PART 6 - SANG PENOLONG
"KAY! Gue istirahat dulu ya. Lo mau tetap di sini?" Bella berusaha mengajak Kayra untuk ikut dengannya ke kantin, namun gadis tersebut lebih memilih tetap di lapangan basket.
Sedari tadi ia kesulitan dalam bermain basket. Guru olah raganya mengatakan jika minggu depan akan ada pengambilan nilai untuk materi tersebut.
"Kamu duluan aja Bell. Aku pingin latihan sebentar aja biar bisa," ucap Kayra dan Bella pun meninggalkan Kayra dan beberapa temannya yang masih berada di lapangan tersebut usai pelajaran olahraga selesai.
"Kamu nggak istirahat Kay?" seorang teman laki-laki menghampirinya ketika ia masih fokus dengan teknik dribble nya.
"Enggak deh, nanti aja. Lagian habis ini kan istirahatnya masih lama. Kalian ke kelas aja dulu," jawab Kayra lembut. Dan temannya itu kemudian berlalu meninggalkan ia sendiri di lapangan basket yang sangat luas tersebut.
Di sekitar lapangan basket memang tidaklah sepi, karena ada beberapa dari kakak kelas yang juga sedang pelajaran olah raga. Namun ada juga yang sekadar duduk-duduk di bangku sekitar lapangan.
Keringat mulai bercucuran di kening gadis itu, sesekali ia mengusapnya dengan punggung tangan. Walaupun jam sudah menunjukkan jam sembilan siang, tetapi ia masih kuat berpanas-panasan.
"Sini Kay, gue ajarin!" suara itu berasal dari seseorang di belakangnya. Ya, itu memang Raka.
"Eh Ka! Lo nggak ke kantin atau istirahat gitu? Kenapa malah ke sini lagi?" tanya Kayra yang masih heran dengan kedatangan temannya tersebut.
"Enggak apa-apa, barusan habis dari kamar mandi sama Juju." ucapnya dan langsung mengambil bola basket yang berada di tangan Kayra. Kayra masih menatap heran temannya ini.
"Juju siapa?" Kayra mulai penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Raka.
Raka menoleh ke arah Kayra yang terlihat mengerutkan kening. "Juan, Juan. Gitu aja mikirnya sampai keringetan Kay," ucapnya dengan cekikikan.
Kayra hanya bisa mendengus kesal.
"Ih... Ka! Mending lo ke sana aja deh," kata Kayra seolah memperingatkan.
"Emang kenapa?" tanya Raka heran dan... Ya, bola yang dimainkan Raka itu masuk ke ring dengan tepat.
Kayra mencoba mengambil bola tersebut yang memantul ke arah belakang ring. Sedangkan Raka menghampirinya.
"Ya, nggak gitu sih, maksud gue. Lo kan udah ganti seragam, kalau lo panas-panas kan lo sendiri yang susah nantinya. Pasti bakal keringetan lagi dan bau," tegas kayra seolah tidak mau jika Raka mengajarinya. Walaupun ia sangat ingin jika diajari tentang basket. Apalagi ia tahu kalau Raka lihai dalam olahraga tersebut.
"Ouw... Lo ngusir gue?" nada suara Raka terdengar tidak terima yang dibuat-buat.
"Ih... Bukan gitu Raka. Pokoknya mendingan lo ke kelas atau ke mana gitu."
"Yaudah deh gue balik. Tapi awas aja ya kalau lo minta bantuan gue." kata-kata Raka seolah mengintimidasi Kayra. Namun Kayra tahu kalau Raka tidak sungguh-sungguh mengatakan itu.
"Nggak bakal wek!" Kayra menjulurkan lidahnya lalu cekikikan menatap Raka yang mulai menjauh dari area lapangan.
Ia mendengus lega. Sebenarnya ia tidak ingin menyusahkan orang lain. Hanya itu saja.
Terlihat banyak kakak kelas yang menatapnya dari arah lantai atas. Namun ia tidak menghiraukan itu semua.
"Satu... Dua... Lempar!" ia mengaba-aba dirinya sendiri ketika akan memasukkan bola tersebut ke dalam ring. Namun usahanya sia-sia, sampai saat ini ia masih belum bisa. Untunglah waktu istirahat masih lama, jadi ia bisa berlatih ini terlebih dahulu.
"Sini aku ajarin!" sontak saja Kayra langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut. Dan ternyata itu adalah Dion si ketua OSIS. Kayra masih menatap tak percaya.
