Part 50 - E N D I N G
Tarik napas.... keluarkan...
Tekan bintang ya? :) kusaranin sambil dengerin lagu di mulmed biar nge feel gitu
***
"Kayra... bangun, hei!" Maria mengolesi sedikit demi sedikit minyak kayu ke hidung Kayra. Berharap anaknya cepat siuman.
"Kayra...."
Kayra masih belum sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian mata cewek itu perlahan terbuka.
"Ma... ini di mana?" tanyanya lemah.
"Di rumah," jawab wanita itu.
Kayra bangkit, mencoba duduk. Allen membantu cewek itu perlahan dengan memegangi bahunya.
Kayra diam. Masih mencoba mengumpulkan kesadaran. Andre, Maria dan Allen menatap cewek itu dengan tatapan was-was.
Beberapa detik kemudian, air matanya lolos begitu saja. Kayra sudah mengingat apa yang tidak lama tadi ia lihat dan dengar.
"Ma, Pa, Kay mau ke rumah sakit..." ucapnya sambil menitihkan air mata.
"Iya, Sayang. Tapi besok aja ya?" kata Andrew.
Kayra menggeleng. "Enggak Pa... Kay mau sekarang. Kay mau lihat Kak Jo..." air matanya kembali tumpah. Maria menoleh ke suaminya meminta pendapat.
Andrew menghela napas dalams ebelum berucap. "Yaudah kita ke sana. Tapi ingat, kontrol diri kamu. Papa nggak mau kamu pingsan atau sesuatu lain terjadi di sana," ujar Andrew tegas.
Kayra mengangguk lemah.
"Allen ikut Om," ucap Allen. Andrew mengangguki.
"Ayo Sayang." Maria dan Allen membantu Kayra bangun. Mereka kemudian berjalan keluar kamar.
***
Kayra cemas.
Sedari tadi ia tidak berhenti memilin jemarinya. Perasaan khawatir dan jantung yang tak dapat dikondisikan lagi sangat terasa. Hingga Allen mencoba menenangkannya dengan merangkul cewek itu dari samping.
"Jangan negative thinking. Berdoa aja semoga Jovi nggak apa-apa," kata Allen.
Kayra menggeleng lemah. "Nggak mungkin nggak apa-apa Kak Allen... Kak Allen liat sendiri kan gimana tadi?" Suara Kayra terdengar lirih.
Maria yang duduk di bagian depan sesaat kemudian menoleh ke belakang.
"Kita berdoa aja Sayang."
Kayra mengangguk lemah.
"Pa? Tadi ada balasan nggak?" tanya Maria.
"Nggak diangkat Ma. Mungkin nggak sempat lagi." Andrew terus mengarahkan pandangan ke depan.
Maria manggut-manggut. Dalam hatinya ia begitu khawatir. Ia sudah menganggap Jovi seperti anaknya sendiri.
Tidak butuh waktu lama. Akhirnya mobil SUV putih itu memasuki area rumah sakit bertuliskan, "GRAHA MEDICAL"
"Kita tanya di sana Pa ayo!" Kayra mempercepat langkahnya setelah turun dari mobil. Mereka bertiga mengikuti langkah Kayra yang berjalan menuju tempat dimana beberapa suster tengah berjaga di tempatnya.
"Maaf sus, ruang pasien atas nama Jovian di mana ya?" tanya Kayra dengan tak sabar.
"Mbak nya reporter?" suster itu balik bertanya.
Maria yang mendengar itu langsung menyahuti, "Bukan sus. Kami keluarganya."
"Oh.. maaf Bu, saya kira reporter karena tadi banyak yang ingin meliput melihat korban kecelakaan tersebut. Namun sudah dilarang saat ini. Ruangannya ada di... dari sini kalian lurus saja lalu belok kiri dan yang paling ujung," jelasnya.
"Makasih sus." Kayra langsung melangkahkan kaki menuju tempat yang sudah disebutkan. Aroma obat dan khas rumah sakit sedikit membuatnya pening selama berjalan. Inilah salah satu alasan kenapa dirinya tidak suka berlama-lama di rumah sakit. Namun ia mencoba mengabaikannya untuk saat ini.
