PART 42 - GAUDEAMUS
Ingatlah... Setiap usaha pasti akan mendapatkan hasil yang setara
###
TEPUK tangan bangga serta tatapan haru terpancar jelas di wajah keluarga besar itu. Allen berdiri serta menampakkan senyuman mengembang. Ia membungkukkan badan sekilas pertanda "terima kasih".
Allen melepas gitarnya lalu berjalan menuju sang nenek dan memeluknya. Ia mendekap wanita tua itu erat.
"Allen sayang banget ya, sama neneknya." Meggy tiba-tiba berucap. Kayra mengangguki setuju sembari melihat ke arah Allen.
"Kak Allen selalu baik sama semua orang. Kay inget, dulu... Kak Allen jadi pendiem sejak papa mamanya meninggal," jelasnya.
"karena itu... semua keluarga Kay nyoba bujuk dia. Sampai beberapa minggu... Kak Allen nggak mau keluar dari rumahnya. Tapi lambat laun... dia mau dan tinggal sama nenek. Rumahnya tetap, tapi Kak Allen jarang ke sana. Dia bilang, rumah itu menyimpan banyak kenangan tentang kedua orang tuanya. Dia nggak pengen larut dalam kesedihan terus menerus." Kayra menyunggingkan senyuman sekilas mengingat sesuatu yang setidaknya ia tahu tentan Allen.
Keadaan kembali seperti tadi, keheningan, haru tergantikan dengan gelak tawa, dan candaan yang berangsur muncul. Sedari tadi, Meggy tak henti-hentinya mengamati Kayra. Mengamati cewek itu minum soft drink, memotong sosis dengan garpu lalu memakannya.
"Eghm... ehm... kamu... kenal Jovi udah lama?" Kayra sontak langsung menatap Meggy, tak menyangka jika Meggy bisa menanyakan hal itu. maksudnya... hal yang seketika membuatnya jengkel.
"Ehm... kita sama-sama anak aksel dan... Kak Jovi OSIS sama komdis, dan... ya... gitu." Kayra berucap setengah gugup. Meggy mengangguk. Kayra mengamati sekilas wajah ramah cowok di sebelahnya itu.
"Jovi pernah cerita nggak sama kamu tentang..." Meggy menggantung kalimatnya.
"Tentang apa Kak?" tanya Kayra penasaran. Pikirannya tiba-tiba tidak tenang, karena ditatapnya raut wajah Meggy seakan enggan mengatakan hal yang ingin diketahuinya.
"Tentang... pacarnya mungkin." Meggy berucap dengan sedikit menaikkan alisnya, pura-pura meringankan pembicaraan. Wajahnya tampak berseri tanpa dosa.
Kayra menatap Meggy. Ia terdiam. Sebenarnya... ia malas membicarakan Jovi walaupun tidak ada hal kosong yang tidak bisa dibahas mengenai cowok tampan itu. Tapi... tidak ada salahnya bukan jika bercerita pada Meggy? Toh Meggy sepupu cowok itu. Jadi tidak masalah. Tidak akan menimbulkan suatu kontra tertenu. Pikirnya.
"Ehm... Kak Jo pernah bilang, mantannya ada satu, pas dia kelas sepuluh. Namanya Alea. Kata Kak Jo dia kuliah di luar negeri. Itu aja," ucapnya jujur.
Meggy manggut-manggut. Lalu setelahnya tersenyum penuh arti sembari menyesap kopi yang disuguhkan di hadapannya.
"Jo....Jo... ternyata lo tetep ya, nggak berubah." Celetuk Meggy sembari menggelengkan kepala seolah yang diajak bicara ada di hadapannya. Kayra menatap Meggy bingung. Apa maksudnya?
Kayra menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya sebelum berucap. "Maksud Kak Meggy apa?"
Meggy tersenyum kecil. "Jovi selalu bilang gitu ke semua pacar barunya. Waktu itu pas dia... SMP," ujarnya santai. Kayra membulatkan mata tak percaya. Seorang Jovi ternyata playboy dan... pembohong. Mantan komdis itu pernah mengatakan jika ia hanya memiliki satu mantan pacar yaitu yang kemarin dulu ia tanya dan bernama Alea sebelum kejadian menjengkelkan itu. Pikirnya.