Dion datang sudah mengenakan kaos olah raganya, mungkin ia juga mendapat pelajaran olahraga di hari yang sama. Wajahnya penuh dengan keringat, sama seperti Kayra. Maka dari itu sedari tadi ia mengikat rambutnya ke belakang agar tidak menyusahkannya.
"Ka-Kak Dion? Ngapain di sini?" Kayra masih tercengang dan masih gugup untuk menatap cowok tampan di depannya saat ini.
"Ya, mau olahraga. Memangnya nggak boleh?" Dion tersenyum penuh arti ke arah Kayra.
"Eh... Iya sih." Kayra terlihat kikuk.
"Mau bisa main basket kan? Sini aku ajarin!" ucapnya lalu merebut bola itu dari tangan kayra. Kayra tidak bisa berkutik lagi.
Dion mendribble bola itu dan... Ya! Dengan cepat dan tepat bola itu masuk ke ring.
"Wow! Kakak hebat baget." Kayra kagum melihat kelihaian yang ditunjukkan si Komdis di dekatnya ini.
"Haha... Biasa aja kok." Dion tersenyum sambil mendribble bola basket yang sedang dimainkannya. Kayra berjalan ke arahnya.
Ia masih menatap kagum dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Mau aku ajarin?" lagi-lagi itu yang ia tanyankan dan Kayra masih diam. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini.
"Tapi..." Kayra menggantung perkataannya. Seolah ada yang membuatnya risih.
Ya, beberapa siswa mulai menontonnya dari arah lantai dua. Dan beberapa juga ada yang sekadar berhenti sejenak hanya untuk menatap si ketua OSIS yang ganteng itu.
Segerombolan siswa perempuan sepertinya sedang menggunjingi sesuatu. Itu bisa dipastikan karena sesekali mereka melihat ke arah lapangan basket tempat Kayra dan Dion berdiri.
"Nggak ada tapi-tapian. Aku ajarin aja. Biar kalau waktu ambil nilai kamu bisa," ucapnya dengan senyuman tipis dan terlihat tulus.
Kayra berdiri di samping tiang ring sambil mengamati Dion yang memulainya.
"Kamu lihat ini, kamu harus dribble bolanya kayak gini," ucapnya sembari mempraktekkan hal yang ia ucapkan.
Kayra mengamati dengan serius.
"Kalau kamu masih kesulitan jalan aja, ngak usah lari."
BLAM
Bola basket itu akhirnya masuk ke dalam ring. Kayra sepertinya kagum dengan cowok di hadapannya saat ini.
"Gantian kamu." perintahnya sambil melemparkan bola itu ke arah Kayra
BRAK
Bola yang Kayra ingin masukkan tidak masuk. Lalu Dion menghampirinya.
"Jangan kayak gitu, lihat!" perintahnya dengan menunjukkan bagaimna dribble dan lay up yang benar.
"Dari garis ini kamu dribble, nggak usah lari cukup jalan tapi yang agak cepet aja. Terus setelah sampai di garis yang itu kamu pegang bola dengan dua tangan," ujar Dion sambil menunjuk garis lengkung lapangan basket.
Kayra pun mencoba mempraktekkan apa yang disuruh Dion. Untunglah rambutnya sudah ia cepol seluruhnya. Sehingga tidak mengganggunya.
Kayra mencobanya dan ketika sudah berada di garis lengkung dalam terdengar suara Dion yang meneriakinya.
"Salah!" ucapnya dengan sedikit berteriak.
"Terus gimana Kak?" tanya Kayra kesal karena tidak bisa-bisa.
"Ada aturannya sebelum kamu melakukan lay up, jangan kamu asal-asalan. Kamu dianggap salah." Kayra menatap serius ke arah Dion yang juga terlihat kelelahan.
"Ketika sampi di garis dalam, usahakan kamu udah bawa bola itu dengan kaki kanan yang melangkah. Lalu kaki kiri dan hap! Masukkan! Jangan zig-zag. Urusan masuk atau tidaknya nggak masalah. Yang penting cara kamu udah benar," jelasnya lagi lalu mempraktekkan lagi.
"Kamu harus ingat ini. Pokoknya hitung aja dalam hati kayak gini. Kanan, kiri, lompat! Lalu fokus, gitu aja, ayo coba!" Dion kemudian memberikan bola tersebut pada Kayra.
