PART 43 - HADIR

SETELAH acara berlangsung sudah di tengah jalan Kayra sama sekali tidak ceria. Hanya sesekali tersenyum kecil ketika ada yang menyapanya. Benar-benar membosankan!

Acara inti seperti pemberian hadiah untuk setiap wali kelas sedang berlangsung. Cewek itu dengan malas mencari tempat agar dapat mengambil gambar dengan bagus.

Semua siswa memenuhi area stage, membuatnya kesulitan. Tapi tak masalah, setidaknya ia sudah mendapatkan beberapa gambar yang bagus untuk liputan kali ini.

Ia kemudian berjalan menjauh dari keramaian dengan kamera ia gantungkan di leher serta mengantungkan note kecil yang selalu ia bawa ke mana-mana saat sedang meliput.

"Ehem!" suara seseorang berdehem. Membuatnya menoleh ke belakang untuk memastikannya.

"Ehm... "

"Sakit?" tanyanya.

"Nggak, lagi bosen aja." Ia melambatkan jalannya, sedangkan cowok itu, Raka juga ikut menyetarakan langkahnya. Raka dengan senyum jahinlya spontan merangkul bahu cewek itu.

"Ih... Ka! Lepasin! Nggak enak tahu!" Kayra menggerutu sembari menatap cowok yang tingginya lebih dari dirinya tersebut.

"Biarin gini!" Raka malah mempererat rangkulannya. Mengajak Kayra menjauh dari keramaian. Mereka berjalan menuju gazebo sebelah lapangan. Mereka duduk di sana.

Seketika suasana hening. Yang terdengar hanyalah seruan pembawa acara dari mini stage tadi entah apa yang sedang diramaikan. Yang jelas salh satu band sekolah tengah tampil.

"Lo kenapa sih Kay? Nggak kayak biasanya," ujar cowok itu. Kayra menghela napas lalu menaruh kameranya di meja depannya.

"Nggak apa, Ka..." Kayra mendengus lelah. Raut wajahnya sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Mengerucutkan bibir dan beberapa kali mendengus. Membuat cowok di sampingnya menatap keheranan ke arahnya.

"Ada masalah?" Kayra menggelenbg.

"Cerita aja, Kay," bujuk Raka dengan lembut. Kayra menatap cowok itu kemudian.

"Nggak ada, Ka..." kukuhnya. Cewek itu meremat-remat jemarinya. Raka yang melihat kegelisahan dari temannya tersebut seketika terbesit sesuatu di pikirannya.

"Yaudah kalo nggak mau cerita, eh lihat deh, kita romantis ya," celetuknya dengan tatapan jahil dan langsung saja Kayra menghadiahi pukulan keras di lengan cowok bule tersebut.

"Awsh... that's hurt..." keluhnya.

"Ih... habisnya... ngeselin!" Kayra mengerucutkan bibirnya. Raka terkekeh geli lalu mengacak poni cewek itu dengan gemas.

"Raka!" Kayra melototi cowok itu. Walaupun pelototannya tidak begitu tajam dan Raka malah tertawa terpingkal-pingkal. Kayra tetap menatap jengkel pada Raka.

"Tau ah, ngeselin!" Kayra beranjak lalu mengambil kameranya, namun secepat mungkin Raka memegang lengannya.

"Jangan ngambek dong Kay. Makin gemes gue. Kalo gini, gue mana bisa move on dari lo..." rajuknya manja dengan wajah memohon yang dibuat-buat.

"Raka!" Kayra menghentakkan kakinya kesal.

"Please deh Ka, jangan ngomongin itu lagi," pintanya lembut. Raka berdiri dan maju mendekati cewek itu dengan tatapan serius.

"Maaf, gue nggak bermaksud gitu, Kay." Raka berucap tulus. Terlihat dari matanya.

Kayra mengangguki mengerti jika temannya itu memang sering bercanda dan agak menyebalkan.

"Makasih Kayra yang cantiiik...." tangan Raka reflek mencubit gemas kedua pipi tembam cewek itu.