Kayra kemudian menanggapi dengan senyuman sinis. Ia merutuki dirinya. Betapa bodohnya dia sampai mau saja dibohongi cowok seperti Jovi. Memang... semua cowok pasti tidak akan puas jika hanya pernah memiliki satu cewek. Pikirnya mulai kesal lagi membayangkan Jovi. Heran memang jika seorang Jovian tidak memiliki cewek dulunya atau bahkan penggemar.
"Ehm.... Kak Meggy... Kay boleh tanya lagi nggak?"
"Boleh. Silakan." Meggy menyandarkan punggungnya pada kursi sembari kembali menyesap kopinya.
"Kak Jo.... dulu gimana sih orangnya?" Akhirnya Kayra menanyakan hal itu juga setelah ragu-ragu untuk bertanya pada orang terdekat Jovi tersebut.
"Jovi... ehm... suka gonta-ganti body motornya, balapan ..." Kayra manggut-manggut. Ia juga tahu jika Jovi suka memodifikasi motornya dan untuk balapan ia juga mendengar sendiri dari cowok itu jika dirinya gemar balapan di sirkuit. Walaupun begitu Kayra agak khawatir setiap kali Jovi berkata akan ke sirkuit dengan teman-temannya. Tapi apa boleh buat?
"Terus... suka gonta-ganti pacar juga."
Jleb
Kayra membulatkan mata tak percaya. Meggy memberi ekspresi meyakinkan.
"Iya?" Meggy menagnagguk. "Karena itu aku tadi nggak percaya kamu bilang kalo Jovi cuma punya satu mantan. Dulu... dia pokoknya cewek mulu lah, seleranya yang ya... cukup dewasa dibandingkan dia. Kakak kelas lah. Sering kencan. Tapi ya gitu... dia tetep pinter." Kayra mendengarkan Meggy dengan serius. Tidak ada raut kebohongan yang terpancar. Benar-benar! Pantas saja mantan yang diceritakan Jovi seorang senior ternyata cowok itu suka yang seperti itu! dasar!
Ternyata Jovi... Tidak mungkin memang cowok setampan Jovi tidak bisa menakhlukkan banyak cewek. Cih! Satu mantan! Bohong! Dasar! Cibirnya dalam hati.
Dengan cepat Kayra menggeleng. Ia ingin melupakan sosok itu sejenak.
"Oh ya, Kak Meggy ambil jurusan apa?" Kayra mengalihkan pembicaraan.
"Ekonomi." Cewek itu manggut-manggut.
"Kamu sendiri, mau ambil apa dan mau kuliah di mana?" Meggy balik bertanya.
Cewek itu mengendikkan bahu. "Nggak tahu.... masih bingung. Maunya sih di luar negeri kayak Kak Allen." Kayra tersenyum malu dan kikuk bersamaan.
"Hebat!" puji Meggy. "memang gitu, harus punya impian. Kakak aja dulu juga pengen kuliah di luar negeri tapi... bisa aja kuliah di luar negeri tapi bukan di universitas yang ya... hebat. Siswanya pasti jenius-jenius. " Meggy meringis, Kayra mengerti maksud dari cengiran cowok itu. Ia turut tersenyum.
"Ehm... Kak Meg, makanannya dimakan dong." Perintah Kayra lembut. Meggy mengangguk.
"Hm. Pasti."
***
"Udah baikan belum?" tanya Rihandi sembari menuliskan sesuatu di kertas. Di depan pria itu, Jovi mengenakan kaos ¾ hitam putih. Rambutnya masih basah setelah mandi di ruang kerja om-nya tersebut.
"Udah, Om. Oh ya, Om, saham papa yang di Kalimantan itu... dipegang siapa?" Rihandi reflek menatap keponakannya itu. Setelahnya terdengar embusan napas pelan.
"Papa kamu mempercayakan saham di Kalimantan sama orang kepercayaannya. Sebenarnya papa kamu tidak bekerja banyak. Toh dia sudah sukses tapi yang Om tahu, proyek apartemen sama mall itu dia urus sendiri," Jelasnya. Jovi manggut-manggut.
"Kamu bener, mau ambil manajemen?" tanya Rihandi.
