PART 8.2 - JATUH SAKIT
Sikap dinginmu lah yang membuatku enggan berbicara banyak.
###
DI RUMAH, Kayra tidak henti-hentinya gelisah. Ia khawatir jika Jovi mencari ponselnya yang sekarang ada padanya.
Ia duduk di ranjang setelah mengerjakan soal yang diberikan Jovi tadi, walaupun beberapa ia masih belum mengerti betul.
Ia mengamati ponsel Jovi, lebih tepatnya IPhone. Ia menekan tombol power, mencoba memastikan lagi bahwa itu memang ponsel Jovi. Memang benar itu ponsel Jovi, di bagian wallpapernya terlihat foto Jovi. Kayra menatap foto itu, ya, ia tidak bisa melihatnya dengan jelas karena ponsel itu di-password dengan kata sandi.
"Ternyata Kak Jo baik hati juga." batinnya, ia mengingat-ingat kejadian tadi sore.
Rasa kantuk mulai menyerangnya, ia memutuskan untuk tidur dan meletakkan ponsel Jovi di nakas samping ranjangnya.
Udara dingin dari luar karena hujan mulai terasa sampai ke kamarnya.
***
Keesokan harinya sebelum Kayra masuk ke dalam kelas, ia mencoba mencari keberadaan Jovi. Namun sampai bel berbunyi, tidak nampak sedikitpun keberadaan Jovi.
Saat jam istirahat ia mencoba berjalan di depan kelas Jovi. Namun tak juga melihat keberadaannya.
Dengan rasa gelisah ia kembali ke kelasnya lagi.
"Attention!" suara Raka terdengar mengintruksi semua anak di dalam kelas Kayra untuk duduk.
"Ada apa Ka?" tanya Devan yang kemudian duduk di kursinya.
"Gue tadi ada panggilan semua ketua kelas dan untuk hari ini kita dipulangkan lebih awal. Karena guru-guru mau rapat," jelas Raka dan bisa ditebak semua siswa yang berada di kelas itu bersorak dengan senangnya.
"Jadi, sekarang kalian boleh pulang." Raka menuju bangkunya dan diikuti Devan lalu keluar dari kelas.
"Kay, Bell, ke mall yuk?" tiba-tiba Tasya merangkul bahu Kayra dan Bella. Cewek itu kembali mengajak kedua temannya.
"Ayo!" jawab Bella dengan antusis. Memang sekarang kesempatan emas, jarang-jarang Rodriguez memulangkan lebih awal.
Kayra sebenarnya ingin sekali jalan-jalan dengan teman-temannya. Apalagi selama ini ia belum pernah mendapat kesempatan berkumpul di luar jam pelajaran. Tapi, ia lebih mengutamakan untuk mengembalikan ponsel Jovi saat ini daripada ikut bersama teman-temannya.
"Maaf ya, Kay nggak bisa. Ada hal penting sekarang." kedua temannya terlihat kecewa dengan ucapan Kayra.
"Yaudah nggak apa Kay, kita duluan ya. Bye!" pamit Bella yang berjalan beriringan dengan Tasya. Sedangkan Kayra berjalan di belakang.
Terlihat memang semua siswa Rodriguez berhamburan keluar kelas.
Ia mencoba mendatangi ke kelas Jovi mungkin cowok itu berada di kelas. Pikirnya.
Ia menaiki tangga depan ruang guru untuk menuju ke kelas tersebut karena memang kelas 12 IPA 1 berada di lantai atas.
Tiba di lantai atas, tatapan aneh mulai terlihat. Mungkin anggapan mereka adalah untuk apa anak kelas 10 ke area kelas 12?
Namun ia tetap berjalan sampai akhirnya berada di depan pintu ruangan itu. Dilihatnya siswa kelas 12 keluar kelas semua. Hingga ia mendapati Dion sedang berjalan ke arahnya sambil menyandangkan tas punggungnya.
"Hai!" sapa Dion dengan senyuman mengembang. Kayra membalas dengan senyuman kecil.
Kayra berjinjit sambil memiringkan kepalanya. Ia mencoba mencari keberadaan Jovi. Biasanya yang ia tahu Dion selalu bersama Jovi.
"Nyari siapa?" Dion memecah konsentrasi Kayra saat sedang mengamati ruangan tersebut.
"Kak Jovinya ada?" tanya Kayra kemudian.
"Jovi nggak masuk hari ini dan nggak ada kabar. Emangnya ada apa?"
