Konnichiwa From Another World

Hey guys~ biasa. Otak tuh suka ada-ada aja idenya.

*Alur cerita ini mengambil waktu setelah Event LaDanMa. Yang dipakek ending 2. So, karakter yang ‘telah tiada’ tetap tiada. Sad

*Alur intinya pun dah biasa kalian temukan. Menggabungkan dua universe yang berbeda.

*Terus monmaap nih, kalo aku ga begitu tau panggilan karakter danmaca satu sama lain setelah ending.

*Kalian hanya perlu membaca relax :") aku ga menggunakan unsur kekerasan apapun yang biasanya aku pakai :P anggap aja mereka tuh lagi field trip ke dimensi lain.

Cuss~ selamat menikmati.

.

.

.

Dataran di bawah Ark.

"Horca..  Tidak biasanya kau mengunjungi markas Rebellion tiga kali dalam seminggu.  Apa kau begitu merindukan kami?" Lelaki bersurai hijau penggemar bubuk mesiu itu mendengus sembari memberikan tamunya cengiran lebar.

Horca berdecak, melirikan mata kearah Cura yang masih berkutat dengan segala alat peledaknya "Berbicaralah semaumu, Cura.  Aku tidak peduli selama aku bisa mendapatkan makanan dengan gratis di tempat ini"

Cura memutar bola matanya ke lain arah.  Horca selalu memberikan alasan yang sama setiap kali mengunjugi 'wilayah'nya. Otaknya hanya dipenuhi kegiatan makan. Ia lalu mengedarkan pandangan ke dalam ruangan.  Senyuman kecil mulai tumbuh pada parasnya.

Cura tidak pernah membayangkan jika akan ada begitu banyak orang dari berbagai asal berkumpul bersamanya.

Selain Horca yang kini membantu mereka menjaga perbatasan wilayah Rebellion,  tiga manusia 'tertua' duduk tak jauh darinya.  Masih dengan anggota yang sama, yaitu Kuon, Kabane dan Konoe.

Cura selalu terkekeh setiap kali melihat paras penuh kerutan milik Kabane. Berpikir jika,  apakah tak ada satupun hal yang membuatnya tertawa riang? Bahkan ketika Kuon dan Konoe kerap kali menghiburnya dengan melakukan hal-hal konyol, reaksi yang paling diingatnya hanyalah dehuman kecil.

Manik hijau bergerak kembali.  Kini berhenti pada mereka yang 'turun tahta' bergabung dengan kelompoknya. Reue,  Leiden dan Qual. Ketiganya hanya saling bercengkrama satu sama lain.  Membicarakan kebodohan mereka yang pernah mendukung aksi diluar nalar pimpinan gereja Nerve. Setelah batin mereka tersadar jika memilih jalan yang salah,  keputusan keluar dari belenggu Ark lah pilihannya.

Cura tersentak ketika tangan ramping itu menempel pada bahunya.  Menolehkan kepala pada lelaki bersurai mint yang kurang lebih sudah setahun berada dalam pengawasannya.  Janji Cura pada Libel akan selalu diingatnya. 

Memberikan lelaki di depannya saat ini sebuah kehidupan yang layak.

..Dan Cura akan menepatinya apapun yang terjadi.

Ia hanya berharap..  Libel dan Fuga dapat akrab kembali.

Meski dunia mereka kini berbeda.

"Wah.  Wah.  Tuan muda Arme ternyata" Cengir Cura jahil. Menggoda Arme adalah salah satu kegemarannya saat ini.

Arme memanyunkan bibirnya. Menyilangkan lengan di depan dadanya "Cura.  Aku tak suka panggilan itu.  Aku sudah katakan padamu beribu kali. Panggil aku Arme!  Hmfp!" Ujarnya menutup kalimat dengan membuang muka.

"Semuanya!" Suara lantang Horca menarik seluruh perhatian orang di dalam ruangan " Pemimpin Rebellion nomor 1 baru saja membuat tenshi marah! "

"Kau..!" Qual berdiri dan menghunuskan pedang yang masih digunakannya hingga sekarang kearah Cura ".. Jangan coba-coba mengusik ketenangan, Arme!"

"Huaa!  Qu-Qual-kun??" Cura mendorong ujung pedang Qual dengan hati-hati "Aku hanya bercanda..  Aku tidak mungkin berani melukai Arme bahkan seujung rambutpun" Lelaki berkacamata itu terkekeh renyah ".. Terlebih.. Kau yang menjaganya.. "

"E-Eh!  Qual!  Aku juga hanya bercanda!" Arme menarik Qual menjauh dari Cura. "Ja-Jangan terlalu serius.. "

"Begitukah?" Qual menganggukkan kepala sembari menurunkan pedangnya "Baiklah jika Arme katakan seperti itu"

Cura menghela nafas panjang.  Lega nyawanya masih bersemayam dalam raganya lebih lama. Tangan diangkat tinggi dan menempelkannya dengan keras kearah punggung Horca.  Menciptakan suara yang terdengar mengilukan "Sialan kau Horca! Semua karena racauanmu!"

"Phau thidap usap memphkul therlalu kweras!! (Kau tidak harus memukulku terlalu keras!!)" Horca membalas aksi kasar Cura dengan protesan. Meski mulutnya masih tersumpal makanan dan remahannya berhasil keluar dari rongganya.

"Ara ara..  Qual-kun" Reue menggelengkan kepala "Sudah setahun kita semua menjalani kehidupan bersama dan kau masih waspada pada pemimpinmu? Apa kau lupa jabatanmu sekarang?" Pria bersurai panjang itu menopang dagu dengan tangan yang sikutnya berada diatas meja.

"Hah.." Leiden menghela nafas panjang "..apapun tentang Arme. Lelaki kekar ini tidak akan pernah bisa diam" Timpalnya menatap Qual tak percaya "Kau terlalu berlebihan"

"Aku hanya menjalankan tugasku sebagai teman Arme" Jawab Qual mengangkat bahu.

"Teman..  Tidak seekstrim itu.. " Yang lain menatapnya datar. 

Arme sudah kehilangan fokus pada Qual ketika perhatiannya teralihkan ke tiga orang yang telah hidup lebih dari 1000 tahun.  Kegiatan yang mereka lakukan sangat menarik untuknya mendekat dan melontarkan pertanyaan.

"Kuon? Apa yang kalian bertiga lakukan sedari tadi?" Arme mendudukan dirinya disamping Kuon.  Meski kursi itu pada awalnya tak bertuan,  namun Kabane enggan berdekatan dengannya dan duduk tiga kursi dari Kuon. Konoe tersenyum kearah Arme sebelum membuka mulutnya.  Bersukarela menjawab pertanyaannya yang tak bisa menembus konsentrasi penuh kuon.

"Kami sedang mempelajari mantra kuno,  Arme" Konoe menunjuk beberapa tulisan dari buku tebal yang kini lembarannya terlihat sangat usang. Ujung jarinya sempat di geser Kuon karena menutupi arah pandangnya. Meski tak berujar,  Kuon mengernyitkan dahi.  Menandakan jika Konoe baru saja memecah lamunannya.

"A-Ah. Maaf Kuon-san" Konoe terkekeh renyah.

"Apa yang bisa dilakukan mantra ini,  Konoe?" Arme terus melontarkan pertanyaan.

"Perpindahan dimensi" Arme tak menyangka jika Kabane akan merespon kalimatnya. "Lebih tepatnya dunia pararel"

"Eh???  Itu terdengar menyenangkan!" Horca mengabaikan sisa makanannya dan berlari ke meja yang dipenuhi buku.

Tak hanya Horca, meja itu kini dikelilingi mereka yang juga penasaran.

"Hn" Kabane bangkit dari duduknya dan menjauhkan diri dari kerumunan.  Meski masih berada di dalam satu ruangan, ia sangat tidak suka berdekatan dengan begitu banyak orang.

"Kabane-sama.. " Konoe menatap 'Raja' yang telah kehilangan gelarnya itu datar.  "Seperti yang Kabane-sama katakan,  mantra ini dapat membawa kita berpindah ke dimensi lain.  Mungkin bertemu dengan ras baru.  Bahkan bentuk lain dari makhluk hidup" Jelas Konoe.  Satu tangan membantu Kuon membalikan lembaran buku yang dibacanya.

