Korespondensi Satu Satu
Raja siang telah bergulir terganti dengan ratu malam kala Putri sedang tiduran sembari menatap atap kamarnya. Pikirannya berkelana entah kemana.
Kembali terbesit dalam benaknya ketika Arya menghubunginya untuk menanyakan soal matematika Puput. Jadi, tragedi 'PING!!!' itu ternyata oh ternyata Arya mau bertanya soal matematika adiknya. Padahal Putri sudah H2C. Harap-harap cemas.
Matanya terus menerawang ke langit-langit kamar yang menampilkan dimensi lain. Terlihat Arya tengah tertawa, suara tawanya yang menggema. Selalu begitu tiap ia hendak lelap dalam mimpi.
Namun, Putri bersyukur setidaknya setelah itu mereka mulai mengikis jarak. Ia tahu Arya sudah punya pacar, ia tau Arya telah dimiliki. Tapi ia tak mampu menampik kenyataan kalau ia nyaman berada di dekat lelaki itu. Nggak ada larangan kan buat deket Arya? Bener kan? Bener dong!
---
Minggu pagi, Arya duduk di kursi teras rumah sehabis memandikan vario kesayangannya. Arya terpekur lama menatap kosong motor merah yang masih setengah basah di hadapannya. Otaknya kembali memproses hingga terlintas satu nama. Putri. Gadis yang beberapa waktu ini membuatnya tak mampu melepas senyum acap kali membaca chatnya.
Putri menarik. Ekspresif. Moodboster. Lalu, Arya seolah kembali mengulang bagaimana pertama kali ia melihat seorang gadis yang selalu menatapnya dengan pandangan... Mendamba? Arya sadar. Tentu saja. Bagaimana ia tak menyadari, kalau setiap kali mereka bertatap muka, Putri akan selalu menatapnya dengan pandangan yang sama. Arya tidak buta, dia bukan orang awam dalam dunia romantisme anak remaja.
Arya kurang begitu menyukai hal menye-menye seperti ini namun entah kenapa bersama Putri, semua terasa lebih... Menarik? Entah, Arya tak mau ambil pusing.
Ponselnya bergetar,
Rora Listiningtyas:
Yang, jgn lupa mkan.
Hah!!! Selalu seperti ini.
Aryasatya Khagendra:
Y syg.
Jenuh. Itu yang dirasakannya saat ini. Hubungannya dengan Rora sudah jalan tahun ke empat tapi rasanya flat. Hambar. Bagai sayur tanpa garam. Kurang enak kurang sedap.
Arya hampir menutup aplikasi ketika news feed menampilkan Putri sedang mengganti display picture BBM dengan sebuah meme. Menatap namanya saja membuat seulas senyum terukir pada wajahnya.
(Lihat temanku! Sudah pada piknik)
Putri.. Putri.. Lucu bener si.
Aryasatya Khagendra:
Ayo mantai
(Ke pantai)
---
Layar ponsel itu masih dalam kondisi menyala, sementara pemiliknya diam saja dalam keadaan bingung. Seperti ia sedang mendapatkan undian uang 100 juta.
Hari ini perasaan gue belum minum tolak angin, kok tiba-tiba Arya ngajak jalan???
Putri RW:
Ksmbet apaan lo ar ngjak gw jln
Aryasatya Khagendra:
Kshan gw lht lo. Mnusia purba krg piknik.
Putri RW:
Asem. Jgn2 lo mau lempar gw k jurang ya
Aryasatya Khagendra:
Mls. G ad yg mnat mungut kli
Putri RW:
Mulut lo ya ar!!!!
Aryasatya Khagendra:
Knp? Seksi?
Kamulah makhluk Tuhan yang tercipta yang paling seksi
Putri RW:
Preeet!
Aryasatya Khagendra:
Jd gmn? Mau g lo?
Putri bimbang, dia harus menolak atau mengiyakan ajakan Arya.
Jangan Put, Arya sudah ada yang punya
Mau ajalah Put, kesempatan langka.
Put, kasihan pacar Arya.
Gak apa-apa Put, cuma jalan doang.
Kekasih Arya wanita dan kau juga wanita
Belum tentu bisa setahun sekali diajak jalan sama Arya
Putri RW:
Ok!
Tak apakan Putri mengiyakan sebagai teman. Sama seperti ketika ia jalan dengan Dega. Nggak ada yang salahkan kalo ia terima tawaran Arya?
Satu jam setelahnya, Arya tiba di rumah Putri. Hari ini ia mengenakan pakaian yang sama dengan foto instagram yang tak sengaja Putri like. Tapi memang Arya terasa lebih menarik dengan kostum seperti ini. Sementara Putri mengenakan jeans, kemeja flanel, dan sepatu converse lengkap dengan tas ransel. Simple tapi tetap menyejukan mata. Batin Arya.