Kayra mengeluarkan ponsel Jovi yang ia simpan di dalam tasnya lalu menunjukkan ke Dion. Dion sedikit terkejut namun ia mencoba untuk biasa.
"Kok bisa di Kayra?" pikirnya.
"Pantesan, tadi gue telpon nggak diangkat-angkat." Dion berkacak pinggang dan menghela napas berat.
"Jadi dia nggak masuk?" Kayra mencoba memastikan lagi. Dion mengangguk.
"Terus ini gimana?"
"Kamu ikut aku aja ke tempatnya Jovi, nggak biasanya dia bolos kayak gini. Aku juga khawatir sama tuh anak," ujar Dion lalu dengan raut wajah seolah mengajak Kayra untuk ikut dengannya.
"Tapi, Kak!"
"Ayo m cepetan. Pake motorku." dengan terpaksa akhirnya Kayra menuruti kemauan Dion. Mereka menuruni tangga bersamaan. Bisa dipastikan kalau banyak yang menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak.
Sesampainya di area parkir Dion langsung naik ke motor sport hitamnya. Kayra masih ragu.
"Ayo cepat naik!" perintahnya. Ini adalah kali keduanya Dion membonceng Kayra di motornya.
Kayra menoleh sekilas ke sekeliling, benar saja ada yang menatapnya dengan tatapan kebencian.
Dengan hati-hati ia menaiki motor Dion. Karena ia mengenakan rok, itulah yang membuat sedikit menyulitkan.
Motor Dion keluar dari gerbang.
"Itu siapa sih? Pacarnya si ketos ya?"
Samar-samar Kayra mendengar suara yang menggunjinginya. Ia sedikit malu karena itu, entahlah dengan Dion. Ia mendengar atau tidak.
Sekitar sepuluh menitan. Motor Dion berhenti di depan sebuah apartemen yang cukup besar.
Kayra mulai was-was. Untuk apa Dion membawanya ke sini? Pikirnya semakin tidak karuan
Ia turun dari motor Dion setelah mendapat perintah dari Dion. Pikirannya sekarang mulai parno. Ia gemetar.
"Kak, kita kenapa ke sini?" suara Kayra terdengar gemetar. Dion kemudian melepas helmnya dan membenarkan letak motornya di area parkir apartemen itu.
Pikiran Kayra mulai kemana-mana. Dion belum menjawab pertanyaannya.
Ia mendekat ke Kayra dan mendapati keringat dingin mulai mengalir di keningnya.
"Kita ke Jovi. Kamu kenapa negative thinking sih?" Dion cekikikan seolah mengetahui apa yang sedang dipikirkan kayra.
"Tapi kok ke apartemen?" Kayra semakin bingung mengamati sekelilingnya.
"Jovi tinggal di sini." Dion berjalan lebih dulu, sedangkan Kayra mengikuti di belakangnya sambil mendengus pelan. Kayra masih bingung.
"Bukannya Kak Jo tinggal sama papanya? Kenapa di apartemen?" pikirnya.
Dion berjalan menuju pintu lift setelah berbincang sebentar dengan seseorang di lobi, Kayra hanya mengikutinya sampai kira-kira lantai ke tiga.
Dion berhenti di sebuah pintu apartemen. Dion menekan bel namun tak ada yang keluar dari apartemen itu.
Wajah Dion terlihat khawatir, langsung saja Dion menekan password di samping pintu tersebut. Dan pintu pun terbuka.
"Jo! Lo di sini nggak?" teriaknya. Kayra hanya diam mengikutinya di belakang.
Tak ada sahutan. Apartemen Jovi tampak sepi.
"Ini apartemen Kak Jovi?"
"Hmm." hanya itu jawaban dari Dion.
Kayra mengamati setiap sela apartemen tersebut. Lumayan besar dan didominasi dengan warna abu-abu. Sedangakan Dion masih mencari di setiap ruangan. Sampai terdengar ia memanggil nama Kayra. Dengan segera Kayra menuju Dion yang sudah berada di suatu kamar.
Kayra langsung masuk karena pintu kamar tersebut tidak dikunci.
Ia terkejut mendapati Jovi yang tengah tidur di ranjang itu dengan berselimut. Dion berdiri di samping ranjang itu.
"Jadi ini apartemen kak Jovi." batinnya.
"Jo! Lo kenapa? Lo nggak apa kan?" Dion menyentuh kening Jovi lalu dengan cepat menyingkirkan tangannya itu. Kayra menatap heran sambil berjalan pelan.
