PART 37.3 - CANDAAN
Aku sudah memilihmu, jadi jangan pernah membandingkan dirimu dengan yang lain. Karena kau lebih dari mereka.
###
"JOVIAAAN!!!" pekik Kayra begitu keras.
Sedangkan cowok itu malah menyunggingkan senyuman.
Kayra mencoba mendorong Jovi sekuat tenaga. Ada rasa aneh ketika cewek itu menyentuh kulit dada Jovi. Ya, secara langsung tanpa penghalang. Jovi masih tetap dengan posisinya, seolah tidak mudah dilumpuhkan.
Jemarinya masih berusaha membuka kancing teratas kemeja Kayra.
"JANGAAAN!!!" Kayra berteriak sambil meronta dan -
Bukk
"Arghh!!" Jovi terjengkat kebelakang sambil memegangi aset berharganya. Ya, cewek itu reflek menendang milik Jovi.
"Arghhss!!" Jovi masih berteriak kesakitan sambil menutupi miliknya yang terhalang handuk putih itu.
Kayra sontak melotot ketika melihat Jovi kesakitan. "Kak Jo!" panggilnya pelan. Jovi tidak menyahuti. Cowok itu jatuh merosot dengan bertumpu pada kedua lututnya.
"Arghhh!!"
"Kak..." Kayra berucap lirih lalu ikut berlutut. Jovi tidak menyahuti, cowok itu mengerang kesakitan dan sesekali memejamkan mata.
"Kay minta maaf... hiks... hiks..." sifat cengengnya kembali muncul. Kayra merasa sangat, sangat bersalah hingga membuat Jovi begitu kesakitan. Ia tahu tendangannya tadi pasti sangat keras. Secara ia menendang menggunakan lutut.
"Hiks... Hiks... Jangan mati Kak..." Kayra semakin terisak kala Jovi tidak menyahuti dan cowok itu diam tanpa pergerakan dengan mata tertutup.
"Kak... jangan tinggalin Kay... Kay sayang Kakak..." tangisnya makin pecah. Cewek itu memukul pelan lengan Jovi sambil menunduk.
"Kay minta maaf... Kay bener-bener takut..."
Detik selanjutnya Kayra merasakan sebuah tangan mengelus dengan sayang rambutnya. Ia mendongak. Itu Jovi. Cowok itu menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak.
"Kak Jo!" tanpa aba-aba, Kayra memeluk Jovi hingga cowok itu terjengkang ke belakang dengan Kayra menindih badannya.
"Dek..." panggil Jovi pelan. Suaranya sangat kentara jika cowok itu sedang menahan sakit. Kayra makin mempererat pelukannya.Cewek itu benar-benar tidak apa yang ia lakukan dan apa akibatnya.
"Kamu berat, Dek," keluh Jovi. Sontak ucapan itu membuat Kayra terperanjat dan cepat-cepat bangkit dan sejurus selanjutnya ia memalingkan wajah ke arah samping. Sedangkan Jovi bersusah payah untuk berdiri.
"Maaf Kak, Kay nggak bermaksud buat ngelukai Kakak." Kayra berdiri sambil menunduk.
Jovi menghela napas mencoba untuk untuk berbicara. "Nggak apa, yang seharusnya minta maaf itu Kakak. Untuk tadi... Kakak cuma bercanda." Jovi berucap ragu.
"Jangan lakuin itu lagi Kak, atau Kay nggak akan mau lagi dekat dengan Kakak," ujarnya dengan masih menunduk.
Deg
Jovi terdiam. Ucapan Kayra begitu pas menohok hatinya. Ia tidak sanggup jika ceweknya itu benar-benar menghindarinya. Tidak!
"Nggak akan." Jovi berucap tulus.
"Kakak minta maaf, seharusnya Kakak nggak ngelakuin itu hanya buat ngetes kamu."
"Mengetes?" tanya Kayra, dengan terpaksa gadis itu menatap wajah jovi. Ia menatap serius kea rah cowok di depannya saat ini.
