Seberkas Asa
Sang pusat tata surya tengah tersenyum dengan bahagia membagikan curahan kasih dan sayang kepada semesta tanpa mengharap imbalan, tanpa memilih kasih. Sudah hampir dua pekan Arya dan Putri berhubungan, hubungan yang tak diketahui mana domain dan kodomainnya yang entah akan mendapatkan range jenis apa. Namun, Putri tetap bungah. Setidaknya ia tak perlu takut untuk menyisipkan rindu kepada lelaki itu. Rindu yang tau aturan mainnya. Tak perlu bimbang kala lelaki itu memainkan peran utama dalam mimpinya.
Hari itu selepas mata kuliah terakhir, Putri dan kedua sahabatnya memilih mengisi perut yang sudah berdendang. Bahkan mikir saja buang tenaga apalagi Putri, sedari tadi gadis itu gelisah karena Arya tak bisa dihubungi, BBMnya pun centang.
Kamu dimana, dengan siapa, sekarang berbuat apa..
"Gile bener itu Bu Santi ngasih kuis 15 kode soal, kaya anak SMA ujian. Nggak boleh di tip-ex, nggak boleh pake pensil. Manusia kan ladangnya kesalahan apalagi kita yang mahasiswa. Ngebul otak gue," Rentetan kekesalan akhirnya keluar dari mulut Wikhi yang sedari tadi hanya ditahannya lalu seolah muncul asap dari telinga gadis itu.
"Mending lo, Wikh! Otak lumayan encer. Lah gue yang mampet gini?" kali ini giliran Putri yang berkeluh kesah.
"Encer dari mana? Semanjak kebanyakan berkhayal tentang CEO. Langsung jadi liquid"
"Gue dari 3 soal semua mengarang bebas" Dega mulai angkat suara.
"Makanya belajar! Jangan kebanyakan nonton hentai lo, Deg!" Putri kembali menyahuti.
"Anjiiir, tau an aja lo hentai.. hentai"
"Tau lah, tertulis di jidat lo,"
Wikhi hanya menatap interaksi keduanya sambil menyeruput es tehnya, udara yang memang panas ditambah dosen yang bikin tambah panas. Satu gelas sudah tandas, ia pasok ke tubuhnya. Wikhi tau Dega suka sama Putri? Jelas. Bahkan sebelum lelaki itu jujur padanya. Ia sudah tau tapi Wikhi tak mau ambil pusing, dia sudah terlalu nyaman dengan kedua orang itu.
"Gelas gue bocor" Ungkapnya dengan nada memelas lengkap dengan mimik wajah minta dikasihani karena gelasnya sudah kosong.
Belum sempurna bibir milik Putri terbuka untuk mengolok sahabatnya itu, sebuah mesin beroda dua berhenti di depan warung mie ayam itu. Putri hafal sekali dengan kendaraan itu, bahkan dalam jarak 10 meter saja ia tetap bisa mengenali kendaraan itu. Vario merah milik Arya. Putri tertegun, bukan karna motor itu namun karena pemiliknya datang sambil di gelayuti perempuan. Jantungnya bagai di timpa benda tumpul,
Putri mencoba fokus kembali ke kedua sahabatnya, namun matanya tak mampu berbohong. Apalagi Arya juga kaku ditempatnya menatap Putri disana. Wikhi dan Dega yang menyadari sikap hilang fokus yang ditunjukan Putri lalu mengikuti arah pandang gadis itu dan menemukan Arya berdiri tanpa kedip.
Putri menahan gejolak amarah sekuat tenaga hingga terasa sebuah tangan bertengger di pundaknya. Ia pun menoleh dan mendapati Dega menatapnya dengan khawatir. Putri hanya berkedip menyiratkan bahwa ia baik-baik saja, lebih tepatnya mencoba baik-baik saja. Wikhi yang tak tahu menahu situasi hanya terdiam, menunggu penjelasan dengan terus menatap lekat Putrid an Dega bergantian.
Pesanan datang, Putri sedikit melirik Arya. Lelaki itu sudah duduk dengan perempuan itu. Dia tahu siapa perempuan itu, perempuan yang ia temukan menandai foto Arya di Instagram lelaki tersebut, si Behel ijo.