Putri sudah mendudukan badannya di jok motor Arya sembari mencari posisi nyaman.
"Mau kemana kita?"
"Pantai Srau. Pacitan."
Jarak tempuh Palur - Pacitan memakan waktu kurang lebih 3 jam. Jalanan yang lenggang, kanan kiri jalan merupakan alam lepas, pemandangan yang menyejukan mata. Duduk di atas motor, mereka saling bercengkrama.
Seperti ketika mereka menemui komunitas motor Jupiter MX di pinggir jalan.
"Ar, komunitas motor gitu kalo ngumpul ngapain si biasanya?" Ungkap Putri mencari jawaban atas rasa penasarannya.
"Ya nongkrong, ngobrol, touring. Banyak. Ya beda tipis sama cewek-cewek kalo lagi ngumpul." Jawab Arya sambil terus memperhatikan jalanan.
"Rumpies dong."
"Yang jelas, kita nggak ngomongin orang lain."
"Tapi ya, Ar. Kalau kaya yang tadi. Berasa tukang ojek berjejer di pangkalan."
"Anjiiiir, harus tukang ojek banget?"
"Haha.. Ya kan berjejer gitu. Lo ikut komunitas motor nggak si?" Jiwa-jiwa kepo Putri mulai keluar.
Lalu, motor belok dengan lumayan menikung. Putri memegang kedua pundak Arya. Arya kaku sejenak, merasakan hangat yang diam-diam menyusup rongga dadanya. Namun, ia kembali mencoba fokus pada jalan.
"Dulu awal-awal kuliah masih sering ikut karna tugas belum sebanyak sekarang"
"Gue jadi inget quote, Ar!"
"Apa?"
"Tuhan tidak akan memberi umatnya cobaan melebihi kemampuan umatnya, tapi dosen suka memberikan tugas melebihi kemampuan mahasiswa."
"Laaaah, dapet dari mana lo quote konyol begitu."
"Dari Dagelan tapi emang bener kan?"
"Iya si, dosen gue ada yang satu semester itu nggak masuk kelas tapi tugas jalan terus."
"Susah nggak si, nggegambar gitu. Trus harus di pindah di auto cad."
"Rumit dan makan waktu kalau kata gue. Karna nggak bisa sekali jalan."
"Dulu gue pernah nyoba belajar auto cad gitu tapi nyerah deh. Nggak bisa."
"Bahkan anak Teknik Sipil pun banyak yang nggak bisa, Put!"
---
Pagi telah beranjak ketika sang sumber cahaya berdiri tegak di atas kepala. Dua anak cucu adam itu tengah duduk beralaskan pasir, Arya duduk bersila sedang Putri menekuk lututnya. Tatapan mereka melanglang buana menatap laut lepas tanpa ujung seolah ingin menghalau beban pikiran Arya dan penat Putri.
Deburan ombak bak musik pengiring, Putri sedikit melirik lelaki jangkung disampingnya. Anak rambut lelaki itu bergerak kesana kemari diterpa angin laut, alisnya yang tebal, cekungan dibawa keningnya, rambut-rambut halus di bawah hidung dan dagunya. Kulit yang kecoklatan. Aryasatya Khagendra. Tak pernah sedikitpun Putri berfikir mereka akan berada dalam jarak sedekat ini.
Tolooong, untuk hari ini saja, biarkan dunia kami yang punya. Yang lain jangan boleh numpang, pindahin ke Pluto sekalian
"Ganteng ya, Put?"
"Hahaaa... Iya, Ar."
Jawaban Putri kontan membuat Arya menoleh. Tak percaya dengan jawaban frontal gadis di sampingnya. Iris mereka bertemu, ingin menyelami satu sama lain. Namun Putri segera melarikan pandangannya jauh ke laut, bertemu dengan semilir angin laut yang meggelitik wajahnya.
"Nggak usah baper deh, Ar. Ya lagi, kalau lo cantik saingan dong sama gue."
Arya tertawa lepas seperti ingin beradu dengan suara ombak.
"Ada apa, Ar?" Putri kembali bertanya.
"Ada apa apaan?"
"Lagi ada masalah ya?" Tanya Putri kembali melirik Arya yang sudah menatap lautan.
"Nggak ada apa-apa, asli."
"Nggak ada apa-apanya cowok itu juga terdapat luka yang mendalam nggak si?"
Arya tertawa kembali, entah dia tak menghitung sudah berapa kali ia tertawa sejak bersama Putri hari ini.
"Korban Meme abis ya lo."
"Nggak apa apalah daripada korban drama SairAkira yang nggak ada habisnya?"
Lagi, tawa Arya menyeruak ke permukaan.
"Pernah nggak si Put, lo dalam keadaan jenuh tapi butuh?"