"Kak Jo cuma ngetes sepolos apa kamu..." Jovi bersuara pelan. Terdengar seperti mencicit.
"Nggak lucu Kak!" bentak Kayra.
"Iya, Kakak tahu, maaf deh. Kak Jo mau pake baju dulu ya." Jovi kemudian menuju ke kamarnya dan menutup pintu tersebut. Seolah ia tidak membawa dosa sedikitpun setelah mengerjai ceweknya itu.
Kurang ajar!
Kayra tidak habis pikir jika Jovi mengerjainya sampai seperti itu. Menurutnya itu benar-benar keterlaluan, apalagi menyangkut hal yang sangat sensitif.
Bergegas Kayra langsung menyandang tas punggungnya. Ia harus pulang. Lalu dengan secepat mungkin cewek berponi tersebut membereskan surat-surat yang telah dibukanya dan menaruh kardus tersebut di tempat semula.
Ia berdiri gelisah. Seketika bayangan tentang keadaan Jovi menyelimuti pikirannya. Apa yang dilakukannya tadi pada Jovi snagat keterlaluan? Jangan sampai Jovi sakit lagi dan itu karenanya.
"Kay minta maaf Kak... belum bisa jadi pacar yang baik buat Kakak," ucapnya dalam hati. Ia menatap sendu pada pintu kamar Jovi.
Beberapa menit kemudian Jovi keluar dengan hanya memakai celana longgar putih dan polo shirt yang senada dengan celananya. "Kak Jo?" panggil Kayra pelan.
"Hmm?" Jovi berjalan mendekat seraya menyugar rambutnya ke samping.
"Kita ke rumah sakit, ya?" ucapan Kayra membuat Jovi terheran-heran.
"Kenapa? Kamu sakit?" Pertanyaan Jovi dibalas dengan gelengan kepala oleh gadis itu. "Buat meriksain Kakak."
Jovi mengerutkan keningnya. "Kakak nggak sakit , kenapa harus diperiksa?"
"Yang tadi... Kay tendang itu." Kayra mencicit. Jovi sontak ternganga. Di pikirannya saat ini adalah, bagaimana ia akan menjelaskan jika ke sana pada dokter apa yang terjadi padanya dan bagian mana yang sakit. Ia tidak bisa.
"Ouh itu. Nggak ah, ngapain ke dokter?" tolak Jovi. Cowok itu tersenyum jahil ke arah Kayra yang sudah menyandang tas di punggungnya.
"Harus diobatin Kak."
Seketika Jovi memiliki ide. "Emang kamu tadi nendang apanya Kakak?" Kayra langsung melotot mendengar pertanyaan cowok beralis tebal itu.
"Em... kayaknya tadi kena itunya Kakak." Dengan susah payah Kayra berucap.
Jovi malah manggut-manggut. Memang, sakitnya masih terasa sampai saat ini bahkan tadia ia berjalan agak tertatih. Benar-benar, tendangan maut bagi Jovi.
"Yaudah, kamu harus tanggung jawab." detik selanjutnya Jovi duduk di sofa sambil membuka bungkusan pesanannya tadi. Seolah tidak ada pembicaraan serius. Ia bersikap biasa saja.
"Lah iya Kak! Makanya Kay mau antar Kakak ke rumah sakit. Kay yang bakal tanggung jawab kalau ditanya dokternya..." ujarnya mantab dan seolah merasa benar.
"Nggak usah, mending kamu makan ini." Jovi menunjukkan kotak sepaket makanan yang berada di bungkusan tadi.
"Kak Jo! Dengerin Kay!" bentaknya.
"Iya?" Jovi menoleh pada Kayra dengan wajah tanpa dosanya.
Kayra menggertakkan gigi. Jovi tidak peka-peka jika ia mengkhawatirkannya.