"Aaaww!!!"

"Oh. Maaf, maaf." Kayra mendengus sebal namun kemudian tersenyum kecil.

"Di sini aja ya Kay, temenin gue. Gue males ke sana. Rame banget." Kayra mengangguki.

"Gitu dong, senyum. Mending kita ambil foto yuk!" Raka mengambil cepat kamera cewek itu dari tangan kanannya. Lalu ia balik dan putar layar kamera. Menghadapkan layar tersebut searah dengan dengan lensanya.

"Senyum dong." Tangan kiri Raka segera merangkul bahu Kayra agar semakin mendekat. Kayra menuruti saja apa kemauan cowok itu.

Klik

"Lagi."

Klik

"Bagus, Kay. Gue post ya. Nanti minta." Kayra mengangguki saja.

"Ehm... ka. Balik ke sana yuk! Gu-gue harus ngeliput. Nanti nggak lengkap lagi catatan gue." Kayra menunjuk note kecil yang ia sakukan.

"Oke!" Raka mengangkat jempolnya.

***

"Mau ini nggak?" Raka menunjuk stan bazar yang menjual ice cream. Ya, beberapa siswa kelas 12 menjadikan adanya acara ini juga untuk berjualan berbagai makanan yang nantinya hasil dari penjualan tersebut akan disumbangkan ke panti.

Kegiatan kemanusiaan tersebut sudah berjalan sejak lama. Baik dari setiap kelas maupun perwakilan ekstrakurikuler. Kayra mengamati sekitar, sangat ramai karena Raka membawanya menuju tempat bazar setelah melihat sekilas keramaian di sekitar mini stage.

"Boleh, yang vanila."

"Oke. Dua Kak, vanilla sama coklat," ucapnya lalu merogoh saku kemejanya dan memberikan selembar uang lima puluh ribu pada kakak kelas yang tengah menaruh ice cream di atas cone.

"Eh, Raka." Salah seorang senior cewek di depannya tersenyum pada Raka dengan malu-malu. Raka menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman tipis.

"Nih."

"Makasih, Kak," ucap Kayra dan Raka bersamaan sembari mengambil ice cream tersebut dari tangan kakak kelas itu.

"Duduk sana, yuk Kay!" ajaknya dengan menunjuk bangku kosong di sekitar tempat tersebut.

Kayra mengangguk. Mereka duduk di sana sambil menikmati ice cream.

"Makasih ya Ka, ice cream-nya."

"Hm... biasa aja, Kay."

"Eh, itu Bella sama Devan, Ka!" Kayra berucap gencar dengan pandangan mengarah ke dua sosok yang dimaksudkan tersebut, ia melampaikan tangannya ke atas. Syukurlah yang dimaksud menyadari dan langsung berjalan cepat mendekat.

"Kayra..." Bella berucap antusias lalu memeluk temannya tersebut.

"Ah, iya, Bell. Ya ampun nggak bisa napas..." Kayra mencicit lalu mencoba melepaskan pelukan Bella yang erat itu. Devan juga begitu, ia memeluk Raka sekilas.

"Gimana kabar lo?" tanya Devan. Raka tersenyum tipis.

"As you can see..." Mereka berempat terkikik geli.

"Eh, bentar. Tumben kalian bareng?" Kayra setengah menggoda.

"Aghem...ehm..." Bella berucap gugup.

Raka dengan cepat merangkul bahu Kayra dan berucap, "mereka udah jadian."

"Iya?" Kayra membulatkan mata tak percaya. Dan kemudian mulutnya berucap "wow" tanpa bersuara.

Devan yang malu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ehm... Ka. Daripada lo di sini, mending ke depan stage. Kita jamming bareng," ajak Devan kemudian. Seasaat Raka menimang-nimang lalu mengangguk.

"Oke! Kay ikut yuk!" Raka menoleh ke samping setelah melepaskan rangkulannya.

"Iya, kita ke sana. Tapi kalian aja yang jamming. He he ...." Kayra menyengir hingga hanya terlihat garis matanya saja.

