PART 39.2 - MASALAH LAGI
"KAK JOVIII!!!" teriak cewek itu lagi. Kayra melotot tak percaya.
Siapa lagi cewek itu?
Kayra menunjukkan kekesalannya dengan menghentakkan kakinya. Jovi yang peka, segera menggenggam tangan ceweknya itu ketika tiga orang cewek menghampiri mereka.
"Tuh, kan bener, ini emang Kak Jo. Aku nggak nyangka kita bisa ketemu di sini setelah Kakak udah nggak pernah lagi ketemu sama aku."
Deg
Bertemu? Kayra menatap jengkel Jovi. Dengan perlahan, ia mencoba melepaskan genggaman tangan Jovi. Dan benar saja. Dengan gampangnya untuk dilepaskan.
Dasar! Omelnya dalam hati. Dilihatnya Jovi memberikan senyuman manis pada cewek yang baru saja berucap panjang lebar itu.
"Kak Jovi mau nonton, juga?" tanyanya. Jovi mengangguk. Entah apa yang membuat Jovi tiba-tiba sadar jika Kayra mulai menjauh. "Dek!" Jovi mendekat pada Kayra. Dan cewek tadi malah mengikutinya.
"Kak Jo, dia siapa? Adiknya ya?" tanya cewek itu.
"Em..." Jovi gugup. Hal itu membuat hati Kayra bak teriris. Jovi tidak mau mengakuinya? Begitu?
"Ayo Kak Jo! Kita nonton bareng!" dengan cepat cewek itu menggandenga lengan Jovi mesra dan berjalan mendekat ke loket. Sedang kedua yang lainnya menatap Kayra dengan tatapan mengejek.
Bisa-bisanya cewek itu mengira dia adalah adik Jovi!
Cewek itu mengamati Jovi yang dengan diamnya mau dipegang-pegang. Sedangkan dirinya? Kenapa Jovi tidak mau berterus terang? Siapa sebenarnya cewek itu? dan apa hubungannya?
Tidak terasa kedua matanya berkaca-kaca.
Lagi-lagi seperti ini. Entah sudah keberkian kalinya ia kecewa pada Jovi dan pada akhirnya akan mudah memaafkan Jovi selama ini?
Apa yang harus ia perbuat jika hal sesering itu terjadi lagi? Memaafkan? Ya, Kayra selama ini tidak bisa sedikitpun membeci seseorang. Tidak pernah sama sekali. Apalagi Jovi. Jovi selalu menjelaskan dengan jujur dan membuatnya lega kala bercerita. Namun sikap Jovi yang menurutnya tidak teguh pendirian lah yang membuatnya menganggap jika Jovi hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Atau bahkan anak kecil.
Yang ia tahu, mantan Jovi yang dikatakan cowok itu tadi memiliki wajah dan postur tubuh layaknya remaja dewasa. Sedangkan dirinya?
Hanya remaja kekanakan.
Langkah kakinya terus menjauh dari tempat tersebut. Menunduk, hanya itu yang bisa ia lakukan. Apa selamanya ia hanya bisa menjadi gadis cengeng dan selalu mengalah?
Serta gampang sekali memaafkan walaupun dalam keadaan terluka? Itulah Kayra.
Ia sendiri bingung dengan sifat-sifatnya itu. Bukan dirinya yang menginginkan sifat lemah tersebut. Tapi apa daya? Semuanya sudah terjadi. Apa yang harus ia lakukan?
Menjauh? Ia benar-benar tidak bisa untuk saat ini. Jujur, hanya Jovi lah yang bisa membuatnya nyaman seolah memiliki pelindung dari segala apapun. Meskipun sang pelindung tersebut sendiri juga membutuhkan perlindungan.
Kayra menyelipkan anak rambut di belakang telinganya sembari berusaha menahan tangisnya.
"Kayra!" tiba-tiba ia terhenti setelah mendengar suara teriakan itu. Jovi.
Jovi berjalan cepat menyusul cewek itu. Ini semua salahnya! Ia mengakui jika dirinya memang tidak pernah bisa menjaga perasaan Kayra. Ia sendiri bingung kenapa ia harus memiliki sifat "tidak enakan". Intinya ia tidak tega jika harus menolak ajakan siapapun secara langsung.