Cewek itu menghentakkan kakinya lalu duduk di samping Jovi dengan kesal. "Kalau Kak Jo nggak bisa dikhawatirin mending Kay pulang," ancamnya.
"Makan dulu," sahutnya enteng, Kayra melotot kesal mendengar jawaban Jovi.
Cowok ini!
Sepertinya ancamannya tidak mempan. Cowok berbulu mata lentik itu malah asyik menikmati pesanannya tadi.
"Kak Jo!" ucapnya keras seraya mengarahkan wajah Jovi untuk menatapnya secara paksa.
Cup
Kayra melotot kesal bin jengkel bin muak. Bisa-bisanya Jovi mencari kesempatan dalam kesempitan seperti ini. Reflak kedua tangannya terlepas dari wajah tampan mantan komdis itu. Sedangkan Jovi tersenyum kemenangan sambil mengunyah makannya.
"Uuuu....uh!"
"Jangan marah-marah terus Dek, nanti kalau Kakak nggak ada pasti kangen," kata Jovi lalu mengambil minuman yang berada di atas karpet tadi.
"Tau ah!" Kayra melipat tangannya kesal.
"A!" perintah Jovi dengan sesendok nasi dan lauknya sudah berada di depan mulut Kayra.
"Ututututuuuuu... " bujuk Jovi dengan bahasa dan suara anehnya. Hal itu sontak membuat Kayra tertawa.
"Hap! Gitu dong." Jovi tersenyum senang kala sudah berhasil menyuapi Kayra ketika gadis itu tertawa. Ya... bisa dibilang pemaksaan.
Kayra yang mendapat perlakuan itu tidak bisa berkutik, ia terpaksa mengunyah makanan tersebut.
"Gimana tadi, udah selesai, buka suratnya?" tanya Jovi kemudian. Cowok itu berganti membuka kotak makanan yang satunya untuk menyuapi ceweknya yang ngambek-ngambek manja.
"Nyebelin semua!" tukasnya.
"Ha? Nyebelin gimana?" Jovi dengan pelan mulai menyuapi Kayra namun cewek itu dengan cepat merebut sendok dan mengambil kotak makanan tadi. Sedangkan Jovi berdiri untuk mengambil kardus berisi ratusan surat tersebut.
Ia tertawa kecil melihat ceweknya memakan makanan tersebut dengan wajah kesal. Ia tahu itu karenanya.
"Nyebelin gimana?" tanyanya lagi sambil memangku kardus tersebut.
"Semua isinya pernyataan cinta!" sembur Kayra. Jovi tersenyum jahil. "Weheee cemburu ya?..." Jovi menatap Kayra yang tengah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Jangan ge er Kak!" kata Kayra ketus. "Kalau nggak cemburu, apa namanya?" tantang Jovi.
"Tau ah! Kak Jo nyebelin!" ia mengambil botol minuman di depannya, saking keselnya ia tidak menyadari minuman yang ia minum itu bekas siapa. Itu tidak terpikirkan olehnya.
Jovi hanya menaikkan alisnya sambil manggut-manggut lalu membaca salah satu surat yang sudah terbuka. "Dear Kak Jovian Alviero. Kakak tahu nggak? Kakak tuh ganteeeng banget -
"sudah kuduga!" Jovi membaca surat tersebut dan membalasnya sendiri dengan mulut pedenya itu.
Kayra berkomat-kamit tidak jelas.
"Kakak tuh, cinta keduaku setelah mantan aku." Jovi mengernyit sambil tertawa kecil membaca surat tersebut. Kayra makin kesal. Ia sudah membaca surat itu tadi.
"Nggak usah dilanjutin!" Kayra merampas surat itu dariJjovi lalu menaruhnya di kardus lagi.
"Tuh, kan cemburu..." Jovi menunjuk Kayra. Melihat ekpresi Kayra yang menurutnya begitu menggemaskan.
"Ngaku aja Dek, Kakak malah senang kalau kamu cemburu. Itu berarti kamu bener-bener sayang sama Kakak," jelasnya.