Belum sempat dirinya berbelok ke kiri, Ia terkejut melihat siapa yang berjalan dari arah berlawanan. Sontak ia menghentikan langkahnya. Disusul dengan Allen yang berjalan mendekat dengan terheran-heran.
"Meggy?" Allen berucap pelan.
"Maaf Pak, ada apa ini?" tanya Allen. Maria dan Andrew terlihat ikut bingung karena ALLEN DAN Kayra menghentikan langkah.
Dua orang polisi yang memegangi Meggy di kanan kiri menghentikan langkahnya seketika. "Kami dari aparat kepolisian menangkap saudara Meggy sebagai tersangka dalam kecelakaan tersebut?"
Kayra membulatkan mata tak percaya. "Tersangka?" tanya Kayra memastikan. Ia tidak salah dengar, bukan?
"Bapak tidak salah orang?" Allen berkata serius.
"Tidak. Kami sudah memeriksa TKP dan CCTV di sana jika saudara Meggy sengaja menabrakkan motornya lalu kabur begitu saaja dan membuat saudara Jovi kehilangan kemudi yang akhirnya tertabrak truk," jelas satu di antara mereka.
Allen mematung. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Jantung Kayra semakin kencang berdetak setelah mendengar Jovi tertabrak truk. Tubuhnya serasa ditimpa sebuah beban yang begitu berat.
"Bener Meg? Gue nggak percaya lo ngelakuin hal sejahat ini. Dia saudara lo!" maki Allen kesal seraya menggeleng tak habis pikir.
Meggy hanya diam seraya menunduk dengan kedua tangan diborgol.
"Selamat malam Pa, Bu. Kami harus segera pergi." Pak pilisi tadi berucap.
"Oh, iya Pak," jawab Maria dan Andrew bersamaan.
"Itu teman kamu kan Len?" tanya Maria. Allen menganggguk dengan masih menatap kepergian dua polisi yang membawa Meggy.
"Kak Meggy sepupu Kak Jo Ma, Pa, kata Kayra.
"Yaampun... tega sekali dia. Yaudah kita lanjut ke ruangan Jovi saja," ujar Maria.
Kayra mengangguk. Sesampainya area kamar bertuliskan bougenville ia menghentikan langkahnya. Ia melihat beberapa orang yang tengah duduk di bangku tunggu dan seorang cewek yang sepertinya tidak asing baginya. Itu dia! Cewek yang ada di foto dengan Jovi.
Kayra menghela napas. Kalaupun dia pacar Jovi, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia ke sana pun karena ingin mengetahui bagaimana keadaan Jovi dan mencoba melupakan jika ia memiliki masalah dengan cowok itu.
"Permisi Bu, apa benar ini keluarga Jovian?" Maria bertanya pada wanita yang berdiri ketika melihat kedatangan mereka. "Ya, Anda siapa ya?"
"Saya..."
"Saya teman Fero dan ini anak saya," jawab Andrew cepat sambil menyentuh pundak Kayra.
"Mas Fero sedang berada di ruangan sebelah bersama dokter Handi setelah polisi datang tadi," ucap wanita itu dengan setengah tersenyum.
"Kay boleh nggak tante lihat kondisi Kak Jo?" tanyanya.
"Bentar ya Sayang." Wanita itu, istri Rihandi berjalan menuju ruang tempat Rihandi dan Fero tengah berbincang.
"Masuk!" ucap Rihandi ketika pintu diketuk.
"Mas, ada teman Mas Fero dan anaknya ingin melihat Jovi. Tidak apa?"
"Itu mungkin Andrew Mas. Ayo!" Rihandi segera bangkit begitupun Fero.
"Apa suster tadi sudah keluar bersama dokter Raisa, Ma?" Rihandi bertanya seraya mereka berjalan.
"Barusan."
Rihandi manggut-manggut.