"Hmm, menarik" Leiden mengangkat satu buku. Mencoba membaca tulisan yang tertera diatasnya "Uhh.  Aku tidak tahu bahasa apa ini.." Ujarnya menyerah dan menaruh bukunya kembali.

"Tentu saja. Mantra kuno pasti tertulis dengan bahasa kuno juga. Kuon-san dan yang lainnya telah hidup 1000 tahun.  Entah pada masa apa buku ini diciptakan" Jelas Reue sembari menangkup dagu dengan jemarinya.

"Lalu?  Apakah kalian sudah mencobanya?" Sahut Cura. Tangan terangkat untuk menghirup sisa bubuk mesiu favoritnya.

"Hm..  Aku rasa kuon-san belum---"

"---Aku sudah mengerti" Kuon memutus kalimat Konoe.

"Heh?"

"Aku bisa melakukan perjalanan ke dimensi lain" Kuon merapalkan beberapa mantra, bersamaan dengan angin yang tiba-tiba saja hadir didalam ruangan.  Berlarian seakan ada sesuatu yang mengejarnya. Lampu markas Rebellion mati, membuat beberapa orang meringkukan tubuhnya.

Qual berlari untuk melindungi kepala Arme.  Konoe berdiri di belakang Kuon, mengantisipasi terjadinya hal buruk.

Kabane yang berada diujung ruangan tersentak. Teringat akan satu hal mengenai rapalan mantra yang masih dibaca Kuon.  "Tunggu! Berhenti----!!!"

"!"

Cahaya terang membutakan penglihatan.

Yang terdengar setelah itu hanyalah teriakan setengah dari mereka.

.

.

.

"Woaaaah!" Cura menghantam lantai dibawahnya dengan keras. Kepala masih berputar setelah dirinya dibutakan oleh cahaya terang. Meringis menahan sakit, merasakan tubuhnya yang menopang beban lebih dari kapasitasnya. "Uhh..  Tuan-tuan.  Sekalipun kita mendarat di tempat asing,  tidak bisakah kalian menyingkir dariku secepatnya? Setelah itu kalian bisa tercengang kembali" Sindirnya. Tak terima jika dirinya berada dipaling bawah tumpukan.

"Kuon-san" Reue mencolek lengannya "Kau bisa perlahan turun dari atas kami..  Jika kau tidak bergerak, maka tak ada seorang pun yang bisa" Jelasnya,  setelah melihat dirinya berada di tumpukan kedua setelah Kuon. Dibawahnya Horca,  Qual dan Cura sudah berusaha menahan beban tubuh mereka.

"Maafkan aku" Kuon menuruni tumpukan manusia itu dengan perlahan. Tentu saja dibantu oleh Horca dan Qual yang tahu betapa berharganya tubuh Kuon dari atas hingga bawah.  Bukan karena ia pernah menerima gelar Tenshi, namun..  Mengingat wajah menyeramkan Kabane dan memelas milik Konoe jika hal buruk terjadi pada Kuon, membuat keduanya sangat berhati-hati. Terlebih, hanya mereka berlima yang nampak sejauh mata memandang.

Setelah semua bangkit dari tersungkur,  mereka pun mulai menganalisa sekitarnya.

"Aku tidak pernah melihat ruangan seperti ini sebelumnya.. " Reue berjalan kearah area yang memiliki perlengkapan memasak.

"Tentu saja" Cura menatapnya datar "Kau tidak pernah masuk dapur. Itu alat memasak. Kerja dengan hasil paling memuaskanmu hanya tidur"

"Awh. Cura-kun. Orang berumur sepertiku tidak bisa menerima pekerjaan berat" Reue menggoyangkan jari telunjuknya kearah Cura sembari berkacak pinggang.

"Hahahahaha!" Tawa riang Horca menyita perhatian mereka "Lihatlah!  Ada banyak sekali makanan!  Aku tidak perlu memakan tikus dalam waktu lama!" Ia mengangkat satu potong makanan berbentuk segitiga jika terpisah dari potongan lainnya "Hmm..  Meski bentuknya aneh.  Aku tetap yakin ini makanan"

"Hora Horca!" Cura menahan pergerakannya "Kita tidak tahu ini beracun atau tidak!"

"Cih.  Perutku terbuat dari baja.  Kau tidak perlu khawatir, Cura" Balasnya santai dan memasukan potongan segitiga itu kedalam mulutnya "Uhmm!!  Ini sangat lezat!  Aku tidak pernah merasakan yang seperti ini di markas Rebellion!"

"Jangan membawa nama kelompoku!" Protes Cura menjitak kepalanya.

"Kuon?  Apa kau baik-baik saja?" Qual berjalan mendekati Kuon yang sedari tadi hanyut dalam pikirannya sendiri.

"Un..  Terima kasih, Qual" Kuon tersenyum kearahnya. "Aku hanya merasakan segala suasana disini tidaklah mengancam"

"Maksudmu tidak akan ada bahaya yang menyerang kita?" Sahut Horca, masih memasukan makanan apapun ke dalam mulutnya.

"Ya.  Sepertinya kita cukup aman" Kuon membiarkan jemarinya memainkan helai karpet berbulu dibawah sebuah meja. "Lagi pula yang terlihat berbeda hanya interior dan beberapa alatnya saja. Selebihnya.. Masih seperti kediaman peradaban manusia biasa"

"Jadi apakah benar kita melakukan perjalanan dimen---!"

Suara langkah kaki yang tergesa menghentikan kalimat Cura.

Sahut-sahut orang dibalik pintu semakin jelas terdengar.  Para anggota Rebellion bersiap diposisi masing-masing. Qual menarik Kuon berada dibarisan belakang rombongan.

"Mereka menghilang setelah ada cahaya terang??  Haru. Jangan bercanda"

"Aku tidak Touma!  Aku bersama mereka sedari tadi! Dan wuus! Mereka hilang kecuali aku!"

"Riku-kun, Yamato-san  Yuki-san, Tsunashi-san dan Midou-san. Bernarkan Haruka-kun?"

"Iya!  Iya!  Percayalah padaku Osaka Sougo!"

"Yuki..  Tidak mungkin pergi tanpa aku"

"Bagaimana mereka bisa menghilang ketika kita berada didepan dorm dan hanya pergi untuk mengambil sisa perlengkapan? Isumi-san.  Ini tidak lucu"

"Uhhh!!  Aku serius Izumi Iori! "

"Ah! Pudingku! Isumin!  Jangan menyenggol pudingku"

"Tamaki-kun hushh.  Nanti aku akan membelikan yang baru"

"Bukan itu masalahnya Sou-chan! Ini tentang harga diriku sebagai lelaki!"

"Awh!  Harga diri cocona jauh lebih tinggi!"

"Kami-sama..  Jangan biarkan ossan menghilang.  Aku bisa tidak waras mengurusi Tamaki dan Nagi sendirian"

"Ryuu bersama dengan mereka bukan,  Tenn? "

"Ya. Jika sesuatu terjadi pada Riku,  Ryuu orang pertama yang menerima petuahku"

"Hah..  Pesta belum mulai dan kita sudah menerima masalah"

"Bersiaplah kalian... " Cura menatap lurus kearah satu-satunya pintu di dalam ruangan. "...mereka datang"

Sesaat pintu terbuka.

Qual adalah orang pertama yang menerjang salah satu sosok diantara mereka "Arme! Ternyata kau terhempas juga!!" Ia memutar tubuh lelaki bersurai mint di depannya.  Memastikan jika tidak ada satu luka pun "Apa kau baik-baik saja? Ada yang sakit? Pusing?  Atau kau ingin aku mengangkatmu??"

Sayang..  Respon dari sosok yang terlihat tidak asing baginya itu sangat berbeda dengan yang Qual harapkan.  Ia mendorong tubuh lelaki bersurai cokelat itu menjauh dan mendelikan mata terkejut "T-Tsunashi-san! Jangan menyentuhku seperti itu!  Ada apa denganmu dan.. " Lelaki bermanik emas itu menggeser bola matanya kearah sisa orang yang berada dibelakang Qual "...sejak kapan kalian kembali?!  Tadi kalian semua menghilang!"

"Arme...?" Qual mencoba mendekatkan dirinya. Namun, lelaki di depannya berlari dan berlindung dibalik seseorang yang posisinya dekat dengannya.