"Kayak gitu... Drible... Bawa... kanan, kiri, lompat!" Dion mengaba-aba dari belakang.
BLAM
"Yeeey masuk!" teriak Kayra setelah bola tersebut masuk. Dion yang melihat itu hanya tersenyum kecil memperhatikan tingkah lucu gadis di depannya saat ini.
"Coba lagi!" seruan Dion langsung dilakukan Kayra.
"Kanan, kiri, lompat!" ia mengaba-aba dirinya sendiri dalam hati.
BLAM
"Yey! Masuk lagi." senyuman mengembang sangat terlihat jelas di wajahnya saat ini. Seolah lupa dengan teriknya matahari ia masih mengulang lagi sampai ia benar-benar bisa.
Dion yang menatap kegembiraan adik kelasnya itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil melangkah duduk di bangku belakang tiang ring basket.
Setelah dirasa cukup, akhirnya Kayra menyudahi permainannya. Ia menghampiri Dion yang sedang duduk di bangku.
"Makasih ya Kak," ucap Kayra diselingi dengan senyuman manisnya pada Dion.
"Sama-sama," jawabnya.
Seolah sudah tidak terlalu canggung lagi, Kayra dengan santainya duduk di samping Dion.
"Nih Kak!" Kayra menyodorkan sebotol air mineral yang belum dibuka. Itu miliknya ketika olah raga tadi.
"Kamu nggak minum?" tanya Dion heran sebelum mengambil botol itu.
"Kakak minum aja dulu, pasti capek kan?" jawabnya sambil mengkibas-kibaskan telapak tangannya.
Dion membuka botol tersebut. Kayra hanya menatap ke arah depannya. Dilihatnya banyak sekali yang menontonnya terutama kakak kelas perempuan.
"Nih!" Dion memberikan botol yang isinya tersisa setengah itu ke Kayra. Tanpa babibu Kayra langsung meminum dengan menempelkan bibirnya ke bibir botol itu.
Seketika mendengar suara orang cekikikan. Ya, Dion diam-diam cekikikan entah apa yang ditertawakan sambil menghadap ke arah Kayra. Kayra menutup botol tersebut lalu menatap Dion.
"Ada apa sih Kak? Emang ada yang salah ya sama Kay?" tanyanya dengan mengerutkan alis.
"Kayra... Kayra... Kamu tuh lucu banget sih!" bukannya menjawab ia malah mengacak-acak rambut Kayra degan tangan kirinya.
"Ih... Kakak kenapa sih?" ucap Kayra dengan nada agak kesal.
"Itu!" ucapnya Dion sambil menunjuk botol yang kini sedang digenggam Kayra.
"Terus?" Kayra masih tidak menyambung dengan perkataan Dion.
Ya tuhan... Apa Kayra sebegitu polosnya? Pikirnya.
"Secara tidak langsung kamu tadi itu ciuman tahu sama aku," ungkap Dion dengan cengengesan. Menunjukkan senyumnya yang mengembang.
Kayra melotot tak percaya. Kenapa dia tidak sadar sih?
"Ih Kak Dion kok gitu sih?" ucapnya kesal lalu menaruh botol itu dengan keras di sampingnya.
"Kamunya sih yang nggak peka."
"Kok Kay?" protesnya tidak terima.
"Iya kamu." sepertinya Dion memang suka meggoda Kayra.
"Enggak!"
"Iya!"
"Ih... Ih!" kesalnya dan menatap tajam Dion.
"Ih... Ih!" tak disangka Dion malah menirukan ucapannya.
"Dasar!"
"Dasar!"
Kayra yang sebal akhirnya berdiri, entah kenapa wajahnya jadi memerah dan sepertinya ia salah tingkah.
"Kakak nyebelin!" ucapnya lalu melipat kedua tangan di depan dada.
"Kamu nyebelin!" Lagi-lagi Dion menirukan gayanya.
"Hu... Uh!" Kayra menghentak-hentakkan kakinya ke tanah. Gaya seperti itu terlihat lucu di mata Dion.
Kayra pun langsung berlalu menuju ke arah kelasnya yang lumayan jauh dari lapangan basket. Meninggalkan Dion yang masih cekikikan.
Dilihatnya Dion seperti mengedipkan sebelah matanya ke arah Kayra. Namun Kayra tidak yakin. Ia pun melanjutkan jalannya dan sesekli menggelengkan kepalanya. Heran.