Sedangkan Kayra terkesiap melihat siapa yang baru saja keluar dari ruang yang dituju wanita tadi. Itu Fero. Untuk pertama kalianya ia melihat Fero dengan tampilan yang bukan dirinya sekali. Rambutnya acak-acakan dan wajahnya terlihat kusam. Tatapan sendu begitu tersirat.
"Fer!" Andrew mendekati Ferolalu memeluknya.
"Kau datang?" tanya Fero setelah Andrew meleaskan pelukan mereka.
"Ya, aku melihat berita di TV. Aku turut berduka atas kejadian yang menimpa Jovi Fer." Fero menyunggingkan bibir sembari menoleh pada Kayra.
"Om Fero,Kay boleh nengokin Kak Jo nggak?"
Fero tersenyum lalu menatap Rihandi meminta pendapat. Rihandi mengangguki "Boleh. Dia di dalam."
"Makasih Om." Kayra langsung berjalan lalu membuka pintu ruang tersebut. Seketika ia mematung. Ia membungkam mulut dengan telapak tangan agar teriakan shock-nya tida keluar.
Jantungnya kembali berdetak dengan hebat. Ia tidak sanggup melihat apa yang terpampang di hadapannya. Jovi dengan perban-perban yang melilit beberapa bagian tubuhnya. Tidak terkecuali kepalanya. Terdapat juga bercak darah di sana. Kulit wajah Jovi yang awalnya mulus tanpa noda sekarang memiliki goresan. Goresan memanjang dari pelipis sampai dagunya. Alat bantu napas terpasang di hidung cowok itu.
Dentikan mesin patient control terdengar menambah kepiluan siapapun yang melihatnya.
Maria, Allen yang perlahan masuk ikut menatap sendu, melihat cowok itu terkapar tak berdaya.
"Kak Jo..." panggilnya pelan.
"Kak..."
"Kak Jo bangun..."
Kayra menyentuh lengan Jovi dari balik selimut. Tidak ada pergerakan apapun. Yang terdengar hanya dentikan mesin patient control. Ia kemudian menoleh ke belakang.
"Kak Jo, Kak Jo kenapa Om?" tanyanya diselingi isakan pilu. Tenggorokan Kayra seakan tercekat. Ia benar-benar tidak sanggup melihat apa yang dialami Jovi.
Fero mendekat dengan tatapan sendu. Pria itu menyugar rambutnya sekilas.
"Jovi koma."
Dua kata itu sudah mewakili semua pertanyaannya. Bak tersambar petir dan tertusuk ribuan anak panah. Kakinya seketika melemas. Jovi koma.
"Om... ini nggak bener kan?"
Fero menarik napas dalam sembari emijat pelipisnya. "Om tidak bohong. Jovi koma. Dan ini semua karena Om." Fero berucap dengan suara serak.
Kayra menggeleng. Ia masih tak percaya.
"Kak Jooo." ia menghambur memeluk Jovidai samping. "Kak Jo bangun... maafin Kay tadi udah bikin Kak Jo marah, Kay nggak serius Kak, Kay bohong. Kak Jo bangun ya?"
"Sayang... udah..." tegur Maria.
"Enggak Ma... Kay mau di sini sama Kak Jo sampai Kak Jo bangun..."
Kayra terus menangis, tangannya mengusap lembut pipi cowok itu.
"Kak Jo harus bangun."
"Sayang... biarkan Jovi istirahat ya?" bujuk Maria lagi.
"Nggak Ma... Kay mau di sini." Kayra mengusap air matanya sambil menoleh pada Maria.
"Tidak apa Maria. Lebih baik kita keluar dulu. Saya mengerti bagaimana perasaan dia. Saya yakin dia tidak akan lama seperti ini," ucap Fero pelan.
Maria menatap sedih pada Kayra yang terus menangisi Jovi. Allen tidak dapat berucap apa-apa. Mereka bertiga keluar dari ruangan tersebut dan menutup pintunya. Membiarkan Kayra di dalam.
"Kak Jo, Kak Jo bangun ya? Kay bohong sore tadi, nggak serius." Kayra mulai meracau dengan sendirinya. Tangan Kayra bergerak mengelus lembut tangan Jovi yang terpasangi infus.