"Em... Iya, iya! Kay cemburu sama mereka!" ungkapnya cepat dan dengan nada sebal.
"Ungkapan yang bagus! Gadis pintar!" Jovi mengacak poni Kayra sambil tersenyum tanpa dosa.
"hu... uh! Jangan nyebelin deh Kak, kayak Kak Fano sama Deka aja!"
Jovi menaikkan alisnya sekilas. "Fano sama Deka masih tetep nggodain cewek?" tanya Jovi. Ia begitu tahu siapa dua cowok itu, secara mereka dulu pernah sekelas waktu kelas 10.
Kayra mengangguk. "Tapi bener kan, kamu cemburu?" godanya lagi.
"Iya!" bentak Kayra kesal.
"Kak Jo sendiri, cemburu nggak kalau Kay deket sama cowok lain?" Kayra menantang Jovi untuk menjawab. "Nggak!"
Cewek itu menganga. Kurang ajar!
"Berarti Kak Jo nggak sayang Kay ya?" Kayra seketika murung.
Jovi tersenyum tipis sambil mengelus sayang rambut Kayra. "Anata no koto ga suki desu," jawab Jovi.
"Apa artinya?"
"Tanya aja om gugel." Jovi malah tertawa lebar.
"Dasar, nggak romantis! Tadi mellow-mellow, sekarang malah ketawa jahat!" batin Kayra sambil bibirnya bergerak-gerak.
"Dasar sombong! Mentang-mentang bisa beberapa bahasa!" sembur Kayra sebal hingga membuat air di botol tersebut habis.
"That's fact," jawab Jovi dengan pedenya.
"Tuh kan, mulai deh, pedenya," batin Kayra.
"Awas aja kalau artinya ngatain Kay, Kay bakal gunting tuh, bulu mata!" ancamnya sambil melotot ke arah Jovi.
"Huuuu I'm scareee," balas Jovi mengejek yang dibuat-buat dengan memanyunkan bibirnya.
"Udah ah, Kay mau pulang!" ia beranjak berdiri.
"Kak Jo anterin." tangan Jovi menggapai lengan Kayra. Cewek itu menghela napas pasrah.
"Kak Jo beneran nggak apa? Nggak sakit kalau dibuat naik motor?" ujar Kayra.
"Insya Allah. Kalau terjadi apa-apa kan ada kamu." Jovi mengedipkan sebelah matanya.
"Ih... gombal, terus Kay disuruh apa? Ngobatin? Gimana caranya?" tanyanya polos.
Jovi masih berpikir.
"Dielus?"
Sontak Jovi melotot serta tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Kayra yang frontal. "Jangan! Nanti dedek Kak Jo bangun," balasnya.
"Kak Jo punya dedek?" tanya Kayra antusias. Ia bisa milihat wajah gadisnya itu berbinar ketika mendengar kata "Dedek"
Jovi menepuk mulutnya.
Salah... salah...
"Mana dedek Kak Jo? Kak Jo di sini sama adeknya Kakak? Cowok apa cewek? Kak Jo punya mama baru? Mana Kak Jo hmppp - " ucapannya terhenti karena Jovi membungkam mulutnya dengan telapak tangannya.
"Kakak salah ngomong, udah, lupain. Kakak nggak punya dedek, nanti aja kalau kita udah nikah kita bikin dedek bayi yang banyak, oke?!" ucapnya dengan akhiran kedipan mata genit.
"Dasar mesum!" Kayra memukul lengan atas Jovi. Jovi tertawa jahat.
"Yaudah yuk!" Jovi menggandeng lengan Kayra.
"Eh... jangan jorok dong Kak, bentar..." Kayra dengan cekatan membersihakan sisa-sisa makanan lalu memasukkan dalam kantung kresek.
"Kay bawa, nanti Kay buangin di samping kiri basement ada tong sampah besar kan?" ucapnya ceria. Jovi menanggapi dengan senyuman bangga.
