Welcome

Akhirnya perdanaan. Votenya ya guise. Maaf aku pake POV 1 dulu dan mungkin next bakal mix POV 1 3. Kothod na kha 🙏🏻
.
.
.
.
.
Tes, satu, dua, satu, dua. Hallo semua. Kenalin, aku Maca. Iya, Maca. Gak usah tanya kenapa namaku Maca. Yang harus kalian tahu, kenapa aku bisa muncul duluan? Karena, kalau aku muncul belakangan, penghuni kompleks yang muncul duluan bakal dipersulit bikin KTP sama bapakku. Bercanda deng.

Siapa bapakku? Oh tentu saja orang penting di sini. Tanpa bapakku, hidup orang-orang kompleks yang sudah ruwet ini jadi makin ruwet. Namanya bapak Yongso, jabatan ketua RT, punya anak dua tapi istrinya alhamdulillah cuma satu ya.

Bapakku, atau biasa dipanggil ayah di rumah ini paling bijak lho, ya. Meski beliau ini orangnya pelupa. Misal, lupa di mana taruh kacamata padahal sedari tadi digunakan dan ditatap dengan mesranya. Nah, yang lebih aneh, seisi rumah bakal ikut heboh mencari juga.

"Ca, kamu lihat pulpen Ayah, gak?"

Tuh, baru kuceritakan, beliau sudah berteriak mencari barang yang bisa kupastikan barang itu ada di sekitarnya.

"Tadi Ayah taruh di mana?"

"Ayah kan lagi pake, terus pas Ayah mau pake lagi, ih gak ada."

Aku menghela napas kasar sambil mengangkat tangan ayahku tinggi-tinggi. "Ini apa, Yah?"

"Kenapa gak bilang dari tadi, Ca?"

"Terserah Ayah, lah."

Terkadang, aku frustasi sendiri karena ulah ayah yang seperti ini. Tetapi, sebagai anak yang baik, tidak sombong dan rajin jajan es krim, aku tetap sabar menghadapi sifat pelupa ayah yang luar biasa ini.

Eits, ini baru ayahku. Belum kukenalkan kakak dan bunaku.

"Yah, masa Maca belum dapet jatah?" tanyaku dengan nada yang dibuat selirih mungkin.

Walaupun, ayahku pelupa, tapi kalau urusan minta uang jajan, beliau paling oke pokoknya.

"Minta Buna gih," titahnya.

"Oh, jadi Ayah mau Maca aduin kalau dari pagi Ayah udah nyari barang gak penting sebanyak tiga puluh lima kali?"

"Enak aja! Cuma tiga puluh empat, ya."

Satu lagi keanehan ayahku. Orangnya pelupa, tapi tidak lupa berapa kali beliau lupa dalam sehari.

"Ayo dong, Yah. Baik deh."

"Nih! Jangan jajan es krim mulu nanti pilek bunamu ngomel lagi."

"Siap, komandan!"

Tentu saja, aku hanya berkata siap di depannya. Aslinya, aku sudah tak tahan ingin es krim melon yang sejak tadi mengganggu pikiranku.

Ah, lupakan dulu es krim melon. Karena, saat ini bunaku memanggil. Sekalian kukenalkan pada kalian, ya. Namanya buna Rani. Baik banget. Iyalah, karena cuma buna yang berhasil mengatasi kekacauan rumah ini. Namun, ada satu hal yang membuatku terkadang pusing juga. Buna kalau sudah mengomel, akan berjilid-jilid dan paralel. Kalian tahu, jika ada satu orang yang membuat masalah di rumah, semua anggota keluarga akan menjadi korban omelan buna dan itu akan berlangsung sangat lama. Jika kami coba menghindar dengan pergi dari rumah, buna akan menyambung omelannya saat kami kembali. Jadi, diam adalah salah satu solusinya.

"Maca, Buna bilang kaos kaki jangan dipisah-pisah. Ini kenapa tinggal sebelah? Kamu lupa kalo kaos kaki kamu numpuk yang sebelah kanan aja?"

Jadi, ini lagi masalahnya. Aku yang tidak merasa menghilangkan kaos kaki tentu saja hanya diam tapi sambil ikut mencari juga.

"Maca jawab Buna!"

"Ini lagi dicari, Bun. Lagian, kemarin Maca simpan di rak cucian dua-duanya, kok." jawabku tenang.