"Kak Jo kenapa Kak?" Kayra mulai khawatir karena dilihatnya wajah Jovi pucat dan masih belum membuka matanya.
"Badan Jovi panas." Dion melepas tas punggungnya lalu meletakkan dengan cepat di lantai. Kemudian duduk di sisi ranjang Jovi.
"Jo! Bangun Jo." Dion menepuk pelan pipi Jovi. Dan benar, Jovi sedikit demi sedikit membuka matanya.
"Lo sakit Jo, gue antar ke rumah sakit ya?" kata Dion.
"Gue nggak apa Yon." Jovi mencoba duduk bersandar di kepala ranjang dengan bertumpu bantal di punggungnya.
"Tapi badan lo panas, muka lo pucat." Dion masih berusaha membujuk Jovi.
"Nggak usah," kata Jovi. Suaranya serak, kondisinya sangat lemah.
Kemudian mata Jovi tertuju pada Kayra yang berdiri di belakang Dion. Seolah mengerti apa yang akan ditanyakan Jovi, Dion langsung angkat bicara.
"Dia ke sini bareng sama gue, handphone lo ketinggalan sama dia." Dion mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel Jovi. Kayra memberikan ponsel itu.
Kemudian Dion menaruh ponsel tersebut di atas nakas samping ranjang.
"Makasih," ucap Jovi dan disahuti dengan senyuman kecil oleh Kayra.
"Kalau bukan karena dia nyariin lo di kelas tadi, gue nggak bakal tahu lo kenapa. Gue kirain lo bolos." Dion meringis.
Wajah Jovi memang terlihat pucat dan rambutnya agak sedikit berantakan.
"Lo udah makan?" tanya Dion. Dan Jovi menggeleng.
"Gue beliin ya?" Jovi menggeleng, tanda tidak mau.
Dion mengacak rambutnya sendiri gemas. Memang benar, di apartemen ini Jovi hanya tinggal sendirian. Sudah bisa dipastikan tidak ada yang merawatnya.
Kayra menatap Jovi kasihan.
"Sebentar Kak, Kay mau turun ke bawah. Nanti Kay ke sini lagi." ia pun bergegas keluar dari kamar Jovi. Dion mengendikkan bahu. Ia masih menemani Jovi yang terlihat tak berdaya di atas ranjang itu.
"Lo kenapa bisa sakit kayak gini sih Jo?" suara Dion terdengar lembut. Ia prihatin dengan keadaan temannya saat ini. Ia sudah menganggap Jovi seperti saudaranya sendiri.
Jovi menghela napas panjang sebelum menjawabnya. "Gue kemarin kehujanan, habis ngajar," ucapnya pelan. Suara seraknya menandakan ada masalah di tenggorokannya.
"Dan lo tetap nerjang hujan kemarin?"
"Hmm."
"Jangan egois lo Jo. Pikir juga keadaan lo." Jovi terdiam.
"Gimana? Apa anak yang lo ajar cocok kalau lo yang ngajar lesnya?" tanyanya. Jovi mengangguk.
Setelah Dion merekomendasikan alamat rumah seseorang yang mencari guru pembimbing waktu itu, Jovi mencobanya. Dan ternyata keluarga itu mau menerimanya menjadi guru pengajar seorang siswa kelas 9 SMP.
Jovi sudah mulai mengajar. Ia mengajar tiga kali dalam satu minggu. Menurutnya lumayan karena secara tidak langsung ia juga belajar.
Dan untuk masalah bayarannya, menurutnya cukup untuk biaya hidupnya selagi masih di apartemennya ini.
Hening seketika.
"Kok bisa sih Jo, handphone lo ada sama Kayra?" Dion mulai penasaran. Sedari tadi itulah yang akan ia lontarkan.
"Kemarin gue ngajarin dia, disuruh Bu Mecca. Ponsel gue ketinggalan di ruang aksel kayaknya. Soalnya kemarin gue buru-buru," jelasnya dan Dion mengangguk paham.
"Kok jam segini lo udah pulang?"
"Guru-guru ada rapat. Dan waktu gue keluar kelas si Kayra udah ada di depan kelas nyariin lo." Jovi mencebikkan bibirnya sambil mengangguk.
"Bentar Jo, gue kompresin kening lo."
"Enggak usah," cegah Jovi. Namun Dion tetap keluar kamar itu dan menuju dapur. Ia mencari keberadaan kain lembut dan juga air es.
Dion sudah membawa air dingin di wadah yang cukup besar, beserta kain di lengan kananya.