"Kak Jo pikir Kay sama Kak Meggy kan? Enggak Kak. Kay bohong. Kak Allen juga. Sekarang Kay tahu, bener kata Kak Jo. Kak Meggy bukan orang baik..." Kayra menyunggingkan senyum miris sebelum melanjutkan racauannya. "Seharusnya Kay sadar... Kak Meggy udah jahat sama Kak Jo. Sampai buat Kak Jo jadi kayak gini."
Mata Kayra menatap wajah Jovi dengan penuh harap. "Kak Jo bangun ya? Kay cuma pengen Kak Jo sembuh. Kay nggak akan berharap apa-apa dari Kak Jo lagi. Kay minta maaf Kak..."
"Kak Jo bangun ya? Habis Ini kak Kak Jo wisuda. Jadi harus sembuh Kak. Kay pengen lihat Kak Jo pakai jas dan menerima penghargaan, ya?" Kayra tersenyum penuh harap. Semua kata yang terlontar dari mulutnya seakan ia sedang berbincang dengan Jovi yang akan menyahuti.
"Kak Jo sebagai siswa unggulan Rodriguez. Bahkan di Indonesia. Ya Kak?" Kayra semakin meracau. Mengucapkan kata-kata yang ia sendiri tidak tahu kenapa bisa terlontar.
"Kak Jo nggak mau ketemu sama temen-temen Kak Jo?"
"Kak Jo bangun.... Maafin Kay Kak..."
Klek
Tiba-tiba pintu terbuka. Kayra menoleh ke arah pintu ternyata cewek cantik yang ia temui tadi. Segera ia menghapus air matanya.
"Ehm... maaf." Kayra menjauh dari Jovi.
Cewek itu mendekati Kayra. "Maaf untuk apa?" Kayra bungkam.
"Kakak pasti Kak Kayra kan?"
"Eh?" Kayra menatap bingung cewkek di depannya saat ini.
"Kak Jovi pernah cerita kalo pacarnya namanya Kayra. Dia cantik, pinter lucu dan ngangenin katanya." Cewek itu terkikik.
"Eh? Kamu ehm..." Kayra seketika gugup.
"Oh maaf, kita belum kenalan ya? Fika. Sepupu Kak Jo." Cewek itu mengulurkan tangannya.
"Sepupu?"
"Iya. Mama aku adiknya Om Fero." Fika tersenyum tipis.
Kayra membulatkan mata. Jadi... dia bukan pacar baru Jovi? Selama ini ia sudah salah sangka pada cowok itu. Benar, Jovi tidak pernah berbohong.
"Ehm... kukira kamu.. pacarnya." Fika terkikik. "Nggak mungkin lah. Kakak ada-ada aja. Oh ya, Om Handi bilang, Kak Kayra boleh keluar. Habis ini bakal ada pemeriksaan buat kak Jovi lagi."
"Oh iya, iya."
Kemudian mereka keluar dari ruangan tersebut.
***
Suasana ruang tunggu di depan kamar Jovi begitu hening setelah kepulangan Kayra dari rumah sakit tadi dan beberapa anggota keluarga Jovi. Sebenarnya Kayra sangat ingin menemani Jovi. Namun ia mengalah atas keinginan kedua orang tuanya.
Di ruang rihandi. Fero dan pria itu tengah membicarakan sesuatu.
"Mas yakin?"
"Ya, aku akan melakukan apapun demi anakku Han," ucap Fero yakin.
"Ya saya tahu. Lalu... bagaimana dengan kasus Reksa dan Meggy?"
"Jika boleh, aku mohon kau yang mengurusnya. Aku benar-benar tidak habis pikir jika Reksa yang menyelakaiku."
Rihandi menghela napas panjang sebelum berucap. "Saya sudah curiga dari dulu Mas. Dan akhirnya... polisi berhasil menyelidiki sekaligus. Menangkap Meggy dan Reksa."
Fero mengangguk. "Terima kasih."