"Oke, ayo!" Bella menyahuti. Mereka berjalan bersamaan. Kayra menggandeng lengan Bella sembari bercanda gurau sejenak dan menghabiskan ice cream-nya.

***

Malam hari. Kayra masih bergelut dengan buku-buku aksel, kelas regular, dan banyak buku dengan ketebalan tak terkira yang sudah tidak tertata rapi di tempatnya. Semua berpindah dan berpencar di atas ranjang dengan cover putihnya.

"Aduh... susah banget..." keluhnya sembari mengetuk-ketukkan bolpoin ke keningnya dengan posisi tengkurap. Berkali-kali ia mengecek ponsel. Siapa tahu masalahnya bisa terpecahkan dari grup siswa aksel. Mengingat senin besok akan ada try out untuk siswa aksel.

"Fisika udah, kimia udah. Matematika... argh... Kay nggak ngerti materi limit...." ujarnya malas lalu membanting tubuhnya untuk berbaring.

Tok tok tok

Pintu kamar terasa diketuk seseorang.

"Kayra...." segera ia bangkit dan turun dari ranjang lalu membukakan pintu.

"Mama." Dilihatnya Maria membawa nampan berisi sandwich serta segelas susu coklat.

"Yaampun.... Kamu, ya. Kamar sampai berantakan kayak kapal pecah gini." Maria berucap setengah kesal sembari berjalan masuk lalu menaruh nampan itu di atas meja belajar anaknya tersebut.

"Ehm... iya, Ma... nanti diberesin kok." Kayra berkata setengah ketakutan dan kikuk. Maria mengangguki dengan gemas. Ia duduk di pinggiran ranjang lalu diikuti anaknya itu.

"Kayra... Mama cariin guru les aja, ya, Sayang." Maria berkata serius.

"Tapi Ma..." Kayra berucap cemas.

"Tapi apa? Akhir-akhir ini kamu nggak bisa fokus belajarnya. Dan lagi, banyak ulangan kan?" Kayra mengangguki.

"Kay takut nggak bisa bagi waktu, Ma."

"Kalau belum dicoba, mana bisa tahu? Lagi pula, nanti gurunya kan bisa datang sore atau malam. Nggak lama pasti." Maria mencoba meyakinkan.

"Ma...."

"yaampun, Kayra... mama Cuma pengen mempermudah cara belajar kamu. Itu aja." Maria mengelus lembut rambut puterinya itu.

"Iya, iya, Ma. Tapi gurunya cewek ya Ma." Kayra mencoba tersenyum senang.

"Iya, Sayang. Udah gih. Kamu istirahat dulu. Beresin semua ini." Maria beranjak dari duduknya. Kayra mengangguk senang.

"Kay sayang Mama..." Kayra langsung memeluk Maria dengan erat. Tangan wanita itu terulur mengelus lembut punggung anaknya tersebut.

"Mama juga, Sayang. Selalu jadi kebanggan Mama Papa, ya." Tutur Maria lembut. Kayra mengangguk paham.

"Yaudah, Mama keluar dulu. Jangan lupa dihabisin susunya."

"Oke Bos!" Kayra membeir tanda gerakan hormat sambil terkikik geli. Maria hanya bisa menggeleng gemas melihat kelucuan gadis kecilnya itu.

Kayra kembali duduk di pinggiran ranjang setelah pintu kamar kembali tertutup. Ia merapikan buku-buku yang tidak ia gunakan saat ini. Hanya tersisa buku matematika yang sedari tadi ia bingungkan.

Cewek itu membaringkan badannya dengan bertumpu pada bantal lalu dengan cepat mengambil ponselnya di atas nakas dan mengetikkan sesuatu.

"Ra...ka... ca...ra nger...jain so...al yang B gi...ma...na?" ejanya sembari mengetikkan sesuatu.

Pesan terkirim. Lalu ia mengecek grup kelas aksel. Sepi. Mungkin semua sedang belajar. Pikirnya.

Beralih membuka media sosialnya yang lain.

