2. Negosiasi
“Aku kan tidak sengaja! Lagipula ketika foto itu diambil, aku kan tidak tahu dia ini siapa. Kenapa sampai harus menuntutku seperti ini?” protes Citra tidak terima.
“Tapi karena ketidak sengajaanmu itu, aktorku mengalami kerugian yang banyak. Lihat saja kumpulan wartawan di pintu keluar itu!” kata Mirza lagi sambil menunjuk arah pintu keluar berada.
“Kalau begitu, aku hapus saja postinganku, dan kita anggap saja semua tidak ada. Bagaimana?” ucap Citra berusaha memohon keringanan.
“Lalu bagaimana caramu menghapus semua foto yang sudah dibagikan lebih dari satu juta kali?” balas Mirza lagi.
“Apa? Sudah sampai satu juta?” Seperti tidak percaya, Citra segera melihat ponselnya dan memeriksa di laman media sosialnya sendiri. Ternyata benar. Foto itu sudah dibagikan lebih dari satu juta dalam 2 jam.
Wajah Citra langsung berubah pucat. Hanya karena hasil foto yang menurutnya bagus itu justru membuatnya terjerumus dalam masalah pelik seperti ini. Kalau diminta ganti rugi, mana Citra sanggup bayar. Uang bulanannya saja hanya cukup untuk biaya makan dan membayar kosnya saja. Tidak lama kemudian ponselnya berdering, terdengar seseorang mengomel di seberang sana.
“Kalian duluan saja. Aku bertemu saudaraku di sini. Nanti aku pulang sendiri saja.”
Begitu panggilan telepon itu terputus, Citra kembali menghadapi tatapan tajam ketiga pria di hadapannya ini.
“Jadi, bisakah kita berdamai saja?” pinta Citra dengan wajah memelas.
“No! Karir aktorku dipertaruhkan di sini!” balas Mirza masih dengan tampang galaknya.
“Aku cuma mahasiswa biasa. Sungguh! Bisa tidak jangan menuntutku seperti itu?” pinta Citra lagi. Perempuan itu sudah kehabisan kata-kata.
“Baiklah. Bantu aku keluar dari sini dan akan kita bicarakan masalah itu setelahnya.” Kali ini Revano angkat suara. Pria itu sedikit tidak tega melihat perempuan muda di depannya ini menatap mereka dengan tatapan memohon.
“Bagaimana caranya?” tanya Mirza.
“Biar dia yang pikirkan caranya,” sahut Revano lagi sambil menatap Citra dengan tatapan tajam.
“Aku?” Citra kembali dibuat pusing oleh ketiga pria di depannya ini.
Bagaimana caranya mengeluarkan aktor yang katanya terkenal ini dari kepungan wartawan. Dia kan bukan staf artis, mana tahu hal-hal semacam ini. Citra pun berbikir keras hingga sebuah ide terlintas dibenaknya.
“Kalian berdua tunggu kami di pintu keluar. Aku akan segera membawanya keluar dari sini.” Citra kemudian menarik Revano berbaur dengan kerumunan wisatawan yang sedang dituntun pemandu wisata menuju pintu keluar bandara.
Citra menggandeng Revano seolah-olah mereka pasangan wisatawan yang sedang berlibur. Keduanya berpura-pura mengobrol dan berbaur hingga berhasil tiba di pintu keluar bandara dengan aman. Lalu berlari memisahkan diri dari rombongan saat Mirza melambaikan tangan dari dalam mobil yang sudah menanti di belakang bis rombongan wisatawan tersebut.
“Kamu juga ikut naik!” perintah Mirza saat melihat Citra hanya berdiri di samping pintu mobil saat Revano sudah masuk ke dalam mobil tersebut.
“Aku?”
“Cepat naik. Aku tidak ingin wartawan itu melihatku di sini!” Revano kemudian menarik tangan Citra dan akhirnya perempuan itu terpaksa masuk ke dalam mobil. Mirza pun segera tancap gas menuju Summer Icon, komplek perumahan mewah di pinggiran kota Jakarta.
“Kalian mau bawa aku ke mana?” ucap Citra penuh rasa waspada.
“Kamu lupa dengan apa yang aku ucapkan di bandara tadi?” balas Revano dengan nada dingin.
“Ah, tentang tuntutan itu ya. Aku kan, sudah membantumu keluar dari kepungan wartawan itu. Jadi bisa tidak jangan menuntutku?”
“Rev, kamu harus lihat ini!” Tiba-tiba Mirza menyela dan memberikan tabletnya pada Revano.
Mata Revano langsung menatap tajam benda tersebut kemudian tersenyum kecut. Revano mengembalikan tablet itu pada Mirza. Enggan berlama-lama melihat berita dan foto yang muncul di laman media infotainment yang ditunjukkan Mirza barusan.
“Mereka mulai mengorek privasimu. Apa yang akan kamu lakukan sekarang.”