"Dan lagi... selama kepergianku nanti, aku percayakan perusahaanku padamu. Kau boleh memerintahkan siapapun. Beritahu Aldo untuk mengurusnya dan selalu memantau." Rihandi mengangguk.
"Saya akan mengusahakan apapun demi kebaikan Jovi. Jika Mas butuh sesuatu tinggal bilang saja. Saya akan selalu siap."
"Terima kasih Han. Kau sudah mau membantu banyak untukku dan Jovi."
"Ini juga sebuah kewajiban bagi saya, Mas," balas Rihandi dengan senyuman lega.
***
Seminggu sejak kejadian tersebut, tidak ada perubahan yang signifikan dari kondisi Jovi. Dan selama itu pula semua teman-teman Jovi dan guru di Rodriguez datang menjenguknya walau tak diizinkan masuk mengingat kondisi Jovi. Tangis pecah dan haru tidak dapat terhindarkan lagi. Teman-teman Jovi yang tidak menyangka kejadiaan naas ini menimpa sosok kebanggan sekolah mereka itu tak dapat berbuat apa-apa ketika dokter mengatakan jika Jovi koma. Bahkan setiap harinya selau ada yang menengok ke rumah sakit. Begitupun dengan Kayra. Bisa dibilang setiap hari cewek itu datang ke sana tanpa bisa menengok Jovi secara langsung. Kadang sepulang sekolah ia meminta Allen mengantarkannya dahulu.
Pagi ini Kayra dengan terburu-buru menuruni anak tangga.
"Pagi Ma, Pa."
"Mau ke mana?" tanya Maria dari meja makan.
"Ke Kak Jo sama Kak Allen," jawabnya.
"Apa nggak nanti aja Sayang? Setiap hari kamu ke sana."
"Enggak Ma. Kay pengen sekarang. Boleh kan?" Kayra berucap ceria.
"Boleh. Sarapan dulu."
"Enggak deh Ma," tolaknya sopan.
"Yaudah, hati-hati."
"Ayo Kak!" ia menoleh pada Allen yang sudah selesai sarapan.
"Hm..." mereka berdua beranjak dari tempat tersebut. Motor sport Allen keluar dari area rumah Kayra.
"Kak Allen kemarin sempet minta maaf sama papanya Jovi." Allen berucap dengan sedikit berteriak agar Kayra mendengarnya.
"Buat apa?" balasnya.
"Waktu itu kan Kak Allen nonjok Jovi sampai lebam. Kakak ngerasa bersalah Dek."
"Hm... kay juga. Ternyata selama ini Kak Jo nggak pernah bohong. Cewek yang di rumah sakit waktu itu bukan pacar barunya. Di sepupu Kak Jo. Dan... benar kata Kak Jo. Kak Meggy bukan orang baik," ujar Kayra menyesal.
"Kak Allen juga kaget waktu tahu Meggy melakukan hal sekeji itu."
Kayra mengangguk. "Semoga aja Kak Jo cepat sadar dari masa komanya."
"Iya."
***
"Apa? Om pasti bohong kan?"
"Tidak," jawab Rihandi. Saat ini mereka berada di ruang tunggu biasanya.
"Enggak mungkin..." Kayra menggeleng sambil menutup mulut dengan kedua tangannya. Setelah motor Allen sudah memasuki area rumah sakit, Kayra dengan cepat berjalan menuju ruang Jovi. Namun seorang dokter menghentikan langkahnya. Ya, itu Rihandi. Rihandi mejelaskan jika Jovi sudah diterbangkan menuju Amerika beberapa jam yang lalu bersama Fero.
"Kenapa Om nggak bilang?" tanya Kayra. Allen pun ikut terkejut mendengar penjelasan Rihandi.
"Karena Fero tidak ingin semua tahu. Dia ingin kepergiannya dengan Jovi dirahasiakan. Dan sekarang Om harus memberitahu kamu. Karena Om tahu kamu sangat menyayangi Jovi," jelasnya. Tangan Rihandi bergerak mengusap bahu Kayra.
"Lalu... kapan mereka akan kembali ke sini Om?" tanya Allen.
