-Jumat ke-27

Tema 27: Gacha lagi gengs sumpah, liat aja di mulmed 😭😭😭

*

Kiina sudah lama menderita Pneumotoraks. Kabarnya, Kiina sudah semakin sehat walaupun masih harus rawat inap, operasi berlangsung cepat dan suatu saat, dia bisa saja kambuh lagi.

"Sebagai ketua kelas, aku harus memberimu ini."

Aku menoleh, menemukan Erza menghampiriku sambil cemberut.

"Laporan absen dan peringatan jika kau membolos dua kali lagi, kau resmi bakal tinggal kelas dan mengulang setahun."

Lelaki itu menepukkan sebuah amplop ke dahiku.

"Gawat," ujarku

"Itu harusnya pakai tanda seru loh."

Bodo amat.

Aku membiarkan kepalaku ditopang oleh salah satu tanganku di atas birai yang terpasang di sekeliling atap sekolah. Angin semilir membelai kulit dan rambutku.

"Kau masih kepikiran Kiina?" tanya Erza.

"Menurutmu?"

Ia menghembuskan napas. "Apakah kau menerima kritik yang membangun atau tidak?"

"Aku cuma terima tunai atau kredit." Aku membalas dengan sekonyong-konyong.

Lelaki itu dengan kuat menjitak kepalaku sampai aku mengaduh hebat.

"Maksudmu apa sih?!" bentakku.

"Kalau cinta emang bikin bodoh, kelarin sekarang!" Ia balas berteriak. "Jangan jadi pengecut terus jadi sok kuat padahal perasaan yang kau simpan belum dikeluarkan sampai sekarang!"

Aku berdecak. "Jangan ikut campur!" Aku berbalik arah.

"Dasar pengecut."

"Apa?" Aku kembali menoleh ke Erza.

"Pengecut!" Dia justru berteriak lebih keras.

Aku refleks berlari dan mengayunkan kepalan tanganku ke pipinya. Lelaki tampan dan populer itu jatuh tersungkur ke lantai beton, tanpa perlawanan. Tak menunggu ia bangun lagi, aku segera menduduki bagian atas tubuhnya dan mengayunkan kepalan tinjuku berulang kali.

"Tau apa kau?!" teriakku berulang-ulang.

Lama kelamaan, pukulanku memelan dan melunak, kemudian, tanpa aba-aba air mataku meleleh. Erza melayangkan kepalan tangannya ke pipiku, pukulan telak yang membuatku jatuh ke belakang tanpa bisa berdiri lagi.

"Jadi, apa yang kau dapatkan setelah memukulku? Hanya rasa kesal yang justru makin bercokol?"

Aku hanya menjawab dengan isakan pelan.

"Aku berani mengubah diriku sendiri menjadi lebih baik, seperti yang kalian katakan hari itu. Aku berani melakukan sesuatu demi kebaikanku sendiri, dan aku siap menanggung segala risikonya. Masalahmu hanya cinta, maaf saja bukan mau adu nasib, tapi, aku rasa kau tidak bodoh untuk tahu cara menyelesaikannya.

"Aku tahu kamu mencintai Kiina sejak lama, tatapan mata itu tidak pernah membohongi. Terlepas dari apa yang terjadi nanti setelah kau menyatakan cintamu, harusnya kau sudah siap menanggung risikonya, kalau tidak siap, buang cintamu jauh-jauh, mengalah lah dahulu dan jadi teman saja."

Erza meninggalkanku yang masih terduduk di lantai beton sambil menangis terisak. Lelaki itu masuk kembali ke dalam gedung sekolah, dan aku masih di atap, membiarkan angin menghapus air mataku—yang tentu saja tidak pernah bisa.

Namun, ucapannya benar. Sama seperti yang dikatakan sopir bus waktu itu, aku boleh saja menangis, tetapi harusnya aku segera bangkit dan menerima risiko dari jatuh cinta. Sedari awal, aku lah yang mulai jatuh cinta pertama dengannya, tidak masalah jika dia tidak bisa memilih antara aku dan orang lain, tak masalah jika aku bukan jadi yang spesial.

Aku hanya perlu mengakhiri apa yang sudah aku mulai, dan mungkin, aku akan melukai hatinya, karena aku sudah memutuskan untuk menyatakan perasaanku, dan ... menjadi teman saja.

Rasa yang penuh luka dan kasih sayang ini harus segera diakhiri dengan baik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top