Ia pun langsung menuju ke arah ruang ganti yang ukurannya sangat besar.
Di perjalanan menuju tempat itu, terdengar banyak yang membicarakannya. Walaupun tidak terlalu keras tapi ia masih bisa mendengarnya.
"Beruntung banget ya dia, bisa diajarin main basket sama si ketos."
"Ih jadi ngiri deh sama dia."
"What? Dion si ketos ngajarin nih bocah?" setelah beberapa kalimat terlontar dari segerombolan perempuan di sepanjang jalan. Tidak disangka, beberapa siswa perempuan yang pasti kakak kelas menghadang tepat di depan pintu ruang ganti.
"Eh lo! Lo pake apa sampe Dion mau sama lo?!" pertanyaan sinis dan terkesan membentak itu berasal dari salah satu dari mereka. Ya, ada tiga cewek di depan Kayra saat ini.
Di ruang ganti yang begitu luas itu, hanya terlihat beberapa kakak kelas dan seangkatannya saja.
Kayra diam tak mampu berkata apa-apa.
"Eh. Malah diem?! Punya mulut nggak sih?!" bentaknya lagi.
"Kay... nggak ngelakuin apapun kok Kak..." jawab Kayra gemetar. Ya tuhan...kejadian ini seolah deja vu pada masa orientasi kemarin. Bedanya, kemarin memang kesalahannya namun sekarang, tentu saja tidak!
"Gue peringatin lo ya, jangan sekali-kali lo deketin Dion! Dion itu punya gue!" tegas cewek itu sambil menyilangkan tangan di depan dada sementara temannya hanya menatap tajam ke arah Kayra.
Apa masih ada pembulian di zaman sekarang? Apalagi ini di Rodriguez? Sekolah bertaraf internasional yang rata-rata siswanya cerdas dan pasti memiliki sifat toleransi yang kuat.
"Dan lo anak kecil... "
"Aw! Sakit Kak..." rintih Kayra ketika tiba-tiba rambutnya dijambak dengan kuat. Kayra tidak menyangka gara-gara ia hanya diajari basket saja efeknya seperti ini. Ia bingung.
Sifat cengeng sepertinya akan muncul.
"Itu baru awal, kalau lo sekali lagi tambah ngelunjak, gue bakal... "
"BAKAL APA?!" suara itu, ya, Kayra sangat mengenalinya. Namun ia tidak bisa langsung menoleh karena tangan cewek itu masih menjambak kuat rambutnya.
Sontak saja ketiga perempuan tersebut menjadi kikuk. Dengan cepat menurunkan tangan dari rambut Kayra. Lalu menunduk seolah takut dengan seseorang yang berjalan mendekat.
"Sini!" Jovi menarik pelan lengan Kayra. Lalu kembali menatap ketiga cewek di depannya yang membeku ketakutan.
"Bakal apa gue tanya?!" bentak Jovi dengan suara khas komdisnya.
"Bukan gitu Jo..." elak cewek tadi.
"Bukan gitu apa?!" bentak Jovi lagi. Kayra juga merasa takut dengan Jovi yang masih memegangi lengannya.
"Berapa kali kalian ketahuan bully junior?!" tanya Jovi penuh penekanan.
"Gue nggak mau tahu alasan kalian. Mulai sekarang, kalau gue atau OSIS maupun komdis lihat kalian lagi bully junior ataupun siapa, gue pastiin lo masuk ruang konseling." ancamnya dengan tatapan serius.
"Tapi Jo..."
"Udah deh Njel, nggak usah ngeles lagi. Gue peringatin sekali lagi sama lo. Jangan pernah bully siapapun terutama junior! Bersikaplah menjadi seorang senior yang baik bagi junior!" peringatnya. Untung saja di sekitar ruangan tersebut sepi sehingga tidak ada yang tahu.
"Dan ingat, jomdis punya wewenang buat mengajukan permohonan Drop Out ke kepsek. Gue bisa aja laporin lo ke kepsek sekarang. Tapi, percuma. Lain kali aja," ancamnya lagi disertai senyum sinis.
Kayra merasa ngeri melihat ekspresi mengerikan Jovi.
"Sekarang, lebih baik lo kembali ke kelas lo, Se-Ka-Rang!" perintah Jovi dan ketiga cewek itu langsung berjalan cepat menjauh dari hadapan komdis itu dengan gaya angkuhnya.