"Om tidak dapat memastikannya. Ditambah lagi kondisi Jovi koma. Jadi Om tidak dapat memprediksikan kapan Jovi akan sadar. Di sana pun dia juga harus menjalani kemoterapi."
"Boleh kami tahu, rumah sakit apa?" tanya Allen lagi. Kayra masih menunduk. Ia tidak habis pikir jika Jovi dipindahkan ke Amerika.
"Maaf, Om nggak bisa kasih tahu kamu. Fero mengatakan untuk tetap merahasiakan semua tentang Jovi. Sekarang akan diurus oleh Fero sendiri di sana."
Rihandi menghela napas dalam. "Lupakan Jovi Kayra. Om hanya ingin agar kamu tidak terus berharap padanya."
"Tapi Om..." Kayra menatap Rihandi.
"Peluang Jovi akan sama seperti sebelumnya pasti sangat sedikit. Kemoterapi memiliki efek samping. Dan pengobatan di America yang akan dipilih Fero, Om sendiri belum tahu. Kamu mengerti kan? Dia koma. Jadi butuh waktu lama untuk mengembalikan ingatan, dan segalanya ketika dia sadar nanti."
"Jadi maksud Om, Kak Jovi nggak bakal ingat Kay lagi?"
Rihandi bergeming.
"Om bukan menakut-nakuti kamu. Om hanya memberi saran. Tapi kalau kamu tidak menginginkan tidak apa. Om tahu kamu benar-benar menyayanginya. Tapi untuk saat ini, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ini semua keputusan Fero."
Mata Kayra mulai berkaca-kaca. Ia merasa hubungannya sudah terputus dengan Jovi dan sangat sulit untuk menggapainya kembali. Apa ia harus mengalah dan membenarkan saran dari Rihandi? Tapi... apa ia sanggup?
"Saya permisi dulu, ada urusan yang harus saya selesaikan." Allen mengangguki. Cowok itu menatap sekilas kepergian dokter berjas putih tersebut.
"Dek..." Allen mengejar Kayra yang berjalan cepat untuk keluar dari rumah sakit.
"Berhenti!" kata Allen ketika Kayra berada di taman sebelah tempat parkir.
Allen menggapai lengan Kayra. Ia tahu ini begitu menyakitkan.
Allen menyembunyikan wajah Kayra di dadanya. Membiarkan cewek itu menangis sejadi-jadinya.
"Kamu boleh meluapkan semuanya, Dek. Di sini ada Kakak."
"Kay nggak tahu Kak harus gimana?"
"Jika kamu seperti ini terus, ini akan membuat kamu tambah sakit. Keputusan untuk lepas dan melupakan dia Kakak rasa adalah yang terbaik, Dek..." Allen berucap pelan sambil mengelus rambut Kayra.
"Apa Kay bisa, Kak?" Kayra menatap Allen.
"Kamu pasti bisa. Ini semua demi kebaikan kamu."
"Tapi..."
"Nggak ada tapi-tapian. Kamu harus nyoba. Kamu nggak bisa terus terpuruk karena hal ini. kehidupan yang akan kamu alami masih panjang."
"Makasih Kak Allen." Kayra memeluk Allen lagi. Ia benar-benar bersyukur memiliki Kakak seperti Allen yang begitu pengertian.
Mungkin ini sudah berakhir baginya. Tapi siapa yang akan tahu? Mungkin saja keajaiban dapat menyingkap semua nantinya. Mengenang seseorang yang pernah ada dalam hidup kita bukanlah sebuah kebodohan. Nmaun bisa saja itu semua dalah awal dari kebahagiaan di masa mendatang. Percayalah...
THE END
Terima kasih untuk kalian yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir. Intinya, selama dua tahun peredaran di Wattpad banyak banget perubahan yang aku alami di cerita ini. bahkan sampai melampaui kerangka. Tetapi aku bangga dapat menyelesaikan karyaku ini.
Sampai jumpa di lain cerita... bye bye
Aku akan fokus ke cerita Lancaster Series
Leave vote and comment below!
Let me know what you think about this story.
Bye bye 😜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top