"Jangan nyaut! Ngeles mulu kamu!"

Diam ternyata bukan solusi yang tepat dan menjawab juga tidak benar. Begitulah kira-kira bunaku.

Aku masih mencari kaos kakiku yang katanya hilang sebelah lagi. Mencoba mengabaikan buna yang masih terus mengoceh sambil menjemur pakaian.

"Eh, ketemu, Ca. Ternyata, nyelip di kemeja Ayah."

Aku hanya mengehela napas kasar. Dasar buna!

Hampir lupa, aku kan mau beli es krim melon. Dari pada buna kembali mengomel karena hal lain, aku langsung keluar rumah, tak lupa pamit meski berteriak dari luar gerbang. Jangan ditiru, ya. Ini hanya karena aku malas diinterogasi buna.

Akhirnya, setelah perjalanan yang tak cukup panjang tapi lumayan panas, aku mendapatkan es krim melon favoritku. Cukup satu dulu, nanti kalau mau pulang beli lagi.

Sedang asyik-asyiknya menikmati es krim, pandanganku tertuju pada orang yang duduk di ayunan taman. Jadi, kemeja yang tadi pagi kucari bukan hilang atau belum buna sertika, tapi dipakai oleh kakakku. Menyebalkan. Dia selalu saja begitu. Mentang-mentang ukuran tubuh kami hampir sama karena perbedaan usia kami yang hanya setahun, dia selalu saja seenaknya menggunakan pakaianku tanpa izin.

Kalau dikatakan curang, dia memang begitu. Pintu kamarnya selalu dikunci, jadi aku tak bisa masuk sembarangan. Sedangkan, aku yang tak suka mengunci pintu kamar selalu menjadi korban pencuriannya. Ya, tidak mencuri juga sebenarnya karena nanti juga kembali padaku, tapi tetap saja kesal. Terlebih, jika pakaian itu akan kupakai.

"Pipi, ini kan kemeja Maca!" teriakku begitu sampai tepat di belakangnya.

"Maca! Bilangin buna nih gak panggil kakak!"

"Maca aduin lagi kalo kamu pake baju Maca sembarangan!"

Kami terus adu mulut, melupakan kalau kini kami sedang berada di tempat umum.

"Jangan ngadu dong," lirihnya.

Memang, semua anggota keluargaku tak ada yang berani kalau sudah berhadapan dengan buna.

"Kamu punya jaminan apa?"

"Panggil kakak, Maca!"

"Iya. Kakak punya jaminan apa?"

"Es krim melon seminggu full. Gimana?"

Penasaran yang menarik, tapi aku harus sok jual mahal dulu dengan berpura-pura berpikir.

"Halah, sok mikir segala. Paling juga seneng!"

Perkataan kakakku tepat sasaran dan aku hanya tertawa kecil sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

Ini anggota keluarga terakhir yang akan kukenalkan, namanya Pipi. Seperti yang kukatakan tadi, kami hanya selisih setahun. Dia duduk di kelas sebelas dan tentu saja aku masih kelas sepuluh.

Di balik pertengkaran yang kerap kali terjadi di antara kami, kami ini saudara yang klop dalam mencari alasan. Ya, istilah kerennya partner in crime dalam membohongi buna jika ingin keluar rumah atau saat telat pulang. Kami akan bersekongkol demi kesejahteraan bersama.

Sttt, tapi jangan mengadukan ini pada buna atau kami akan kena hukuman sampai kuping kami rasanya kelu.

Mungkin, cukup sekian dari Maca ganteng anak pak RT ini, ya. Berikutnya, kalian harus tahan karena kelakuan warga ayahku yang sangat amat ajaib. Kalau ada bunyi-bunyi aneh, itu bukan karena kompleks kami tempat uji coba bom rakitan, ya. Itu mungkin saja pertengkaran tetangga sebelah. Tidak mungkin dari rumahku karena ayah mana berani melawan buna.



Pak RT efek stay stay at home

Kak Pipi ganteng

Ps : Maca sama Buna Rani kalian bayangin sendiri ya. Nanti kalau dapat izin, aku masukin visualnya. Ehehe (colek Rani sama Maca)






Tebak-tebak buah manggis, yuk! Next chapt siapa yang bakal nongol? 🤭
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top