Tingtung
Dion dengan cepat membukakan pintu itu setelah menaruh wadah itu di meja makan. Dan benar saja itu Kayra dengan membawa bingkisan di kantong plastik. Terlihat seperti makanan.
"Kamu beli apa?" tanya Dion penasaran.
"Bubur ayam. Tadi Kay lihat di depan mini market bawah ada yang jualan." Kayra lalu masuk dan Dion kembali menutup pintu.
"Dapurnya di mana Kak?"
"Itu!" Dion menunjuk dapur di samping meja makan. Sedangkan ia kembali membawa wadah tadi ke kamar Jovi.
Sebagai seorang teman, Dion terbilang sangat penyayang. Seperti saat ini ia mengompres kening Jovi dengan air es dan kain tadi. Jovi diam mendapat perlakuan Dion.
Ia sangat beruntung, masih ada yang perhatian dengannya disaat seseorang yang ia butuhkan tidak berada di sisinya.
"Kayra bawa makanan buat lo Jo," kata Dion.
"Dia baik banget Jo, perhatian sama lo," jelasnya lagi. Jovi hanya menyunggingkan bibirnya.
Tak lama kemudian Kayra datang dengan membawa nampan yang berisi bubur dan segelas air.
"Tuh dia!" Dion berdiri, memberi jalan untuk Kayra di hadapan Jovi.
"Kak Jo makan ini ya? Kay udah beliin. Maaf cuma bubur," ucapnya pelan lalu duduk di sisi ranjang Jovi.
Jovi melepas kompresan di keningnya, menyibak rambut seperti poni yang menutupi hampir seluruh keningnya. Kemudian ia duduk dan menyingkirkan selimut ke sampingnya.
Dion yang melihat perhatian Kayra terhadap Jovi hanya bisa tersenyum. Kayra memang cewek yang baik, pendiam dan penurut.
"Em... maaf Kak Jo. Kay suapin aja ya, Kak Jo kelihatannya masih lemas." Jovi mengangguk.
Kayra mulai menyuapi Jovi dengan telaten. Ada sensasi tersendiri ketika Kayra menyuapi si komdis di depannya saat ini. Di dalam hatinya ia merasa kasihan. Bagaimana bisa Jovi tinggal di apartemen ini sendiri, sedangkan Kayra tahu bahwa ayah Jovi adalah orang yang kaya. Yang pastinya memiliki rumah besar dan mewah. Pikirnya.
Drrt... Drrt...
Ponsel Dion tiba-tiba bergetar, dengan cepat ia mengangkat pangilan yang masuk dan sedikit menjauh dari mereka.
Kayra masih menyuapi Jovi hingga bubur yang di mangkok itu tandas.
"Minum dulu Kak," ia memberikan segelas air putih pada Jovi.
"Oh ya, tadi Kay juga sekalian beli obat penurun demam. Semoga demam Kak Jo menurun." Kayra berucap riang sambil tersenyum menyodorkan tablet paracetamol pada Jovi. Jovi perlahan meminumnya.
"Makasih," ucap Jovi sambil tersenyum kecil dan meletakkan gelas tersebut di nampan yang berada di atas nakas.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, mereka keluar dari gerbang tadi memang sudah jam sepuluh.
Dion berbalik menghadap Kayra dan Jovi. "Jo, sorry gue nggak bisa lama-lama di sini. Ada urusan mendadak. Kalau kondisi lo nggak memungkinkan, besok jangan masuk sekolah. Nanti gue izinin," kata Dion lalu mengambil tasnya yang berada di lantai. Jovi mengangguk mengerti.
"Kayra, kamu mau di sini apa ikut aku. Aku antar pulang," tawar Dion. Kayra menatap Dion bingung.
"Kay di sini dulu aja Kak, kasihan Kak Jo masih sakit. Nanti Kay pulang sendiri bisa kok." entah dorongan dari mana Kayra mengucapkan kalimat tersebut. Jovi tak percaya dengan apa yang baru saja Kayra ucapkan.
"Oh... Jo gue balik dulu ya," pamitnya lalu keluar dari kamar tersebut.
Dan di kamar Jovi sekarang hanya ada mereka berdua.
"Kenapa nggak pulang sama Dion aja?" tanya Jovi lembut.
"Kak Jo masih sakit. Kay di sini sampai Kak Jo agak mendingan. Boleh kan?" Jovi hanya diam mendengar ucapan adik kelasnya itu lalu perlahan mengangguk.