"Oi Ryuu" Sapa lelaki bersurai silver itu.  Menaruh tangan di pundak Qual "Li-Libel...?!" Si ahli pedang terperanjat.  Melihat sosok yang seharusnya sudah tak lagi ada.

"Libel...?" Lelaki bersurai silver itu mengernyitkan dahinya "Siapa itu Libel, Ryuu? "

Tak sempat menjawab.

Satu persatu pendatang mulai memeluk sosok yang mereka rindukan.

"Schau!!" Reue memeluk lelaki ramping yang mirip sekali dengan putranya erat. Tak menghiraukan respon gugup dan panik darinya "Y-Y-Yuki-san?!"

"Yuki!!!  Momo di sini!  Kenapa kau tidak memelukku terlebih dahulu!" Lelaki bermanik magenta itu menghentakkan kaki kesal.

"Eternea.. Kau juga..?" Reue menatapnya lekat "..uhh..  Aku rasa aku mulai kehilangan akal. Bagaimana mungkin kalian menghirup udara yang sama denganku.. " Ia mengangkat tangan untuk memijat pelipisnya yang semakin berdenyut.

"F-Fuga!  Libel!" Cura menarik lelaki bersurai pirang pucat ke dalam dekapannya "A-Ah..  Anak ini..! Tidak baik pergi jauh tanpa berpamitan denganku!" Ia lalu melirik lelaki bernama 'Libel' dalam kamus kehidupannya tajam "Kau juga! Pemimpin macam apa kau! Uhh... Hh...  Apa ini alam setelah mati??  Apa aku baru saja mati??"

"T-Tunggu!  Nikaido-san!" Lelaki bersurai pirang pucat itu menggeliat dalam dekapannya.  Mencoba untuk melepaskan diri.

"Siapa.. Libel sebenarnya..?"

"Bohong.. " Untuk pertama kalinya Horca melepaskan objek yang selalu menarik perhatiannya. "... Vida?!  Placer?! Sihir apa yang kalian gunakan untuk hidup kembali?!" Soraknya riang memeluk lelaki bongsor yang paling dekat dengannya.
"Heh?  Placer?  Siapa? Atau apakah itu..?" Sosok yang dipeluk Horca hanya dapat menatapnya bingung "...apakah itu puding?"

"Apa Midou Torao baru saja memanggilku Vida..?"

"Bagaimana kalian bisa berganti baju asing seperti ini???" Lelaki bersurai jingga untuk pertama kali membuka suaranya kembali "Dari mana kalian berlima mendapatkannya??  Apakah ini drama baru? "

"Leiden-san.. Kau juga terbawa.." Qual melirikkan mata kearahnya. Setelah itu menggeser maniknya pada dua sosok lain di dekatnya yang tak lepas dari target penglihatannya "... Kabane dan Konoe pun. Sepertinya pasukan kita benar-benar lengkap" Ujarnya,  membuat dua orang yang diliriknya saling beradu pandang tak mengerti.

"Amazing desu!!" Lelaki bersurai kuning mengangkat tangannya ke atas penuh suka cita "Kalian seperti cosplay orang-orang isekai!"

Sesaat sosoknya terlihat.

Qual menarik 'Libel' dan 'Arme' ke belakangnya. Reue memeluk 'Schau' erat. Cura dan Horca bersiaga setelah melihat pergerakan waspada mereka.

"Misericorde...!!" Qual dan Reue menggeram kearahnya.

"E-Eeeh?!!  What happened guys?!" Lelaki bersurai kuning itu meringkuk takut setelah mendapatkan tatapan memburu dari keduanya.

"Oi!  Oi!  Ossan dan yang lainnya!" Lelaki bersurai jingga berdiri dihadapan temannya.  "Jangan menyudutkan Nagi tiba-tiba!  Ia salah apa pada kalian! "

"Semuanya.." Suara lembut yang baru terdengar setelah kegaduhan terjadi disekitarnya,  membuat semua orang mengalihkan pandangan padanya.

"Nanase-san.."

"Riku.. "

Kuon berjalan mendekati dua sosok duplikat temannya.  Ia terkekeh kecil melihat raut wajah mereka "..huah..  Benar-benar Kabane dan Konoe.. " Gumamnya.  Ia pun membalikan badan menghadap yang lainnya. Sudut bibirnya kini tertarik ke atas "..Konnichiwa.." Ia membungkukan badan sebagai salam "...dari kami yang berasal dari dunia berbeda"

.

.

.

Konnichiwa
From Another World

by

nshawol566

.

.

.

Senyum Kuon masih bertengger pada parasnya "Sepertinya kami terhempas ke dunia pararel"

"Dunia..."

"...Pararel..?" Mitsuki melengkapi kalimat Gaku.

"Ya..  Ceritanya sedikit panjang, sebelum itu apa kehadiran kami diterima?"

"Riku---" Pergerakkan tiba-tiba Tenn membuat Qual dan Reue mendorong kasar dirinya menjauh dari Kuon.

"Jauhkan tanganmu darinya,  Vida" Geram keduanya bersamaan.

"Yuki!!" Momo mendelikan mata tak percaya "Kau tidak boleh menyakiti Tenn seperti itu!"

"Ryuu!  Tenn bisa terluka!" Gaku menopang tubuh Tenn yang hampir menabrak dinding dibelakangnya.

Kuon menghela nafas panjang "Qual.  Reue.  Aku pastikan mereka semua aman. Mereka adalah orang yang berbeda"

"Ah..  Aku reflek" Reue terkekeh renyah "Kau benar-benar seperti Vida.. "

Qual hanya membenarkan bajunya yang sedikit tersingkap tanpa berujar apapun.

Tenn meringis sembari mengakkan tubuhnya kembali "Ri--Kuon-san. Penjagamu sungguh menakutkan" Ujarnya dengan ekspresi menahan sakit.

"Hmm..  Ya" Horca mendekatkan dirinya pada Tenn.  Meneliti setiap lekuk parasnya "Vida tidak pernah memiliki ekspresi seperti ini dan.. " Lelaki yang mahir menggunakan senjata itu melirikan mata kearah Tamaki.

"Sou-chan!  Sou-chan!  Apakah mereka akan menyerang kita juga?!" Tamaki menarik lengan Sougo kuat.  Berusaha menyeretnya keluar ruangan "Kita harus kabur Sou-chan!  Tenten saja kalah hanya dengan sekali dorongan!"

"Tamaki-kun!  Tenanglah!" Sougo menahan pergerakkan Tamakib dengan mencubit tangannya.

"...Placer tidak merengek seperti bayi lemah" Sambung Horca.

"Fuga pun tidak sefeminin ini" Cura memicingkan mata kearah Minami. Membuat lelaki bersurai pirang pucat disampingnya ingin mencolok matanya ".. Bisa kau jauhkan wajahmu dariku?" Perintah Minami penuh keseriusan.

"Ah..  Untuk menjawab pertanyaanmu sebelumnya" Momo menuntun alur percakapan kembali. Tubuh menghadap Kuon "Tentu saja.  Sebaiknya kita duduk terlebih dahulu"

Dengan begitu,  mereka pun duduk menyebar di dalam area berkumpul dorm Idolish7. Rencana pesta untuk sekedar bercengkrama kini tergantikan oleh acara lainnya yang di luar dugaan.

Posisi duduk pun mereka tak ingin berjauhan dari teman se-dimensi masing-masing.  Lima orang tamu duduk diatas sofa bagian kiri dan sisanya dibawah.  Sedangkan penghuni dimensi mengambil bagian kanan area. Meski berdesakan,  itu lebih baik ketimbang canggung.

"Sebaiknya kami mulai memperkenalkan diri" Cura menaikan tangkai kacamatanya sebelum membuka mulutnya "Aku Cura.  Pemimpin Rebellion"

"Aku pemimpin nomor 2. Reue" Sambung Reue menyilangkan kakinya.

"Aku anggota Rebellion" Qual berujar setelahnya. Satu tangan membantu Kuon untuk duduk diatas sofa ketika ia sempat tergelincir dan merosot ke lantai.