"Hm... mau giman lagi? Ke Oxford pun nggak ada harapan lebih. Jo nurut Om. Dan Jo juga pengen buat papa bangga punya anak kayak Jovi." Jovi berucap sembari menunduk. Rihandi tersenyum miris menatap cowok itu. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan keponakannya itu.
"Om senang kamu nggak egois. Kamu juga mentingin kesehatanmu. Dan lagi... jangan terlalu capek sebulan terakhir ini. Minum obatmu tepat waktu. Jangan jajan di luaran sana, kamu mau nggak sembuh?" pria itu menatap Jovi dengan tatapan penuh peringatan. Jovi mengangguk paham.
"Bagus. Kamu udah nyoba hubungin..." Rihandi tersenyum menggoda keponakannya tersebut.
"Jovi belum berani nemuin dia, Jo takut dia makin benci, Om." Jovi berucap pasrah.
Rihandi tersenyum miring. "Jangan pernah mainin anak orang, Jo. Kalau kamu serius ngejalanin, anggap dia sebagai sesuatu yang berharga," tuturnya.
"Hm. Jo benar-benar menyayanginya, Om. Walaupun dia kekanakan, tapi Jo suka sifatnya. Kadang... dia bisa ngertiin Jo di saat Jo butuh dia." Jovi terlihat senang kala membicarakan ceweknya itu. Rihandi tersenyum mendengar penuturannya itu.
"Om percaya kamu, Jo. Tapi... jangan biarin masalah kamu sampai berlanjut terus. Kamu pasti ngerti gimana cewek, apalagi kalian masih remaja." Jovi mengangguk pelan.
"Yaudah, Om, Jovi pergi dulu." Cowok itu berdiri sembari mengambil jaketnya di atas meja depannya.
"Ponselmu!" Rihandi kemudian mengambil ponsel dari lokernya. "batereinya habis kayaknya. Om simpen waktu itu pas kamu tidur."
"Makasih, Om" Jovi kemudian menyalimi om-nya tersebut.
"Hati-hati. Salam buat papa kamu kalo kamu balik ke rumah," ucapnya, Jovi menoleh ke belakang ketika sudah berada di ambang pintu.
"Jo belum siapa ketemu papa, Om." Dan Rihandi hanya bisa tersenyum kecil saja mendengar ucapan Jovi.
***
Pengumuman kelulusan telah keluar. Rodriguez penuh dengan siswa kelas 12 yang beberapa hari ini tidak di sekolah. Mereka sibuk menyiapkan berbagai keperluan. Terutama yang sudah diterima di universitas pilihan mereka.
Terlihat di lapangan, aula dan mini stage dipenuhi oleh mereka. Dengan dress code warna cokelat dan putih. Mereka semua tampak angkatan yang kompak.
Berbagai dekorasi serta keperluan mini pensi sudah disiapakan. Banner besar bewarna biru tua terpampang di atas stage dengan tulisan: GAUDEAMUS
Dengan ratusan tanda tangan mengelilinginya.
Lokasi photo booth juga dipenuhi oleh siswa kelas 12. Anggota OSIS berbaju mencolok terlihat berpencar sesuai tugasnya. Beberapa photographer sekolah serta reporter sesekali terlihat di sekitar mini stage. Tidak terkecuali dengan Kayra. Ya, Kayra bertugas saat ini.
Ia berjalan bersama Ana dan temannya yang lain. Ia mengenakan kemeja khusus reporter dengan ID Card menggantung di lehernya. Serta sebuah kamera sudah menggantung di depan dadanya.
"Wow rame banget!" serunya senang. Dengan cepat ia menjepret objek di hadapannya yang begitu menarik untuk ditangkap dengan kameranya.
"Ke sana yuk, An. Sambil duduk," ajak Kayra sambil menggandeng tangan temannya itu lalu duduk di kursi yang cukup strategis untuk menangkap momen yang akan ia abadikan. Sedang cewek berambut cokelat itu hanya diam sembari sesekali melihat ke arah segerombolan siswa kelas 12 yang tengah asyik berfoto di lokasi photo booth.