"Pernah, gue jenuh mandi karna gerakannya gitu-gitu mulu. Tapi gue butuh mandi."
Arya menatap Putri, entah kenapa Putri ini selalu bisa menganalogikan sesuatu dengan hal hal sederhana disekitarnya. Pikirannya yang simple dan mudah dipahami.
"Dinikmati sajalah, Ar. Entah itu yang lo maksud apa. Biar kaya Natya, ibarat dipaksa juga kalo dinikmati juga nambah chuy."
"Filosofi lo aneh bener!!"
Gadis itu tak merespon apa-apa dan tetap pada pikirannya.
"Mau ceguran nggak?" Tanya Arya kepada Putri. Menatap ombak yang melambai-lambai ingin dijamah. (Ceguran= Renang)
"Nggak deh. Nggak bawa ganti. Sana kalau lo mau."
Pantai Srau ini memang tergolong sepi, apalagi bukan hari besar seperti hari ini. Hanya ada dua tiga orang saja. Karna memang masih baru dan tempatnya yang sedikit menjorok.
Arya bangkit dari tempatnya. Menarik tangan Putri.
"Nggak afdol kepantai, kalo belum kena air laut. Ibarat nyewa biduan. Belum lengkap kalo belum nyawer sambil goyang."
"Anjiiiir, perumpamaan apaan tu? Lagi nggak pengen basah-basah gue."
"Alaaah ayo! Banyak yang jual baju di belakang sana" Arya memaksa Putri bangkit dari singgasananya.
Putri melepas sepatunya, melipat ujung celananya, dan mengikuti Arya menuju pinggir pantai. Berlari kesana kemari, mengulang masa kecil mereka yang tanpa beban. Masalah dalam hidup hanya PR matematika.
---
Pukul 16.30 mereka berniat kembali pulang. Meninggalkan pantai dan membawa rekaman kenangan.
"Pegangan, Put!" Perintah Arya ketika dia selesai menstarter motornya.
Putri bingung, namun ia kemudian memegang ujung jaket lelaki di depannya tersebut.
"Kalo pegangannya di sana, nggak akan ketahuan kalau lo ketiduran. Lo kan ngantukan, Put. Mana habis makan. Pegangan yang bener!" kembali Arya memerintahnya. Putri gamang harus melalukan apa.
Lalu, Putri memasukan tangannya ke saku jaket kanan dan kiri milik Arya. Memajukan sedikit badannya. Arya membeku, ia tak mengerti kenapa dengan reaksi tubuhnya.
Wanjeeeer, kalo gini gimana bisa tidur. Jantung lagi dangdutan gini. Bahaya ini bahaya.
Arya mencoba fokus pada jalanan di hadapannya. Hanya terdengar suara angin yang bergesekan dengan tubuh mereka. Putri pun diam. Enggan mengambil resiko. Jalan yang berliku dengan jurang disepanjang kanan kirinya. Tak ada penerangan apapun. Ia tak ingin memecah konsentrasi Arya.
Tangan kiri milik Arya tiba-tiba bertengger manis di lutut gadis itu kala mereka tiba di perbatasan kota. Jantung Putri berpacu, kakinya terasa tak bertenaga. Ia meremas kain saku jaket milik Arya.
Remasan tangan Putri tak lepas dari perhatian Arya. Jujur ia tak mengerti apa yang sedang dilakukannya. Otaknya seolah memerintah saraf motoriknya untuk menyentuh lutut gadis itu.
Tak ada perbincangan apapun diantara mereka. Diam yang seolah sedang berperang dengan pikiran masing-masing.
Iki ki, boncengan sama pacar orang nggak bikin orang dipenjara kan? Nggak kena denda pidana?
Selepas kumandang adzan isya, motor Arya terparkir rapi di depan kediaman Putri.
"Thanks ya, Ar! Kalo nggak, bisa angkrem gue di rumah." (angkrem: mengerami; maksudnya diam terus menerus)
"Iya, tau gue makluk-makluk kurang piknik kaya lo. Auranya suram."
"Astagaaa, omongannya! Ati-ati ya, Ar!"
"Siap!" Arya memukul ringan kening Putri dibalik helmnya kemudian melajukan motornya.
Putri masih bergeming di tempatnya.
Sek... Sek... Diketok doang bkin otak konslet begini. Arghhhh.. Ini si sarap gue jalannya entah kemana-mana. Simbooook!
---
Putri tengkurap sambil membuka ponselnya yang seharian ini memang bertapa di tasnya. Selama perjalanan dia memang tidak memegang ponsel dan dipantai nggak ada sinyal.
Pandega. P:
Lo jln sm Arya?
Dega tau dari mana? Jangan-janhan dia obok-obok air dalam baskom terus muncul gambar gue lagi di bonceng Arya!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top