"Aku Horca. Entahlah..  Aku tidak tahu bagian dari apa tapi aku kini sering menghabiskan waktu dengan Rebellion"

"Aku Kuon" Lelaki bersurai merah itu tersenyum. Tangan diangkat untuk melambai pelan "Kuharap kalian tidak keberatan, kami datang dan mengusik ketenangan untuk beberapa saat"

"Yah..  Kami tidak dapat mengusir kalian juga.. " Gaku menggaruk belakang kepalanya yang tidak terasa gatal.

Setelah itu, para idol memperkenalkan diri secara satu persatu. Pertanyaan tentang mengapa mereka dapat terhempas ke dimensi lain pun telah dilontarkan oleh Tenn.

Kuon menjawab pertanyaan Tenn sama seperti apa yang terjadi dikenyataannya. Beruntung. Tenn mempercayai penjelasannya.

"Aku tidak tahu sampai kapan kami berada disini, tapi aku yakin Kabane dan Konoe dapat mengatasinya, terlebih..  Kami bertukar tempat dengan diri kami dari dimensi ini" Kuon mencoba menahan tarikan sudut bibirnya yang semakin tinggi "Mereka pasti sangat panik saat ini"

"Ahhhh" Horca meregangkan ototnya dengan mengangkat kedua tangan tinggi.  Bersamaan dengan keluhnya "Aku ingin melihat wajah terkejut Kabane"

"Kau benar" Cura mendengus seraya membayangkan paras Kabane "Aku bertaruh akan sangat menarik"

Keduanya lalu mengalihkan pandangan pada Iori.  Menatapnya lekat. Hingga lelaki bersurai raven itu salah tingkah.

"Ke-Kenapa kalian menatapku seperti itu???" Iori menutup setengah wajah dengan tangannya.  Semburat merah habis membakar pipinya

Para tamu dari dimensi lain mengerjapkan mata beberapa kali sebelum merespon ekspresi Iori "Woaaaaaaah"

"Luar biasa" Reue menangkup dagu dengan jemarinya.

"Wajahnya memiliki ekspresi lain.. " Qual tak dapat mengalihkan perhatiannya dari Iori yang semakin memerah.

"A-Apa..?" Iori kelabakan.

"Di dunia kami,  ekspresimu sangat membosankan" Cura tertawa kecil.

"Ya. Sangat datar dan tidak ada menariknya sama sekali" Timpal Horca, menggelengkan kepala tak percaya.

"M-Maaf jika begitu..! Dan.. " Iori menundukan sedikit kepalanya sebelum menepis pelan tangan Kuon yang sedari tadi mencubit pipinya setelah berjalan mendekatinya "...Nana--Kuon-san!  Berhenti mencolek pipiku!"

"Aku mencubitnya" Respon Kuon datar tanpa melepas cubitannya.

"Apapun itu!" Iori berusaha membuang mukanya.

"Ah.." Kuon melepas cubitannya ".. Kabane disini sangat berbeda. Aku hanya ingin memastikan kau bukan salah satu ciptaan gereja Nerve. Sangat manis.. "

"Uuhh.. " Iori membenamkan wajah pada bahu Mitsuki yang duduk disampingnya dan hanya memberikan terkekehan lembut.  Satu tangan menepuk pelan pucuk kepala adiknya.

Kuon lalu bangkit. Mereka berpikir jika ia akan segera duduk bersama tamu lainnya.  Nyatanya..  Langkah diambil menuju salah satu duplikat temannya lagi. Berjongkok di depannya.

"Hum?" Lelaki bersurai marun itu memiringkan kepala bingung dengan aksi Kuon.

"Konoe juga terlihat berbeda.  Kau biasanya manis,  cerah dan riang. Tapi kau kebalikan dengan Kabane disini" Kuon tersenyum untuk kesekian kalinya.  Pelupuk sayunya menambah paras ayunya "Kau menawan"

"A-Ah" Touma menggaruk pipinya yang terasa hangat karena suhu tubuhnya meningkat "Terima kasih..  Ri--Kuon" Ia lalu terkekeh renyah "Kau sangat mirip Riku.  Membuatku susah untuk memilih nama yang harus digunakan"

"Hm" Kuon masih memperhatikan air muka Touma "Konoe tidak sepemalu ini" Lelaki bersurai merah yang sempat bergelar tenshi itu mengangkat tangan. Meremas jemarinya beberapa kali.  Mencoba menggapai pipi Touma untuk melakukan hal yang sama seperti Iori.
Pada awalnya Touma menghindar. Namun Kuon memberikannya tatapan memelas.

Luluh dalam sekali serangan.

Ia pun diam dalam posisinya dan membiarkan Kuon bermain dengan pipinya.

Para idol hanya berpikir, tidak ada perbedaan yang terlalu jauh antara si surai merah milik dimensi mereka ataupun yang sekarang.

"Lalu...?" Suara Gaku memecah fokus mereka "Apa relasi kalian dengan kami di dimensi berbeda? Reaksi pertama yang kalian berikan sangat beragam"

Cura mengangkat tangan "Aku akan menjelaskannya terlebih dahulu. Gaku...  Benar bukan?"

Meski sedikit canggung seorang yang mirip 'Nikaido Yamato' memanggil dengan nama depannya, Gaku tetap menganggukkan kepala untuk membenarkan pertanyaanya.

"Maaf sebelumnya.  Aku terlalu terbawa suasana beberapa saat lalu. Pada dimensiku,  kau bernama Libel" Cura lalu menunjuk Minami yang berada di seberangnya "Dan yang disana itu Fuga. Kita bertiga adalah sebuah tim"

"Hoah..  Minami berteman akrab dengan grup lain itu suatu hal yang langka" Haruka bertepuk tangan pelan.  Entah apa yang diniatkannya.  Antara memuji atau menghina.

"Tutup saja mulutmu Isumi-san dan dengarkan penjelasannya" Ketus Minami sedikit menggeser Haruka dari posisi duduknya.

Cura menghela nafas panjang "Berita terburuknya..  Pada dimensiku kalian telah tiada"

"Aku mati..?" Gaku cukup terkejut dengan fakta kematian dirinya,  tapi tetap berusaha menjaga air muka tenangnya.

"Ya. Dirimu yang lainnya"

"Bagaimana aku---Fuga-san mati..?"

"Ah.. " Cura mengacak surai hijaunya kasar "Ini cukup sulit menjelaskannya.  Info terakhir yang aku dengar, Fuga mati di tangan Libel"

Gaku dan Minami mendelikan mata.  Saling beradu pandang sebelum menatap Cura kembali.

"Meski aku yakin Libel tidak membunuhnya..  Ia hanya merasa tertekan membiarkan Fuga mati dan berujung menyalahkan dirinya sendiri"

Gaku mungkin akan sedikit lega setelah Cura menjelaskan infonya lebih rinci seperti tadi, jika saja..  Tamaki tidak merespon kalimatnya.

"Gakkun jahat!  Membunuh Minamin!" Sahut lelaki paling bongsor di grup Idolish7 itu. "Pantas saja tidak ada satu wanita pun yang ingin denganmu!  Kau jahat!"

Panah imajiner mulai menghujami dadanya.  Cukup sulit untuk menjaga postur tenangnya sekarang.

"Pfft" Tenn membekap mulutnya. Mencoba menahan tawa yang siap mengalir dari bibirnya "Sungguh Gaku?  Membunuh? Jadi kematianmu setelahnya adalah karma?"

"Untukmu Tenn" Kini Horca mengambil baton rincian jawaban untuk para idol selanjutnya "Sejujurnya kau lebih banyak membunuh orang"

Mulut Tenn terbuka lebar.

Mendengar informasi tak biasa mengalir masuk ke dalam telinganya.

"Vida..  Sangat kuat. Mungkin itu sebabnya dulu aku mengikuti setiap langkahnya dan menuruti segala perintahnya" Horca tersenyum sendu "Kau, aku dan Placer.." Ia menunjuk Tamaki yang berada di sudut sofa "..kita bersama sejak kecil. Cukup untuk menyebutnya seperti ikatan tali persaudaraan. Hehe"

"Jadi..  Apa aku juga pernah membunuh orang?" Tamaki menunjuk dirinya sendiri.

"Ya.  Sebanyak yang kau mau"

"....hhh...hhh" Manik Tamaki mulai menyembulkan bulir air. "Aku tidak ingin jadi orang jahaaaaaaat! Huwaaa!  Ou-sama puding tidak mengajarkan berbuat jahat!  Aku anak baik!"