“Sepertinya sudah tidak bisa dibiarkan lagi, kan?” balas Revano sambil melemparkan tatapannya ke jendela di sampingnya.
Citra bisa melihat semburat kekecewaan dan kesedihan berbaur jadi satu dalam tatapan pria di sampingnya. Citra tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa dia harus ikut terseret masalah ini hanya karena foto yang tidak sengaja diambilnya tersebut.
Selama perjalanan yang tersisa hanya keheningan saja. Hingga mereka memasuki sebuah gerbang tinggi yang mengelilingi sebuah bangunan bergaya Eropa modern dua tingkat.
“Masuklah!” sekali lagi Mirza meminta Citra yang sempat terpaku di depan pintu masuk bangunan mewah tersebut.
Citra akhirnya mengikuti Revano masuk ke dalam rumah disusul oleh Mirza dan Fico yang sibuk dengan beberapa koper besar di tangannya. Mirza duduk di samping Revano sambil memeriksa berita di tabletnya.
“Duduklah!” titah Mirza pada Citra lagi. “Agensi bilang kita tidak boleh menanggapi berita gosip tersebut. Itu sama saja dengan kamu mengakui kalau gosip itu benar adanya. Mereka ingin kamu melakukan hal lain untuk meredam semua gosip itu.”
“Maksudnya?”
“Buatlah berita yang menghebohkan yang bisa meredam gosip ini.”
“Lalu kalian ingin aku melakukan apa?”
“Cari pacar saja sekalian. Pamerkan pada media. Dengan begitu gosip itu akan langsung terbantahkan.”
“Gila kali, ya! Bagaimana caranya aku bisa punya pacar dalam hitungan menit. Cari cara lain saja!”
“Mau buat skandal baru? Siapa tahu bisa menutupi gosip sebelumnya dan membuat namamu melejit,” saran Mirza sambil mengedip nakal.
“Bella maksudmu? Tidak-tidak. Aku tidak mau berurusan dengan perempuan gila macam dia!”
“Kalau Sofie?”
“Kamu gila ya, Mirza? Dia sudah jadi tunangan Rexa kali! Apa bedanya skandal yang akan kamu buat ini dengan skandal gosip yang sekarang.” Revano mendengkus jengkel. Bisa-bisanya managernya memikirkan ide gila semacam itu.
“Kalau dia, bagaimana?” ucap Mirza kali ini berhasil membuat Revano kembali menatap managernya itu dan arah tangan yang menunjuk seseorang di hadapan mereka.
“Dia?” Mata Revano membelalak terkejut.
“Aku? Apa?” tanya Citra bingung.
“Kamu kan tidak ingin kami tuntut. Benar tidak?” tanya Mirza dengan nada lebih bersahabat dibanding sebelumnya. Citra pun mengangguk pelan. “Kalau begitu kamu ganti saja kerugian yang kamu sebabkan ini.”
“Kan, sudah kubilang kalau aku hanya mahasiswa biasa. Bagaimana bisa membayar ganti rugi sebesar satu milyar itu.”
“Bukan ganti dengan uang. Ganti saja dengan dirimu.”
“APA?!” Citra langsung menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. Matanya melotot tajam ke arah Mirza. “Aku bukan pelacur ya! Seenaknya saja kamu ngomong! Aku akan melaporkan kalian ke polisi kalau begini caranya!” Citra mengambil ponselnya dari dalam saku celananya hendak menelepon polisi, tetapi Mirza lebih cepat mengambil ponsel itu dari tangan Citra.
“Bukan itu maksudnya. Dengarkan aku dulu sampai selesai. Oke!” Mirza kembali ke tempat duduknya semula. “Maksudku, kamu bantu Revano dengan menjadi pacarnya. Kamu tahu sendiri kan gosip jadi simpanan istri orang lebih mengerikan daripada gosip aktor punya pacar baru.”
“Kamu sungguhan mau minta dia melakukan hal ini?” tanya Revano yang masih tidak setuju dengan ide Mirza.
“Tentu saja. Ini yang paling aman buat karirmu,” sahut Mirza mantap.
“Kalau aku bersedia jadi pacarnya apa kalian tidak akan menuntut ganti rugi dariku?” tanya Citra setelah beberapa saat berpikir.
“Iya, aku bahkan akan memberimu bayaran selama kamu menjadi pacarnya. Tidak perlu sungguhan. Kalau kami membutuhkan peranmu, kamu harus siap sedia selama 24 jam. Bagaimana?”
Mendengar penawaran seperti ini siapa yang tidak tergiur. Citra bahkan sempat berhitung berapa uang yang akan dia terima dari Mirza. Sepertinya dia bisa beli kamera dan laptop baru. Membayangkan hal ini saja sudah membuat Citra senyum-senyum sendiri.
“Cuma jadi pacar bohongannya saja, kan?”
“Iya.”
“Baiklah, aku mau!”
“Deal!”
****
Salam dari Revano yang lagi pusing gara-gara kena skandal gosip.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top