Kayra mencoba menatap Jovi yang mulai tenang amarahnya.
"Kak Jo. Makasih," ucap Kayra gugup.
"Kamu cepat ganti. Habis ini jam istirahat udah mau habis," ucapnya pelan sebelum berlalu meninggalkan Kayra yang masuk menuju lokernya.
Kak Jovi kok mau nolongin Kay ya? batin Kayra masih bingung.
Kenapa jadi kayak gini? Apa salah Kay? Kenapa Kay jadi sasaran bully?" dalam hati ia bertanya-tanya akan kejadian barusan.
Dengan cepat ia mengganti pakaian olah raganya dengan seragam hari ini.
Setelah lima menit, ia selesai berganti lalu menaruh pakaian olah raganya di paper bag yang ia bawa. Ia melihat jam di tangannya, waktu istirahat kurang lima menit lagi. Ia pun mempercepat jalannya.
Setibanya di kelas, ia mencoba rileks agar teman-temannya tidak mencurigai. Apalagi kalau sampai mereka tahu ia telah menjadi sasaran bully kakak kelas. Tidak! Ia harus mencoba melupakan kejadian tadi. Dan ia merasa sangat berterima kasih sekali kepada Jovi, si komdis tampan itu.
"Eh Kay! Udah selesai latihannya? Ciyee yang diajarin kak komdis... " goda Bella ketika Kayra akan duduk.
"Ih... Apaan sih Bell?" jawabnya singkat.
"Eh, Mrs Fanny belum ke sini kan?"
"Belum, by the way udah ngerjain tugas yang kemarin belum?" tanya Bella seraya membuka buku Bahasa Inggrisnya.
"Udah dong," jawab Kayra dengan pedenya.
"Sama," sahut Bella. Cewek itu nyengir.
"Huuuh... Gerah banget." Kayra langsung meminum air mineral yang berada di depan Bella. Ia tadi tidak sempat membeli lagi.
"Ih si Kay mah sukanya gitu...langsung ambil aja minuman orang," kesal Bella yang dibuat-buat pada Kayra. Kayra yakin bahwa temannya itu hanya bercanda. Dan ia pun membalas hanya dengan cengiran tanpa dosanya.
***
Beberapa jam yang lalu...
Setelah pelajaran olah raga, Jovi memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan. Ya, dia sangat menyukai tempat itu. Bisa dibilang di Rodriguez hanya tempat itulah yang paling aman, nyaman dan bisa membuat pikiran menjadi fresh.
Perpustakaan di sekolah tersebut terletak di lantai dua. Ruangannya sangat luas. Bisa dibilang luasnya sama dengan lapangan basket. Aroma sejuk mulai menyapa ketika memasuki perpustakaan.
Jovi memilih duduk di kursi dekat jendela. Dari sana bisa diamati apa saja yang terjadi di lapangan basket, voli, dan sepak bola.
Ia duduk sambil membaca buku tentang bagaiman cara meraih kesuksesan. Jujur, Jovi sangat ingin menjadi seorang yang bisa membanggakan orang tuanya.
Khususnya sang ibu yang sudah tenang di sana. Dan ia juga ingin membuktikan pada sang ayah jika ia bisa meraih impiannya tanpa harus menuruti paksaan sang ayah.
Setidaknya dia sudah mengantongi point plus dari beberapa universitas yang memberi kepercayaan terhadapnya untuk menjadi salah satu mahasiswa di sana.
Namun saat ini ia masih belum puas dengan itu semua. Beasiswa ke luar negeri juga sangat ia inginkan.
Ia sangat menyadari di perpustakaan bukan hanya dia saja, ya, beberapa adik kelas memperhatikannya diam-diam.
Tapi biarlah, toh mereka juga punya mata. Selagi tidak merugikan fine-fine saja. Pikirnya.
Alasan ia memilih tempat ini di waktu senggangnya salah satunya adalah untuk menghindar dari Felicia. Ia juga bingung kenapa cewek itu sangat berantusias sekali jika berada di dekatnya. Walaupun ia tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan cewek itu.
Jovi tidak pernah memarahinya, hanya saja ia sebal melihat cewek itu yang terlalu over protective.
Ia mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Matanya teetuju pada siapa yang sedang berada di dekat tiang ring basket.
Tunggu, apa ia tidak salah lihat? Itu Dion dengan...juniornya, Kayra. Ya, cewek yanh satu kelompok dengannya dalam mengerjakan project siswa aksel.