"Hah.. " Tenn hanya dapat berkeluh melalui hembusan nafasnya "..dan kami sudah mati..?"

"Ya.  Placer karena kutukan dan kau..." Horca menggantung kalimatnya. Sesungguhnya ia tidak begitu tahu tentang 'proses' kematian Vida.

"Aku" Reue mengangkat tangannya.

"Tidaaaak! Yukiiii!" Momo memekik tak percaya "Kau sangat ikemen!  Bagaimana bisa kau membunuh!"

"Momo-san.. " Mitsuki menepuk keningnya sendiri. Ini sudah lebih dari tiga kali ia meralat panggilan Momo untuk Reue "...itu Reue-san"

"Ah. Iya..." Momo mengernyitkan dahinya. Diam untuk beberapa saat sebelum meracau kembali "Uhh!  Tapi wajahnya Yuki! Jadi kenapa kau membunuh Tenn! Salah satu kouhai tercintaku!"

"Momo-san.. " Tenn memutar bola matanya jengah "..aku tidak mati"

"Vida melakukan genosida dan aku harus menghentikannya" Reue menundukan sedikit kepalanya.  Kilasan memori buruknya kian terbuka "Yah..  Aku tidak ingin berbohong. Selain itu,  aku menjadikan aksi pembunuhanmu sebagai pelampiasan karena anakku mati"

"Dan anakmu adalah.. " Iori menggantung kalimatnya ketika Reue perlahan mengangkat tangan dan menunjuk salah satu temannya "..Osaka-san.."

"S-Suatu kehormatan mati sebagai anak Yuki-san.. " Sougo bangkit dari duduknya setelah melihat Reue melambaikan tangan kearahnya dan menyuruhnya datang mendekat.

"Bukan itu masalahnya Sougo.." Touma menggelengkan kepala mendengar kalimat teman sepermainannya.

Setelah Sougo berada pada jarak yang dapat digapai Reue,  lelaki bersurai panjang itu pun menariknya masuk ke dalam dekapannya. Menepuk pelan punggungnya dan membenamkan kepala dibahu idol yang menjadi duplikat anaknya. "Biarkan aku memelukmu lebih lama..  Schau.."

Sougo tak sampai hati mendengar suara sedikit parau miliknya. Melingkarkan tangan pada tubuh tegap Reue untuk membalas pelukannya. "Jadi namaku Schau.. " Sougo tersenyum lembut "..aku menyukainya"

"Bagaimana denganku?" Mitsuki mengangkat tangannya untuk menarik perhatian tamu yang duduk di seberangnya "Apa aku juga mati?"

Cura mendengus sedikit keras "Kau terlalu sehat Lei---Mitsu"

Mitsuki cukup terkejut ketika Cura memanggilnya "Sangat 'Nikaido Yamato' sekali cara bicaramu Cura-san.  Bahkan panggilan untukku pun sama" Ia lalu menghela nafas panjang sembari melirik Iori "Syukurlah aku masih hidup. Aku harus ada untuk menjaga seseorang" Cengirnya.

Iori menatapnya penuh haru ".. Nii-san" Panggilnya halus.

"Bagaimanaa dengankuuu!" Momo menggembungkan pipinya kesal ketika tak ada satu orang pun yang menceritakan tentang dirinya dari dimensi lain.

"Hmm" Qual berdehum, lalu menyilangkan lengan di depan dadanya "Semua dari kami tidak cukup dekat denganmu"

"Bahkan sebagian tidak mengenalmu" Sahut Cura dan Horca menganggukkan kepala setuju.

"Ahhh kehadiranku tidak penting disana.. " Momo mulai memisuhkan nasib buruknya. Membuat Gaku dan Minami yang duduk dekatnya, reflek menepuk punggung lelaki bermanik magenta itu untuk menenangkannya.

"Tidak" Suara Kuon menarik perhatian Momo "Kebalikannya"

"Huh?"

"Kau salah satu yang diagungkan.  Ark menganggap kau orang suci dari gereja Nerve" Jelas Kuon tersenyum kearahnya.

Wajah Momo kembali cerah seketika "Awhhh.  Begitukah?  Aku rasa hidupku pasti hebat disana!"

"Hm.. " Qual dan Reue saling beradu pandang "Sejujurnya kau mati dengan cara mengenaskan dan aku rasa hidupmu hanya dimanfaatkan orang lain"

"Apa!!" Momo menjambak surainya frustasi "Peranku..  Sangat tidak bagus.. Siapa yang membunuhku?! "

"Sesungguhnya..  Dalang dari semua ini adalah lelaki bersurai kuning di sana itu" Reue menunjuk Nagi yang sedari tadi terlalu takut untuk membuka mulut karena reaksi pertama mereka.

"Heh???"

"Aku desuuu?!!!" Nagi memekik tinggi "Pantas saja kalian terlihat benci padakuuu! Ouh my gaaaad!  I'm evil!" Ia mulai berlarian panik di dalam ruangan "I'm a sinner! God kill me with cocona punch!"

"Baiklah.  Baiklah. Cukup" Mistuki menahan aksi hebohnya dengan melempar bantal kearah Nagi dan tepat mengenai kepalanya "Kami dapat pastikan makhluk kuning ini tidak akan berbuat jahat pada kalian. Ia hanya seongok idol wibu yang mencintai waifu 2D-nya,  yaitu cocona"

"Wibu..?" Para tamu memiringkan kepala tak mengerti.

"Yah..  Kalian tidak perlu tahu hal yang tidak penting itu"

"Lalu apa itu idol?" Horca menyambung pertanyaan lainnya.

"Itu pekerjaan kami" Gaku memperagakan seseorang yang tengah menggenggam mic "Bernyanyi dan menari"

"Kalian semua? Termasuk diri kami dari dimensi ini?" Cura memastikan pendengarannya tidak salah.

"Yap" Gaku menganggukkan kepala tegas.

"Pff! " Horca mulai tidak dapat mengendalikan tawanya "V-Vida!  Vida si mesin pembunuh itu menari? Buahahahahahahah! "

Tenn mengernyitkan dahinya menatap Horca dengan bingung "Apa Horca selalu seperti ini? Aku Tenn, kau salah orang.  Berhentilah tertawa" Perintahnya,  ketika tawa lantang Horca semakin mencemari polusi suara sekitarnya.

"Buahahahaha!  Tidak mungkin!  Wajah kalian sama!  Aku tidak sanggup..  Membayangkan Vida.. " Horca menjatuhkan tubuhnya ke lantai dan mulai bergulingan.  Menahan perutnya yang tertekan "..BUAHAAHHAHAHAHAA!!"

Aksinya itu semakin membuatnya tertawa lepas.

"Toracchi..  Aneh.. " Sahut Tamaki, sembari menjilat tutup puding simpanan rahasianya dari kamar.

Tawa Horca berhenti seketika. Menatap Tamaki datar "Woah..  Placer. Wajah menyebalkanmu itu tetap sama"

Tamaki mengepalkan tangannya erat. Menunjuk Horca dengan wadah puding setengah kosong miliknya "Aku Tamaki!  Yotsuba Tamaki!"

"Yah..  Sangat membingungkan memang. Kita semua benar-benar mirip" Cura melirikan mata kearah Mitsuki "Leiden-san bahkan tetap kecil dari dimensi manapun"

Denyutan dari urat pelipis yang timbul membuat Mitsuki menguarkan geraman kearah Cura "Bolehkah aku memukulmu,  Cura-san?  Aku adalah orang yang paling banyak memiliki persenjataan disini. Panci, penggorengan,  spatula, piring bahkan microwave di sana itu dapat menghantam kepalamu kuat" Lelaki bersurai jingga itu menujuk salah satu alat masak favoritnya.

Cura menelan air liurnya yang tersangkut di tenggorokan "Uh.. " Ia lalu mengalihkan pandangan pada Gaku dan Fuga "A-Apakah duplikat Libel dan Fuga juga menjadi idol? Apa kalian berada di satu grup?" Tanyanya, membuang muka dari Mitsuki.

"Tidak kami berbeda" Jawab keduanya dalam waktu bersamaan.