Ia merasa tidak menyesal sedikit pun memilih gadis itu. Di matanya Kayra sempurna. Walaupun ada sedikit kekurangan di cara berpikir yang membuat Jovi kadang gemas harus menjelaskan bagaimana. Tapi itu semua tidak masalah baginya. Karena dalam suatu hubungan saling melengkapi kekurangan satu sama lain akan membuat hubungan menjadi baik. Itu yang Jovi terapkan.
"Makasih, Sayang," kata Jovi.
"Geli ah, jangan panggil gitu." Kayra tersipu malu mendengar ucapan Jovi.
"Terus mau dipanggil apa? My wife?" godanya lagi.
"Kak Jo!" Kayra menatap tajam ke arah Jovi.
"Iya maaf, ayo!"
"Hmm."
***
"Kak Jo kok nggak bilang kalau Kakak ngefans sama Justin?"
"Ha?" Jovi terheran mendengar ungkapan Kayra.
Saat ini mereka tengah berada di dalam lift. Dengan Kayra membawa kantung kresek yang akan ia buang di bawah nanti. Sedangkan Jovi sendiri sudah memakai hoodie purpose yang ia kenakan sebelum keluar apartemen tadi. Hoodie yang ia pakai memang sering diidentikkan dengan penyanyi asal Kanada itu, Justin Bieber.
"Bukan ngefans. Cuma kagum. Dan ini aja Kakak belinya karena Kakak pengen, bukan karena ngefans sama Justin."
Kayra manggut-manggut.
"Kak Jo sering beli barang lewat olshop?" lagi, Kayra tidak hentinya bertanya dan dengan senang hati Jovi menjawabnya.
"Em... ya," jawabnya singkat.
Ting
Mereka sudah sampai di lantai bawah.
"Jadi, koleksi sepatu sneakers Kakak yang branded semua itu juga dari olshop?"
Jovi tersenyum tipis sembari menggandeng lengan Kayra menuju basement. "Kalau sepatu, Kakak nggak pernah beli di olshop. Itu semua Kakak beli pas liburan ke luar negeri sama pas kalau ada ajang olim ke luar negeri. Sekalian beli beberapa."
"Yang ori mahal ya Kak, Kay lihat Kakak hampir punya semua merk sepatu branded."
"Kakak berani beli berapapun jika kualitasnya bagus. Dan itu juga karena fungsi ergonomisnya, nggak cuma estetikanya," jelas Jovi lalu lengan kirinya merangkul bahu gadis itu.
"Yang paling mahal berapa Kak?"
"Kok jadi ngomongin sepatu sih?"
"Yah... nggak apa, kan Kay pengen tahu." Kayra mendongak sedikit untuk menatap Jovi yang menurutnya ketampanannya berlipat ketika memakai hoodie itu.
"Yang paling mahal ada di rumah Kakak, baru dipake sekali. Harganya... kepo ya?..." goda Jovi.
"Nggak usah dijawab!" Kayra cemberut. Mereka berdua berhenti ketika sudah berada dekat basement.
Jovi menunduk sedikit.
"Empat puluh lima juta. Tunggu sini!" kata Jovi dengan akhiran senyum jahil lalu berjalan menuju basement.
Kayra dibuat melotot mendengar nominal yang disebutkan pacarnya itu untuk sepasang sepatu.
Wow!
Bisa dibilang Jovi collector sneakers branded. Beda dengan dirinya, ia malah suka mengolehsi kamera. Mulai dari yang jadul sampai yang keluaran terbaru. Dari yang paling kecil hingga besar. Hingga yang berbeda merk dan berbeda bentuk.
Dengan segera Kayra berjalan menuju tong sampah besar untuk membuang kantung kresek di tangannya.
"Selesai!" gadis enam belas tahun itu mengeples-kepleskan telapak tangannya setelah membuang sampah tadi.
