“Maaf, tadi aku sengaja,” cicit Tetsuya.

“Hah?” Kedua alis cabang Taiga bertemu di titik yang sama.

“Maksudku nggak sengaja, ayo bersih-bersih,” ajak Tetsuya. Tampang watadosnya membuat Taiga mengurut dada, kudu sabar. Tambah rata dah dadanya.

“Nggak mau, gue capek. Lo aja, lagian lo yang bikin kamar berserakan,” tolak Taiga memilih berbaring di ranjang tipisnya dan menutup wajah menggunakan bantal.

“Oke.”

Tetsuya mengambil sapu dan mulai acara bersih-bersihnya. Baru saja Taiga berpikir hidupnya damai, ia terganggu dengan sebuah benda yang mendorong-dorongnya. “Apa sih?” sergah Taiga melempar bantalnya sampai terlempar ke luar kamar.

“Kamu 'kan sampah masyarakat, harus dibersihkan supaya lingkungan bersih dan sehat,” balas Tetsuya lengkap dengan wajah dan nada bicara datarnya.

What the-” Taiga mengusap wajahnya, berusaha tidak memukul si pendek di depannya.

Kata-kata yang diucapkannya selalu pedas, berbeda dengan wajah dan nada bicaranya yang datar. “Jadi, mau lo apa?” tanya Taiga akhirnya, mau cepat-cepat bobok ganteng.

“Bersihkan kamar kita ya, aku mau ngasih makan Nigou.”

Tanpa persetujuan Taiga, Tetsuya melenggang meninggalkan Taiga yang cengo bersama sapunya. “TETSUYAAAA!”

***

“Berisik banget sih kosan sebelah,” gerutu Eren sedang bersantai dengan kipas kecil di tangannya.

“Kayaknya penghuni baru,” celetuk Jean mengintai keadaan kos sebelah menggunakan teropong.

Kos di sebelah bercat putih dengan halaman yang luas ditanami rumput-rumput hijau dan sebuah pohon mangga di bagian depan. Pohon mangga di sana lengkap dengan ayunan kayu, cocok untuk manusia-manusia MKKB.

Masa kecil kurang bahagia.

Di halaman depan kos, seekor anjing kecil tidur di ayunan. Pemiliknya yang bersurai baby blue datang dan memberinya makan daging dendeng.

Maklum, Tetsuya kere. Tidak bisa membeli makanan anjing mahal. Makanan Nigou biasanya lauk yang dibawa Tetsuya dari rumah orangtuanya. Atau Indomie. Lebih parah lagi Tetsuya pernah memberinya promag.

“Kalau aku ada duit, aku bakalan bawa kamu ke salon anjing dan belikan kamu makanan yang enak-enak kok,” ucap Tetsuya mengusap kepala anjing kesayangannya.

Sejak nenek moyang gue seorang pelaut lo bilang itu mulu deh. Kapan lo punya duitnya coba? Beli pop ice mulu sih, batin Nigou berbicara.

Nigou bosan tahu makan sambal sisa pemiliknya, apalagi Indomie dan promag. Sudah eneg dia mah. Kadang Nigou berandai-andai pemiliknya adalah Hanji, pasti tidurnya di ranjang yang empuk, dimandikan setiap hari, dibawa jalan-jalan ke salon anjing, dan makan makanan mahal.

Sekadar informasi, Hanji adalah pemilik kosan sebelah, tempat Eren, Jean, and the gang menyewa.

Terkadang Nigou iri dengan Sawney dan Bean yang dibawa Hanji dalam keadaan bulu berkilau dan tubuh yang gemuk. Hanji sangat menyayangi kedua hewan peliharaannya, bila ada waktu ia akan membawa anjingnya ke kos-kosan sebelah.

Sayangnya Sawney dan Bean kedua-duanya berjenis kelamin jantan, tidak bisa Nigou gebet.

Lagi pula anjing betina mana yang mau menyukainya? Sudahlah bulu kucel, kurus dan kecil pula lagi. Sama seperti pemiliknya, Kuroko Tetsuya. Nigou tidak lagi kadang-kadang iri dengan anjing peliharaan Hanji, setiap saat malah rasa iri bersemayam di hatinya. Tidak pernah hilang walaupun disiram dengan siraman rohani yang diberikan Tetsuya mengenai bersyukur apapun keadaan kita.

Halah, omong kosong. Bilang saja keadaan finansial Tetsuya yang tidak memadai. Sok-sokan harus bersyukur segala.

“Kamu kenapa, Nigou?” tanya Tetsuya.

“Guk.”

Bosen liat muka lu, batin Nigou.

“Tetsuya-cchi! Itu bantal siapa ssu?” tanya Kise Ryouta sambil memakai bedak di teras kos. Biasalah, mau menggombali cewek-cewek cantik yang lewat depan kos.

“Mana?” tanya Tetsuya mencari-cari benda yang dibicarakan Ryouta.

“Itu ssu!” Ryouta menunjuk bantal bergambar harimau yang tergeletak malang di atas rerumputan kering.

“Nggak tahu,” jawab Tetsuya apatis dan mengelus bulu kucel milik Nigou.

“Kalau gitu gue am-”

“Nggak boleh! Punya gue!” Taiga tiba-tiba muncul dan mengambil bantalnya. Ia memeluk bantalnya posesif dan menatap Ryouta seolah-olah dia karakter yandere di anime romance-thriller.

“Pillow-chan cuma punya gue, ngerti?” sinis Taiga.