"Jo... vi... an." ia mengetikkan nama itu di kolom pencarian. Ia melihat akun Jovi. Tetap sama. Hanya ada enam foto. Kayra mengembuskan napas sebal.

"Apa bener, yang diomongin Kak Meggy, ya?" ucapnya pelan. Pikirannya mulai tidak tenang. Jovi selama ini berbohong padanya ternyata. Dan sekarang... semenjak masalah waktu itu Kayra benar-benar putus komunikasi. Jovi sama sekali tidak pernah menghubunginya. Dan dirinya sendiri... masih kesal dengan kejadian waktu itu.

Sempat pikiran negatif menyelinap bahwa Jovi sepertinya sudah tidak peduli dengannya. Hal itu membuat pikirannya kadang bingung.

Waktu itu ketika mereka masih baik-baik saja, walaupun tidak sering Jovi akan menghubunginya baik melalui telepon ataupun panggilan video atau hanya sekadar membantu Kayra mengerjakan tugas yang tidak dimengertinya.

Tapi sekarang?

Tidak sama sekali. Benar-benar menyebalkan.

Sesaat ia memejamkan mata namun ponsel di sebelahnya bergetar.

Raka sent photos

Eraka: Tuh, cara gue. Gampang kok J

Kayra tersenyum sembari memahami jawaban yang sudah Raka kerjakan pada foto yang dikirimnya. Ia manggut-manggut.

Me: Makasih Ka

Setelahnya Raka membalas.

Eraka: You're welcome :p

Kayra dengan senang lalu menyalin jawaban serta memahaminya.

Bunyi ponsel yang terus bergetar membuatnya mengalihkan fokus pada group chat kelas.

*ACHILLES FAMILY*

Kak Bila: OMG GILA! Ana keterima coy!

Kak Billy: Anjiir gila bener

Kak Rate: Congrats An. Mana nih anak?

Risha: Yaelah Te, kayak nggak tahu dia aja. Mana pernah dia muncul. Mungkin dia sibuk. Tapi gue seneng. Congrats An... We're so proud of you

Kak Annisa: Wow hebat! Nih anak pinter banget. Belum setahun di Rodriguez eh... udah dapet beasiswa aja.

Kak Amel: Denger-denger dia kuliah di New York

Kak Shafa: APA? Wow!

Kak Gita: Nggak bisa bayangin gimana dia wkwkw :V :V

Kak Indah: Haha kutu buku :V

Kak Rate: Lo apaan sih, sirik ya? Biasa aja kali. Nggak usah ngehina gitu.

Kayra membentuk mulutnya menjadi huruf Omelihat info itu. Benar-benar. Temannya yang satu itu. Tidak pernah terlihat bergaul dengan yang lain memang tapi untuk masalah pelajaran Kayra mengakui jika dia benar-benar jagonya.

Sejujurnya, kuliah di luar negeri adalah impiannya. Walaupun ia bisa-bisa saja. Namun yang ia maksudkan adalah cara ia masuk. Ia ingin universitaslah yang menginginkan dirinya. Seperti dua acuannya itu. Dion dan Jovi. Walaupun sebenarnya ia juga bisa karena bagaimana pun bisa dengan uang dan otak pas-pasan. Tapi ia tidak seperti itu!

Kalau perlu beasiswalah yang ia pilih ketimbang harus membebani orang tuanya. Walaupun selama ini Andrew dan Maria tidak ada masalah. Mereka bahkan bangga dengan anaknya tersebut.

Tapi apa boleh buat? Itulah prinsipnya.

Kalaupun memang ia tidak bisa menyetarai Dion maupun Jovi, ia masih memiliki bakat fotografernya. Mungkin saja suatu saat ia berubah pikiran dan berpindah memilih jurusan seni pemotretan tersebut. Tapi entahlah... takdir seseorang tidak ada yang tahu, bukan?

Baru saja ia akan mengetikkan kalimat ucapan di grup chat tersebut. Namun sebuah panggilan video masuk.

Ia membulatkan mata tak percaya.

"K-kak Jo?"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top