Hah? Dion tertarik sama dia? Kalau dilihat-lihat dia cantik. Batinnya berucap
Terlihat dari tempat Jovi duduk Dion mengajari cewek itu bagimna cara lay up. Ya, Dion adalah ketua tim basket Rodriguez. Tidak heran jika dia cukup banyak memiliki penggemar.
Kayra terlihat sangat antusias sekali diajari oleh Dion. Sampai akhirnya ia berhasil memasukkan bola itu ke ring. Senyumannya mengembang seolah itu hal yang luar biasa baginya. Entah kenapa Jovi ikut senang melihatnya seantusias itu.
"Jovi... " Suara itu, ya, itu Felicia. Dengan malas, Jovi menoleh ke sumber suara tersebut.
Ya, Felicia memang cantik. Itulah yang sering dikatakan beberapa siswa Rodriguez. Tapi tidak dengan Jovi. Ia menganggapnya biasa-biasa saja.
Wajah cantik, rambut panjang, kulit putih sangat cocok menjadi pacar idaman, tapi tidak untuknya.
"Jo! Kamu di sini?" ucapnya dengan antusias. Apa dia tidak sadar di mana mereka sekarang? Seisi perpustakaan menatap mereka!
"Hem...apa Fel?" sebisa mungkin Jovi meladeni omongannya, karena ia tidak ingin melukai seorang cewek terutama yang satu ini.
"Nggak apa. Cuma mau ketemu kamu aja," ucapnya lalu duduk di sebelah Jovi. Bisa dipastikan bahwa ia akan langsung merangkul lengan Jovi.
Ya, itu lah kebiasaan buruknya.
"Fel, jangan gini!" protes Jovi risih karena ini adalah perpustakaan. Pasti yang tidak tahu kebenarannya menyangka ia mencuri kesempatan untuk bermesraan dengan cewek itu. Jovi menjadi tidak enak dengan siswa lain yang juga berada di sana.
"Yaudah deh. Aku diam." benar saja ia diam tapi malah berganti kepalanya disandarkan di bahu Jovi.
Ya tuhan... Tolonglah hambamu ini. Batin Jovi tidak tahan.
"Baca apa sih?" tanyanya langsung mengambil buku yang sedang Jovi baca. Cowok itu hanya bisa menghela napas panjang.
"How to be success?" ejanya ketika melihat judul buku tersebut.
"Kamu baca ini Jo? Um... " tanyanya sambil membolak-balikkan halaman buku. Jovi hanya menyahutinya dengan deheman.
"Fel, kamu nggak masuk ke kelas kamu?" tanya Jovi mengalihkan pembicaraan agar cewek itu cepat-cepat menyingkir.
Ia bukan mengusirnya hanya saja risih dengan Felicia yang begitu over.
"Aku turunnya bareng kamu aja Jo," jawabnya dengan enteng dan masih menempelkan kepalanya di bahu Jovi. Otomatis Jovi tidak bisa bergerak sedikitpun.
"Aku mau balik sekarang aja," ucap Jovi kemudian, mengambil buku itu dari tangan Felicia dan hendak mengembalikan.
Selesai mengembalikan ke tempatnya ia keluar dari perpustakaan dan bisa ditebak kalau Felicia saat ini memang sedang menggandeng lengan Jovi erat.
Mereka berjalan beriringan. Jovi sangat risih, namun mau bagaimana lagi? Percuma saja jika ia melepas dengan paksa pasti Felicia akan menarik dan menggandengnya lagi. Menyebalkan.
Sesampainya di bawah, Jovi mencoba mengalihkan perhatian cewek itu dengan apapun.
"Fel, aku ada kumpul sama anak OSIS sekarang. Kamu balik sekarang gih!" Jovi berbohong padanya.
Mana ada kumpul atau rapat OSIS dalam waktu intra pelajaran. Kumpul OSIS selalu di luar jam pelajaran.
Alasan itu agar ia bisa mengelabuhi si Felicia ini.
Dengan mendengus kesal akhirnya cewek berambut panjang itu berlalu meninggalkan Jovi. Ia pun berjalan ke arah kelasnya lewat jalan lain.
Karena kelasnya dengan kelas Felicia searah tidak mungkin ia melewati jalan yang sama. Bisa-bisa gadis itu akan mengintrogasinya
Sesampainya di depan lab kimia Jovi menghentikan jalannya.