"Hmm..  Kalau dilihat dengan teliti,  kalian berdua memang tidak dekat. Fuga biasanya akan mengekor pada Libel.  Bahkan selalu berusaha masuk ke kehidupan privasi Libel"

"Ternyata aku cukup ekstrim" Minami menangkup dagu.

"Yah..  Grupku adalah Tenn dan Ryuu" Gaku menunjuk Qual dan Tenn secara bergantian.

"Woah.. " Horca membuka mulutnya lebar "Unit terkuat berada di grup yang sama.  Kalian dapat dengan mudah menguasai dunia!" Sarannya mengacungkan jempol.

"Kami tidak tertarik.. " Tenn menghela nafas panjang kesesian kalinya.  Berbicara dengan seorang petarung sungguh melelahkan.

"Lalu?  Siapa denganku?" Horca menunjuk dirinya sendiri.

"Aku" Touma mengangkat tangannya "Haru dan Minami berada di dalamnya"

"Aku dan Konoe?" Horca tersenyum lebar "Tuan muda Arme juga berada disana?? Ini sangat menarik!"

"Beraninya kau Horca.. " Qual mengepalkan tangannya erat "..kau merebut tempat yang seharusnya milikku! "

"Aku tidak tahu soal ini Qual!  Kau tidak bisa menyalahkan aku! "

"Oi kau" Qual menunjuk Gaku "Tukar posisiku dengan Horca"

"Hahhh?  Ryuu---Qual!  Aku tidak bisa melakukannya!  Kau anggotaku yang berharga!" Gaku berbicara dengan intonasi berapi-rapi.

"Uhh" Qual menatapnya jijik "Itu mengusik batinku ketika seorang berwajah Libel mengatakannya"

"Kenapa Tsunashi-san sangat ingin dekat denganku?" Haruka menghadapkan tubuh kearahnya.

"Hah.  Nak" Cura menggelengkan kepalanya "Qual dan Libel.. Uhn.  Bisa dikatakan jika kau terjun ke jurang mereka akan ikut.  Sekuat itu ikatan kalian"

"Ah!  Brocon!  Sama seperti Kujoushi!" Sahut Nagi yang melontarkan kalimat tanpa berpikir.

"Nagi-kun.." Sougo menatapnya datar ".. Aku hampir memujimu saat kau duduk dengan tenang. Karena jika kau membuka mulut, hanya akan menambah masalah"

"Rokuya Nagi.. " Tenn mengepalkan tangannya erat.  Berusaha menahan segala emosinya yang tiba-tiba saja meluap.

Beruntung.

Jiwanya berhasil ditenangkan setelah melihat senyum Kuon.

"Reue! Kau satu grup denganku!  Grup idol beranggotakan dua orang!" Momo berjalan mendekati Reue.

"Hanya kau dan aku?  Apa tidak membosankan?"

Mendengar respon tak biasa dari Reue membuat Momo pundung di pojokan.

Reue hanya melirik mata kearah Momo tanpa ada niatan untuk menarik kalimatnya "Lalu dimana Sougo-kun berada?"

"Dengan kami" Iori menjawab pertanyaan Reue dengan menunjuk Kuon dan Cura secara bergantian "Kuon-san dan Cura-san juga masuk ke dalam grup kami yang beranggotakan 7 orang"

"Ah" Kuon menepuk tangannya "Sepertinya menyenangkan" Ia lalu melirikan mata kearah Touma "Walaupun aku berharap Konoe berada disana"

"Hehe,  maafkan Kuon" Touma terkekeh kecil.

"....!"

Gemuruh yang berasal dari dasar perut seseorang menyita seluruh perhatian mereka.

"Kuon...?" Qual menepuk pelan pundaknya.

"Uhm..  Maafkan aku.  Sepertinya aku sedikit lapar" Kuon tertawa kecil.  Rona merah sempat menodai pipinya

"Ahahaa. Baiklah mari makan" Mitsuki  menuntun mereka menuju pantry. Makanan yang sempat dijamahi Horca meninggalkan banyak remah. "Uhm. Mungkin aku akan menambahkan menunya.  Kau ingin sesuatu Kuon?"

"Un.. " Kuon menaruh telunjuk pada ujung bibirnya. Membiarkan pikirannya mengambil alih raganya. Orang sekitar hanya menatapnya tanpa berujar apapun. Terlebih, ekspresi serius namun datar miliknya terlihat sangat menggemaskan "..aku ingin masakan Konoe.. "

"Heh?" Touma dan Mitsuki mengerjapkan mata beberapa kali.

"Tapi..  Kalian tamu dari dimensi lain dan Inumaru tamu dari dimensi yang sama..  Sangat tidak sopan jika kalian yang memasak"

"Hmmf" Kuon memajukan bibirnya beberapa senti.  Berjalan kearah meja makan dan menepuk-nepuk permukannya beberapa kali.  Para tamu dimensi sudah cukup terbiasa dengan ini.  Kuon adalah seorang yang memberikan perintah dengan aksi tersembunyi.  Jika Kabane dan Konoe tidak menuruti permintaannya, ia akan membuat keduanya terusik dengan bahasa tubuhnya seperti sekarang.

Alis Kuon kini sudah bertautan.  Tangan terus menepuk permukaan meja dan menimbulkan gemaan suara di dalam ruangan.  Tenn bahkan tak memiliki solusi apapun meski Kuon adalah duplikat adiknya. "Aku..  Ingin masakan konoe" Lelaki bersurai merah itu menunjuk Touma langsung.

"Hah..  Kuon-san sudah menurunkan titahnya" Cura mengibaskan tangan agar Touma segera menuju dapur "Sebaiknya kau membuatkannya.  Ia tidak akan berhenti sebelum permintaannya dipenuhi"

"Baiklah.. " Tanpa protesan panjang,  Touma melangkahkan kakinya menuju dapur.

"..tapi..." Kuon kembali menjadikan dirinya pusat perhatian "..Kabane harus ikut membantu.."

"Hah?" Iori mengernyitkan dahinya.

"Aku ingin melihat Kabane meracik makanan untukku"

"...."

"Iori" Panggil Mitsuki menyodorkan satu apron untuknya setelah membantu Touma mengenakan miliknya "Kuon sudah bertitah" Terkekehnya kecil.

Iori menghela nafas panjang "Baiklah.  Baiklah" Lelaki raven itu pun bergabung dengan Touma.

Tidak sampai disitu.

Kuon menghampiri keduanya.

"Kuon?" Mitsuki menolehkan kepala kearahnya.

Tawa halus dan kecil terdengar. Kuon menaruh telunjuk dibibirnya untuk kedua kalinya.  Mengisyaratkan Mitsuki untuk diam "..aku sudah lama menginginkan hal seperti ini. Melakukan kegiatan dengan keduanya,  bukan hanya satu dari mereka"

"Ah.. " Mitsuki tersenyum penuh pengertian "..nikmati waktumu,  Kuon"

"Un" Kuon mengangguk, mulai bekerja sama dengan Iori dan Touma.

Menikmati setiap detiknya.

.

.

.

Kini para tamu dan penghuni dimensi tengah menikmati makanan mereka. Senda gurau dan berbagai topik pembicaraan silih berganti menyelimuti riangnya suasana sekitar.

"This is my wife!" Nagi mengarahkan layar ponsel dengan gambar cocona pada Horca "Yang artinya istriku!"

"Uhmm begitu" Horca menatap cocona dengan teliti "Jadi kalian dapat menikahi alat teknologi di dimensi ini.  Menarik"

"Horca-san.  Kau tidak perlu merespon perkataan Rokuya-san" Minami berusaha menjauhkan Nagi dari Horca agar teman dari dimensi lainnya itu tidak tercemari.

"Yuki---Reue! Ini namanya Momorin Jus!  Kau akan suka!" Momo memberikan Reue satu botol jus favoritnya.

"Terima kasih..  Tapi..." Reue memiringkan kepalanya "Kenapa kau sedari tadi menempel padaku?  Aku ingin menghabiskan waktuku berdua dengan duplikat Schau" Ujarnya tanpa basa-basi.  Melingkarkan lengan pada pundak Sougo yang kini menatap Momo iba "..maaf. Momo-san"

Lelaki bermanik magenta itu mulai merengek. Tidak terima dicampakkan oleh orang yang berwajah sama dengan partnernya.