"Kak Jo berbaring lagi aja." Jovi menuruti apa yang dikatakan Kayra. Sedangkan Kayra berdiri untuk mencepol rambutnya. Sedari tadi pagi rambut Kayra memang tergerai. Ia sangat suka seperti itu.
Kayra mengambil nampan di nakas tersebut lalu membawanya ke dapur untuk ia cuci. Ia tidak merasa terbebani sedikit pun saat ini. Entahlah apa yang membuatnya sangat peduli.
Beberapa saat kemudian Kayra kembali ke dalam kamar Jovi. Dilihatnya Jovi terlelap.
Ia menghampirinya dan duduk di sisi ranjang itu.
"Kenapa Kak Jo tinggal sendirian di sini?" Kayra berkata lirih. Mungkin Jovi tidak mendengarnya.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika Dion dan dirinya tidak ke sini tadi.
Walaupun seorang laki-laki tetap saja harus ada orang terdekat yang berada di sisinya. Pikir Kayra.
Ia menatap Jovi yang terlelap, napasnya teratur. Matanya berkaca-kaca seolah dapat merasakan apa yang kakak kelasnya rasakan saat ini.
Ia menempelkan punggung tangannya di kening Jovi dan dirasakannya suhu badan Jovi mulai menurun.
Saat ini ia tidak berani banyak bertanya kepada Jovi.
Ia menarik selimut di sebelah Jovi lalu menyelimuti cowok itu. Ia menoleh ke arah jam dinding di kamar tersebut. Waktu sudah menunjukkan jam dua belas siang. Mungkin setelah ini ia akan pulang.
Ia tidak tega membangunkan Jovi hanya untuk berpamitan dengannya. Ia pun langsung menyandang tas punggungnya.
Ia terdiam ketika pandangannya terarah ke tempat sampah kecil di samping nakas. Di sana ada banyak gumpalan tissue dengan bercak darah.
"Kak Jo tadi mimisan? Sakit apa sih, Kak Jo?" tanyanya dalam hati lalu mengarahkan pandangannya ke Jovi yang tertidur dengan tenang.
Ia mengambil selembar post it lalu menuliskan sesuatu dan ia menempelkan itu di nakas. Lalu menyandang tas punggungnya yang ia taruh di lantai.
"Cebat sembuh Kak Jo." Kayra menyentuh pelan rambut Jovi sebelum melangkah pergi. Ia menutup pintu apartemen Jovi pelan agar Jovi tidak terganggu.
Sesampainya di lantai bawah ia langsung menghentikan taksi.
Di dalam taksi ia sangat mencemaskan keadaan Jovi. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin Ia seharian berada di tempat itu. Yang ada penjaga apartemen itu menganggapnya melakukan hal yang tidak-tidak.
Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri dan berharap Jovi baik-baik saja.
***
Hari sudah mulai sore, Jovi perlahan membuka matanya. Entah berapa lama ia tertidur tadi. Hal pertama yang ia bingungkan adalah. Dimana cewek itu?
Ia ingat sebelum tidur tadi Kayra masih tetap di dalam kamarnya dan tidak ikut Dion pulang. Ia tidak mengetahui kalau cewek itu sudah pergi. Karena ia langsung tertidur setelah meminum obat tadi.
Seketika matanya tertuju pada selembar post it biru yang tertempel di atas nakas.
Ia menyibak selimutnya lalu mengambil post it tersebut.
Kak Jo, maaf Kay harus pulang. Tadi Kakak tidurnya pulas. Kalau Kak Jo lapar, di dalam kulkas ada bubur satu lagi. Nggak bakalan basi Kak. Jangan lupa makan. Cepat sembuh Kak Jo :)
Jovi tersenyum kecil ketika membaca tulisan di post it itu. Ditambah lagi di bagian akhir Kayra memberi emoticon smile.
"Terima kasih," katanya pelan. Ia merasa sangat berhutang budi dengan gadis itu. Ia dengan sabar merawat Jovi. Hingga sekarang keadaannya mulai membaik, walaupun masih sedikit pusing.
Ia senang dengan perhatian Kayra tadi. Entahlah, baru kali ini ia menemui cewek seperti itu. Cantik, pendiam, pintar dan sopan. Jovi menyukai kepribadian Kayra yang menurutnya unik itu.
Dengan langkah gontai ia beranjak dari ranjangnya ke kamar mandi. Ia berniat mandi dengan air hangat.
***
If you like this story, give vote and comments okay? And thanks for including this story in your RL.
Love you guys...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top