Ia dengan susah payah mencoba menghindar dari cewek yang mengajaknya masuk ke bioskop barusan. Ia sudah berada di ambang pintu, namun ia segera berlari mencari Kayra. Tidak menghiraukan teriakan cewek tadi. Yang di pikirannya saat itu hanya Kayra.
"Dek!" Jovi berhasil menggapai lengan kiri cewek itu. Namun tetap saja, Kayra memberontok dan berlari menjauh. Jovi mencoba mengejarnya.
***
Kayra berdiri gelisah di depan kaca besar yang ada di toilet. Ia mencoba menghubungi sopirnya agar segera menjemput dirinya, namun panggilan tersebut tak kunjung diangkat.
Berkali-kali ia menghirup napas. Ia ingin pulang sekarang juga! Ia tahu bahwa Jovi menungguinya di depan toilet tersebut.
Bergegas ia menelpon seseorang yang bisa membantunya. Bebeapa saat kemudian panggilannya tersambung.
"Ma...," ucapnya
"Iya, Sayang, ada apa?"
"Kay mau pulang, Mama tolong suruh sopir jemput Kay di mall Ma. Suruh ke lantai dua, dekat toilet. Kay sekarang di toilet."
"Loh, bukannya kamu lagi sama Jovi?"
"Pokoknya Kay mau pulang sekarang, Ma!" ujarnya sesenggukan.
"Yaudah, Mama telepon Allen."
"Ha? Kak Allen?" ujarnya bingung.
"Iya, Allen barusan datang dan dia lagi jalan-jalan katanya. Di mall itu."
"Yaudah, suruh dia ke lantai dua buat jemput Kay, Ma."
"Iya, Sayang. Dan sekali lagi, Mama tahu pasti udah terjadi sesuatu sama kalian. Ingat, sebuah hubungan tidak selalu berjalan mulus, Sayang. Tetapi bagaimana caranya kedua belah pihak bisa saling mengerti dan menahan egonya. Mama tidak bisa menyalahkan siapapun. Itu masalah kalian," tutur Maria.
Kayra tahu Maria bisa menebak dengan mudah walau hanya memastikan dengan indera pendengaran. "Iya, Kay tahu. Makasih, Ma."
Cewek itu kembali memasukkan ponselnya ke saku jeans. Ada rasa senang kala mengetahui seseorang yang sangat ia rindukan ternyata datang. Ia sendiri tidak tahu hal itu.
Namun yang saat ini ia bingungkan adalah bagaimana ia keluar, Jovi pasti ada di depan. Ia sangat tidak ingin menemui cowok itu. Begitu sering kejadian seperti itu menimpanya dan selama ini juga ia dengan gampang luluh dengan permintaan maaf cowok itu.
Tidak untuk sekarang! Ia harus tegas! Ia tidak mau dipandang gampangan!
***
Jovi begitu gelisah. Ia menyandarkan punggungnya di samping pintu toilet perempuan! Ya! Beberapa perempuan yang keluar masuk memandanginya dengan tatapan curiga.
Hais... Ia harus menanggung malu. Ia tidak mungkin masuk begitu saja. Nanti dikiranya ia melakukan hal yang tidak-tidak. Karena itu ia tetap menunggu Kayra yang masuk ke dalam ketika ia mengejarnya.
"Masnya nunggu siapa?" tiba-tiba seorang cleaning service bertanya padanya.
Jovi tersenyum kecil. "Nunggu... pacar saya, Pak. Masih ada di dalam." Cleaning service yang membawa alat pel itu mengangguk sambil meneruskan pekerjaannya di area tersebut.
Tidak lama kemudian seorang cowok berkemeja putih berjalan cepat menuju arahnya. Jovi menatapnya biasa namun langsung memasang wajah kesal kala cowok itu dengan seenaknya mengetuk pintu toilet dengan keras.
"Dek! Kamu di sana? Ini Kakak! Kayra!"
Mata Jovi membulat menatap cowok yang tingginya hampir sama dengannya tersebut. Apa ia tidak salah dengar? Barusan dia memanggil nama Kayra.
Kurang ajar! Jovi mengepalkan tangannya.
"Lo, siapa?" cowok beralis tebal itu berucap datar lalu mendorong pelan dada cowok itu. Hingga membuat mereka beberapa saat saling pandang. Cowok itu menyunggingkan senyuman.