Matanya kemudian menatap mangkok mie ayam yang entah kenapa berbentuk seperti muka Arya. Lalu ia menuangkan saos dan sambal, mengaduknya sepenuh hati. Nih rasain!. Putri makan dengan lahapnya, urusan hatinya pending dulu, butuh energi untuk melanjutkan galaunya nanti. Hati boleh terluka, tapi otak harus jalan.
Setelah selesai dengan urusan perut, Putri yang sudah sepet disana memutuskan untuk bergegas. Saat bertatapan kembali dengan Arya, Putri tau lelaki itu ingin menjelaskan sesuatu tapi tak dihiraukannya. Hatinya sudah terlanjur perih,
Ketika raga Putri berada tepat disamping Arya, lelaki itu menautkan telunjuknya pada jari Putri berharap Putri mau mendengarkan penjelasannya. Putri terdiam sejenak, memahami setiap getar yang masih bersemayam dalam hatinya. Hah! Kejadian itu tak luput dari perhatian Dega, Wikhi, dan si behel ijo, Rora. Putri mengabaikan perasaannya dan melewatinya saja tak peduli.
Terhempas.
Arya bagai terhempas. Jiwanya luruh, dadanya sesak seolah pasokan oksigennya habis terganti dengan karbondioksida. Arya masih terdiam, tatapannya kosong, hampa hingga kursi disampingnya bergerak.
Sebuah tepukan menyambangi pundaknya "Bagus, Ar!" dua kata dari Rora, bagai sindiran. Kemudian gadis itu berlalu,
Rora meninggalkannya,
---
Putri meringkuk dalam dekapan Wikhi, sahabatnya itu memeluknya dengan kasih. Mengusap punggungnya seperti seorang ibu. Putri sudah menceritakan segalanya tanpa ditutup-tutupi. Wikhi dan Dega yang mendengar sempat terhenyak, namun mereka tak bisa berkomentar apa-apa.
Putri sudah tau bahwa hal ini lambat laun akan terjadi, dia sudah mempersiapkan segalanya tapi kenapa hatinya tetap terluka.
Air matanya luruh, kembali ia menangisi kebodohannya.
Menyesal
Putri menyesal sangat menyesal. Dia harusnya tak perlu sejauh ini, ini terlalu jauh. Dia kecewa terhadap dirinya sendiri yang terbujuk egonya. Ia marah karna menuruti egonya.
Bersalah
Putri bersalah. Ini bukan tempatnya. Bukan dia yang harusnya berada di sisi lelaki itu.
Bukan dirinya.
Putri merutuki dirinya yang bermain api hingga terbakar sendiri, dia tau dia salah sejak awal namun bukan berhenti malah nekat maju.
Dadanya sesak terasa dihimpit batu besar, sebuah pukulan ringan dilayangkan di dada kirinya berharap berkurang rasa sakitnya. Namun, sakitnya tak berkurang sama sekali,
Putri tak meraung-raung, ia tak berontak. Namun punggung gadis itu bergetar, yang Dega yakini air matanya sudah banjir. Ngilu, tiba-tiba hatinya terasa ngilu
"Cup cup cup, Put! Bra gue sampai basah kena banjir bandang njiir"
Putri mengurai pelukannya, menatap Wikhi dan Dega bergantian "Kalian nggak marah sama gue kan?" tanyanya dengan suara serak dengan wajah bersimbah air mata.
"Ayam-ayam Resto lah, Put!" canda Dega
"Njiiir, bekel gue seminggu tu" Putri sedikit tertawa sambil sesekeli air matanya menetes
"Demi konco, Put" (Konco= teman)
"Put, Asu nggak akan masuk rumah kalo nggak dibukain pagar sama yang punya, jadi ini bukan salah lo sepenuhnya," Putri menatap Wikhi yang bersuara dihadapannya "Dan lagi, Put. Main belakang mana enak si?"
Wikhi menunjukan ekspresi gelinya karna Putri masih terpaku. Lalu Putri tergelak, tertawa menyadari makno konotasi dari ucapan Wikhi,
Gadis itu kemudian memeluk Wikhi dan Dega bergantian sembari mengucapkan terimakasih.