"Arme katakan 'Ah' " Qual mendekatkan sendok ke mulut Haruka.

"Uh.. " Haruka menundukan kepala malu "T-Tidak usah sampai seperti ini Qual-s-san. Aku tidak tahu seberapa dekat kita di dimensi berbeda tapi ini mengusik ketenanganku" Jujurnya.

"Begitukah... " Qual menarik tangannya kembali. Bahu terturun lesu.

"Oi.  Isumi Haruka" Tenn yang berada dekat dengannya menyikut lengan lelaki bemanik emas itu "Apa kau tidak memiliki hati?  Sekali tidak masalah"

"E-Eh tapi.."

"Ya.  Qual hanya begitu perhatian padamu" Timpal Gaku yang sontak membuat Qual terharu "Libel..  Kau sangat.. Baik"

"Aku Gaku, Qual" Gaku hanya dapat menatapnya datar.

"Mikki kau tahu" Tamaki berbicara di sela makannya "Rikkun dari dimensi lain sangat pendiam"

Mitsuki melirikan mata kearah Kuon yang tengah makan bersama dengan Iori dan Touma. Aura fuwa-fuwa ketika mengunyah omurice buatan keduanya membuat yang lain berpencar duduk karena efek manisnya mulai menghilangkan fokus makan mereka "Apa ia selalu seperti itu Cura-san?"

"Hmm..  Aku dengar, ia tidak pernah berkomunikasi selain dengan Kabane dan Konoe sebelumnya"

"Kenapa..?"

"Karena.. " Cura menggantung kalimatnya.  Ragu apakah ia harus melanjutkannya atau tidak.

"Karena aku hanya tinggal berdua dengan kalian" Sambung Kuon menyelamatkan Cura dari krisisnya.

"Heh?  Kita bertiga?" Touma menunjuk dirinya sendiri lalu Iori dan Kuon secara bergantian.

Kuon menganggukkan kepala.  Senyuman lebar terpatri dominan pada parasnya "...selama lebih dari 1000 tahun"

"..."

"HHEHHHHH?!!" Pekik hampir satu ruangan.

"Oh.  Kuon adalah Tenshi"

"..."

"HEHHHHHH?!!!!!!!!!!! "

"Buahahahaha!! Reaksi kalian sangat menarik!" Horca tertawa untuk kesekian kalinya sembari memukul meja.

"Lengkingan ini membuatku pusing" Reue memijat sudut kepalanya.

"Apa segitu mengejutkannya?" Cura menaikan satu alisnya.

"Aku rasa begitu, Cura.  Mungkin mereka tidak pernah bertemu Tenshi" Timpal Qual.

Kuon terkekeh sembari menolehkan kepala kearah Haruka "Aneh rasanya kau ikut terkejut,  Haruka"

"Hm? " Haruka menatapnya bingung.

"Kau dan aku adalah Tenshi"

"Haru?! " Touma menggebrak meja di depannya "Memangnya ia pantas??? "

Haruka bangkit dari duduknya dan segera mengangkat kerah baju Touma ke atas setelah berlari kearahnya "Sialaaaan kau! Aku akan memukulmu!"

"Isumi-san! " Iori berusaha menarik Haruka menjauh dari Touma. "Lakukan hal seperti ini di luar!"

"Tidak..  Iori" Mitsuki menepuk keningnya sendiri "Cara meleraimu salah.. "

Qual menyemangati dari samping dan sisanya tertawa melihat adegan jenaka yang cukup menghibur mereka.

Cura adalah seorang yang mawas akan sekitarnya.  Melirikan mata kearah lelaki bersurai merah muda "Tenn.  Kau sedari tadi memperhatikan Kuon kami dengan lekat.  Keberatan untuk memberitahu hubungan kalian berdua? "

Perhatian teralihkan padanya.  Bahkan Touma dan Haruka menghentikan adu mulut mereka.

"...kami saudara kembar"

"..."

"Kau bercanda?!" Pekik para tamu.

Keadaan seketika berbanding terbalik.

Info mengejutkan itu juga menerpa mereka yang berasal dari dimensi lain.

"Aku tidak dapat membayangkan Kuon dan Vida kembar" Horca mengacak surainya.

"Uhh..  Itu akhir dunia" Cura memijat pangkal hidung setelah melepaskan kacamatanya.

"Tapi mungkin Kuon dapat menghentikan Vida saat itu" Qual menghela nafas dalam "Sayang semua terlambat..  Mereka tidak pernah bertemu..."

"Dan siapa namanya?" Pandangan Reue masih fokus pada Tenn.

"Riku.. "

"Apakah tubuhnya lemah?  Ataukah ia memiliki suatu penyakit?" Sahut Kuon berjalan mendekati Tenn.

Manik Tenn membulat "Bagaimana kau tahu, Kuon-san.. "

Kuon memberikannya senyuman lembut "Terlihat jelas dari air mukamu.. Tenn. Tatapan takut kehilangan seseorang yang terkasih begitu dalam terpancar dari sorot matamu padaku. Terima kasih sudah selalu menjaganya,  aku mewakili perasaannya" Kuon mengusap bahu Tenn pelan "Aku yakin ikatan kalian sangat kuat"

"Uh..  Un" Tenn menganggukan kepala kecil seraya berujar terima kasih. Membalas senyuman Kuon dengan lembut.

"Aku tidak tahu ini penting atau tidak.." Mitsuki menunjuk dirinya lalu Iori "Aku dan Iori bersaudara.  Kami kakak dan adik"

"Kabane dan Leiden?!!!" Pekik para tamu kesekian kalinya, kecuali Kuon.

"Hehh" Mitsuki menyunggingkan bibirnya "Aku tarik kata-kataku.  Sepertinya informasi ini cukup penting.  Dilihat dari bagaimana kalian bereaksi"

"Tentu saja!  Beritahu kami siapa kakaknya?!" Horca mendekatkan dirinya pada Mitsuki.

"Aku" Mitsuki mengedipkan sebelah matanya.

"Pfft!" Cura membekap mulutnya yang siap melantunkan tawa riang.

"Hora! " Mitsuki melempar Cura dengan bantal sofa "Sudah aku duga jika semua orang yang berambut lumut pasti menyebalkan!  Entah dari dimensi manapun! "

"B-Bukan begitu.." Cura menjelaskan disela tawanya "..aku hanya yah..  Leiden-san terkadang susah diatur dan Kabane begitu tinggi harga dirinya untuk menjadi seorang adik. Ini sangat tidak masuk akal dalam logikaku"

"Apakah aku tidak memiliki kembaran?  Atau saudara?" Horca mengangkat tangannya "Huft.  Membosankan"

"Ah..  Tapi kau cukup liar disini Horca" Touma merespon keluhnya.

"Ohooo.  Tomtom. Beritahu aku.  Seliar apa kehidupanku disini.  Membunuh?  Mencincang?  Memakan bangkai?"

"Uh.. Tidak. Kau hanya sering bermain dengan wanita"

"Heh?  Cih. Aku tidak butuh wanita.  Mereka menjijikan dan tidak bisa membuat perutku kenyang" Horca mengibaskan tangan. Ketertarikannya seketika hilang.

"Haaah?! " Haruka menatapnya tak percaya "Tora tidak pernah menolak wanita seumur hidupnya! Dimensi kalian pasti segera berakhir! Tidak..  Ini akhir duniaaaaa! "

"Arme sangat lucu" Qual memberikannya tatapan berbinar. Yang dibalas dengusan terusik oleh Gaku disampingnya.

"Sejujurnya aku cukup terkejut..  Midou-san salah satu daya tarik grup kami" Minami mengetuk-ngetuk jemarinya diatas meja.

"Aku lebih terkejut dengan Fuga disini" Cura menunjuk Minami "Begitu anggun.  Sedangkan di dimensiku sangat serampangan dan tidak beretika"

Meski bukan dirinya, namun Minami merasa tersindir "Izumi Mitsuki-san.  Jika kau ingin menghancurkan Cura-san,  izinkan aku untuk bergabung dalam timmu"

"Fufufu tentu" Keduanya bangkit dan menyambar bantal sofa. Berjalan mendekati Cura yang kini bersiap untuk melarikan diri.