"Harusnya yang tanya, gue! Lo siapa dorong-dorong gue?!" bentaknya.
Detik selanjutnya tangan kiri Jovi sudah berpindah mencengkeram kerah cowok itu.
"Berengsek! Gue pacarnya! Lo siapa! Jangan kurang ajar, ya!" beberapa pengunjung yang melihat kejadian itu bergidik ngeri.
"Lo yang apa?! Dia adik gue, Bangsat!" tubuh Jovi tersungkur karena cowok itu mendorong dengan kuat hingga punggungnya menabrak tempat sampah dan membuatnya terguling dengan beberapa isi keluar. Bergegas Jovi melayangkan bogeman pada pipi cowok itu. Napasnya tersenggal. Sedang cowok itu gagal membalas bogeman tersebut karena tangan lain memegang pergelangannya.
Seorang satpam menengahi mereka.
"Kalau berkelahi jangan di sini! Jangan buat rusuh! Atau saya akan melaporkan kalian?!" bentaknya.
Cowok itu menatap benci Jovi sembari mengusap pipinya yang pasti terasa panas. Detik selanjutnya seseorang yang mereka ributkan keluar bersamaan dengan beberapa perempuan yang lainnya. Ekspresinya terlihat begitu kaget.
"Kak Allen!" Kayra segera menarik lengan cowok bernamaAallen itu untuk menyingkir.
"Dek!" Kayra menoleh ke belakang ia tahu suara siapa itu. Jovi berusaha mendekat.
"Jangan ikuti Kay!" Kayra berucap keras. Melihat Jovi tersenggal semakin membuatnya yakin jika sudah terjadi sesuatu antara Allen dan cowoknya itu.
"Kay benci Kak Jo!" ucapnya tepat di hadapan Jovi dan langsung menarik lengan Allen menjauh. Tidak memedulikan suara riuh di sekitar akibat kejadian barusan.
"Arggh..." Jovi mengacak rambutnya frustasi. Menatap kepergian Kayra yang menuruni eskalator bersama cowok bernama Allentersebut. Sedang dirinya berjalan dengan kesal menuruni eskalator. Sampai-sampai ia tidak memedulikan suara satpam yang menanyakan keadaannya setelah itu.
Ia bereggas untuk mengejar mereka yang masuk ke basement mall.
"Kayra!" teriakannya tidak diindahkan oleh cewek itu. Keduanya sudah masuk ke dalam sebuah mobil SUV putih.
Jovi mengeram kesal. Ini salahnya! Ya! Kayra makin membenci dirinya sekarang. Tidak seperti sebelumnya ia dengan mudah mendapatkan maaf dari cewek itu, tapi sekarang? Masalahnya menjadi semakin rumit. Ditambah lagi tadi ia begitu brutal. Tidak seperti Jovi yang biasanya. Lembut dan santai.
Seketika kepalanya terasa berdenyut kencang. Ia hampir terhuyung ke belakang kalau saja tidak ada tiang penyangga di sana. Dengan sedikit tenaga, ia mengambil ponselnya. Seseorang memanggilnya di balik sana.
"Om Handi...," ujarnya pelan
"Jo! Kamu nggak apa?" tanya Rihandi di seberang sana.
"Nggak apa, Om."
"Om nggak percaya! Om dengar kamu habis berkelahi!"
Di sela napasnya yang tersenggal, Jovi mencoba menjawab. "Om tahu dari mana?"
"Nggak penting Om tahu dari mana! Yang jelas sekarang kamu di mana?!" suara Rihandi terdengar tegas.
"Jovi mau pulang, Om."
"Nggak! Tetap di sana! Om akan nyuruh orang buat jemput kamu."
"Nggak usah, Om. Semuanya udah selesai."
"Jo! Ingat! Om ngelakuin ini demi kamu!"
"Oke... oke... Jovi bakal ke rumah sakit sekarang. Tapi nggak perlu dijemput. Jovi bisa ke sana sendiri. Om tunggu aja." setelanya Jovi mematikan panggilan sepihak.
"Kenapa jadi gini...?" batinnya. Ia berjalan lemas menuju tempat di mana ia memarkirkan motor sport-nya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top