"Udeh balik yuk! Udah sore takut di grebek gue," Ajak Wikhi, "Bertiga di kos cowok njiir, takut disangka trisam gue. Asli"
"Uanjiiiir!" Putri tertawa, tak selepas biasanya namun hatinya sudah sedikit lega.
Saat Putri hendak menstater motornya, seseorang menghentikannya.
"Gue anter ya, Put. Khawatir gue, takut lo aneh-aneh terus beli kopi campur baygon"
Dega berdiri di sampingnya. Mengamati Putri yang mengenakan jaket berwarna merah, helm INK merah dan masker muka. Adem bener si Put sore-sore gini,
"Anjiiir, belum nikah gue. Belum lamar-lamar CEO juga. Hahahaa" Gadis itu tertawa samar karna tertutup masker.
Lalu gadis itu melajukan motornya. Dega mengekori dari belakangnya tak cepat atau lambat. Statis. Tetap menangkap bayangan gadis didepannya. Sungguh, hatinya ngilu melihat Putri menangis.
Air mata yang menetes dari seorang wanita menunjukan betapa cintanya wanita tersebut.
Lalu, haruskah Dega menyerah? Jawabannya tidak. Ini celah untuknya, seolah seberkas asa datang menghampiri membuka pandangannya. Dega tau ia harus melangkah,
Tikung menikung ala Rossi bro?
Salah siapa bikin Putri mewek
Dega menekan rem dan kopling seraya merotasikan perseneling menjadi netral, tepat didepan pagar rumah gadis itu.
"Put.."
Putri baru saja kembali keluar karna terlebih dahulu memasukan motornya
"Thanks ya, Deg!"
"Iya, kaya yang sama siapa saja"
Dega menatap wajah Putri yang terlihat kuyu matanya sembab. Lalu terbesit ide,
"Besok ikut gue yo"
"Kemana?" Putri menatap Dega dengan tatapan kosong,
"Jalan-jalan, Put. Kayaknya lo butuh suasana baru," biar sekalian gue bisa pdkt tambahnya dalam hati. "Biar otak lo padang!" (Padang= terang)
Putri mengrenyit bingung, "Oke deh"
"Subuh gue jemput,"
"Njiiir, nggak tengah malem sekalian" Putri terkekeh sebentar sembari memukul lengan lelaki itu ringan.
"Lah kalo lo mau uka uka juga nggak apa-apa"
Putri bergidik ngeri, Dega yang melihat ekspresi itu menjadi gemas sendiri. Ini yang selalu disukai dari gadis itu, Putri yang ekspresif.
Dega kemudian mengusap puncak kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.
"Put, orang ngerjain soal matematika itu banyak prosesnya. Mulai dari diketahui, ditanyakan, jawaban, dan kesimpulan"
"Nggak tau gue Deg! Biasa Cuma nyontek punya Dewi" Putri menyela ucapan lelaki itu sambil menatapnya lurus. Tepat pada netranya. Tatapan mereka bersiborok.
"Udah Deg! Balik sana, mau magrib. Katanya kalo magrib-magrib suka ada kolong wewe nyulik anak" Tambah Putri balik sambil menurunkan tangan lelaki itu di atas kepalanya.
"Nggak doyan kali sama gue, ya udah gue balik. Jangan lupa besok"
Dega lalu berbalik dan meninggalkan Putri,
Gadis itu masih terdiam, memproses semua yang Dega ucapkan dan yang dilakukannya.
Gini ni kalo kebanyakan baca Wattpad, loading lama. Umpatnya dalam batin.
---
Aryasatya Khagendra:
Put, ak bisa jelasin smua
Put, tlg bcra sbntar saja
PING!!!
PING!!!
PING!!!
Kmna?
Centang trs
Put, ak khawatir
Put, km baik2 saja?
Put, ak putus
Aku sayang sama kamu
Put,
Putri, tolong. 5 menit saja
4 menit
Pas nya berapa deh
Aku sayang kamu. Ini sudah harga pas
Put, kmna
Tolong Put,
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top