Ia melihat Angel dan dua temannya seperti sedang mem-bully seorang junior. Cewek itu memang tidak ada kapok-kapoknya. Ya, ia sering masuk ke ruang konseling karena beberapa ha setahu Jovi.
Jovi menajamkan pandangannya melihat siapa yang menjadi sasaran tersebut. Itu dia, Kayra menjadi sasaran bully Angel ce es.
Entah dorongan dari mana kemudian ia melangkah menghampiri mereka. Dan amarahnya tak bisa dibendung lagi ketika Angel dengan kasarnya menjambak rambut cewek itu.
"BAKAL APA?!" terdengar memang Angel membentak Kayra dan Jovi pun menyahuti dari belakang dengan suara lantang.
Ketika sampai di hadapan mereka, dengan cepat ia menarik pelan lengan Kayra hingga cewek itu berada di belakangnya.
Dengan penuh kemarahan Jovi menatap Angel dan kedua temannya.
Adu omongan dan ancaman drop out pun berhasil Jovi lontarkan. Ya, semua ia lakukan agar cewek-cewek itu kapok dan tidak mem-bully junior lagi.
Angel memang seangkatan dengan Jovi, tapi karena ia murid aksel sehingga sekarang satu tahun di atasnya.
Setelah ketiga cewek tadi pergi. Kayra masih diam, mungkin karena takut dengan perkataan Jovi tadi. Wajar karena Jovi memarahi mereka dengan emosi yang tak bisa dihentikan.
Jovi mulai melepaskan pegangannya di lengan Kayra.
"Kak Jo, makasih," ucapnya lembut dengan sedikit tersenyum. Jovi lega melihatnya seperti itu.
"Cepat kamu ganti, habis ini jam istirahat udah mau habis," ucap Jovi sebelum meninggalkannya di depan pintu ruang ganti tersebut.
Entah apa yang membuat Jovi merasa sangat ingin melindungi cewek itu. Jovi tahu bahwa Kayra sedikit manja dan sangat penakut.
***
Jam sudah menunjukkan jam dua siang, waktu bagi beberapa siswa Rodriguez menyelesaikan kegiatan belajarnya. Walaupun sistem di sekolah tersebut yaitu fullday school.
Dengan riangnya Kayra menuruni tangga bersama teman-temannya.
"Kay, Bell. Minggu besok kalian mau ikut nggak?" tanya salah satu temannya.
"Nggak bisa, Tas. Aku ada kelas aksel. Emang mau kemana?" jawab Kayra.
"Gue ikut," sahut Bella.
"Maunya sih ke mall sama cari-cari buku penunjang," jelas tamannya yang bernama Tasya.
Mereka berjalan beriringan. Dalam hati Kayra sepertinya ia masih takut dengan kakak kelas tadi.
"Gimana kalau mereka bully Kay lagi?" ia membatin. Begitu ketakutan.
"Emm...Kay juga pingin tapi mau gimana lagi? Lain kali aja ya," ucap Kayra merasa tidak enak. Namun mencoba tersenyum.
"Nggak apa kok Kay."
Kayra berjalan menuju arah gerbang, karena Bella dan Tasya sudah dijemput.
Mulai hari ini sepertinya Kayra akan pulang naik taksi dan berangkat ke sekolah bersama ayahnya karena Pak Mamat sudah tidak bisa lagi bekerja untuk keluarganya dan Kayra juga tidak ingin merepotkan orang lain. Ia mencoba menjadi pribadi yang mandiri!
Ia rela setiap hari harus pulang naik taksi. Mengingat ayah dan ibunya juga memiliki kesibukan tersendiri.
Ia menoleh ke arah lapangan basket, terlihat banyak dari seangkatannya berbaris dengan rapi. Dan beberapa OSIS sedang berada di depan mereka. Tunggu, komdis juga berada di sana!
"Apa mereka semua dihukum? Tapi kenapa?" Kayra membatin. Lalu ia melanjutkan jalannya menuju gerbang.
Sebelum sampai di depan gerbang keluar, ia melihat Jovi yang sedang berjalan dengan mesranya dengan pasanganya ke arah lapangan tadi. Dan ia hanya tersenyum kecil ketika berpapasan dengan mereka. Jujur, dalam hatinya ia sangat canggung dengan komdis yang satu itu.
***
Leave vote and comments below! ;)
Thanks for reading and including this story to your RL guys
Love you ;)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top