Seketika pandangannya tertuju pada seorang pria berpakaian hitam yang menaiki motor sport warna hijau. Kayra sedikit tidak yakin jika pria itu sedari tadi mengawasinya dan ketika Kayra menoleh, pria itu seperti baru saja memalingkan wajahnya.
"Itu siapa? Kok kayak ngawasin Kay?" batinnya. Bergegas ia kembali ke tempat semula dan dilihatnya Jovi sudah mengeluarkan motor sport birunya dari basement.
"Hei!" tegur Jovi.
"Lihat apa?" Jovi mengikuti arah pandag Kayra yang sekali-kali menatap ke arah pria misterius tadi.
"Nggak apa kok," elaknya.
Detik selanjutnya Jovi merogoh sesuatu di saku hoodie-nya.
"Nih, buat kamu!"
Kayra ternganga melihat apa yang diberikan Jovi padanya. Ia menerima itu dengan senyuman mengembang.
"Ini buat Kay?" Kayra memegang topi base ball puti pemberian Jovi.
"Hmm." Jovi tersenyum kecil di balik helmnya.
"Udah, naik!" perintah Jovi.
Dengan senang Kayra menaiki motor Jovi. "Pakai aja, nggak apa."
Kayra menuruti ucapan Jovi. Ia memakai topi tersebut.
Jovi mengemudikan motornya keluar area apartemen.
"Kak Jo, ini ada inisial 'J', itu punya Kakak?" kayra bersuara agak keras karena Jovi pasti tidak terlalu mendengar.
"Itu sengaja Kakak pesan buat kamu. Inisial 'J', biar kamu selalu ingat Kakak," jelas jovi dengan nada suara keras.
Kayra tersenyum senang. Ternyata Jovi romantis.
"Kak Jo sendiri? Ada, topinya?"
"Ada." seketika Jovi mengurangi kecepatan motornya. Tangan kirinya bergerak mengambil sesuatu di saku hoodie-nya juga.
"Ini!" Jovi memberikan ke belakang dan dengan sigap Kayra menerimanya. Lalu tangan kiri Jovi kembali memegangi stang motornya.
Kayra menyentuh topi base ball hitam itu. Ada inisial huruf 'K' di samping topi tersebut. Dan seketika wajahnya memerah.
Apa Jovi sengaja membelika ini karena waktu itu Kayra sangat ingin menggunakan baju couple? Ia tahu jika Jovi tidak suka kalau mereka harus mengenakan baju couple dan Jovi pernah mengatakan jika itu norak.
Kayra memeluk senang tapi hitam itu. Jovi diam-diam melihat tingkah gadisnya dari spion motornya. Dan cowok itu menyunggingkan senyuman.
***
"Loh, Kak Jo, kok kita ke kompleks perumahan ini?" Kayra bertanya karena motor Jovi melewati sebuah perumahan mewah yang lokasinya lumayan dekat dengan kompleks perumahan tempat tinggalnya.
"Ini kompleks rumah Kakak," jelas Jovi enteng.
Kayra manggut-manggut.
"Itu rumah Kakak yang sebelah kiri!" tunjuk Jovi dengan dagunya. Kayra mengikuti arah pandang Jovi. Dilihatnya sebuah rumah yang sangat besar dengan dominan warna abu-abu dan putih.
"Kok nggak berhenti?" tanya Kayra heran. Ia kira Jovi akan membawanya ke rumah tersebut. Ternyata Jovi membawa Kayra melewati jalanan komplek perumahan.
"Kita nggak ke sana. Kakak mau ajak kamu ke suatu tempat," jelas Jovi. Ia mengemudikan motor tersebut dengan kecepatan sedang. Hingga ia samapi di sebuah pemakaman di kompleks tersebut.
"Kita ngapain ke makam Kak?" tanya Kayra. Jovi mematikan mesin motornya. Kayra turun dari motor tersebut dan diikuti Jovi kemudian.
"Kamu mau kan, ketemu sama mama Kakak?" ujarnya sambil mengandeng lengan Kayra.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top