“Siapa yang mau ambil bantal lo ssu? Bantal lo pasti bau ileran,” ujar Ryouta kemudian memoleskan lip balm di bibir peach-nya. Tunggu, jangan-jangan Ryouta mau menggombali mas-mas macho yang lewat?

Entahlah, hanya Ryouta dan Tuhan yang tahu.

“Daripada lo pacaran sama makhluk virtual. Oh, jangan-jangan lo suka sama makhluk robot android yang bisa nyanyi?”

Seketika Ryouta tertohok.

Mengapa Taiga tahu kalau Ryouta naksir sama Hatsune Miku? Apa Taiga menemukan koleksi daun bawang milik Ryouta di kamarnya?

Tidak, tidak mungkin. Ryouta tidak mengenal Taiga, itu semua pasti kebetulan.

Dengan dramatisnya Ryouta memegang dada kirinya dan pelan-pelan terjatuh menubruk tanah, sehingga sekarang ia berada di posisi tiarap. Pura-pura serangan jantung. Terlalu sinetron bukan?

“Sepupu lo kenapa, Yuk?” tanya Moriyama Yoshitaka, seorang cowok ganteng yang hobi hunting cewek-cewek seksi dan cantik di kampus. Kini Yoshitaka yang sudah bekerja di bank sering merayu kostumer perempuan.

Maksudnya beramah tamah.

“Nggak liat, nggak peduli,” jawab Kasamatsu Yukio cuek dengan gitar akustiknya. Kalau Yukio sudah membawa gitarnya, tujuan terakhirnya pasti balkon di lantai dua. Setiap siang sampai sore sudah menjadi kebiasaan bagi Yukio menghabiskan harinya di balkon di luar jam shift kerjanya.

“Oh iya, Tetsuya. Tadi gue udah sapu kamar kita, sekarang giliran lo menyusun barang-barang kembali ke tempat semula,” titah Taiga, ia tanpa sadar menginjak punggung Ryouta dan melewatinya begitu saja.

“Jahat ssu.” Ryouta nangis bombay tidak ada yang peduli. Ia memegangi punggungnya yang encok, tertatih-tatih ia ke kamarnya di lantai dua.

Yoshitaka lewat, Ryouta meminta tolong malah diabaikan.

Atsushi lewat, ia malah meminta imbalan membantu Ryouta.

Ia tidak tahu kondisi finansial Ryouta di titik rendah.

Langsung saja pemuda secerah mentari itu memasuki kamarnya dan memilih berbicara dengan action figure Hatsune Miku.

Ryouta merajuk. Sudahlah dihina, diinjak, dan dikacangin. Lengkap sudah kemelankolisan hidup Ryouta hari ini.

“Nggak mau,” jawab Tetsuya. Yap, kamera kembali merekam aksi duo T.

“Atau nggak ini bakal gue bakar,” ancam Taiga menunjukkan poster anak-anak berambut cokelat memakai topi putih dan membawa bendera. Oh, tidak cukup dengan poster. Taiga memperlihatkan sebuah gundam yang ia simpan di saku celananya.

Untung tidak remuk.

“Nggak ada yang lain apa?” tanya Tetsuya datar.

“Nggak! Pokoknya kita harus kerjasama, gue pengin istirahat,” tolak Taiga dan berbalik memasuki kos.

Taiga berkenalan dengan penghuni kos yang ditemuinya. Tetsuya tidak putus asa memperjuangkan haknya, ia terus mengekori Taiga dan berusaha merebut barang berharganya dari tangan yang salah.

Penghuni kos lain pada baik, kok teman sekamar gue aja yang rese' ya? batin Taiga. Ia berbincang dengan Hyuuga Junpei dan Kiyoshi Teppei yang sudah menghuni kos selama lima tahun.

“Taiga, di belakang lo.” Junpei menunjuk arah titik buta Taiga.

Segera Taiga berbalik dan menangkap sosok Tetsuya berwajah polos menatapnya balik. “Ngapain lo? Lupa sama apa yang gue suruh?” tanya Taiga.

“Udah beres,” dusta Tetsuya.

“Nggak percaya.”

“Aku mau barangku kembali.”

“Nggak boleh, laksanakan kewajiban baru dapetin hak.”

“Tapi-”

“Masalah hak dan kewajiban ya? Kalau gitu bagusan bicarain di meja hijau, gue hakimnya,” ajak Junpei.

“Junpei-” Teppei ingin mengingatkan sebuah fakta tapi Junpei segera memotong.

“Tenang aja, apapun masalah di kos ini serahin aja ke gue,” ujar Junpei menawarkan dirinya.

Tetsuya dan Taiga saling berpandangan.

Apa faedahnya masalah sepele dibawa-bawa ke meja hijau?

Eh, bukan meja hijau yang sesungguhnya sih.

Bersambung...
Btw di sini emang semuanya pakai nama kecil, bukan nama marga. Soalnya setting-nya tidak lagi di Jepang yang manggil teman kudu pakai nama marga. Lagipula marga itu dipakai secara umum. Misalnya kita manggil teman kita yang marganya Kagami, eh ternyata ada juga Kagami yang lain.

Repot 'kan? Mending pakai nama kecil aja.

Happy birthday untuk tokoh utama kesayangan kita, Kuroko Tetsuya. Semoga semakin tampan, tingginya bertambah, di-notice semua orang, dan memenangkan pertandingan internasional.

Curcol dikit. Sebenarnya aku agak berat publish cerita ini, tapi atas dorongan yang diberi guruku aku jadi publish aja deh. Lagian kalau nggak aku publish, aku nggak akan tahu kesalahanku selama menulis di mana.

Jangan lupa RVC-nya ya ^^. Cover menyusul

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top