"Sial.  Aura membunuh kalian berdua sama saja dari dimensi manapun----huwaaaaaaa!! " Cura berlari mengelilingi ruangan dengan Mitsuki dan Minami yang mengekor dibelakangnya untuk melontarkan serangan.

"M-Minamii!!!  Jangan ikut kehebohan Idolish7! Kita lebih normal dari mereka!" Haruka mencoba menggapai Minami, namun kakinya tersandung dan hampir mencium lantai.  Beruntung.  Qual siap menopang tubuhnya.

"Ar---Haruka"

"Ya.  Qual-san?"

"Qual saja. Jadi..  Seperti apa kehidupanmu disini.. "

Haruka diam beberapa saat.  Sebelum senyuman kecil hadir pada parasnya "Baik aku rasa"

"Bagus" Qual mengacak surainya "Aku senang dengan wajah cerahmu"

"Er.. Terima kasih"

"Schau.  Kau harus makan lebih banyak" Reue terus menyodorkan makanan pada mulut Sougo.

"T-Tidak Reue-san.. Perutku sudah penuh" Sougo mencoba menolak sesopan yang ia bisa.

"Eh..  Kau harus makan lagi. Hingga kau dapat tumbuh lebih kuat. Aku tidak ingin kau mati untuk kedua kalinya... "

"Etto..."

Tamaki menatap tajam Reue yang berada disamping Sougo "Yukirin merebut Sou-chan.. "

Momo melakukan hal yang sama pada keduanya "Sougo merebut Yukiku yang ikemen.. "

"Don't worry!  Jika kalian kesepian aku akan meminjamkan boneka coconaku---"

"---kami tidak butuh sampah" Putus Tamaki dan Momo bersamaan.

"Ehhhhhhh!!!" Nagi meringkukan tubuhnya dramatis "Hidoiii desuuuu!!"

Kuon tertawa kecil.  Memperhatikan seluruh kegiatan berbeda yang dilakukan orang sekitarnya.

Iori tersenyum melihat cerah wajahnya "Kau sangat menikmati ini Kuon-san"

Kuon membalas senyumannya "Lebih dari apapun"

Iori tiba-tiba saja merasa gugup ketika satu ide terlintas dalam benaknya "Uhmm.. Kuon-san" Panggilnya menahan rona merah yang semakin ketara tiap detiknya. "Apa kau ingin melihat satu ekspresi lainnya?"

"Hum?  Kau akan menunjukannya padaku?"

"Te-Tentu. Tapi mungkin akan sedikit mengusik ketenanganmu"

Kuon menepuk pelan lengan Iori "Apapun tentang Kabane, aku akan senang menerimanya"

Mendengar itu,  Iori menarik nafas dalam.  Menjaga postur tenangnya. "Baiklah.." Lelaki bersurai raven itu menatap Kuon lekat, mengangkat tangan dengan telunjuk dan jari tengah diarahkan pada sosok didepannya. Ibu jari terangkat dan sisa jemarinya telungkup ke dalam.  Mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum lebar "Bang"

.

.

.

Keakraban masih menyelimuti suasana sekitar.  Sayang sekali harus segera berakhir ketika cahaya terang berbentuk lingkaran muncul di dalam ruangan.

Kuon tersenyum menghadap para penghuni dunia pararel "Baiklah.  Aku rasa saatnya kita kembali"

Mereka pun saling berpamitan dan berpelukan untuk terakhir kalinya.

Beberapa langkah lagi mereka akan masuk ke dalam portal dimensi,  Nagi menanyakan hal yang menghentikan gerak kelimanya.

"Guys, are you happy?"

Mereka memiringkan kepala bingung.

"Ah" Mitsuki bersukarela menjelaskan "Nagi menanyakan apa kalian senang berada disini. Kalian hanya harus menjawab 'yes' untuk iya dan 'no'untuk tidak"

"So..  Are you happy?" Nagi mengulangi pertanyaannya.

Kelimanya saling beradu pandang sebelum tersenyum lebar "Yes"

"That's good!!!"

Kuon melambaikan tangan untuk terakhir kalinya "Sayonara"

Dan..  Mereka pun menghilang.

"!"

Dalam sekejap mata, kelima penjelajah dunia pararel itu telah kembali ke dunia mereka sendiri.

Tangisan lantang menjadi awal sapaan mereka setelah pulang.

"Huwaaaaaaaa!" Arme berlari memeluk Qual dan Cura bersamaan. Pipi lengketnya, juga mata sembab menjadi bukti jika air terus mengalir menyusuri lekuk wajahnya. "Aku pikir kalian tidak akan kembali!!"

"Ahahahahaa!" Cura mengacak surai Arme "Tidak mungkin kami meninggalkanmu.  Libel bisa hidup kembali hanya untuk membunuh kami"

"Ya. Lihatlah" Qual mendorong tubuh Arme pelan,  agar ia dapat melihat sosoknya jelas "Kami dalam keadaan baik-baik saja"

Arme masih sesenggukan.  Namun ia ingin segera merespon keduanya "U-Un.. " Ia hanya menganggukan kepala kecil.  Bahu masih terguncang menahan isakan tangis.

"Yo Reue-san" Leiden berjalan menghampiri Reue "Bagaimana perjalananmu?"

Reue merebahkan kepala pada meja markas Rebellion "Ah..  Melelahkan" Meski mengeluh,  senyuman tak pernah sirna dari parasnya "Tapi aku bertemu dengan Schau.. Ini akan menambah kenangan indahku.. "

Leiden membalas dengan senyuman "Aku ikut senang mendengarnya dan---oh" Lelaki bersurai jingga itu memicingkan mata kearah Horca yang datang dengan begitu banyak kantong "Barang apa yang kau bawa itu?  Apa kau mencuri lagi?  Haruskah aku menangkapmu?"

Horca menyengir lebar "Teman baruku yang memberikan. Mereka dari dunia pararel hehehehe"

Leiden mendengus "Itu saja..  Yang ada dalam otak minimu itu.. "

"Kuooooooon-saaaaaaaaan!!" Konoe berteriak sembari menghampiri Kuon yang baru menempelkan tubuh pada kursi "Ma-Maafkan aku!  Aku membuatmu sakit!!  Tidak bukan kau! Dirimu yang lain! Tadi kau tidak dapat bernafas!  Aku paniiiikkkkk!"

"Heh?" Kuon mengerjapkan matanya beberapa kali "Ah.. Riku. Apa ia sudah baik-baik saja ketika kembali?"

"L-Lebih baik" Konoe menyambar tangan Kuon dan memijat telapak tangannya pelan. 

"Bagus" Kuon melirikan mata kearah Kabane yang merebahkan tubuhnya pada salah satu meja.  Kening tertutup kain yang dibaluri air dingin. "Ada apa dengan Kabane? "

Konoe memberikan Kabane tatapan iba "Riku-san sangat berbeda dengan Kuon-san. Ia berujar banyak dan selalu memiliki pertanyaan yang berbeda. Kabane-sama hanya.. Sedikit pusing ketika meresponnya"

"Hm" Kuon berjalan menghampiri Kabane dengan Konoe yang masih menggenggam satu tangannya.

Kabane menyadari kehadiran seseorang di dekatnya, menolehkan kepala kearahnya "..kuon.. "

"Kabane" Kuon mengangkat tangan dengan telunjuk dan jari tengah diarahkan pada sosok didepannya. Ibu jari terangkat dan sisa jemarinya telungkup ke dalam.  Mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum lebar "Bang"

Mencontoh aksi Iori.

"!"

Kabane terjatuh dari atas meja.

Kening menghantam sudut kursi.

"Kuon-san sangat manis!" Konoe bersorak riang "Siapa yang mengajarkan,  Kuon-san"

"Kabane dari dunia lain"

"Aku ingin membunuh diriku dari dunia lain" Dengan geraman, Kabane bangkit dan berjalan menuju meja yang di penuhi buku kuno. Menyambar salah satunya "Aku akan menyimpan buku ini secara pribadi.  Satu orang pun tidak akan ada yang bisa menemukannya"

Yang lain menatapnya dengan kerutan dalam pada kening mereka.

"Tidak akan ada yang diperbolehkan untuk membukanya kembali... Selama-lamanya!"

"HEHHHHHH!"

.

.

.

The End

.

.

.

Benarkah...?

.

.

.

So..?  Bagaimana?

Ada yang mau sequel?  :")

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top