Kayra segera mengarahkan lensa kameranya ke arah mini stage yang mana dua orang siswa kelas 12 menjadi pembawa acara. Ia memotret momen itu.
Tidak lama kemudian setelah sambutan dari perwakilan kelas 12, pembawa acara menyebut salah satu pengisi acara. Kayra tampak senang melihat beberapa cewek mulai memasuki area mini stage dengan diiringi musik. Ya, itu mereka. Ratih dan teman-teman sekelasnya. Seperti yang kemarin dulu mereka bicarakan jika mereka akan menampilkan modern dance. Kayra tak henti-hentinya berseru senang dan memotret mereka.
Semua cowok di sekitar mini stage bisa dipastikan pandangan mereka tidak akan kabur dari beberapa cewek cantik yang tengah menari dengan diiringi beberapa lagu yang telah di-remix. Gabungan antara lagu Taylor Swift- Look what you made me do, Selena Gomez- Fetish, Lady Gaga- The Cure, Dua Lipa- New rules, serta Camila Cabelo- Havana.
"Kay... kita pindah yuk, nggak enak di sini." Ana berucap, risih dengan banyaknya cowok yang menggapit tempat mereka.
"Hm? Ke mana?"
"Terserah, tapi jangan di sini."
"Oke." mereka kemudian berdiri. Beberapa cowok di sekitar mereka berusaha menggodanya tapi tak ia pedulikan. Kayra menggeleng heran. Ada-ada saja. Batinnya.
"Kayra!" panggil salah seorang cewek. Itu Audy!
"Hai, Kak!" Kayra melambaikan telapak tangannya. Suasana di lokasi photo booth benar-benar ramai.
"Kamu lagi nugas?" tanya Audy. Kayra mengangguk.
"Kay... aku ke sana aja, ya." Bisik Ana tidak enak seketika.
"Di sini aja, emang kenapa?" Kayra menoleh pada cewek itu.
"Nggak apa."
"Ehm.. yaudah hati-hati nanti aku nyusul," kata Kayra. Lalu cewek itu mulai berjalan menjauh.
"Kak Audy gimana kabarnya?" tanya Kayra.
"Seperti yang kamu lihat, sekarang." Audy tersenyum senang. "Kita ke photo booth yuk!" ajak Audy.
"Oke, tapi masih rame, Kak."
"Nggak apa. Kita nunggu di sini." Kayra mengangguk setuju. Dilihatnya suasana semakin ramai ketika salah satu band aliran SKA mulai tampil. Segerombolan siswa berlari menuju depan stage dan berjoget ala skakin (tarian khas musik SKA)
Kayra mengedarkan pandangannya. Ia dapat melihat beberapa mantan komdis di sana. Ada Bryan, Kevin dan David. Ia menoleh ke sana kemari. Tidak ada.
"Nyari siapa?" tanya Audy memergoki Kayra sedang mengalikan pandangan ke segala arah.
"Jovi?" tebaknya. Kayra reflek tersenyum kecil. "Belum datang mungkin, kalau Dion udah berangkat. Kamu udah tahu?" Kayra mengangguk.
"Yah... gini nih, sedihnya. Mau ninggalin Rodriguez tapi nggak rela. Kamu pasti juga ngerasain nanti." celetuk Audy. Kayra tersenyum kikuk. Benar juga.
"Gimana hasil ujian Kakak?"
Audy tersenyum. "Yah... begitulah. Bukan suatu hal yang... wow. Iya kalau Dion sama Jovi."
"Maksudnya?"
"Yaampun, Dek... kamu belum tahu? Kirain udah." Kayra menggeleng.
"Semua warga Rodriguez udah tahu kali kalau hasil Ujian Nasional mereka paling bagus se-Indonesia tingkat SMA. Jovi cuma salah satu soal di matematika. Dan Dion... dia cuma salah satu soal juga di fisika."
"Wow! Jenius!" Kayra berucap bangga serta takjub. Benar-benar tidak diragukan.
Dua emas Rodriguez benar-benar mengharumkan nama almamaternya ini. Kayra tersenyum senang.
"Makanya. Kamu juga harus ngikutin jejak pacar kamu. Manfaatin dia. Minta diajarin terus." Audy berucap sembari terkikik.
Kayra mengangguk menurut saja.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top